BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen urethra akibat adanya osbtruksi (long, 1996). Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994). Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil. Dilihat dari segi aspek promotif perawat berperan sebagai pendidik dapat memberi pencegahan dan perawatan dalam menangani asuhan keprawatan striktur uretra dirumah sakit, tidak hanya memberi perawatan, pengobatan dan penyembuhan, tetapi juga bisa memberi informasi mengenai penyakit yang bertujuan menghindari klien dari komplikasi yang mungkin timbul. Dari segi aspek preventif peran perawat memberikan asuhan keperawatan yang baik dengan memberikan penyuluhan, penatalaksanaan dini kepada klien mengenai striktur uretra. Dari segi kuratif peran perawat untuk memberikan pertolongan yang sangat cepat seperti pemberian obat antipiretik dan antibiotik. Dari segi aspek rehabilitatif peran peran perawat adalah pemberian obat teratur. Berdasarkan permasalahan yang terdapat diatas maka penyusun tertarik untuk menyusun makalah ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN STRIKTUR URETRA”. B. Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas seminar Mata Ajar KMB Perkemihan dengan Asuhan Keperawatan Striktur Uretra. 2. Tujuan Khusus Agar mahasiswa-mahasiswi dapat mengerti dan memahami tentang : a. Konsep dasar struktur uretra b. Patofisiologi c. Manifestasi klinis d. Komplikasi e. Pemeriksaan diagnostik f. Penatalaksanaan g. Asuhan keperawatan struktur uretra C. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan striktur uretra?
2. Apa saja etiologi dari striktur uretra? 3. Bagaimana patofisiologi dari striktur uretra? 4. Apa saja klasifikasi striktur uretra? 5. Bagaimana manifestasi klinis striktur uretra? 6. Bagaimana Web of Caution dari striktur uretra? 7. Apa saja pemeriksaan penunjang striktur uretra? 8. Bagaimana penatalaksanaan striktur uretra?
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum 2.2 ETIOLOGI Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis. Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati 2.3 PATOFISIOLOGI Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambtan 200 Dasar-dasar Urologi aliranurine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat: 1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra. 2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra 3. Berat: jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.
2.4 MANIFESTASI KLINIS Sulit berkemih, harus mengejan, nyeri, pancaran air kencing yang kecil, bercabang menetes atau berhenti sama sekali, Pembengkakan di perineum, skrotum sampai timbul bercak darah, Meatus sempit, teraba spongiofibrosis, Buli teraba penuh, Hematuri, Nyeri di bawah pelvis, Bila disertai infeksi : urin keruh , febris, Riw. adanya trauma, infeksi sal kencing atau kateterisasi/ op prostat perlu di tanyakan. 2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dialami seperti sulit kencing, disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing sampai terasa sakit. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi daerah meatus uretra eksterna, lihat pembengkakan atau fistel di sekitar area genitalia. Kemudian palpasi sepanjang uretra anterior di ventral penis, rasakan ada jaringan parut atau nanah. Pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui apakah terdapat pembesaran prostat. Pemeriksaan penunjang bisa dari laboratorium atau radiologi, berguna untuk menkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi yang paling sering dilakukan untuk striktur uretra adalah retrograde uretrogram. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui panjang dan lokasi dari striktur. Pemeriksaan darah lengkap dan analisis urine dikerjakan untuk memantau perkembangan pasien dan mengeksklusi penyakit lain. Manajemen pasien striktur tergantung dari lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Jenisjenis intervensi untuk mennyembuhkan striktur uretra adalah dilatasi uretra, uretrotomi interna, pemasangan stent dalam uretra, uretroplasti, dan terapi multiple rekonstruksi. Dari semua pilihan tersebut, uretroplasti adalah gold standarnya, karena memiliki angka kesuksesan terpai yang tinggi. Namun jika striktur masih dalam tahap ringan bisa digunakan stent atau balon kateter untuk membuka lumen, walaupun resiko kekambuhannya juga tinggi. Karena itu persiapan preoperasi dan intra-operasi sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi dan kekambuhan penyakit. Untuk mengetahui pola pancaran urine secara obyektif, dapat diukur dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat miksi dibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari10 ml/detik menandakan ada
obstruksi. Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra dibuat foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Melihat pembuntuan uretra secara langsung dilakukan melalui uretroskopi yaitu melihat striktura transuretra. Jika diketemukan striktura langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse. 2.6 PENATALAKSANAAN Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah: 1. Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakanyang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route) 2. Uretrotomi interna: yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse 3. Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 PENGKAJIAN 1. PENGKAJIAN, pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi Sachse dan pengkajian post operasi Sachse a) Pengkajian pre operasi Sachse Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi : Pengkajian fokus : Inspeksi :
1. Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya 2. Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent (nanah) 3. Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan 4. Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina 5. Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan pada saat akan mixi. Pengkajian Psikososial :
1. Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri, cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan. 2. Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian. Pengkajian Diagnostik Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel, eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein. 1. Identitas klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis 2 . Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine. 3 . Riwayat penyakit dahulu . Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi . 4 Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi. 5. Riwayat psikososia a.Intra personal Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan.Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang sakitnya. b.Inter personal Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat. 6. Pola fungsi kesehatan a.Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat). b.Pola nutrisi dan metabolisme Klien ditanya frekuensi makan,jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah. c.Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, jumlah kecil dan tidak lancar menetes-netes, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari penyempitan urethra kedalam rectum. d. Pola tidur dan istirahat Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari (nokturia). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan tidur. e. Pola aktifitas Klien ditanya aktifitasnya sehari–hari, aktifitas penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolahraga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari–hari sendiri. f.Pola hubungan dan peran Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagaimana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana seharusnya b) Pengkajian post operasi Sachse Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi: 1. Keluhan utama Keluhan pada klien berbeda–beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi Sachse adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri. 2. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara. 3. Sistem respirasi Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda– tanda cyanosis ada atau tidak. 4. Sistem sirkulasi Nadi (takikardi/bradikardi, irama), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung (EKG). 5. Sistem gastrointestinal Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi/obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah. b) Pengkajian post operasi Sachse Pengkajian ini dilakukan setelah klien menjalani operasi, yang meliputi: 1. Sistem neurology Keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala. 2. Sistem muskuloskleletal Bagaimana aktifitas klien sehari–hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas. 3. Sistem eliminasi Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik kandung kemih penuh. Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tandatanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
9. Terapi yang diberikan setelah operasi infus yang terpasang, obat–obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih. 3.2 Analisa Data 1. Analisa Data Preop Data DS: kx mengungkapkan nyeri
Etiologi Tekanan vesika urinaria
Masalah Nyeri akut
pada saat BAK di perut bagian bawah skala nyeri 5, nyeri
Melepas bradikinin
terasa cenur-cenut, DO: P: saat BAK
Merangsang hipotalamus
Q: tersayat-sayat/ perih S: 5
Implus nyeri
R: abdomen bawah T: hilang timbul kx tampak meringis kesakitan DS: kx mengatakan sering
Nyeri akut Penekanan dinding VU
Gangguan eliminasi urine
BAK tapi kesulitan saat BAK dan
kx
mengungkapkan
Kontraksi otot VU menurun
kencing yang keluar sedikit DO:
Kesulitan berkemih
Nokturia Inkontensia urine
Retensi urin
Retensi urine DS: kx mengeluh kesulitan
Gangguan eliminasi urine Penebalan dinding VU
Ansietas
untuk BAK DO: kx tampak cemas dan
Kontraksi otot VU menurun
gelisah karena tidak bisa BAK Kesulitan berkemih
DS: kx mengeluh jarang BAK,
Ansietas Penekanan dinding VU
Retensi urine
kx mengungkapkan kesulitan BA, kx mengungkapkan perut
Kontraksi otot VU menurun
bawahnya merasa penuh do: disuria, distensi kandunng
Kesulitan berkemih
kemih Retensi urin 2. Analisa Data Post Op Data DS: kx mengungkapkan nyeri
Etiologi Luka insisi
Masalah Nyeri akut
pada bagian operasi, nyeri tertusuk-tusuk, skala nyeri 3,
Peradangan
nyeri hilang timbul DO: P: luka operasi
Peepasan bradikinin
Q: tertusuk-tusuk R: luka op
Merangsang hipotalamus
S: 3 T: hilang timbul
Impuls nyeri
Kx meringis kesakitan DS: -
Nyeri akut Luka insisi
DO: adanya luka insisi Peningkatan leukosit
Luka terbuka Resiko terpapar bakteri dan kuman Resiko infeksi
Resiko infeksi
3.3 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI PRE OP TUJUAN DAN DIAGNOSA
KRITERIA
INTERVENSI
HASIL Nyeri akut b.d agen Tujuan: nyeri 1. cedera
biologis teratasi
(kesulitan
dengan
kepada 1. penjelasan kepada
pasien penyebab dari kx dan kelurga kx agar
berkemih) Kriteria hasil:
ditandai
jelaskan
RASIONAL
nyeri kx
kx - kx
2.
mengerti penyebab dari
ajarkan
kx nyeri
dan
dapat
mengungkapkan nyeri mengungkapkan
managemen nyeri
pada saat BAK di perut tidak nyeri saat
3. kolaborasi dengan 2. managemen nyeri
bagian
dokter dalam pemberian dapat mengurangi dari
bawah
skala berkemih
mengatasi nyeri
nyeri 5, nyeri terasa - skala nyeri 0
obat golongan analgesic
nyeri kx
cenur-cenut,
P:
4. observasi keluhan kx
3. obat analgesi dapat
BAK,
tersayat- meringis
Q:
saat - kx tidak tampak
5. observasi skala nyeri mengurangi nyeri kx
sayat/ perih, S: 5, R: kesakitan abdomen hilang
bawah, timbul,
tampak
kx dan TTV kx
4. observasi keluhan kx
T:
untuk
kx
keadaan umum kx
meringis
mengetahui
5. untuk mengetahui
kesakitan
skala
nyeri
melakukan Gangguan
intervensi
selanjutnya eliminasi Tujuan: gangguan 1. Jelaskan kepada kx 1. penjelasan penyebab
urine b.d penyempitan eliminasi teratasi
dan
struktur uretra ditandai Kriteria hasil:
penyebab
dengan kx mengatakan Kx
eliminasi urine
sering
2.
BAK
tapi mengungkapkan
kesulitan saat BAK dan lancer kx
dan
mengungkapkan berkemih
kencing yang keluar Tidak
keluarga
kx gangguan
gangguan urin
agar
kx
dan
keluarga kx memahami
Kolaborasi dengan penyebab
saat dokter
eliminasi
dalam gangguan
pemasangan kateter
dari eliminasi
urine
terjadi 3. Observasi aliran dan 2. Gangguan eliminasi
sedikit,
nokturia, nokturia
inkontensia
urine, Tidak
retensi urine
Retensi
kekuatan
urine
sumbatan
terjadi residu
kesulitan
lanjut kx retensi 1. jelaskan kepada kx 1. penjelasan kepada dan
tidak
keluarga
kx kx dan kelurga kx agar
penyebab dari retensi mengerti penyebab dari kx urine
kx mengungkapkan
BA,
menyebabkan
4. mengetahui keadaan
ditandai Kriteria hasil:
mengungkapkan
pasca urine
retensi urine dan dapat
2. timbang berat badan mengatasi
retensi
kesulitan setiap hari dan monitor urine.
kx BAK, BAK lancer status pasien
2.
supaya
mengungkapkan perut - tidak ada dysuria 3. pemasangan kateter dapat bawahnya
retensi
dan retensi urine b.d Tujuan:
BAK,
karena
infeksi saluran kemih
dengan kx mengeluh jarang
urine
ukur urine
inkontensia urine berkemih.
saluran urin teratasi
perkemihan
urine,
merasa dan
retensi urine
perawat memantau
keadaan pasien
penuh, disuria, distensi kandung kemih
3.
untuk
kandunng kemih
retensi
mengatasi urine
menyebabkan Ansietas b.d kesulitan Tujuan: berkemih
saluran kemih ansietas 1. Bina hubungan saling 1. supaya perawat
ditandai teratasi
percaya dengan klien kooperatif
dengan kx mengeluh Kriteria hasil:
atau keluarga.
susah berkemih,
2. Dorong klien atau dapat
Kx
kx tampak cemas dan mengungkapkan
keluarga
gelisah
menyatakan
karena
bisa BAK
infeksi
tidak tidak susah BAK
menjalin hubungan dan
3.
Beri
tentang
melaksanakan
untuk intervensi 2.
Kx tidak tampak perasaan/masalah. cemas dan gelisah
dalam
agar
perawat
mengetahui
keluhan
informasi atau masalah kx 3. untuk meningkatkan
prosedur/tindakan yang pengetahuan
pasien
akan dilakukan, contoh: tentang penyakitnya kateter, urine berdarah, 4. iritasi kandung kemih. motivasi Ketahui
meningkatkan kx
untuk
seberapa memperbaiki keadaan
banyak informasi yang kx diinginkan klien. 4. Jelaskan pentingnya peningkatan
asupan
cairan. DIAGNOSA DAN INTERVENSI POST OP Tujuan dan kriteria
Diagnose
Intervensi
Rasional
hasil Nyeri akut b.d. agen Tujuan: nyeri teratasi
1.
cedera
pasien penyebab dari kx dan kelurga kx
fisik
insisi)
(luka Kriteria hasil: ditandai - kx mengungkapkan kx tidak nyeri saat
dengan,
jelaskan
kepada 1. penjelasan kepada
nyeri kx 2.
agar
ajarkan
kx penyebab dari nyeri
mengungkapkan nyeri berkemih
managemen nyeri
pada bagian operasi, - skala nyeri 0
3. kolaborasi dengan nyeri
tertusuk-tusuk, - kx tidak tampak dokter
nyeri
mengerti
dan dapat mengatasi
dalam 2. managemen nyeri
skala nyeri 3, nyeri meringis kesakitan
pemberian
obat dapat mengurangi dari
hilang timbul
golongan analgesic
P: luka operasi
4. observasi keluhan 3. obat analgesi dapat
Q: tertusuk-tusuk
kx
R: luka op
5.
S: 3
nyeri kx dan TTV kx
nyeri kx mengurangi nyeri kx
observasi
skala 4. observasi keluhan kx untuk mengetahui
T: hilang timbul
keadaan umum kx
Kx meringis kesakitan
5. untuk mengetahui skala
nyeri
dan
melakukan intervensi Resiko luka
infeksi
selanjutnya b.d Tujuan: resiko infeksi 1. Pertahankan sistem 1. Mencegah
insisi ditandai teratasi
kateter steril, berikan pemasukan
dengan adanya luka Kriteria hasil:
perawatan
insisi,
dengan steril.
peningkatan tidak terjadi infeksi
bakteri
kateter dan infeksi. 2.
Meningkatkan
leukosit
leukosit menurun
2.
Anjurkan
cairan
yang
intake output urine sehingga cukup resiko
terjadi
ISK
(2500–3000) sehingga dikurangi dapat
dan
menurunkan mempertahankan
potensial infeksi.
fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi 3.
Menghindari
urobag dibawah.
balik
refleks
4. Observasi tanda– yang
dapat
tanda vital, laporkan memasukkan tanda–tanda
urine bakteri
shock ke kandung kemih.
dan demam.
4. Mencegah sebelum
5. Observasi urine: terjadi shock. warna, jumlah, bau.
5.
Mengidentifikasi
6. Kolaborasi dengan adanya infeksi. dokter untuk memberi 6. Untuk mencegah obat antibiotik.
infeksi dan membantu proses penyembuhan.
DAPUS Purnomo, B. Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI Baroroh, Baririet Dewi. 2011. Nursing Care Plan: Striktur Uretra. Medical Surgical Department: PSIK FIKES UMM (slide powerpoint s1-keperawatan.umm.ac.id, diakses pada 18 Maret 2019)