Striktur Uretradocx.docx

  • Uploaded by: Marnitha Bato'sau'
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Striktur Uretradocx.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,749
  • Pages: 25
BAB I LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien Nama

: Tn. AA

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 36 tahun

Tanggal Lahir

: 05 Mei 1978

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Perumnas III Waena

Agama

: Kristen Protestan

Suku

: Asmat

Nomor Rekam Medik

: 39-92-00

1.2. Anamnesis a.

Keluhan utama : Tidak dapat BAK (Buang Air Kecil)

b.

Riwayat penyakit sekarang Pasien merupakan rujukan dari RSUD Mimika, datang dengan keluhan tidak dapat BAK 1 minggu SMRS. Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa pada tahun 2015 dan sudah dilakukan operasi. Sekitar kurang lebih 1 tahun setelah operasi pasien mengaku pada saat berkemih pancaran kencing mulai melemah dan pada 3 bulan terakhir ini menjadi semakin lemah dan 1 minggu SMRS pasien tidak dapat BAK. Demam (-) sesak (-) mual muntah () makan/minum (↓/↓) BAB (+).

c.

Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit ginjal disangkal Riwayat penyakit DM disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat penyakit striktur uretra 1

d.

Riwayat keluarga Tidak ada keluarga yang pernah menderita sakit yang sama dengan pasien

e.

Riwayat kebiasaan Alkohol (+) Merokok (+)

1.3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum

: Tampat sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

TTV : 1)

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

2)

Frekuensi Nadi

: 78 x/menit

3)

Frekuensi Pernapasan

: 22 x/menit

4)

Temperatur tubuh

: 36,9 º C

5)

SpO2

: 97%

Status Generalis : K/L

: CA (-/-), SI (-/-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax

: Simetris, ikut gerak napas, SN ves (+/+) BJ I,II reguler

Abdomen

: Simetris, jejas (-), supel, NT (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2”

Status Urologis: Regio Flank : I : Jejas (-/-) P : Nyeri tekan (-/-) P : Nyeri ketuk/CVA (-/-) A : Tidak dilakukan evaluasi Regio Suprapubik I : Terpasang selang cystotomy, produksi urine (+) ±1500cc, warna kuning jernih 2

P : Supel P : Tympani A : Bising usus (+) Regio Genitalia Eksterna Penis : I : Jejas (-) P: Tidak didapatkan kelainan Skrotum I : Jejas (-) P: Teraba testis 2 buah, ukuran sama besar, nyeri (-)

1.4. Pemeriksaan Penunjang  Uretrografi Retrograde (25 Septermber 2018)

Ditemukan penyempitan di pars bulbosa

3



Hasil Pemeriksaan Laboratorium (26 September 2018) PARAMETERS

NILAI RUJUKAN Hematologi

HGB

14,5

[g/dL]

L 13,3 - 16,6 P 11,0 - 14,7

RBC

6,06

[10^6/uL]

3,69 - 5,46

HCT

44,4

[%]

L 41,3 - 52,1 P 35,2 - 46,7

WBC

8,22

[10^3/uL]

3,37 - 8,38

1.5. Diagnosa Kerja Striktur uretra parsial pars bulbosa ± 1 cm

1.6. Perencanaan Penatalaksanaan pembedahan yang dilakukan adalah uretrotomi interna.

1.7. Laporan Operasi Tanggal operasi : 28 September 2018 Jam mulai: 11:00

Jam selesai : 11:30

Durasi operasi : 30 menit

Nama

: Tn. AA

Nama Pembedah

: dr. Priyo, Sp.U

Nama Ahli Anastesi

: dr. Albinus, Sp.An,

Diagnosis Pra Bedah

: Striktur uretra parsial pars bulbosa ± 1 cm

Umur : 36 tahun

Diagnosis Pasca Bedah : Striktur uretra parsial pars bulbosa ± 1 cm Indikasi Operasi

:

Nama Operasi

: Uretrotomi interna + uretroscopy

Laporan Operasi: - Ditemukan penyempitan di pars bulbosa -

Pasien posisi litotomy dlm sab

-

A dan antiseptik genitalia eksterna 4

1.8.

-

Dilakukan uretrocopy

-

Uretretomi interna

-

Insersi silokon kateter

-

Operasi selesai

Prognosis Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam

3.9 Follow up pasien

Hari/Tanggal 20/09/2018

SOA

P

S : Tidsk bias BAK O : KU : Baik

Kes : CM

P: -

IVFD Nacl 0,9% 20 tpm

TD: 110/70 mmHg

-

Inj. Ceftriaxone 2x1 g

N : 86x/menit

-

Inj. Kalnex 3 x 500 mg

RR : 24x/menit

-

Vit K 3 x 1 amp

SpO2 : 98 %

-

Pasang

SB : 36,9 º C

suprapubik

A : - Striktur uretra

5

pungsi

21/09/2018

S : Keluhan (-)

P:

O : KU: Baik

Kes: CM

TD: 120/70 mmHg

-

IVFD Nacl 0,9% 20 tpm

-

Inj. Ceftriaxone 2x 1

N : 72x/menit

amp

RR : 20x/menit SpO2 : 98 % SB : 36,8 º C Status generalis : Dalam batas normal Status lokalis : Terpasang Cystotomy

percutaneus,

produksi = 3500 cc A : - Strikur uretra

22/07/2018

S : Keluhan (-)

P:

O : Ku : baik

-

Aff. infus

Status generalis : dalam batas

-

Ciprofloxacin 2 x 300 mg

normal

-

Asam mefenamat 3 x

Status

lokalis

Kes : CM

:

terpasang

cateter

cystotomy

500mg -

percutaneus, produksi urin (+)

Uretrografi retrograde (selasa)

A : - striktur uretra

23/07/2018

S : Keluhan (-)

P:

O : Ku : baik

Kes : CM

Status generalis : dalam batas

-

Ciprofloxacin 2 x 300 mg

-

Asam mefenamat 3 x

normal Status

500mg lokalis

:

terpasang

cateter cystotomy percutaneus A : - Striktur uretra

6

-

Uretrografi retrograde (selasa)

24/07/2018

S : Keluhan (-)

P:

O : Ku : baik

-

Aff. infus

Status generalis : dalam batas

-

Ciprofloxacin 2 x 300 mg

normal

-

Asam mefenamat 3 x

Status

lokalis

Kes : CM

:

terpasang

500mg

cateter cystotomy percutaneus

-

Kalnex 3x 2 amp

A : - Striktur uretra

-

Vit K 3x1 amp

-

Uretrografi retrograde (besok)

25/09/2018

S : Keluar darah dari selang P : cystotomy O : Ku : baik

Kes : CM

-

Ciprofloxacin 2 x 500 mg

-

Asam mefenamat 3 x

TD: 110/70 mmHg

500mg

N : 88x/menit

-

Kalnex 3x500mg

RR : 20x/menit

-

Vit K 3 x 1

SpO2 : 98 %

-

Lactulosa 3x II cth

SB : 36,8 º C

-

Uretrografi retrograde

Status generalis : dalam batas normal Status

lokalis

:

terpasang

cateter cystotomy percutaneus A : - Striktur uretra

7

(siang ini)

26-09-2018

S : Keluar darah dari selang P : cystotomy

- Ciprofloxacin 2 x 500 mg

O : Ku : baik

Kes : CM

- Asam mefenamat 3 x 500mg

TD: 120/70 mmHg

- Kalnex 3x500mg

N : 64x/menit

- Vit K 3 x 1

RR : 21x/menit

- R/ operasi jumat

SpO2 : 99 %

- Cek LAB, Ko. anestesi

SB : 36,6 º C Status generalis : dalam batas normal Status

lokalis

:

terpasang

cateter cystotomy percutaneus A : - Striktur uretra

27-09-2018

S : Keluhan (-)

P:

O : Ku : baik

Kes : CM

- R/ operasi besok

TD: 110/70 mmHg

-

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

N : 82x/menit

- Cefuroxime 2 x 750mg

RR : 18x/menit

- SIO

SpO2 : 98 %

- Puasa

SB : 36,6 º C

- Persiapan darah 1 kolf

Status generalis : dalam batas - Ko. anestesi normal Status

lokalis

:

terpasang

cateter

cystotomy

percutaneus, produksi urin (+) A : - Striktur uretra

8

28-09-18

S : Keluhan (-)

P:

O : Ku : baik

Kes : CM

-

R/ Operasi

TD: 120/90 mmHg

-

SIO

N : 88x/menit

-

Puasa

RR : 20x/menit

-

Persiapan :

SpO2 : 94 %

IVFD NaCl 20 tpm

SB : 36,8 º C

Cefuroxime 2 x 7450 mg

Status generalis : dalam batas

Persiapan darah 1 kolf

normal Status

lokalis

:

terpasang

cateter

cystotomy

percutaneus, produksi urin (+) A : - Striktur uretra 29-09-18

S : Keluhan (-)

P:

O : Ku : baik

Kes : CM

-

R/ BPL

Status generalis : dalam batas

-

Cefixime 2 x 200mg

normal

-

Na diclofenat 2 x 25 mg

A : - Striktur uretra

-

Aff percutaneus

9

cystostomy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari bulibuli melalui proses miksi.1 Secara anatomis uretra pria dikelompokkan ke dalam uretra anterior (bulbopendulosa) dan uretra posterior (uretra prostato membranosa). Uretra berfungsi sebagai suatu konduit untuk urin dan semen.2 Uretra anterior ditutup jaringan erektil korpus spongiosum. Uretra anterior menembus diafragma urogenitalia untuk masuk ke dalam kavum pelvik sebagai uretra prostato-membranosa. Karena tepi melekta dengan membrana perineal, bagian uretra ini mudah mengalami ruptur terutama pada fraktur tulang pelvik. Panjang uretra pria adalah sekitar 23 -25 cm. Seluruh uretra disuplai oleh arteri pudenda interna. Vena – vena bermuara ke dalam pleksus Sartorini di sekitar leher buli dan prostat. Uretra wanita pendek, hanya mengalirkan urin dan tidak rentan mengalami trauma.2 Bagian tersempit uretra pria adalah meatus uretra.Uretra prostatika mempunyai dua sfingter pada masing – masing ujungnya. Sfingter uretra interna pada perbatasan buli –buli dan uretra yang tersusun atas serabut otot polos. Sfingter uretra interna dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga saat buli – buli penuh sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna adalah rhabdosfingter, panjangnya sekitar 2 cm, terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior dan mengelilingi uretra membranosa. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik. Aktivitas sfingter uretra ini dapat diperintah sesuai sesuai dengan keinginan seseorang.2 Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan 10

verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.1

Gambar 1. Anatomi Uretra

Gambar 2. A. Pembagian Uretra Pria, B. Uretra Prostatika

Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi 11

dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.1 Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna 2adan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.1

2.2

Definisi Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.1

2.3

Etiologi Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis. Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati.1.3

12

Gambar 3. Letak striktur uretra memberikan petunjuk penyebab terjadinya striktur uretra

2.4

Patofisiologi Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling.1

13

2.5

Derajat Penyempitan Uretra Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat: 1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra. 2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra 3. Berat: jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. 14

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.1

Gambar 4. Derajat penyempitan lumen (striktur uretra)

2.6

Gejala Klinik 4.5.6.7 1. Pancaran air seni lemah 2. Pancaran air seni bercabang Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. 3. Frekuensi Disebut frekuensi apabila buang air kecil lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tujuh kali / hari. Apabila sering buang air kecil di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari, buang air kecil lebih dari satu kali, dan keinginan buang air kecil itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya 4. Urgensi 5. Dysuria dan hematuria 6. Terkadang dengan infiltrat dan abses 7. Gejala lanjut adalah retensio urin

15

2.7

Diagnosis

2.7.1. Anamnesis Anamnesis bertujuan untuk mencari gejala dan tanda dari striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra. 1. Berkurangnya aliran urin 2. Ketegangan saat berkemih 3. Pancaran air kencing kecil dan bercabang 4. Perasaan tidak puas setelah berkemih 5. Frekuensi berkemih lebih dari normal 6. Tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih 7. Terkadang sakit dan nyeri saat berkemih 8. Kadang dijumpai infiltrate, abses dan fistel 9. Retensi urin 10. Nyeri pada daerah pelvic 2.7.2. Pemeriksaan Fisik8 Pada pemeriksaan fisik, bertujuan untuk mengecek keadaan penderita juga Inspeksi : dilihat meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistel di daerah penis, skrotum, perineum, suprapubik , ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra eksterna. Palpasi : ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra eksterna. Dapat juga pada pemeriksaan

fisik

ditemukan : 1. Penurunan aliran urin 2. Pembesaran kandung kemih 3. Pembesaran limphonodus pada daerah inguinal 4. Pembesaran prostat 5. Permukaan bawah penis menjadi keras

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Periksa urin dan melakukan pemeriksaan urin kultur untuk melihat adanya nfeksi. Ureum kreatinin untuk melihat faal ginjal. 16

2. Radiologi Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra dibuat foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra.

Gambar 2.5. Ureterogram Normal : Penyempitan pada uretra bagian posterior dan uretra prostatika adalah normal.

3.

Ureteroskopi Melihat pembuntuan uretra secara langsung dilakukan melalui

uretroskopi yaitu melihat striktur transuretra. Jika ditemukan striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.

4.

Uroflometri Untuk mengetahui pola pancaran urine secara obyektif, dapat diukur

dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat miksi d ibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan ada obstruksi.1.4

17

2.8. Tatalaksana Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine kemudian baru dibuat pemeriksaan ureterografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah: 1.

Businasi (dilatasi) Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan

periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak. Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis. Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut . Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus. Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route).1.9

2.

Uretrotomi interna Uretrotomi interna yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan

pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi

18

striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi. 1,4,10,11

3.

Uretrotomi eksterna Adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,

kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.1.3 Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik. Stadium I : daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari. Stadium II : beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.1,4,12

4.

Uretroplasty Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm

atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah 19

daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya. 1,4,12

2.9.

Prognosis Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

20

BAB III PEMBAHASAN

Pada kasus Tn. AA datang dengan keluhan tidak dapat BAK. Pasien mengaku pernah mengalami hal serupa pada tahun 2015 dan sudah dilakukan operasi. Sekitar kurang lebih 1 tahun setelah operasi pasien mengaku pada saat berkemih pancaran kencing mulai melemah dan terasa nyeri saat berkemih. Dan pada 3 bulan terakhir pancaran kencing menjadi semakin lemah dan dan 1 minggu SMRS pasien tidak dapat BAK. Penegakkan diagnosis striktur uretra diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dimana dari anamnesis didapatkan pada pasien pada awalnya pancaran kencing melemah, nyeri saat berkemih dan lama kelamaan pasien tidak dapat BAK serta pasien riwayat penyakit striktur uretra. Hal ini sesuai dengan literatur dimana gejala klinis yang muncul pada penyakit striktur uretra adalah pancaran air seni lemah, pancaran air seni bercabang, Urgensi, dysuria dan hematuria, terkadang dengan infiltrat dan abses,retensio urin dan nyeri pada daerah pelvis dalam kasus ini pasien mengalami pancaran air seni lemah dan retensi urin dan tidak dapat BAK pada 1 minggu SMRS.Dan juga dalam literatur dikatakan bahwa striktur uretra dapat kambuh kembali hal ini sesuai pada kasus karena pasien pernah menderita striktur uretra dan sudah dioperasi pada tahun 2015. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik dilakukan Inspeksi : dilihat meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistel di daerah penis, skrotum, perineum, suprapubik , ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra eksterna. Palpasi : ada darah atau tidak yang keluar dari ostium uretra eksterna.Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin. Hal ini sesuai dengan kasus Tn AA dimana setelah pasien dilakukan sistotomi untuk mengeluarkan urin. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium, radiologi, uretrosistografi, ureteroskopi, dan uroflometri yang bertujuan untuk mengetahui panjang dan lokasi dari striktur. Pada kasus dilakukan pemeriksaan uretrosistografi dan ditemukan penyempitan pada pars bulbosa. Manajemen pasien striktur tergantung dari lokasi striktur, panjang / pendek striktur, dan kedaruratannya. Jenis-jenis intervensi untuk menyembuhkan striktur uretra adalah 21

dilatasi uretra, uretrotomi interna, uretroplasti. Dan pada kasus tindakan yang dilakukan adalah uretrotomi interna dimana Indikasinya adalah striktur uretra anterior atau posterior hal ini sesuai dengan kasus karna sitruktur terjadi dibagian anterior.

22

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum. Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan. Diagnosis striktur uretra diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala, seperti : aliran urin berkurang atau tidak, pancaran air kencing kecil, bercabang, ada perasaan tidak puas setelah berkemih, frekuensi berkemih lebih dari normal, tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih, sakit dan nyeri saat berkemih, retensi urin, nyeri pada daerah pelvic. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi daerah meatus uretra eksterna, lihat pembengkakan atau fistel di sekitar area genitalia, kemudian palpasi sepanjang uretra anterior di ventral penis, rasakan ada jaringan parut atau nanah. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium, radiologi, uretrosistografi, ureteroskopi, dan uroflometri. Jika pasien datang karena retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine kemudian baru dibuat pemeriksaan ureterografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah businasi (dilatasi), uretrotomi interna, uretrotomi eksterna, dan uretroplasty .

4.2. Saran 1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari laporan kasus ini sehingga dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan tambahan.

23

2. Kerjasama antar keluarga dan pasien perlu ditingkatkan untuk membantu proses penyembuhan pasien. Diupayakan agar meminum obat dan kontrol rutin, serta mematuhi saran dari dokter yang merawat.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki.B. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto. 2. Shenoy, K. Rajgopal. Nileshwar, Anitha. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi Berwarna Edisi Ketiga Jilid Satu. Tangerang : Karisma Publishing Group. 3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2010. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tangerang : Bina Rupa Aksara Publisher. 5. Smith, Donald R. General Urology. 2008. Lange Medical Publication. Drawer L, Los Altos. California. 6. Snell, Richard S. Perineum. 1998. Anatomi Klinik Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 7. Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 8. Stricture Urethra. http://www.strictureurethra.com, diakses tanggal 04 Oktober 2018. 9. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. 1995. Uretra Pria dalam: Penatalaksanaan Bedah Umum di Rumah Sakit. Jakarta : EGC. 10. Urethral

Stricture

Disease.

http://www.urologyhealth.org/

adultconditionsbledder/urethralstricturedisease.html, diakses tanggal 02 Oktober 2018. 11. Urethral Stricture. http://www.drrajmd.com/urology/urethral-stricture, diakses tanggal 04 Oktober 2018. 12. Purwadianto A, Sampurna B. 2000. Retensi Urin, dalam: Kedaruratan Medik, “Pedoman Penatalaksanaan Praktis”. Ed Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara.

25

Related Documents


More Documents from "Tiffanny Aditya"