REFERAT STRIKTUR URETRA
Disusun oleh: Jody Aprilio 1361050130
Pembimbing: Dr. M. Fitrah, Sp.U
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA RSUD dr. CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI 2018
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Anatomi………........................................................................
4
2.2
Definisi..................................................................... ................
6
2.3
Prevalensi.................................................................................
6
2.4
Etiologi.....................................................................................
7
2.5
Patofisiologi.............................................................................
8
2.6
Manifestasi klinis.....................................................................
9
2.7
Diagnosis..................................................................................
10
2.8
Tatalaksana...............................................................................
11
2.9
Komplikasi...............................................................................
13
BAB III KESIMPULAN..................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
15
2
BAB I PENDAHULUAN Striktur
uretra
merupakan
penyempitan
atau
penyumbatan
lumen
uretra
karena pembentukan jaringan fibrotik (parut) pada uretra dan atau daerah peri uretra, yang pada tingkat lanjut dapat menyebabkan fibrosis. Striktur uretra sering terjadi dan selalu terjadi. Dilatasi digambarkan oleh Shusruta sekitar 600 tahun SM; Pendapat ahli abad ke-19 mengatakan bahwa 15-20% pria dewasa memiliki striktur; dan di abad ke-21 menurut National Health Services United Kingdom lebih dari 16.000 pria masuk ke rumah sakit setiap tahun karena penyakit striktur uretra dan lebih dari 12.000 pria di antaranya memerlukan. Perkiraan prevalensi di Inggris adalah +10 / 100.000 pria di masa muda mereka meningkat menjadi sekitar 20/100 000 pada usia 55 tahun kemudian menjadi 40/100 000 pada usia 65 tahun dan lebih dari 100/100 000 setelahnya. Striktur dapat dibagi menjadi dua tipe utama, anterior dan posterior, yang berbeda tidak hanya di lokasi mereka, tetapi juga pada patogenesis dasarnya. Dalam analisis retrospektif terhadap semua striktur yang telah direkonstruksi di satu institusi, sebagian besar striktur berada di anterior (92,2%), dengan sebagian besar terjadi di uretra di bulbar (46,9%), diikuti oleh penile (30,5%), penile dan bulbar (9,9%), dan panurethral (4,9%) striktur.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Uretra Manusia memiliki organ saluran kemih yang berguna dalam pengeluaran urine keluar tubuh. Organ-organ tersebut mencakup dua ginjal, dua ureter, buli-buli, dua otot sfingter, dan uretra. Secara garis besar sistem tersebut terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.2 Urethra merupakan tabung kecil dari collum vesicae ke luar. Muara urethra pada permukaan luar disebut ostium urethrae. 1 Uretra merupakan saluran akhir dalam pengeluaran urine keluar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda yaitu sebagai saluran urine dan saluran untuk semen dari organ reproduksi.1 a. Urethra Masculina Panjang urethra masculina kurang lebih 8 inci (20 cm) dan terbentang dari collum vesicae ke meatus externus di glans penis. Urethra terbagi atas tiga bagian: pars prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa. Urethra pars prostatica panjangnya kurang lebih 7,25 inci (3 cm) dan mulai dari collum vesicae. Urethra pars prostatica berjalan melalui prostat dari basis sampai ke apex Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dan berdiameter paling lebar dari seluruh urethra. Pada dinding posterior terdapat peninggian longitudinal yang disebut crista urethralis. Pada setiap sisi crista urethralis terdapat alur yang disebut sinus prostaticus, glandulae
4
prostatae bermuara pada sinus ini. Pada puncak crista pubica terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus. Pada pinggir utriculus terdapat muara kedua ductus ejaculatorius.1
Gambar 2.1 Potongan sagital pelvis laki-laki1 Urethra pars membranacea panjangnya kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm), terletak di dalam diaphragma urogenitale, dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae. Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling pendek dan paling kurang dapat dilebarkan.1 Urethra pars spongiosa panjangnya kurang lebih 6 inci (15,75 cm) dan dikelilingi jaringan erektil di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis. Meatus urethrae externus merupakan bagian yang tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra yang terletak di dalam glans penis melebar membentuk fossa terminalis (fossa navicularis). Glandula bulbourethralis bermuara ke daiam urethra pars spongiosa distalis dari diaphragma urogenitale.1
5
b. Urethra Feminina Urethra feminina panjangnya sekitar 1,5 inci (3,8 cm). Urethra terbentang dari collum vesicae urinariae sampai meatus urethrae externus, yang bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inci (2,5 cm) distal dari clitoris. Urethra menembus musculus sphincter urethrae dan terletak tepat di depan vagina. Di samping meatus urethrae externus terdapat muara kecil dari ductus glandula paraurethralis. Urethra dapat dilebarkan dengan mudah.1
Gambar 2.2 Potongan coronal pelvis laki-laki, memperlihatkan prostat dan urethra pars membranacea, diaphragma urogenitale, dan isi spatium perineale supediciale1 2.2 Definisi Striktur Uretra Striktur uretra merupakan penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena pembentukan jaringan fibrotik (parut) pada uretra dan atau daerah peri uretra, yang pada tingkat lanjut dapat menyebabkan fibrosis.2
6
2.3 Epidemiologi Striktur Uretra Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 35 cm.2 Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding wanita. Beberapa faktor resiko lain yang diketahui berperan dalam insiden penyakit ini, diantaranya adalah pernah terpapar penyakit menular seksual, ras orang Afrika, berusia diatas 55 tahun, dan tinggal di daerah perkotaan.3 Striktur dapat terjadi pada semua bagian uretra, namun kejadian yang paling sering pada orang dewasa adalah di bagian pars bulbosa-membranasea, sementara pada pars prostatika lebih sering mengenai anak-anak.4 Striktur uretra adalah penyakit yang relatif umum pada pria dengan prevalensi terkait antara 229-627 per 100.000 pria, atau 0,6% populasi berisiko, yang biasanya merupakan pria yang lebih tua.5
2.4 Etiologi Striktur Uretra a. Infeksi Secara historis, infeksi uretritis adalah penyebab utama striktur uretra. Namun, dengan meningkatnya pendidikan pasien, metode diagnosis dan pengobatan yang lebih baik terhadap penyakit menular seksual, uretritis yang disebabkan oleh infeksi sekarang hanya bertanggung jawab atas sebagian kecil kasus. Saat ini di negara maju, kebanyakan striktur uretra bersifat iatrogenik atau idiopatik dengan infeksi uretritis yang menyebabkan striktur minor.5 Ada variasi yang signifikan dalam etiologi penyakit striktur uretra di berbagai belahan dunia seperti yang ditunjukkan oleh beberapa studi. 15,2% kasus striktur uretra di Brasil disebabkan oleh infeksi, sementara di Nigeria ditemukan penyebab striktur uretra sebesar 66,5% kasus.5
7
b. Post Trauma Trauma menjadi salah satu etiologi yang paling signifikan menyebabkan striktur uretra. Berbagai mekanisme trauma menghasilkan striktur uretra salah satunya yang paling sering adalah sttraddle injury. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan striktur uretra adalah pelvic fracture-related urethral injury (PFUI).5 Straddle injuries sering terjadi ketika bekerja, bersepeda dan saat olahraga. Berbagai laporan menggambarkan bahwa trauma menjadi salah satu penyebab striktur uretra sebesar 9,6-36,1% dari seluruh kasus.5 Dalam beberapa studi kecil, PFUI dilaporkan memiliki prevalensi 525%, namun dalam studi baru-baru ini yang dilakukan National Trauma Data Bank (NTDB), prevalensi dilaporkan 1,54%. Mekanisme cedera yang paling umum adalah tabrakan kendaraan bermotor dan pasien lebih cenderung mengalami cedera usus dan / atau organ reproduksi.5
c. Lichen sclerosis (LS) LS dianggap sebagai kondisi peradangan kronis dari etiologi yang tidak diketahui. Ada beberapa teori tentang etiologi LS. Teori yang paling banyak diterima melibatkan disregulasi kekebalan tubuh dan peningkatan kejadian gangguan autoimun lainnya ditemukan pada pasien dengan LS. LS dapat melibatkan daerah kutaneous namun memiliki kecenderungan untuk daerah anogenital. Genital LS dikenal sebagai penyebab penting dari striktur uretra. Kejadian genital LS dan keterlibatannya pada uretra tidak diketahui, namun rangkaian kasus menunjukkan tingkat striktur uretra sekunder LS menjadi 8-
8
16%. LS paling sering mempengaruhi pasien Kaukasia dengan rasio wanita terhadap laki-laki 6: 1. LS dapat mempengaruhi semua kelompok umur. Ini melibatkan kelenjar dan kulup hanya pada 57% kasus, meatus uretra di 4%, dan uretra pada 20% kasus. LS tidak melibatkan uretra posterior. Palminteri dkk. menunjukkan bahwa LS adalah penyebab penyempitan pada 13,5% kasus.5
d. Pengobatan setelah kanker prostat Semua bentuk intervensi kanker prostat dapat dikaitkan dengan tingkat perkembangan striktur uretra yang berbeda. Kejadian striktur uretra yang dilaporkan setelah prostatektomi radikal cukup bervariasi, berkisar antara 2,7% sampai 25,7%, dan biasanya adalah kontraksi leher kandung kemih.5
e. Meatal stenosis post-circumcision Sirkumsisi dianggap sebagai salah satu prosedur pembedahan yang paling umum. Hal itu bisa dilakukan pada usia berapa pun tapi paling sering dilakukan pada neonatus. Komplikasi penting dari sirkumsisi adalah stenosis meatal. Komplikasi ini telah dilaporkan kurang dari 0,2% anak-anak yang menjalani prosedur pada usia neonatal dan mewakili 23% dari keseluruhan tingkat komplikasi sirkumsisi.5 Saat stenosis miatal terjadi, anak biasanya mengalami gejala disuria, frekuensi, dan aliran lemah, namun obstruksi kencing jarang terjadi.5
9
2.5 Patofisiologi Striktur Uretra Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada uretra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan fibroblast, dan ketika mulai menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh ruang pada lumen dan menyebabkan pengecilan diameter uretra, sehingga menimbulkan hambatan aliran urine. Karena adanya hambatan, aliran urine mencari jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Karena ekstravasasi urine, daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan menimbulkan abses periuretra yang kemudian bisa membentuk fistula uretrokutan (timbul hubungan uretra dan kulit). Selain itu resiko terbentuknya batu buli-buli juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi dan gagal ginjal. Derajat penyempitan lumen uretra dibagi menjadi 3 tingkatan. Termasuk tingkat ringan jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen, tingkat sedang jika terdapat oklusi mencapai ½ lumen uretra, dan tingkat berat oklusi lebih dari ½ diameter lumen uretra.
Gambar 2.3 Patofisiologi striktur uretra
10
2.6 Manifestasi Striktur Uretra Striktur uretra dapat menyebabkan banyak tanda dan gejala yang berkisar dari ringan hingga berat. Beberapa tanda dari striktur uretra meliputi aliran urin yang lemah atau pengurangan volume urin, urgensi kemih, nyeri saat buang air kecil, inkontinensia, nyeri di daerah perut panggul atau bawah, pembengkakan penis, adanya darah di air mani dan / atau urin, dan penggelapan urin. Penyakit striktur uretra memberikan beban besar pada kesehatan dan kualitas hidup pria.8 Beberapa gejala yang umumnya dirasakan para penderita striktur uretra adalah:
Rasa nyeri dan panas saat buang air kecil.
Lemahnya aliran urine atau berkurangnya jumlah urine.
Ketidakmampuan mengontrol proses buang air kecil.
Keinginan buang air kecil yang lebih sering dan mendadak.
Keluarnya cairan selain urine dari uretra.
Ketidakmampuan untuk buang air kecil.
Munculnya darah pada cairan sperma atau urine.
Penis terasa nyeri dan bengkak.
Warna urine agak kegelapan.
Rasa nyeri dalam rongga panggul atau perut bagian bawah.
2.7 Diagnosis Striktur Uretra Diagnosis striktur uretra dapat di tegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Gejala penyakit ini mirip seperti gejala penyebab retensi urine tipe obstruktif lainnya. Diawali dengan sulit kencing atau pasien harus mengejan untuk memulai 11
kencing namun urine hanya keluar sedikit-sedikit. Gejala tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia overflow, yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan pasien. Gejala-gejala lain yang harus ditanyakan ke pasien adalah adanya disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam atau keluar nanah.2,4
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan lewat inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi di perhatikan meatus uretra eksterna, adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum, perineum, dan suprapubik. Kemudian kita palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior pada ventral penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk mengeluarkan nanah di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur berguna untuk menyingkir diagnosis lain seperti pembesaran prostat.2
Pemeriksaan Penunjang Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui pancaran urine secara obyektif. Derasnya pancaran diukur dengan membagi volume urine saat kencing dibagi dengan lama proses kencing. Kecepatan pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan adanya obstruksi. Namun pemeriksaan foto Retrograde Uretrogram dikombinasikan dengan Voiding Cystouretrogram tetap dijadikan standar pemeriksaan untuk menegakan diagnosis. Radiografi ini dapat menentukan panjang dan lokasi dari striktur.2 Penggunaan ultrasonografi (USG) cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan
12
derajat luas jaringan parut, contohnya spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis tindakan operasi yang akan dilakukan kepada pasien.2 Pemeriksaan yang lebih maju adalah dengan memakai uretroskopi dan sistoskopi, yaitu penggunaan kamera fiberoptik masuk ke dalam uretra sampai ke bulibuli. Dengan alat ini kita dapat melihat penyebab, letak, dan karakter striktur secara langsung.2 Pencitraan menggunakan magneting resonance imaging bagus dilakukan sebelum operasi karena dapat mengukur secara pasti panjang striktur, derajat fibrosis, dan pembesaran prostat. Namun alat ini belum tersedia secara luas dan biayanya sangat mahal sehingga jarang digunakan.2
2.8 Tatalaksana Striktur Uretra Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Contohnya, jika pasien datang dengan retensi urine akut, secepatnya lakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine dari buli-buli. Sistostomi adalah tindakan operasi dengan membuat jalan antara bulibuli dan dinding perut anterior. Jika dijumpai abses periuretra, kita lakukan insisi untuk mengeluarkan nanah dan berikan antibiotika. Jika lokasi striktur di uretra pars bulbosa dimana terdapat korpus spongiosum yang lebih tebal daripada di uretra pars pedularis, maka angka kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih baik jika dikerjakan di daerah tersebut. Penanganan konvensional seperti uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan, walaupun pengobatan ini rentan menimbulkan kekambuhan.2
13
Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut: 1. Dilatasi uretra Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau busi logam dimasukan perlahan ke dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya menimbulkan striktur baru yang lebih berat.2 2. Uretrotomi interna Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan pisau otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total, sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara visual menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi interna adalah membuat jaringan epitel uretra yang tumbuh kembali di tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut.2 Angka kesuksesan jangka pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun angka kekambuhannya mencapai 80%.6 Selain timbulnya striktur baru, komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan dengan ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan disfungsi ereksi.3,6
14
3. Pemasangan stent Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Angka rekurensi striktur bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat ereksi dan kekambuhan striktur.2,6 4. Uretroplasti Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai teknik bedah ini. Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis. Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi.2 5. Prosedur rekonstruksi multiple Adalah suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum. Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra, bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak bisa dikerjakan. Rekonstruksi multiple memang memerlukan anestesi yang lebih banyak dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna bila pasien kontra indikasi terhadap teknik lain.2,6
2.9 Komplikasi Striktur Uretra Disfungsi ereksi, yang diukur dengan Indeks Internasional Fungsi Ereksi (IIEF) dapat terjadi sementara setelah urethroplasty dengan resolusi hampir semua gejala yang dilaporkan kira-kira enam bulan pasca operasi.7
15
Teknik Urethroplasty mungkin berperan dalam terjadinya disfungsi ejakulasi namun etiologi yang tepat tetap tidak pasti. Telah dilaporkan oleh hingga 21% pria mengalami disfungsi ejakulasi setelah dilakukan bulbar urethroplasty.7 Santucci dkk melaporkan bahwa 90% pria dengan penyakit striktur uretra menimbulkan komplikasi. Mayoritas pria dengan striktur banyak mengalami hematuria dan infeksi saluran kemih rekuren. Komplikasi yang lebih parah mungkin termasuk retensi urin akut, karsinoma uretra, gagal ginjal, gangren Fournier, dan kontraindikasi kandung kemih. Anger dkk menganalisis klaim Medicare dari periode yang berbeda untuk memperkirakan tingkat infeksi saluran kemih dan inkontinensia urin. Persentase pria dengan striktur uretra yang juga didiagnosis dengan infeksi saluran kencing meningkat dari 35% pada tahun 1992 menjadi 42% pada tahun 2001; asosiasi ini terlihat di semua kelompok usia dan di semua ras dianalisis, dengan asosiasi terbesar dicatat di populasi Hispanik.8 Penatalaksanaan penyakit striktur uretra dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi langsung utama operasi uretra, urethrostomy, dan urethroplasty adalah pendarahan, infeksi, inkontinensia, dan impotensi.8
16
BAB III KESIMPULAN
Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dialami seperti sulit kencing, disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing sampai terasa sakit. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi daerah meatus uretra eksterna, lihat pembengkakan atau fistel di sekitar area genitalia. Kemudian palpasi sepanjang uretra anterior di ventral penis, rasakan ada jaringan parut atau nanah. Pemeriksaan colok dubur untuk mengetahui apakah terdapat pembesaran prostat. Pemeriksaan penunjang bisa dari laboratorium atau radiologi, berguna untuk menkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi yang paling sering dilakukan untuk striktur uretra adalah retrograde uretrogram. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui panjang dan lokasi dari striktur. Pemeriksaan darah lengkap dan analisis urine dikerjakan untuk memantau perkembangan pasien dan mengeksklusi penyakit lain. Manajemen pasien striktur tergantung dari lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Jenis-jenis intervensi untuk mennyembuhkan striktur uretra adalah dilatasi uretra, uretrotomi interna, pemasangan stent dalam uretra, uretroplasti, dan terapi multiple rekonstruksi. Dari semua pilihan tersebut, uretroplasti adalah gold standarnya, karena memiliki angka kesuksesan terpai yang tinggi. Namun jika striktur masih dalam tahap ringan bisa digunakan stent atau balon kateter untuk membuka lumen, walaupun resiko kekambuhannya juga tinggi.
17
DAFTAR PUSTAKA 1. Snell, R., Ren, Ureter, Vesica Urinaria dan Urethra, in Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, J. Oswari, Editor. 1998, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. P765 2. Purnomo B. Basuki. Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto; 2011. 3. Santucci Richard, Joyce Geoffrey, Wisse Matthew . Male Urethral Stricture Disease. Urologic Disease in America. (Diakses 24 Januari 2018). Diunduh dari URL: http://kidney.niddk.nih.gov/statistics/uda/male_urethral_stricture_diseasechapter16.pd f. 5. 4. Kotb A. Fouad. Post-traumatic posterior urethral stricture: clinical consideration . Turkish Journal of Urology. 2010; 36. P. 182-189. 5. Alwaal A et all. Epidemiology of urethral strictures. Transl Androl Urol 2014;3(2):209213 6. Shet Vasant. Stricture uretra. Department of Urology. Bellary. (Diakses 24 Januari 2018). Diunduh dari URL: http://www.kua.in/stricture_urethra.pdf 7. Wessels et all. Male urethral stricture: aua guideline. American Urological Association. 2016; 1-34 8. Lazerri et al. Incidence, causes, and complications of urethral stricture disease. European urology supplements 15(2016) 2–6
18