BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1 % penduduk di
dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi. 1 Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain.1 Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %. 2 Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Lakilaki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. 2
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Skizofrenia katatonik dapat dimanifestasikan dalam bentuk stupor (ditandai dengan
retardasi psikomotor, mutisme, kelakuan seperti lilin (postur), negativisme, regiditas atau kegaduhan (legitasi psikomotor yang ekstrim yang dapat menyebabkan kelelahan atau kemungkinan melukai diri sendiri/orang lain bila tidak segera ditanggulangi. 3 Skizofrenia katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolic, alcohol obat-obatan serta dapat juga terjadi gangguan afektif. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala
katatonik
bukan
petunjuk
untuk
mendiagnosa
shizofrenia.
Timbulnya pertama kali antara umur 15 – 30 tahun biasanya akut serta sering didahului stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. 3 2.2
Epidemiologi Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti skizofrenia, sulit
dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.3 Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki. Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari daerah lainnya.3
2
2.3
Etiologi4 Etiologi skizofrenia katatonik kurang lebih sama dengan etiologi kizofrenia pada
umumnya yaitu :
2.4
1.
Keturunan
2.
Sistem endokrin
3.
Sistem metabolism
4.
Susunan saraf pusat
5.
Teori Adolf Meyer
6.
Teori Sigmund Freud
7.
Eugen Bleuler
8.
Shizofrenia sebagai satu sindroma
9.
Shizofrenia suatu gangguan psikosomatik.
Gejala Klinis Ciri utama pada Skizofrenia tipe katatonik adalah gangguan pada psikomotor yang
dapat meliputi ketidakbergerakan motorik, aktivitas motor yang berlebihan, sama sekali tidak mau berbicara, gerakan-gerakan yang tak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia). Tanda dan gejala nya juga dapat berupa : 1. Gaduh gelisah katatonik : Terdapat hiperaktifitas motorik tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Klien terus berbicara atau bergerak dan menunjukan steroitipi, manerisme, grimas,Mologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum, sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps atau kadang-kadang terjadi kematian (kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat penyakit badaniah : jantung, paru-paru dan sebagainya). Seorang yang mulai membaik pada
shizofrenia gaduh gelisah katatonik
berulang-ulang minta dipulangkan dari Rumah Sakit. Pikiran ini diantaranya melalui berbagai macam cara, sehingga sudah merupakan perceivable. 2.
Stupor katatonik : Pada stupor katatonik penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap
lingkungan. Emosinya seperti dangkal. Gejala yang penting adalah gejala psikomotor seperti : a.
Mutisme kadang-kadang dengan mata tertutup. 3
b.
Muka tanpa mimik seperti topeng.
c.
Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, kadang-kadang sampai beberapa bulan.
d.
Bila diganti posisinya penderita ditantang : Negativisme.
e.
Makanan ditolak , air ludah tidak ditelan, sehingga terkumpul didalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan dejection ditahan.
f.
Terdapat grimas dan katalepsi. Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
2.5
Diagnosis Skizofrenia Katatonik Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia katatonik, pedoman diagnostiknya sebagai
berikut :
1.
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
2.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : (a)
Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
(b)
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal )
(c)
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
(d)
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kearah yang berlawanan)
(e)
Rigiditas ( mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya)
(f)
Fleksibilitas cerea/ “waxy flexibility” ( mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar), dan
(g)
Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimatkalimat.
3.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting 4
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi gangguan afektif. 5 2.6
Differential Diagnosis
1.
Skizofrenia residual Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia
katatonik. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang meyakinkan: a.
Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
b.
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
c.
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.5
2.
Gangguan katatonik organik Untuk menegakkan diagnosis gangguan katatonik organik ( F06.1) ini, harus
mengetahui sebelumnya pedoman diagnostik untuk Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik (F06) yaitu,
Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental yang tercantum
Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan ) antara perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental
Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab yang mendasarinya
Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini ( seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai pencetus )
5
Sedangkan pedoman diagnostik untuk gangguan katatonik organik menurut PPDGJIII sebagai berikut, Kriteria umum tersebut diatas (F06) Disertai salah satu dibawah ini : (a) Stupor (berkurang atau hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme parisal atau total, negativisme, dan posisi tubuh yang kaku) (b) Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa kecenderungan untuk menyerang) (c) Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke hiperaktivitas). 5
2.7 Pengobatan Prinsip pengobatan skizofrenia katatonik sama pengobatan skizofrenia secara umum yaitu : 1.
Farmakoterapi
NO
NAMA GENERIK
SEDIAAN
DOSIS ANJURAN
1
Clorpromazine
Tablet 25 dan 100 mg,
150 - 600 mg/hari
injeksi 50 mg/ml 2
Haloperidol
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mg
5 - 15 mg/hari
Injeksi 5 mg/ml 3
Perfenazin
Tablet 2, 4, 8 mg
12 - 24 mg/hari
4
Flufenazin
Tablet 2,5 mg, 5 mg
10 - 15 mg/hari
5
Risperidon
Tablet 1, 2, 3 mg
2 - 6 mg/hari
6
Pimozid
Tablet 1 dan 4 mg
1 - 4 mg/hari
7
Sulpirid
Tablet 200 mg
300 - 600 mg/hari 1 -
Injeksi 50 mg/ml
4 mg/hari
8
Tioridazin
Tablet 50 dan 100 mg
150 - 600 mg/hari
9
Trifluperazin
Tablet 1 mg dan 5 mg
10 - 15 mg/hari
10
Levomeprazin
Tablet 25 mg
25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml 11
Flufenazin dekanoat
Inj 25 mg/ml
25 mg/2-4 minggu
6
Pemilihan obat antipsikosis didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu :
-
Pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer yang sama pada dosis ekivalen. Perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal)
-
Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
-
Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya, jenis obat tertentu sudah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik, efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
-
Apabila gejala negatif lebih menonjol dari pada gejala positif, pilihan antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
-
Onset efek primer (klinis) sekitar 2-4 minggu dan efek sekunder sekitar 2-6 jam
-
Waktu paruh 12-14 jam (pemberian obat 1-2x/hari)
-
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.
2.
Terapi elektorkonvulsi
3.
Psikoterapi dan rehabilitasi (suportif) -
Psikoventilasi
:
Pasien
dibimbing
untuk
menceritakan
segala
permasalahannya, apa yang menjadi kekhawatiran pasien kepada therapist, sehingga therapist dapat memberikan problem solving yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari faktor faktor pencetus. -
Persuasi
: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu
kontrol dan minum obat dengan rutin. -
Sugesti
: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia
dapat sembuh (penyakit terkontrol). -
Desensitisasi
: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri. 6
7
-
Sosioterapi
: Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-
orang sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.6 2.8 Prognosis Secara umum prognosis untuk skizofrenia katatonik mempertimbangkan hal-hal berikut : 1.
Kepribadian pre psikotik
2.
Timbulnya serangan shizofrenia akut lebih baik
3.
Jenis-jenis shizofrenia : jenis hebefrenik dan simpleks sama jeleknya, penderita menuju kearah kemunduran mental.
4.
Umur :makin muda prognosis makin jelek
5.
Pengobatan makin cepat makin baik
6.
Fakktor pencetus : adanya bourgeois pencetus lebih baik
7.
Keturunan : dalam keluarga ada penderita lebih jelek. 5 Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.
Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel berikut2 Prognosis Baik
Prognosis Buruk
Onset lambat
Onset muda
Faktor pencetus yang jelas
Tidak ada faktor pencetus
Onset akut
Onset tidak jelas
Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan
Riwayat
pramorbid yang baik
pekerjaan pramorbid yang buruk
Gejala
gangguan
mood
(terutama
seksual
,
sosial
dan
Perilaku menarik diri, autistik
gangguan depresi Gejala positif
Gejala negative
Riwayat keluarga gangguan mood
Riwayat keluarga skizofrenia
Sistem pendukung yang baik
Sistem pendukung yang buruk Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma prenatal Tidak ada remisi dalam 3 tahun
8
DAFTAR PUSTAKA 1. Amir N. Skizofrenia. In : Elvira S.D, Hadisukanto G Editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta; Badan Penerbit FKUI. 2010. p. 170-176. 2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu 7th ed. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997. p.699-702,706-713,720-727,737-740 3. Maslim R. Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. In: Maslim R Editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta;Nuh Jaya. 2001. p. 46-57. 4. Hawari, dadang, 2009, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia,Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 5. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 3rd Ed. Jakarta; Nuh Jaya. 2007. p. 10-22. 6. Ritonga S.R. Terapi Efektif untuk Skizofrenia Paranoid. Available from url : http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Terapi+Efektif+untuk+Skizofrenia +Paranoid 7. Case Report Session: Skizofrenia Paranoid. Available from URL: http://www.pdfcoke.com/document_downloads/direct/48786174?extension=docx&ft=1 338453194<=1338456804&uahk=2pl3leYp/vL922aKbpuI1s7VQSQ 8. Suhestri T. Skizofrenia Paranoid dan Gangguan Delusional. Available from url: http://www.pdfcoke.com/document_downloads/direct/55081569?extension=docx&ft=1 338453536<=1338457146&uahk=Z5DkI9d1JayMU5agsTMYLzvcAsI 9. Irwan M,dkk. Penatalaksanaan skizofrenia. Available from url : (Http://yayanakhyar.wordpress.com) 10. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32884/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada tanggal 11 Maret 2015
9