32457_ggn Panik & Skizo Ytt.docx

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 32457_ggn Panik & Skizo Ytt.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,510
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN

Sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/ cacat. Dalam definisi ini maka pasien yang memiliki gangguan jiwa walaupun dengan keadaan fisik yang baik maka digolongkan sedang tidak sehat atau sedang sakit. Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang merasa sehat dan bahagia mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya (yaitu dapat berempati dan tidak secara apriori bersikap negatif terhadap orang atau kelompok lain yang berbeda) dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.Definisi kesehatan jiwa merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui, sebab merupakan suatu definisi acuan (“kiblat”) yang merupakan sasaran utama dari berbagai upaya dalam kehidupanmanusia sesuai tujuan dasar humaniora.1,2 Gangguan anxietas atau gangguan cemas adalah gangguan mental yang paling banyak walaupun kunjungan di rumah sakit tidak begitu banyak dibandingkan dengan gangguan seperti skizofrenia, depresi dan gangguan bipolar.Cemas merupakan bagian yang penting dalam kehidupan, cemas adalah normal ketika seseorang menghadapi suatu stress karena merupakan respon biologis terhadap ancaman. Cemas membantu agar bisa keluar dari kondisi yang membahayakan dengan cara mempersiapkan tindakan atau usaha untuk menghindari bahaya tersebut. Ketika perasaan cemas tersebut menetap, berlebihan dan tidak dapat dikontrol atau sudah mengganggu aktivitas sehari-hari maka dapat dikatakan terjadi gangguan kecemasan atau anxietas.3,7 Gangguan anxietas merupakan salah satu dari kelompok gangguan yang memiliki gejala neurotik yang terdiri dari gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh dan fobia.Gejala somatik seperti mulut kering, mual, pusing, peningkatan frekuensi berkemih sering menyertai perjalanan klinis anxietas dan tidak ditemukan gejala 1

psikotik.Estimasi gangguan cemas secara global tahun 2015 sekitar 3,6% dimana paling banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 4,6% dan 2,6%. Diantara beberapa gangguan cemas tersebut, gangguan panik adalah gangguan yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini.1,3,4 Istilah “panic” berasal dari kata “Pan” yang merupakan namadewa Yunani yang berkuasa atas ladang, hutan dan ternak. Pan disebutkan bertanggung jawab atas serangan ketakutan dan rasa tertekan irasional yang menyerang ternak maupun manusia.Gangguan

panik adalah jenis gangguan anxietas yang ditandai oleh

serangan panik berulang, yaitu periode terpisah dari perasaan yang intens dan berhubungan dengan gejala otonomik dan kognitif. Banyak situasi yang dapat mencetuskan ketakutan intens yang tiba-tiba. Contohnya misalnya ketika seorang yang sehat dihadapkan pada situasi yang sangat berbahaya dapat mengalami serangan panik.5,6 Gangguan panik sering kali disertai dengan agorafobia, yaitu ketakutan berada sendirian di tempat-tempat publik.Gangguan panik dan agorofobia adalah dua diagnosis gangguan jiwa yang terpisah namun sering terjadi bersamaan.Banyak faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan gangguan panik yang juga merupakan faktor penyebab juga untuk agorofobia antara lain seperti genetik dan riwayat keluarga, gangguan mood, faktor biologi, personal dan faktor psikologi serta stressor dari lingkungan.Banyak orang dengan gangguan panik menghindari beberapa situasi karena ketakutan mereka, keadaan inilah yang dikenal dengan gangguan panik dengan agorofobia.8 Dari penelitian diketahui bahwa di negara-negara Barat, gangguan panik dialami oleh lebih 1,7% dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup dilaporkan 1,5%- 5% sedangkan serangan panik sebanyak 3% - 5,6%. Gangguan panik biasanya berkembang di awal masa dewasa dan itu mempengaruhi sekitar 2-3% orang dewasa dan remaja. Banyak orang yang menderita serangan panik tidak tahu mereka memiliki gangguan nyata dan bisa diobati.1,3,4

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Menurut DSM-IV, gangguan panik adalah gangguan yang sekurangkurangnya terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi stres berat atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren (kambuh) dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-duga dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit.9 Gangguan panik dengan nama lain anxietas paroksismal episodik adalah jenis gangguan anxietas yang ditandai oleh serangan panik berulang, yaitu periode terpisah dari perasaan yang intens dan terdapat sedikitnya empat dari beberapa gejala otonomik atau kognitif antara lain: (a). Palpitasi, jantung terasa berat dan peningkatan denyut jantung, (b). Keringat banyak, (c). Menggigil atau gemetaran, (d). Perasaan nafasnya pendek atau tertahan-tahan, (e). Merasa tercekik, (f). Nyeri dada, (g). Mual atau rasa tidak nyaman diperut, (h). Merasa pusing, goyang /hoyong, kepala terasa ringan atau nyeri, (i). Derealisasi (merasa tidakdidunia realita), atau depersonalisasi(merasa terpisah dari diri sendiri), (j). Takut kehilangan kendali diri atau menjadi gila, (k).Takut mati, (l).Parestesia

(menurunnya

sensasi),

(m).Merasa

kedinginan

atau

merahkepanasan.6,12 Karakteristik gangguan panik adalah berulang, serangan panik yang tibatiba. Serangan panik dapat beberapa kali terjadi,gangguan panik terjadi tanpa adanya peringatan sebelumnya, ketakutan yang intens tiba-tiba, sering tanpa penyebab yang jelas dan meningkat dalam beberapa menit.10

2.2. Epidemiologi Gangguan panik adalah gangguan jiwa yang sering terjadi pada sekitar 35% populasi.Studi tentang hubungan antara penyakit jiwa dengan faktor herediter menunjukan sekitar 43% panik berhubungan dengan faktor 3

herediter.Pasien dengan gangguan panik terdapat sekitar 80% yang memiliki gangguan jiwa yang lain, kebanyakan memiliki faktor genetik. Estimasi prevalensi gangguan panik selama dekade kehidupan orang dewasa di US berkisar dari 2% hingga 6%.11 Sebanyak 10-20% pasien dengan gangguan cemas adalah penyalahguna alkohol dan obat-obatan terlarang dan sekitar 10-40% alkoholik memiliki panicrelated anxiety disorder.Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih cenderung mengalami gangguan panik yaitu 2-3 kali dibandingkan laki-laki.Gangguan panik juga lebih sering terjadi pada perempuan yang belum pernah hamil dan yang sedang dalam masa postpartum, jarang terjadi ketika hamil. Meskipun panik dapat terjadi pada umur berapapun, biasanya lebih sering terjadi selama masa perkembangan yaitu pada usia 18-45 tahun dengan rata-rata usia 24 tahun, sebagian kecil kasus bermula pada masa kanak-kanak dan onset pada umur lebih dari 45 tahun jarang terjadi. Seperti pada dewasa, gangguan panik pada anak-anak memiliki perlangsungan yang juga dapat kronik dan sering desertai dengan gangguan anxietas yang lain, depresi dan gangguan bipolar. Saat sekarang, tidak ada perbedaan presentasi klinik antara anak-anak dan dewasa, hanya saja anak-anak mungkin kurang terlalu khawatir tentang serangan panik tambahan.11,12

2.3. Patofisiologi Pada pasien yang mengalami gejala dengan gangguan anxietas seperti gangguan panik dengan perlangsungan yang kronik didapatkan peningkatan fungsi dari hormon noradrenegik.Sel dari noradrenergik terutama berada di lokus ceruleus di rostral pons dan penjalaran aksonnya menuju ke cortex cerebri, sistem limbik, batang otak dan medulla spinalis. Dari hasil penelitian pada binatang dilakukan pemberian stimulus pada locus ceruleus hasilnya memberikan respon takut sedangkan ablasi pada area tersebutakan menghambat atau memblok secara total kemampuan untuk memberikan respon takut. 4

Penelitian pada manusia didapatkan bahwa pada pasien dengan gangguan panik, reseptor ß-adrenergik agonis dan reseptor 𝛼2 -adrenergik antagonis dapat memprovokasi frekuensi dan keparahan serangan panik.6

Gambar1: Proyeksi neuron yang menghasilkan neurotransmitter serotonin.6

Dari penelitian biologi mengenai dasar dari gangguan panik menghasilkan beberapa penemuan.Salah satu penemuan tersebut menyebutkan bahwa terdapat korelasi antara gangguan panik dengan abnormalitas struktur dan fungsi biologi otak.Banyak penemuan yang menjelaskan bahwa regulasi yang tidak normal dari sistem noradrenegik juga terlibat pada patofisiologi terjadinya gangguan panik.Dari hasil penelitian itu dan dari penelitian-penelitian lain menghasilkan hipotesis terlibatnya disregulasi sistem saraf pusat dan perifer pada gangguan panik.Dari sistem neurotransmitter, yang paling besar memberikan pengaruh adalah norepinefrin, serotonin dan GABA.Disfungsi serotonin pada gangguan panik cukup terbukti dan studi dengan beberapa obat serotonin agonis-antagonis 5

memperlihatkan peningkatan angka kecemasan.Beberapa respon mungkin disebabkan karena hipersensitivitas postsinaptik serotonin. Serotonin dihasilkan di raphe nuclei dibatang otak, proyeksi neuronnya ke berbagai struktur dibatang otak termasuk di sistem limbik yaitu hippocampus dan amygdala.12

Gambar2: Mekanisme kerja serotonin pada pusat takut di amygdala.12

Substansi panic-inducing (biasa disebut panicogens) mempengaruhi serangan panik pada sebagian besar pasien dengan gangguan panik dan sebagian kecil pada pasien tanpa gangguan panik atau dengan riwayat serangan panik.Yang dikenal sebagai substansi respiratory panic-inducing menyebabkan stimulus pada pernapasan dan pergeseran keseimbangan pH.Substansi tersebut termasuk

diantaranya

adalah

karbondioksida,

sodium

laktat,

dan

6

bikarbonat.Hiperventilasi pada pasien dengan gangguan panik mungkin disebabkan karena hipersensitivitas kemoreseptor terhadap peningkatan PCO2.12

2.4. Perjalanan penyakit Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal masa dewasa atau pada usia pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stressor saat awitan,

walaupun

sering

pula

dihubungkan

dengan

adanya

stressor

psikososial.Gangguan panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada setiap pasien.Dalam jangka panjang, 30-40% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami serangan panik ringan sehingga tidak memengaruhi kehidupannya. Sisanya masih mengalami gejala yang bermakna.1 Pada

saat

serangan

yang

pertama

atau

kedua,

pasien

sering

mengabaikannya dan baru menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah.Hal ini juga dapat dipacu oleh konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan.Depresi sering menyertai yaitu pada 40-80% kasus.Walaupun jarang terungkap ide bunuh diri, namun risiko tersebut meningkat 20-40% diantara pasien juga mengkonsumsi alkohol atau zat lainnya. Sering terjadi perubahan perilaku, interaksi dalam keluarga dan hasil akademis dan pekerjaan dapat memburuk.1

2.5. Faktor Risiko dan Etiologi Sebagaimana gangguan jiwa lainnya, etiologinya belum pasti dan terdiri atas faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik), serta sosiokultural:  Faktor biologik Beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak.Dari penelitian juga diperoleh data

7

bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yaitu serotonin, GABA (Gama Amino Butiric Acid) dan norepinefrin.Hal ini didukung oleh fakta bahwa serotonin re-uptake inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien dengan gangguan cemas, termasuk

gangguan

panik.Berdasarkan

hipotesis

patofisiologi,

terjadi

disregulasi baik pada sistem perifer maupun sistem saraf pusat.Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam sistem otonomik. Penelitian pada status neuroendokrin juga menemukan beberapa abnormalitas namun hasilnya belum konsisten.1 Serangan panik merupakan respon terhadap rasa takut yang terkondisi yang ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik menjadi takut akan terjadinya serangan panik. Faktor biologik lain yang berhubungan dengan terjadinya serangan panik adalah adanya zat panikogenik yang digunakan terbatas pada penelitian, serta perubahan pada tampilan pencitraan dengan MRI (Magnetic Resonanc Imaging).1  Faktor genetik: Diyakini bahwa beberapa gen memberi kerentanan terhadap gangguan panik. Namun, gen yang mana yang terkait dengan dengan gangguan panik tetap tidak diketahui. Model sistem saraf saat ini untuk gangguan panik menekankan amigdala dan struktur terkait, sama seperti gangguan kecemasan lainnya. Ada peningkatan risiko gangguan panik pada seseorang yang orang tuanya juga mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan bipolar. Pada keturunan pertama pasien dengan gangguan panik dengan agorofobia mempunyai risiko 4-8 kali mengalami serangan yang sama.1,12

8

 Faktor psikososial: Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orangtua, yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan.Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait.Misalnya pasien mempunyai harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman terhadap figure yang melekat.1 Menurut teori kelekatan (attachment), pasien dengan gangguan panik memiliki gaya kelekatan yang bermasalah antara lain dalam bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu. Mereka sering berpendapat bahwa perpisahan dan kelekatan sebagai sesuatu yang mutually exclusive hal ini karena sensitivitas yang tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun kehilangan akan rasa aman dan perlindungan. kesulitan ini tampak dalam keseharian pasien yang cenderung menghindari perpisahan yang terlalu yang menakutkan dan pada saat yang sama secara simultan juga menghindari kelekatan yang terlalu intens sering hal ini tampak dalam gaya interaksi pasien yang terlalu mengontrol orang lain.1  Lingkungan Dilaporkan bahwa anak yang memiliki riwayat mengalami kekerasan seksual maupun fisik lebih umum mengalami gangguan panik dibandingan gangguan anxietas yang lain. Merokok adalah faktor risiko untuk serangan panik dan gangguan panik. Kebanyakan individu dengan gangguan panik mendapatkan stressor satu bulan sebelum serangan panik yang pertama.12 2.6. Karakteristik Gangguan Panik Ada 3 jenis karakteristik dari serangan panik dengan hubungan yang berbeda antara serangan dan ada atau tidaknya situasi pemicu :

9

 Unexpected panic, yaitu serangan panik yang tidak ada hubungannya dengan pemicu situasi panik. Hal ini biasa muncul pada individu yang mengalami gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia. Yang dimaksud dengan agorafobia adalah keadaan cemas yang terjadi pada situasi dimana melarikan diri mungkin akan sulit atau terhambat, atau tidak adanya pertolongan yang bisa diharapkan saat terjadi serangan panik.14  Situational bound (cued) panic attack yaitu munculnya serangan panik secara tiba-tiba dalam waktu yang bervariasi, atau merupakan antisipasi dari isyarat/pemicu situasi. Hal ini biasanya muncul pada fobia sosial atau social anxiety disorder maupun pada fobia spesifik. Yang dimaksud dengan fobia sosial atau social anxiety disorder adalah ketakutan yang menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial, yang diakui oleh individu sebagai perasaan yang berlebihan dan tidak beralasan sehingga menimbulkan perasaan sensitif terhadap kritikan, evaluasi negatif atau penolakan serta menimbulkan perasaan harga diri yang rendah. Contoh sederhana dari fobia sosial adalah adanya sikap menghindari makan di pinggir jalan sehubungan dengan adanya perasan khawatir akan penilaian negatif dari orang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan fobia spesifik adalah ketakutan yang menetap, yang tidak beralasan dan berlebihan sebagai akibat dari kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau situasi tertentu. Perasaan takut ini disadari oleh yang bersangkutan tetapi tidak dapat dikendalikan dan akan menjadi gangguan jika sudah sampai mengganggu rutinitas sehari-hari. Contohnya, individu tidak mau makan di kantor hanya karena ia khawatir akan tercekik.14  Situationally predisposed panic attack, yaitu serangan panik yang terjadi justru disaat individu mengendalikan diri atau sewaktu individu mengalami kecemasan setelah pengendalian diri berlangsung selama setengah jam. Karena khawatir terhadap serangan panik dan implikasinya. Banyak individu yang akhirnya melaporkan adanya perasaan kecemasan yang menetap atau sebentar

10

tanpa terkait pada suatu situasi atau peristiwa yang khusus. Hal ini kemudian akan berkembang menjadi gangguan panik (panic disorder). Terdapat tiga model fenomenologi gangguan panik yaitu: 1. Serangan panik akut yang ditandai oleh timbulnya peningkatan aktivitas dari sistem saraf otonom. Terjadi secara mendadak dan spontan, diikuti dengan perasaan subyektif yang sangat menakutkan. Serangan ini berakhir 10-30 menit dan kemudian kembali pada fungsi semula. 2. Gambaran yang kedua disebut dengan anxietas antisipasi, ditandai dengan perasaan akan timbul kembali. Keadaan ini jarang kembali ke taraf semula, karena sesudah serangan pasien ada dalam kondisi anxietas yang kronis dan selalu akan mengantisipasi suatu onset serangan. Model ke tiga merupakan kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku fobia menghindar. Pasien menjadi takut terkena serangan, sehingga menghindar dari situasi yang dapat menyebabkan serangan akut.14

2.7. Gambaran klinis Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik

yang

kuat,

terutama

sistem

kardiovaskular

dan

sistem

pernapasan.Serangan sering dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik biasanya terjadi tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa tercekik.Gejala mental yang paling besar adalah ketakutan yang ekstrim dan perasaan seperti mau mati. Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi atau rangkaian kejadian tertentu dan biasanya tidak terduga sebelumnya.1,6 Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulangkali berusaha 11

mencari pertolongan dengan pergi ke rumah-rumah sakit terdekat. Sistem pernapasan merupakan topik yang penting dalam investigasi pasien dengan gangguan panik, karena pernapasan yang cepat dan pendek merupakan gejala yang sangat jelas dirasakan pasien.1 Disamping itu, menurut Donald D. Klein, gejala tersebut merupakan suffocation false allarm. Berbeda dengan abnormalitas kardiovaskular, pernapasan yang tidak stabil adalah spesifik pada gangguan panik, termasuk sindrom hiperventilasi dan peningkatan variasi pernafasan.Penting diketahui bahwa peningkatan denyut nadi dan pernapasan yang tidak stabil bisa timbul tanpa terjadi serangan panik.Sebaliknya, serangan panik tidak selalu disertai pengukuran obyektif dari hiperventilasi atau disfungsi kardiovaskular.Gejala kardiovaskular dan respirasi dapat menjadi masalah utama yang dikhawatirkan pasien selama serangan panik. Pasien merasa nyeri dada dan palpitasinya dapat menyebabkannya meninggal.1,6 Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana.Pasien bisa merasa dingin dan sulit berkonsentrasi.Tanda fisik yang menyertai adalah takikardi dan palpitasi, dispneu dan berkeringat. Penderita akan segera berusaha ‘keluar’ dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jarang sampai lebih dari satu jam.1

2.8. Diagnosis Gangguan panik mengacu pada serangan panik tak terduga yang berulang. Serangan panik adalah gelombang tiba-tiba dari rasa takut yang intens atau ketidaknyamanan yang mencapai puncak dalam hitungan menit, dan selama waktu itu empat atau lebih dari daftar 13 gejala otonom dan kognitif terjadi. Istilah berulang secara harfiah berarti lebih dari satu serangan panik yang tidak terduga. Istilah yang tidak terduga mengacu pada serangan panik yang tidak ada isyarat yang jelas atau pemicu pada saat terjadinya. Serangan panik selain 12

terjadi pada pasien dengan gangguan panik, juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan yang lain terutama pada spesifik fobia, fobia sosial, dan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Serangan panik terjadi tiba-tiba tanpa adanya stimulus yang dapat diidentifikasi, sedangkan serangan panik pada pasien dengan fobia sosial dan fobia spesifik biasanya terdapat isyarat sebelumnya atau terdapat stimulus.12 Frekuensi dan keparahan serangan panik sangat bervariasi setiap individu. Dalam hal frekuensi, mungkin ada serangan yang cukup sering (misalnya, satu kali dalamseminggu) selama berbulan-bulan pada suatu waktu, atau ledakan singkat dari serangan yang lebih sering (misalnya, setiap hari) dipisahkan oleh minggu atau bulan tanpa serangan atau dengan serangan yang jarang terjadi (misalnya, dua kali sebulan) selama bertahun-tahun. Dalam hal keparahan, individu dengan gangguan panik mungkin memiliki gejala penuh (empat atau lebih gejala) dan gejala terbatas (kurang dari empat gejala) serangan, dan jumlah dan jenis gejala serangan panik sering berbeda dari satu serangan panik ke serangan berikutnya.12 Pedoman diagnostik, gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik.Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat (severe attack of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan: a.

Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya

b.

Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations)

c.

Dengan keadaan yang relatifbebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.12,13

13

2.9. Diagnosis banding Diagnosis banding untuk pasien dengan gangguan panik mencakup banyak gangguan medis, seperti banyaknya gangguan mental. Gangguan panik harus didiferensial dari beberapa kondisi medis yang memiliki gejala yang sama dengan gangguan panik. Serangan panik berhubungan dengan gangguan endokrin

termasuk

hipo-

dan

hipertiroid,

hiperparatiroidisme,

pheocromacytoma. Episode hipoglikemik berhubungan dengan insulinoma juga dapat memberikan kondisi panic-like states(tabel 1). Gangguan panik juga harus didiferensial dari beberapa gangguan jiwa, terutama gangguan anxietas yang lain. Serangan panik terjadi pada banyak gangguan anxietas, termasuk fobia sosial dan spesifik fobia.Panik juga dapat terjadi

pada

pasien

dengan

PTSD

dan

OCD

(Obsesif

Compulsif

Disorder).Membedakan antara gangguan cemas menyeluruh dengan gangguan panik cukup sulit. Secara klasik, serangan panik dikarakteristikkan dengan onset yang cepat (dalam beberapa menit) dengan durasi yang singkat (biasanya kurang dari 10-15 menit), sedangkan gangguan cemas menyeluruh adalah sebaliknya.6 Terkadang sulit membedakan antara gangguan panik denga fobia spesifik dan fobia sosial. Beberapa pasien yang mengalami satu serangan panik pada keadaan yang spesifik (misalnya pada elevator), dapat dalam waktu lama berusaha menghindari

keadaan tersebut tanpa melihat apakah pernah

mengalami serangan panik yang lain. Pasien seperti ini mencakup kriteria diagnosis untuk fobia spesifik.6

14

Tabel 1: Diferensial diagnosis panik untuk gangguan medis.6

2.10. Penanganan Tatalaksana gangguan panik terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.Dari penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saja, maka angka kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bila mendapat gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi. a. Farmakoterapi Terdiri atas: 1). SSRI-serotonin selective reuptake inhibitors, terdiri atas beberapa macam, dapat dipilih salah satu sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,

15

escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan, 2).Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhir dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum golongan SSRI.1 b. Psikoterapi, berupa: 1) Terapi relaksasi: diberikan pada hampir semua individu yang mengalami gangguan panik, kecuali yang bersangkutan menolak. Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menarik napas dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstriktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing individu melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap hari, sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.1 Selain itu, diberikan pula salah satu dari terapi kognitif perilaku atau psikoterapi dinamik. Pemilihan jenis ini berdasarkan kondisi pasien saat itu motivasi individu, kepribadiannya, serta tentunya pertimbangan dokter yang akan melakukannya. Kedua jenis terapi ini akan berhasil bila motivasi pasien tinggi serta bersedia bekerja sama dengan terapis atau dokternya.1 2) Terapi

kognitif

perilaku:

individu

diajak

untuk

bersama-sama

melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian 16

diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, antara lain membuat daftar pengalaman harian dalam menyikapi pelbagai peristiwa yang dialami, mis yang mengecewakan, menyedihkan, dll. Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.1 3) Psikoterapi dinamik: individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan bahkan bertahun. Hal ini tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta kesabaran keduabelah pihak.1

17

BAB III KESIMPULAN

Karakteristik gangguan panik adalah berulang, dengan serangan panik yang tibatiba.Serangan panik dapat beberapa kali terjadi tanpa adanya peringatan sebelumnya, ketakutan yang intens tiba-tiba, sering tanpa penyebab yang jelas dan meningkat dalam beberapa menit.Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih cenderung mengalami gangguan panik yaitu 2-3 kali dibandingkan laki-laki. Sebagaimana gangguan jiwa yang lain, penyebab pasti dari gangguan panik belum diketahui namun dicurigai dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor biologi, genetik, psikososial dan lingkungan. Untuk penegakkan diagnosis harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan yang tidak jelas objek atau bahayanya dan terjadi tiba-tiba dan ada periode terbebas dari cemas diantara serangan panik. Umumnya juga terdapat anxietas antisipatorik yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang membahayakan akan terjadi. Gejala otonom yang dapat muncul gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, gangguan pernapasan napas pendek dan terasa tercekik. Tatalaksana gangguan panik dapat berupa pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.Obat yang biasa diberikan adalah obat-obat dari golongan SSRI seperti sertralin, fluoksektin, dan fluvoksamin, serta golongan benzodiazepine seperti alprazolam.Psikoterapi psikoterapi yang biasa dilakukan terhadap pasien dapat berupa terapi kognitif perilaku untuk memperbaiki perilaku memperbaiki perilakupasien dengan cara mengubah pikiran kognitif irasional yangmenyebabkan respons perilaku maladaptif, psikoterapi relaksasi bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu dan psikoterapi dinamik dinamik individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. World Health Organization. 2018. Constitution of WHO: Principles. http://www.who.int/about/mission/en/. Di akses pada tanggal 26 September 2018 pukul 23.35 wita. 3. Bystritsky, Alexander, et all. 2013. Current Diagnosis and Treatment of Anxiety Disorders. In National Center for Biotechnology Information 4. Green Ben. Problem Based Psychiatry. Chapter 4: Anxiety Disorder. Second edition. United Kingdom: Redcliffe Publishing 5. Gelder, Michael G. 2009. New Oxford Text Book of Psychiatry. Second edition. Volume 1. New York: Oxford University Press Inc. 6. Sadock, Benjamin James, et all. 2009. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Text Book of Psychiatry. Ninth edition. Volume 1. USA: Lippincott Williams & Wilkins 7. Anxiety and Depression Association of America. Panic Disorder. www.adaa.org 8. Niv, Nosha, et all. 2016. What are Panic Disorder and Agorophobia?. Mental illness Research, Education and Clinical Center. VA Desert Pacific Healthcare Network 9. Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi kedua. ECG: Jakarta 10. Cackovic, Curt., Adigun, Rotimi. 2017. Panic Disorder (Attack). Antigua: university of Health Sciences. In National Center for Biotechnology Information. 11. Memon, Mohammed A. 2018. Panic Disorder. Commonwealth University School of Medicine.https://emedicine.medscape.com. Diakses pada tanggal 27 september 2018 pukul 09.56 wita. 19

12. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fifth Edition. London: American Psichiatric Publishing. 13. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan DSM V. Cetakan kedua. Jakarta: PT Nuh Jaya. 14. Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya.

20

STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. IM

No. RM

: 173165

Umur

: 32tahun

Agama

: Islam

Suku

: Makassar

Status Pernikahan

: Belum menikah

Pendidikan Terakhir : SMK Pekerjaan

: Tidak ada

Alamat

: Jalan Nuri Baru Lorong 313 No.4, Makassar

Rawat jalan di poli RSKD Provinsi Sulawesi Selatan II. RIWAYAT PSIKIATRI A. Keluhan Utama Mengamuk

B. Riwayat Gangguan Sekarang Seorang perempuan berumur 33 tahun masuk poli RSKD Kota Makassar untuk pertama kalinya diantar oleh ayahnya dengan keluhan mengamuk yang dialami sejak 2 tahun yang lalu dan memberat 1 hari terakhir. Pasien suka memukul-mukulkan gayung ke dinding kamar mandi sampai rusak. Pasien juga suka memukul dirinya sendiri untuk mengeluarkan orang Jakarta yang ada dalam dirinya yang menyuruh pasien pergi ke Jakarta. Pasien juga sering gelisah dan mondar-mandir dan kadang juga suka melamun. Pasien sulit tidur, kurang nafsu makan, serta jarang mandi. Awal perubahan perilaku sejak tahun 2015, pasien suka bicara dan ketawa sendiri tidak jelas dan sulit tidur serta tidak nyambung kalau diajak bicara. Pasien sempat tinggal di Jakarta tahun 1990-an sampai tahun 2004 di Jakarta pasien sekolah sampai kelas satu SMK. Pasien pergi berobat ke RS. 21

Pelamonia dan diberikan obat haloperidol 5 mg, chlorpromazine 100 mg dan trihexyphenidil 2mg. Pasien berobat tapi tidak ada perubahan, pasien masih mendengar suara-suara perempuan dan laki-laki yang menyuruh ke Jakarta, pasien juga suka teriak dan marah-marah.

1. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah dirawat inap karena penyakit demam berdarah.Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik lain seperti trauma kapitis, dan kejang yang mempengaruhi fungsi otak 2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif Pasien

tidak

merokok.Pasien

tidak

pernah

mengkonsumsi

alkohol.Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang. 3. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya Pasien tidak pernah menderita gangguan jiwa sebelumnya.

C. Riwayat Kehidupan Pribadi 1. Riwayat Prenatal dan Perinatal Pasien lahir normal di rumah sakitdibantu olehbidan pada tanggal 20 Mei 1986.Lahir cukup bulan dan tidak ditemukan adanya cacat lahir ataupun kelainan bawaan, berat badan lahir tidak diketahui.Pasien minum ASI sampai usia2 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan baik.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun) Pasien

dirawat

oleh

kedua

orangtuanya.

Pertumbuhan

dan

perkembangan pasien pada masa anak-anak awal seperti berjalan dan berbicara sesuai dengan perkembangan anak seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol.Waktu kecil mampu bermain bersama teman sebayanya.

22

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun) Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan cukup mendapatkan perhatian dan kasih sayang.Menurut keluarga pasien, pasien dapat mengikuti pelajaran sewaktu sekolah dasar dengan baik. Pasien pernah sakit demam berdarah yang sampai harus di rawat di Rumah Sakit.

4. Riwayat Masa Remaja (12-18 tahun) Pasien sekolah di Jakarta sampai kelas satu SMK kemudian berhenti sekolah karena orang tua pasien pindah kembali ke makassar

5. Riwayat Masa Dewasa a. Riwayat Pendidikan Riwayat pendidikan sampai kelas satu SMK b. Riwayat Pekerjaan Pasien sekarang tidak bekerja. Sebelumnya pasien bekerja di Balai Kota Makassar. Namun diberhentikan karena sering melamun dan juga mengamuk serta bicara sendiri. c. Riwayat Pernikahan Pasien belum menikah d. Riwayat Agama Pasien memeluk agama islam dan selama sakit pasien tidak lagi menjalankan kewajiban agamanya dengan baik e. Riwayat Militer Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer. f. Riwayat Pelanggaran Hukum Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum.

23

6. Riwayat Keluarga Anak ketiga dari tiga bersaudara, hubungan dengan keluarganya baik.Saat ini pasien tinggal bersama denganayah dan dua saudaranya, ibu pasien telah meninggal sejak tahun 2016. Tidak ada riwayat yang sama dalam keluarga

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Meninggal

7.

Situasi Kehidupan Sekarang Saat ini, pasien tinggal bersama ayah dan kedua saudaranya.

8. Persepsi Pasien tentang Diri dan Lingkungannya Pasien merasa sakit sehingga ia mencari atau berobat ke dokter untuk menyembuhkan keluhan yang pasien rasakan.

24

III. PEMERIKSAAN FISIS DAN NEUROLOGIS A. Status Internus Keadaan umum tidak tampak sakit, gizi cukup, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi72kali/menit,frekuensi pernafasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,2°C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus. Jantung, paru-paru, dan abdomen kesan dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan. B. Status Neurologis Gejala rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis. IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Pasien memiliki perawakan kurus tinggi badan sedang, mengenakan jaket berwarna abu-abu dengan corakan garis putih dan celana jeans panjang berwarna biru, wajah tampak sesuai usia, dan perawatan cukup. 2. Kesadaran Secara Umum

: Baik

Kuantitatif

: GCS 15

Kualitatif

: Kesadaran berubah

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Pasien tenang, kontak mata dengan pemeriksa cukup. 4. Pembicaraan Irelevan, spontan, lancar, intonasi biasa 5. Sikap terhadap pemeriksa Cukup Kooperatif

25

A. Keadaan Afektif Mood

:Gembira

Afek

:Inapropriate

Empati

: Tidak dapat dirabarasakan

B. Fungsi Intelektual (Kognitif) 1. Taraf Pendidikan Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat pendidikannya. 2. Orientasi Waktu

: baik

Tempat : baik Orang

: baik

3. Daya Ingat Jangka Panjang :baik Jangka Pendek :baik Jangka Segera

:baik

4. Konsentrasi dan Perhatian Cukup baik 5. Pikiran Abstrak Cukup baik 6. Bakat Kreatif Tidak ada 7. Kemampuan Menolong diri sendiri Cukup baik C. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri 1. Halusinasi Ada halusinasi auditorik, suara laki-laki yang menyuruh pergi ke Jakarta 2. Ilusi Tidak ada 26

3. Depersonalisasi Tidak ada 4. Derealisasi Tidak ada

D. Proses Berpikir 1. Arus Pikiran: - Produktivitas

: Cukup

- Kontuinitas

: Asosiasi longgar

- Hendaya berbahasa

: Tidak terdapat hendaya dalam berbahasa

2. Isi pikiran: - Preokupasi

: Ingin pergi ke Jakarta

- Gangguan isi pikir

: tidak ada

E. Pengendalian Impuls Terganggu F. Daya Nilai dan Tilikan 1. Norma Sosial

: Terganggu

2. Uji daya nilai

: Terganggu

3. Penilaian Realitas : Terganggu G. Tilikan Derajat 1 (Menyangkal bahwa dirinya sakit) H. Taraf Dapat Dipercaya Dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Pasien mengamuk dengan membanting-banting gayung sampai rusak di kamar mandi, pasien juga suka memukuli dirinya dan kadang suka melamun.Pasien sulit tidur, makan kurang, mandi baik.

27

Dari pemeriksaan status mental tampak seorang perempuan dengan perawatan diri cukup, kesadaran berubah,perilaku dan aktivitas psikomotorik tenang, pembicaraan irelevan, spontan, lancar, intonasi biasa, dan kooperatif, mood pasien gembira,afek inapropriate, empati tidak dapat dirabarasakan. Fungsi intelektual baik,gangguan persepsi terdapat halusinasi auditorik, produktivitas cukup, kontinuitasnya asosiasi longgar,prekokupasi ada. Taraf pendidikan sesuai, orientasi waktu, tempat, dan orang baik, daya ingat jangka panjang, pendek, dan segera cukup baik. Konsentrasi dan perhatian baik, pikiran abstrak baik, kemampuan menolong diri sendiri baik.Pengendalian impuls terganggu, uji daya nilai, norma sosial dan penilaian realitas terganggu. pasientidak merasa dirinya sakit.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK DAN EVALUASI MULTIAKSIAL Aksis 1 Berdasarkan alloanamnesa, didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna yaitu mengamuk, memukul diri sendiri, sulit tidur, makan kurang. Keadaan ini menimbulkan penderitaan atau distress dan kesulitan dalam kehidupan sosial serta menganggu penggunaan waktu senggang dan pekerjaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan jiwa. Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkanpembicaraan irelevan, afek inapropriate, empati tidak dapat dirabarasakan, kontinuitas arus pikir asosiasi longgar,prekokupasi ingin pergi ke Jakartada nada halusinasi auditorik, maka dikategorikan Gangguan jiwa psikotik. Dari status internus dan neurologis tidak ditemukan kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan dan dikategorikan sebagai Gangguan jiwa psikotik non organik. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan halusinasi auditorik yang menetap dan inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevansehingga memenuhi kriteria dua gejala, dari perjalanan waktu keluhan sudah dirasakan 3 28

tahun sehingga dapat digolongkan sebagai skizofrenia, karena tidak dapat digolongkan maka sesuai pedoman diagnostik gangguan jiwa (PPDGJ III), diagnosis pasien diarahkan pada Skizofrenia YTT (F20.9) Aksis 2 Tidak terdapat informasi yang cukup untuk mengkategorikan ke dalam gangguan kepribadian khas.Sebelum sakit pasien termasuk orang yang ramah, mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Aksis 3 Tidak ada diagnosis Aksis 4 Tidak jelas Aksis 5 GAF Scale 50-41 (gejala berat (serious), disabilitas berat) VII. DAFTAR MASALAH 1. Organobiologik Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena terdapat ketidakseimbangan

neurotransmitter

maka

pasien

memerlukan

psikofarmakoterapi. 2. Psikologik Ditemukan adanya gejala mengamuk, bicara sendiri da nada halusinasi auditorik sehingga diperlukan psikoterapi. 3. Sosiologik Ditemukan adanya hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan sehingga perlu dilakukan sosioterapi. VIII. RENCANA TERAPI A. Psikofarmakoterapi -

Risperidon 2 mg 2x1

-

Trihexyphenidil 2mg 2x1

29

Diberikan karena pada saat pasien datang berobat, leher pasien kaku dan pasien ada riwayat menggunakan obat haloperidol 5mg B. Psikoterapi

-

Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.

-

Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan memahami cara menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap minum obat secara teratur.

-

Sosioterapi: Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang terdekat pasein tentang keadaan pasien agar tercipta dukungan sosial sehingga membantu proses penyembuhan pasien sendiri.

IX.

PROGNOSIS Ad vitam

: dubia

Ad functionam

: dubia

Ad Sanationam

: dubia

Faktor Pendukung : - Tidak ada kelainan organobiologik - Keluarga mendukung penuh kesembuhan pasien Faktor Penghambat : - Keinginan pasien untuk sembuh dan berobat tidak ada (tilikan 1) - Stressor tidak jelas - Ekonomi kurang VIII. FOLLOW UP Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek samping yang terjadi.

30

X.

DISKUSI Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan halusinasi, penyebab dan perjalan penyakitnya juga tidak selu bersifat kronik.Sejumlah akibat yang tergantung pada genetik, fisik, dan sosial budaya. Untuk mendiagnosis skizofrenia, harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (yang biasanya dua gejala atau lebih bila gejala – gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) : 1. Thought of echo : isi pikiran sendiri yang bergema dalam kepala Thought of insertion : isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalm pikirannya Thought of broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar. 2. Delusion of control : waham yang dikendalikan Delusion of influence : waham yang dipengaruhi Delusion of passivity : waham tentang dirinya yang tidak berdaya dan pasrah terhadap kekuatan dari luar Delusion of perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, biasanya mistik. 3. Halusinasi auditorik 4. Waham – waham menetap jenis lain yang biasanya tidak wajar menurut budaya. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus ada secara jelas : a. Halusinasi yang menetap dari panca indera b. Arus pikiran yang terputus c. Perilaku katatonik

31

d. Gejala negatif Pada pasien ini memilik gejala skizofrenia tetapi tidak cukup untuk didiagnosa dalam satu jenis skizofrenia. Pembagian skizofrenia menurut PPDGJ-III : F20.0 Skizofrenia paranoid F20.1 Skizofrenia Hebefrenik F20.2 Skizofrenia Katatonik F20.3 Skizofrenia tak terinci F20.4 Depresi Pasca Skizofrenia F20.5 Skizofrenia Residual F20.6 Skizofrenia Simpleks F20.8 Skizofrenia Lainnya F20.9 Skizofrenia YTT

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan halusinasi auditorik yang menetap dan inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevansehingga memenuhi kriteria dua gejala, dari perjalanan waktu keluhan sudah dirasakan 3 tahun sehingga dapat digolongkan sebagai skizofrenia, karena tidak dapat digolongkan maka sesuai pedoman diagnostik gangguan jiwa (PPDGJ III), diagnosis pasien diarahkan pada Skizofrenia YTT (F20.9) Pada pasien diberikan Risperidon yang merupakan antipsikotik atipikal yang sesuai diberikan pada gejala negatif, pasien sendiri memperlihatkan dominan gejala positif namun pernah diberikan obat antipsikotik tipikal yang sesuai untuk gejala positif namun menurut keluarga tidak membaik.Risperidone merupakan antagonis kuat baik terhadap serotonin (terutama 5-HT2A) dan reseptor D2.Risperidone hanya menghambat sebagian dari reseptor D2 sehingga efek samping ekstrapiramidalnya lebih rendah bila dibandingkan dengan haloperidol. Pasien

pernah

berobat

di

pelamonia

diberikan

haloperidol

5mg,

chlorpromazine 100mg namun tidak ada perubahan dan dari inspeksi terlihat leher 32

pasien sedikit kaku sehingga pada pasien ini perlu diberikan juga trihexyphenidil untuk mengurangi gejala ekstrapiramidalnya.

ALLOANAMNESIS DM

: Dokter Muda

KP : Keluarga Pasien

DM

: Assalamualaikum warohmatullah, Selamat pagiBapak

KP

: Waalaikumsalam warohmatullah, Selamat pagi dok

DM

: Saya Dokter Muda yang bertugas disini, nama saya etik. Yang mau diperiksa sama dokter siapa ta Bapak?

KP

: Anakku dok, namanya M

DM

: Berapa umur anakta sekarang?

KP

: 33 tahun dok

DM

: Apa keluhannya anakta sampai datang ke poli jiwa Pak?

KP

: suka membanting gayung dikamar mandi, dia pukul juga dirinya, baru suka juga bicara sendri

DM

: Sejak kapan begitu anakta Pak?

KP

: Sejak tahun 2015 sudah begini tapi semenjak tadi malam ini memberat, dia mengamuk, bicara sendiri sampai ndak tidur. Pernah berobat di RS.Pelamonia ini dok tapi belum ada perubahan.

DM

: Bicara sendirinya itu apakah karena ada yang ajak dia bicara atau karena hanya suara-suara yang dia dengar?

KP

: Biasa dia bilang ada suara-suara yang dia dengar dok katanya itu suara suka menyeruh dia untuk pergi ke jakarta

DM

:Dari 2015 memang dia dengar itu suara pak?

KP

: iya dok dari dulu sampai sekarang masih biasa dia dengar 33

DM

: Dulu pernahki memang tinggal di Jakarta Pak?

KP

: iye dok dulu pernah tinggal di Jakarta cari kerja dari 1990-an sampai 2014. M sekolah di Jakarta sampai kelas satu SMK

DM

: kenapa pindah ke makassar pak dan bagaimana sekolahnya M setelah pindahki ke Makassar?

KP

: Pindah karena mau kerja di Makassar saja dok, setelah pindah M sudah tidak lanjut sekolah.

DM

: kira-kira bapak masih kapan awal perubahan prilakunya M, bisa diceritakan?

KP

: Itu dok awalnya tahun 2015, dulu sempat kerja di balai kota, menerut teman kerjanya M suka melamun dan kadang bicara sendiri ditempat kerja, dirumah juga begitu dok malah biasa dia mengamuk dia pukuli dirinya, katanya dia pukul dirinya agar orang Jakarta yang ada dalam tubuhnya itu keluar

DM

: berhenti kerjanya karena apa pak?

KP

: itumi dok yang dia suka melamunnya dan dilihat lai-lain mungkin jadi dikeluarkan dari tempat kerjanya

DM

:waktu itu sempat pergi dibawa berobat ndak pak??

KP

: Iya dok saya bawa ke RS. Pelamonia disana berobat tapi sampai sekarang tidak membaik

DM

: kita ingat obat apa diberikan di RS. Pelamonia?

KP

: Obat ini dok (memperlihatkan beberapa obat) belum ada perubahannya minum ini dok

DM

: kapan terakhir minum obat ini pak?

KP

: kemarin malam dok, saya coba bawa kesini untuk minta mungkin dikasih obat lain saja dok karena ndada perubahannya ini

DM

: Oh iya Pak, wawancaranya saya akhiri sampai sini yah. Ada yang ingin di tambahkan?

KP

: Tidak ada dok. 34

DM

: Terima kasih Pak

AUTOANAMNESIS

DM

: Dokter Muda

P

: Pasien

DM

: Hallo ibu, siapa nama ta?

P

:I dok

DM

: Kita tau lagi dimana ki ini sekarang?

P

: Di rumah sakit

DM

: Sekarang pagi, siang atau malam ibu?

P

: Pagi dok

DM

: Sama siapa ki kesini buk?

P

: Bapak

DM

: Sakit ki sampai dibawa ki kesini?

P

: Sakit dadaku, demam ka dokter

DM

: Ndak demam jki, sudah diperiksa sama dokter, ndak panas jki, ndada sakit ta yang lain sampai dibawa kesiniki?

P

: Ndak adaji dok

DM

:Mengamuk ki bede dirumah buk I?

P

: Mauka ke Jakarta dokter

DM

: Mauki apa ke jakarta?

P

: Mauka ke Ancol dokter

DM

: Siapa yang suruhki, ada suara-suara yang suruhki?

P

: Iya dokter, na suruhka ke Jakarta dokter

DM

:Itu suara perempuan atau laki-laki?

P

: Laki-laki 35

DM

: seringki juga bede pukul diri ta, kenapaki pukul-pukul diri ta?

P

: supaya dia keluar dari badanku dokter

DM

:Kalo yang banting-banting gayung dikamar mandi iya?

P

: na suruhka ke Jakarta, mauka ke ancol

DM

: Bagaimana perasaan ta sekarang?

P

: Gembira jka

DM

: Gembira kenapaki?

P

: Mauka ke Ancol dok

36

Related Documents