LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF DD SKIZOFRENIA PARANIOD DI RUANG TERATAI RS DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Profesi Stase Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh: Anggi Wijayanti K 18/436095/KU/20951
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2019
Skizofrenia 1. Pengertian Skizofrenia Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), skizofrenia adalah sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pasien dengan skizofrenia umumnya ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan katakata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Nolen, 2004).
2. Tanda dan gejala Pedoman diagnostik dari skizofrenia adalah harus adanya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a) Thought echo dimana isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought incertion or withdrawl dimana isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya; dan thought broadcasting dimana isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b) Delusion of control dimana waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; delusion of influence dimana waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau delusion of passivity dimana waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; dan delusion perception dimana pengalaman indrawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c) Halusinasi dimana suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien; mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri; atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d) Waham-waham menetap lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kemampuan di atas manusia biasa. Selain ciri di atas, ada ciri lain sebagai pedoman diagnosis skizofrenia, yaitu paling sedikit ada dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas, yaitu: a) Halusinasi yang menetap dari panca indra apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, atau disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus. b) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang relevan atau neologisme. c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi semua harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika (PPDGJ-III, 1995)
3. Penyebab Skizofrenia Penyebab pasti skizofrenia sampai saat ini belum diketahui. Ada beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya skizofrenia. Bukti kuat dari penelitian pada kembar identik menyimpulkan bahwa faktor genetik memberikan kontribusi yang besar pada etiologi skizofrenia. Walaupun demikian sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen yang terlibat pada skizofrenia dan juga belum diketahui bentuk kontribusinya. Telah bertahun-tahun dilakukan penelitian tentang etiologi gangguan skizofrenia, namun sampai saat ini belum ditemukan etiologi pasti gangguan ini (Durand, 2007).
4. Tipe-Tipe Skizofrenia a) Skizofrenia Paranoid Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis skizofrenia paranoid dipenuhi oleh diagnosis umum skizofrenia, sebagai tambahannya adalah : 1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol; suara-suara halusinasi yang megancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit atau bunyi tawa; halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada, tetapi jarang menonjol; waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. 2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata atau tidak menonjol. Selain itu, ada diagnosis banding seperti epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan, keadaan paranoid involusional dan paranoia. b) Skizofrenia Hebefrenik Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis skizofrenia hebefrenik dipenuhi oleh diagnosis umum skizofrenia. Diagnosis hebefrenia untuk pertama sekali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai umur 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas pemalu dan senang menyendiri, namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosa. Untuk menentukan diagnosa hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan: 1) Perilaku yang tidak bertanggung jwab dan tidak dapat diramalkan, serta mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan. 2) Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme,
mengibuli serta bersenda gurau, keluhan hipokondriakal dan ungkapan kata yang diulang-ulang. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema absrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. c) Skizofrenia Katatonik Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis sizofrenia katatonik memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini mendominasi gambaran klinisnya, yaitu : -
Stupor atau mutisme (tidak berbicara)
-
Gaduh gelisah
-
Menampilkan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar
-
Negativisme
-
Rigiditas
-
Fleksibilitas cerea
-
Gejala-gejala lain seoerti “command automatism” Pada pasien yang tidak komunikastif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnosis untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alcohol atau obatobatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. d) Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiatedi) Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), pedoman diagnosis skizofrenia ini memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.
e) Depresi Pasca-Skizofrenia Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), diagnosis yang harus ditegakkan hanya: 1) Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 tahun terakhir ini 2) Beberapa gejala skizofrenia masih ada 3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. 4) Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode depresif, bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtype skizofrenia yang sesuai. f) Skizofrenia Residual Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua: 1) Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol. 2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia 3) Setidaknya sudah melampaui kurun waktu satu tahun, dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia 4) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak lainnya. g) Skizofrenia Simpleks Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III (1995), diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari: 1) Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan
perilaku
pribadi
bermakna,
bermanifestasi
sebagai
kehilangan minat yang mecolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan diri secara sosial.
2) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtype skizofrenia lainnya. Selain skizofrenia-skizofrenia tersebut di atas, ada skizofrenia lain, yaitu skizofrenia YTT dan skizofrenia lainnya.
5. Pencegahan Kekambuhan Skizofrenia Empat faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger (1988) : a) Pasien : Sudah umum diketahui bahwa pasien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% pasien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur. b) Dokter (pemberi resep) : Makan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun pemakaian
obat
neuroleptic
yang
lama
dapat
menimbulkan
efek
samping
Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. c) Penanggung jawab pasien: Setelah pasien pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi pasien di rumah. d) Keluarga : Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu pasien juga mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga pasien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress. Cara terapi bisanya: Mengumpulkan semua anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepda pasien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk hijrah menemukan situasi dan pengalaman baru. Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh pasien dan keluarganya yaitu : -
Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous)
-
Tidak nafsu makan
-
Sukar konsentrasi
-
Sulit tidur
-
Depresi
-
Tidak ada minat
-
Menarik diri Setelah pasien pulang ke rumah, sebaiknya pasien melakukan perawatan lanjutan
pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani pasien dapat menganggap rumah pasien sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, pasien dan keluarga besar sama untuk membantu proses adaptasi pasien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas.
SKIZOAFEKTIF DISOREDER
A. Definisi atau Pengertian Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanyagejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. gangguan schizoafektif mengacu perilaku karakteristik skizofrenia, selain yang menunjukkan gangguan mood, seperti depresi atau mania. Singkat Disorder psikotik Fitur penting dari gangguan psikotik singkat meliputi tiba-tiba timbulnya gejala psikotik yang berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan di mana ada pengembalian virtual
untuk
premorbid
yang
tingkat
fungsi.
diagnosis
ed
lanjut
spesifik
oleh apakah ia mengikuti identifi parah stressor mampu atau apakah onset terjadi dalam 4 minggupostpartum. B. Etiologi (faktor predisposisi dan presipitasi)
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah b e g i t u b a n y a k dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin miripdengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif jugamencakup kausa genetik dan lingkungan.Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptualtelah diajukan. (1) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatutipe gangguan mood. (2) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama daris k i z o f r e n i a d a n g a n g g u a n m o o d . ( 3 ) G a n g g u a n s k i z o a f e k t i f m u n g k i n m e r u p a k a n s u a t u t i p e psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatug a n g g u a n m o o d . ( 4 ) K e m u n g k i n a n t e r b e s a r a d a l a h b a h w a gangguan
skizoafektif
a d a l a h kelompok gangguan yang heterogen yang
meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.
C. Psikofisiologi atau Psikoneurologi (uraian dan skema)
Birth
Genetik
Parenting
Tumbuh kembang
Fisiologi
Neurobiology,
Psikologi
neurotransmitter Perilaku kepribadian
pelebaran lateral ventrikel,
dopamin , norepinefrin, serotonin
atrofi korteks bagian depan
glutamat, dan GABAatrofi korteks bagian depan (
)
gangguan
Kepribadian (phase I) borderline
Phase II (Prodormal phase) eksestrik, gangguan fungsi, aneh, mengabikan perawatan diri, ganguan komunikasi, aneh dalam pola pikir.
Phase III (skizofren) bipolar disorder
Mania, mood disorder, depresi
Phase IV : residual phase (kambuh lebih berat) D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejalaskizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Gejala skizofrenik dan
gangguan mood dapatditemukan bersama-sama atau dalam cara yang bergantian. Perjalanan penyakit dapat bervariasidari satu eksaserbasi dan remisi sampai satu perjalanan jangka panjang yang memburuk.Banyak peneliti dan klinisi telah berspekulasi tentang ciri psikotik yang tidak sesuai d e n g a n m o o d ( mood-incongruent) i s i p s i k o t i k ( ya i t u , h a l u s i n a s i a t a u w a h a m ) a d a l a h t i d a k konsisten dengan mood yang lebih kuat. Pada umumnya, adanya ciri psikotik yang tidak sesuaidengan mood pada suatu gangguan mood kemungkinan merupakan indikator dari prognosis yang buruk. Hubungan tersebut kemungkinan berlaku un tuk gangguan skizoafektif, walaupun data -datanya adalah terbatas.
E. Konsep Proses Keperawatan mulai dari Pengkajian sampai Rencana Tindakan (NIC, NOC, dan NANDA) 1. Identitas pasien 2. Keluhan utama/alasan masuk : sering mengamuk, tegang, agresif 3. Faktor predisposisi : faktor lingkungan 4. Aspek fisik/biologis : penurunan serotinin 5. Aspek psikososial : faktor dalam hidup 6. Status mental : depresi, gangguan mood, mengamuk 8. analisa data DS: -
Halusinasi
-
Kehilangan nafsu makan
DO :
No
-
Pasien mengamuk
-
Pasien nampak sedih
-
Hiperakif
-
Bicara spontan
Diagnosa
NOC
NIC
1
1. Kecemasan dipertahankan pada
Risiko
1.
rendahnya
tingkat
menciderai diri
tingkat di mana klien merasa tidak
rangsangan di lingkungan klien
sendiri
perlu
(rendah
dan
orang lain b.d
agresi.
2. Klien menunjukkan kepercayaan
3. Klien mempertahankan orientasi
kebisingan
semua benda-benda
berbahaya dari lingkungan klien
1. Mampu menyesuaikan terhadap 1. Fasilitasi dukungan kepada pasien
berhubungan
emosi sebagai respon terhadap
dengan resiko
keadaan tertentu
dari
rendah).
menit).
3. Jauhkan
bagi diri sendiri atau orang lain.
amuk
yang
15
4. Klien tidak menyebabkan kerugian
sosial
beberapa
2. Amati perilaku klien sering (setiap
realitas.
Isolasi
pencahayaan,
orang, dekorasi sederhana, tingkat
dari orang lain di lingkungannya.
halusinasi
2
Menjaga
oleh keluarga teman dan komunitas 2. Dorong melakukan aktivitas sosial
2. Mengendalikan keparahan respon emosi,
halusinasi
sosial
atau
dan komunitas
eksistensi 3. Fasilitasi
terhadap isolasi 3. Meningkatkan
untuk
berpartisipasi dalam diskusi dengan hubungan
yang
efektif dalam perilaku pribadi 4. Mengungkapkan perasaan
pasien
atau
group kecil 4. Kurangi stigma isolasi dengan
penurunan
menghormati martabat pasien
pengalaman
diasingkan
3
Gangguan
1.
Klien
Komunikasi
dengan
berkomunikasi
1. Menjaga konsistensi staf tugas dari waktu
cara yang dipahami oleh orang
Verbal berhubungan
lain.
dengan
2.
dan
tidak teratur
ke
Klien yang kongruen dengan
berpikir
tidak
teratur
dan
untuk
untuk
memahami
tindakan dan komunikasi klien. 2.
3. Klien mampu mengenali bahwa
waktu,
memfasilitasi kepercayaan dan kemampuan
verbalizations.
berbiara spontan
mampu
Dengan
cara
yang
tidak
mengancam, menjelaskan kepada klien bagaimana nya perilaku dan
komunikasi verbal gangguan terjadi
verbalizations dipandang oleh dan
pada saat meningkatnya kecemasan
mungkin mengasingkan orang lain.
dan
campur
tangan
untuk
menghentikan proses.
4
Resiko bunuh a.
diri
Menemani
pasien
terus-
berhubungan
menerus sampai dia dapat
dengan depresi
dipindahkan ke tempat yang
Pasien tetap aman dan selamat
aman. b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya,
misalnya
pisau,
silet, gelas, tali pinggang. c. Memeriksa
apakah
pasien
benar-benar telah meminum obatnya,
jika
pasien
mendapatkan obat. d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
F. Daftar Pustaka
Muhith A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Edisi 1. Andi offset :Yogyakarta. Patria G. O’Brien., dkk. 2014. Kepererawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik. EGC: Jakarta. Townsend C.Marry. 2009. Nursing Diagnosen in Pshyciatric Nurisng . America : Davis Company Townsend C.Marry. 2011. Nursing Diagnosen in Pshyciatric Nurisng . America : Davis Company. Townsend C.Marry. 2013. Nursing Diagnosen in Pshyciatric Nurisng . America : Davis Company