ABORTUS A. DEFINISI Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
B. ETIOLOGI 1.
Faktor Genetik Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trisemester pertama merupakan kelainan sitogenetik berupa trisomi autosom. Semua trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindrom Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindrom Down (trisomi 21) bisa bertahan. Pada perempuan dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologik lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor XII, dan hipofibrinogenemi, afibrinogenemi kongenital.
2.
Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.
3.
Faktor maternal a. Setiap ibu hamil mempunyai
risiko tinggi terjadi abortus pada
kehamilan seterusnya terutama ibu yang berusia lebih tua. b. Pada wanita hamil yang mempuyai riwayat keguguran tiga kali berturutturut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50%.
c. Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik dapat menyebabkan abortus. d. Penyakit seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan keracunan. 4.
Penyebab Anatomik Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Penyebab terbanyak abortus kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), uterus bikornu atau uterus didelfis atau unikornu (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10-30% pada perempuan usia reproduksi. Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.
5.
Penyebab Infeksi Beberapa jenis organisme diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain : -
Bakteri : Listeria monositogenes, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis.
-
Virus : CMV, Rubella, HSV, HIV, Parvovirus
-
Parasit : Toksoplasmosis gondii, Plasmodium falsiparum
Beberapa teori untuk menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut : -
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
-
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
-
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (Mikoplasma hominis, Klamidia, HSV, Ureaplasma urealitikum) yang bisa mengganggu proses implantasi.
-
Amnionitis (oleh kuman gram positif dan gram negatif, Listeria monositogenes).
6.
Faktor Lingkungan Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksia menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin.
7.
Faktor Hormonal -
Diabetes melitus Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trisemester pertama memiliki risiko terjadi abortus dan malformasi janin.
-
Kadar progesteron rendah Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio.
-
Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi dan migrasi trofoblas serta mencegah invasi berlebihan pada jaringan ibu. Di sini peran penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus.
8.
Faktor Hematologik Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasenta. Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta. Defisiensi
faktor XII (Hageman) berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22% kasus. C. EPIDEMIOLOGI WHO memperkirakan 10-50% kematian Ibu diperkirakan di seluruh dunia disebabkan oleh abortus provokatus (sesuai skenario). Di Indonesia memperkirakan 750.000 sampai 1,5 Juta terjadi di Indonesia , risiko kematian akibat aborsi tidak aman diperkirakan antara 1 sampai 250 negara maju. Hanya 1 dari 3700 angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di indonesia masih cukup besar. D. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS 1.
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis. a. Abortus iminens (Threatened abortion) Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus. Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi
vagina atau
karsinoma serviks, sedangkan kelainan
membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi.
b. Abortus insipiens (Inevitable abortion)
lain
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadangkadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.
c. Abortus inkompletus atau abortus kompletus Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan.
d. Abortus tertunda (Missed abortion) Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit
yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.
e. Abortus habitulis (Recurrent abortion) Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis. Abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis. f. Abortus septik (Septic abortion) Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci.
2.
Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan): a.
Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.
b.
Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum. (sesuai skenario)
E. FAKTOR RESIKO 1.
Faktor fetal: kelainan genetik (kromosom)
2.
Faktor ibu (maternal): a. Infeksi b. Kelainan hormonal: hipotiroidisme, diabetes melitus, insufisiensi progesteron c. malnutrisi d. penggunaan obat-obatan (sesuai skenario : minum obat pelancar haid), merokok, konsumsi alkohol e. faktor immunologis f. defek anatomis: uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu inpartu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman (terbentuknya jaringan parut pada rahim atau serviks). g. Kelainan fungsi koagulasi darah.
3.
Faktor ayah (paternal): kelainan sperma. Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus.
F. PATOGENESIS Abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing
itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara: 1.
Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua.
2.
Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua.
3.
Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan).
4.
Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut.
G. DIAGNOSIS Menurut WHO setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus:
1.
Perdarahan pada vagina (sesuai skenario)
2.
Nyeri pada abdomen bawah (sesuai skenario)
3.
Riwayat amenorea (sesuai skenario) Diagnosa abortus menurut gambaran klinis adalah seperti berikut:
1.
Abortus Iminens (Threatened abortion) a. Anamnesis – perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan. b. Pemeriksaan dalam – fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan. c. Pemeriksaan penunjang – hasil USG.
2.
Abortus Insipiens (Inevitable abortion) a.
Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraks rahim.
b.
Pemeriksaan dalam – ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
3.
Abortus Inkompletus atau abortus kompletus a. Anamnesis
–
perdarahan
dari
jalan
lahir
(biasanya
banyak),
nyeri/kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok. b. Pemeriksaan dalam – ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan. 4.
Abortus Tertunda (Missed abortion) a. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak. b. Pemeriksaan obstetri – fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada. c. Pemeriksaan penunjang – USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).
5.
Abortus Habitualis (Recurrent abortion) a. Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital. b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea.
6.
Abortus Septik (Septic abortion)
a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit. b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya. c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok. Pemeriksaan Fisik : 1. Penilaian tanda vital (tekanan darah menrun, nadi, respirasi meningkat, suhu meningkat) (sesuai skenario) 2. Penilaian tanda-tanda syok 3. Periksa konjungtiva untuk tanda anemia (sesuai skenario) 4. Mencari ada tidaknya massa abdomen 5. Tanda-tanda akut abdomen (sesuai skenario) dan defans musculer Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan USG. 2. Pemeriksaan tes kehamilan (BHCG): biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. 3. Pemeriksaan darah perifer lengkap Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaam penunjang. Diagnosis Banding : Kehamilan ektopik, Mola hidatidosa, Blighted Ovum (Kehamilan Anembrionik)
H. TATA LAKSANA 1. Memperbaiki keadaan umum ,bila perdarahan banyak berikan transfusi darah dan cairan yang cukup 2. Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan menyebabkan komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penilaian cepat terhadap tanda vital (nada, tekanan darah, pernasapan dan suhu). Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan antibiotika dengan kombinasi: - Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam - Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam - Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam - Semua pasien abortus di berikan Suntikan Serap Tetatnus 0,5CC IM. - Pasien Diistiahatkan Selama 1 samapai 3 Hari - Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan Sekunder / RS
I.
KOMPLIKASI 1. Pendarahan
2. Perforasi 3. Syok, infeksi 4. Pada Missed abortion dengan refensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.
J.
PENCEGAHAN 1. Pemeriksaan rutin antenatal 2. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan, daging,telur). 3. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan tujuan mencegah infeksi yang bisa mengganggu proses implantasi janin. 4. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. 5. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu,bila anemia berat maka berikan transfusi darah.
K. PROGNOSIS Prognosis umumya bonam, tergantung penanganan yang dilakukan atau lama kejadian berlangsung.
Daftar Pustaka 1. Fransisca S. K. S.Ked (Fak. Kedokteran Univ. Wijaya Kusuma Surabaya). Aborsi/abortus. 2007 2. Cuninham FG ,Lenevo KJ,et all.William Obsttric 23rd. New York : McGraw-Hil Medical;2010. 3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono. Edisi 4. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2016.