BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan alat yang sah sebagai pembayaran dalam melakukan transaksi jual beli dan setiap negara pasti memiliki mata uang sendiri yang nilainya tidak sama antara mata uang satu negara dengan negara lain. Untuk itulah adanya kurs tukar atau nilai tukar yang disepakati antar dua negara yang tukar-menukar mata uang masing-masing negara tersebut. Saat ini, Indonesia sedang diguncang oleh terus melemahnya kurs rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat. Kurs tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar sangat beerdampak terhadap perekonomian Indonesia, baik itu berdampak positif maupun berdampak negatif. Dolar Amerika Serikat yang merupakan patokan mata uang di seluruh dunia walaupun kenyataannya masih terdapat mata uang yang lebih kuat daripada dolar Amerika Serikat yaitu mata uang Euro (EUR) yang digunakan hampir di sebagian besar negara-negara di Eropa dan Poundsterling (GBP) yang merupakan mata uang negara Ratu Elizabeth, Inggris. Namun tetap saja, dolar Amerika Serikat menjadi patokan utama mata uang dunia dan patokan utama pertukaran uang di dunia. Keadaan rupiah yang terus melemah sejak akhir 2014 ini yaitu Rp 12.396,00 per US$ 1 (diambil per 31 Desember 2014). Bank Indonesia merilis kurs tukar rupiah terhadap dolar per akhir Agustus 2014 sudah melemah sebesar Rp 11.715 per US$ 1. Pada akhir September 2014 kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah sebesar Rp 12.228,00 dan per Oktober 2014 menguat mencapai Rp 12.201,00 per US$ 1. Pada dua bulan sebelum tahun 2014 berakhir, rupiah ditutup menguat lagi diposisi Rp 12.190,00 per November 2014 dan pada akhir Desember 2014 rupiah melemah di posisi Rp 12.396,00. Banyak para ahli ekonomi Indonesia yang memprediksikan bahwa pada awal tahun 2015 rupiah akan terus melemah. Bank Indonesia kembali merilis kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar pada akhir bulan Januari 2015 ditutup melemah yaitu Rp 12.644,00. Bahkan pada bulan Februari 2015 kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar hampir mencapai titik Rp 13.000,00 per US$1 yaitu Rp 12.931,00. Benar saja per 31 Maret 2015 rupiah kembali ditutup melemah sebesar Rp 13.084,00 , hal ini terlihat sungguh miris karena Indonesia saat ini sedang gencar menguatkan keadaan ekonomi dan hasilnya malah berbanding terbalik mata uangnya, rupiah Indonesia malah terseok-seok dan bertekuk lutut terhadap dolar Amerika Serikat. Kurs tukar rupiah terhadap dolar per 30 April 2015 tampak menguat lagi sebesar Rp 12.950,00 per US$ 1 tanggal 7 Mei 2015 rupiah ditutup anjlok sebesar Rp 13.148,00. Pada tahun 2016 nilai tukar rupiah terhadap dollar menjadi Rp. 13.555 per US$ 1. Pada tahun 2017 nilai tukar dollar terhadap rupiah mencapai Rp. 13.560, dan pada tahun 2018 nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai Rp.15.220. Angka yang sangat fantastis mengingat pergolakan ekonomi di Indonesia yang terus berkembang.
Banyak masyarakat Indonesia yang mengharapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar kembali stabil di posisi Rp 10.000,00 sekian atau bahkan mencapai Rp 9.000,00 sekian seperti pada tahun 2012 yang lalu. Sehingga harga bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia tidak naik secara drastis. Sifat pasar yang gemar menaikkan harga-harga ketika dolar naik dan tidak pernah menurunkan harga-harga ketika dolar turun membuat sebagian masyarakat Indonesia merasa kehidupannya terancam. Hal ini dikarenakan ketika hargaharga kebutuhan naik tidak diimbangi pula dengan naiknya pendapatan.
1.2. Rumusan Masalah: 1. Apa faktor yang menyebabkan inflasi ? 2. Apa dampak inflasi terhadap perekonomian masyarakat Indonesia pada tahun 2018? 3. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kestabilan inflasi?
1.3. Tujuan 1. Mengetahui penyebab melemahnya inflasi 2. Mengetahui dampak inflasi terhadap perekonomian masyarakat Indonesia pada tahun 2018 3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk menstabilkan inflasi
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Penyebab melemahnya inflasi Dalam perdagangan internasional, kurs mata uang dapat diartikan sebagai perbandingan nilai antar mata uang di setiap negara dengan negara lain. Nilai tukar atau nilai kurs merupakan sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar uang terhadap pembayaran saat ini atau di kemudian hari, antara mata uang masing-masing negara. Setiap negara selalu menginginkan nilai mata uangnya stabil terhadap mata uang di negara lain, namun untuk mencapai hal tersebut tidaklah mudah. Menguat atau melemahnya nilai tukar mata uang tidak hanya ditentukan oleh kondisi dan kebijakan ekonomi dalam negeri, akan tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara lain yang menjadi mitra dalam perdagangan internasionalnya serta kondisi non-ekonomi seperti keamanan dan kondisi politik. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika Serikat, baik itu faktor dalam negeri maupun faktor luar negeri: a. Faktor dalam negeri yang mempengaruhi inflasi Perekonomian Indonesia yang kurang mapan Rupiah termasuk soft currency, yaitu mata uang yang mudah terdepresiasi (depresiasi; melemahnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yang dtentukan oleh mekanisme pasar) karena pereknomian di negara asalnya kurang mapan. Mata uang negara- negara berkembang umumnya adalah mata uang tipe ini, sedangkan mata uang negara maju seperti Amerika Serikat disebut hard currency, karena kemampuannya untuk mempengaruhi nilai mata uang yang lebih lemah. Selain itu sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia berbagi sentimen dengan negara berkembang lainnya. Artinya, ketika sentimen terhadap negara-negara berkembang secara umum baik, maka nilai rupiah akan cenderung menguat. Sebaliknya, ketika negara-negara berkembang yang lain banyak terjadi kerusuhan, bencana, dan lain sebagainya, maka rupiah akan melemah. Pelarian modal kembali ke luar negeri (Capital Flight) Modal yang beredar di Indonesia, terutama di pasar finansial, sebagian besar adalah modal asing. Ini membuat nilai rupiah sedikit banyak tergantung pada kepercayaan investor asing terhadap prospek bisnis di Indonesia. Semakin baik iklim bisnis Indonesia maka akan semakin banyak investasi asing di Indonesia dan dengan demikian rupiah akan semakin menguat. Sebaliknya, semakin negatif pandangan investor terhadap Indonesia, rupiah akan kian melemah. Mari ambil contoh pemotongan stimulus yang dilakukan oleh Bank Central Amerika Serikat, The Fed, baru-baru ini. Kebijakan uang ketat (tight money policy) tersebut membuat investor memindahkan investasinya dari Indonesia kembali ke barat sehingga kemudian diikuti oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Ketidakstabilan Politik-Ekonomi di Indonesia Faktor yang paling mempengaruhi Rupiah adalah kondisi politik- ekonomi. Performa data ekonomi Indonesia, seperti pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto/Gross Domestic Product), inflasi, dan neraca perdagangan, juga cukup mempengaruhi rupiah. Pertumbuhan
yang bagus akan menyokong nilai rupiah, sebaliknya defisit neraca perdagangan yang bertambah akan membuat rupiah terdepresiasi. Dua sisi dalam neraca perdagangan, impor dan ekspor, sangat penting disini. Inilah sebabnya kenapa sangat penting bagi Indonesia untuk menggenjot ekspor dan mengurangi ketergantungan pada produk impor, defisit neraca perdagangan Indonesia dan tingginya inflasi yang menyebabkan kebutuhan akan dolar meningkat tajam karena impor lebih besar daripada ekspor. Kultur bangsa yang cenderung konsumtif dan boros Kultur bangsa yang cenderung konsumtif dan boros serta public policy terkait utang. Pemerintah akan kesulitan berutang di dalam negeri, maka kekurangan akan ditutupi dengan berutang ke luar negeri. Maka karena utang harus dibayar dengan mata uang dolar, nilai tukar rupiah terhadap dolar dipastikan melemah. b. Faktor di luar negeri yang mempengaruhi inflasi Keadaan ekonomi Amerika Serikat yang baik Dalam 8 tahun terakhir ekonomi AS memang cukup stabil, dan bahkan dalam 6 tahun terakhir mencapai kondisi pertumbuhan yang relatif tinggi, tingkat pengangguran turun, dan inflasi rendah. Kenaikan tingkat bunga yang cukup tinggi tidak akan membuat pertumbuhan ekonomi mereka menurun tajam. Rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika The Fed tahun ini Stimulus moneter sebesar 20% dari PDB Amerika atau US$3,8 triliun akan ditarik perlahan oleh Bank Sentral AS dengan menaikkan suku bunga. Dalam tiga tahun kedepan akan naik 2,5%-3%, AS ekonominya meningkat sendiri sehingga suku bunganya juga naik.
Dampak inflasi terhadap perekonomian masyarakat Indonesia pada tahun 2018 2.2.
Inflasi yang tidak stabil akan sangat mempengaruhi ekonomi makro Indonesia. Secara garis besar, ada tiga variabel yang mempengaruhi ekonomi makro Indonesia. Variabel pertama yang berhubungan dengan nilai tukar rupiah berupa nilai keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing sebagai alat pembayaran internasional. Dampak yang akan terjadi adalah meningkatnya biaya impor bahan baku. Variabel yang kedua adalah tingkat suku bunga, dimana akan meningkatnya nilai suku bunga perbankan yang akan berdampak pada perubahan investasi di Indonesia. Sedangkan variabel yang ketiga adalah terjadinya inflasi, meningkatnya harga secara umum dan continue akibat konsumsi masyarakat yang meningkat, dan berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi dan spekulasi.
2.2.1. Sektor usaha yang diuntungkan Atas kenaikan inflasi
Produk Indonesia di luar negeri (Ekspor) Harga produk Indonesia yang dijual di luar negeri akan makin murah lagi. Secara teoritis, hal ini bisa meningkatkan pangsa pasar bagi produk-produk Made in Indonesia. Selain itu, perusahaan berorientasi ekspor menerima pembayaran dari luar negeri dalam bentuk Dolar AS yang nilainya semakin tinggi seiring melemahnya rupiah. Dengan sendirinya, kondisi ini bisa meningkatkan ekspor Indonesia. a. Perikanan Sejumlah perusahaan perikanan yang berorientasi ekspor memanfaatkan momentum ini untuk bisa menggenjot penjualan ekspor mereka hingga akhir tahun. Sebagai catatan, PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (DSFI) membukukan penjualan 1.848 ton atau senilai Rp 136,54 miliar selama semester I–2015. Sebanyak 1.548 ton atau senilai Rp 131,47 miliar diantaranya untuk ekspor, sisanya lokal. DSFI juga berhasil mencetak laba bersih Rp 3,78 miliar. Berbeda dengan DSFI, PT Central Proteina Prima Tbk (CPRO) pada semester I2015, mencatatkan penjualan Rp 4,64 triliun. b. Kopi Selain itu, Ketua Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) Hutama Sugandhi mengatakan, eksportir dan petani kopi Indonesia mendapatkan keuntungan dari melemahnya mata uang rupiah. c. Kakao Sektor lain, pengusaha dan petani kakao sebagai bahan baku cokelat meraup keuntungan lumayan dari pelemahan Rupiah akhir-akhir ini. Sebagai contoh, petani di Sulawesi Selatan yang mengalami penurunan volume produksi dalam beberapa bulan terakhir, namun dengan melemahnya rupiah, mereka tetap mendapatkan hasil menggembirakan. Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulawesi Selatan, Yusa Rasyid Ali, mengungkapkan, harga kakao di pasar komoditas dunia sekitar USD3.028 perton. Kalau saja nilai dolar tidak menguat, dan nilai rupiah melemah, petani dan eksportir pasti akan rugi. d. Mebel Selain itu, perusahaan furnitur juga mendapat banyak pesanan. Para pembeli dari beberapa negara seperti mebel dari Denmark, Jerman, dan Spanyol yang telah melakukan pemesanan membuat omset penjualan naik hingga 10% dari kondisi normal. Singkat kata, harga dolar yang tinggi jelas menguntungkan eksportir. Agen Wisata Sementara itu, kenaikan inuflasi juga menguntungkan agen wisata. Di Yogyakarta misalnya, mereka kebanjiran pesanan dalam beberapa pekan ini. Wisatawan mancanegara biasanya melakukan reservasi setahun sebelum kunjungan ke Yogyakarta. Wisatawan mancanegara yang reservasi itu kebanyakan dari Eropa.
2.2.2. Sektor usaha yang dirugikan atas kenaikan inflasi dan upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi hal ini Kenaikan inflasi sedikit banyak memberi persoalan terhadap berbagai sektor usaha. Para pengusaha khawatir karena biaya yang dikeluarkan perusahaan akan meningkat, terutama
atas bahan baku yang berasal dari impor. Sementara daya beli masyarakat justru turun karena harga barang menjadi mahal. Berikut adalah beberapa sektor usaha yang terkena dampak dari kenaikan inflasi Pengusaha Tahu dan Tempe Pagi para pengusaha yang bahan baku produknya berasal dari luar negeri, tentu hal ini menjadi kendala yang cukup serius bagi kelangsungan usahanya. Sebagai contoh ringan, pengusaha tahu tempe yang mengandalkan bahan baku kedelai impor (karena petani Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai nasional). Harga kedelai impor saat ini mencapai Rp 8.300,00 sampai Rp 8.500,00 per kilogramnya dari sebelumnya yang hanya Rp 8.000,00. Walaupun kenaikan harga kedelai tidak signifikan, bagi pengrajin kecil tentulah hal ini membebani usaha. Untuk menyiasati kenaikan harga kedelai, para pengrajin tahu dan tempe melakukan berbagai hal untuk menekan kerugian. Mulai dari menaikkan harga, mencampur kedelai impor dengan kedelai lokal, mengecilkan ukuran, hingga membatasi produksi. Hal ini hanya dapat berlangsung sementara karena para konsumen nantinya akan mengeluh dan mulai mencari alternatif lain. Untuk itu para pengrajin tahu dan tempe berharap pemerintah dapat melakukan berbagai upaya dan kebijakan terkait kedelai yang selama ini masih sangat bergantung kepada Amerika Serikat. Peternak Selain tahu dan tempe, pengusaha pakan ternak juga dipastikan mengalami masalah serius. Hal itu karena lebih dari 50% bahan bakunya diimpor dari luar negeri. Selama ini para pengusaha mengimpor bahan baku pakan ternak (termasuk jagung) dari Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, dan India. Produksi Jagung Nasional yang hanya mencapai 5,5 juta ton/tahun belum mampu mencukupi kebutuhan jagung nasional yang mencapai 8,5 juta ton/tahunnya. Dengan naiknya harga pakan ternak, otomatis harga daging ayam juga akan mengalami kenaikan. Untuk menyiasati hal ini, para peternak melakukan berbagai hal diantaranya menaikkan harga daging ternak, memberi pakan alternatif, mengurangi populasi hewan ternak, dan mengandalkan pemakaian probiotik. Hal ini diharapkan dapat menekan kerugian serta dapat mendatangkan keuntungan walaupun tidak maksimal. Pengusaha Elektronik dan Otomotif Harga barang-barang elektronik dan otomotif juga dipastikan akan mengalami lonjakan drastis. Hal ini karena barang-barang tersebut merupakan produksi luar negeri, atau jika dibuat di Indonesia, bahan bakunya diimpor dari luar, atau minimalnya, pemilik/ pemegang saham perusahaan bukan orang pribumi. Kenaikan harga berdampak pada daya beli masyarakat terhadap produk-produk elektronik dan otomotif semakin rendah dan para pedagang pastinya bersiap-siap merasakan penurunan omset penjualannya. Para pengusaha elektronik dan otomotif juga melakukan berbagai hal untuk menyiasati dampak dari pelemahan nilai rupiah terhadap dolar ini. Diantaranya mengurangi kuota impor sampai dengan 20%, menaikkan harga barang, mengurangi kapasitas produksi, dan menunda peluncuran produk baru yang sudah diagendakan.
2.3.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menstabilkan inflasi
Naiknya inflasi membuat perekonomian di Indonesia berjalan lambat dan hal ini dikhawatirkan oleh para ekonom akan berlanjut ke krisis ekonomi moneter seperti yang terjadi pada tahun 1998. Untuk itulah pemerintah Indonesia melakukan beberapa kebijakan ekonomi yang diharapkan akan menarik minat investor untuk kembali menanamkan modalnya di Indonesia. Kebijakan-kebijakan ekonomi tersebut, diantaranya: Menerapkan kembali UU No 7 tahun 2011 Salah satu upaya nyata yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi pelemahan rupiah adalah menegakkan kembali UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. UU tersebut dengan tegas menetapkan bahwa setiap transaksi harus dilakukan dengan mata uang rupiah. Bila berhasil dilaksanakan sepenuhnya, tentu rupiah akan terjaga dari tekanan fluktuasi. Jadi, di dalam negeri akan dilarang bertransaksi dengan dolar. Mendongkrak ekspor Ekspor industri, terutama industri manufaktur, menjadi fokus pemerintah karena sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah pada kegiatan ekspor. Upaya untuk meningkatkan ekspor industri manufaktur ini sangat menjadi perhatian pemerintah, mengingat sektor industri manufaktur merupakan sektor yang memberikan nilai tambah tinggi bagi kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan ekspor. Untuk mendukungnya, pemerintah telah melakukan revisi terhadap berbagai peraturan yang terkait dengan ekspor. Terutama di sektor produksi tekstil, sepatu, kakao, kopi, mebel, serta kertas. Pemerintah juga mempertimbangkan pemberian fasilitas untuk barang-barang modal yang masuk ke dalam negeri, agar dapat membantu dunia usaha mempertahankan daya saing produk-produknya, terutama produk ekspor. Peningkatan ekspor sangat penting untuk memperkuat nilai tukar rupiah, karena sangat sulit untuk menekan atau menghentikan aktivitas impor di era perdagangan bebas saat ini. Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan menyiapkan seluruh struktur ekonomi nasional untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas. Penerbitan term deposit dan global bond untuk memperkuat rupiah oleh BI Pemerintah tengah menyiapkan legal framework untuk penerbitan obligasi dolar di dalam negeri. Pendalaman pasar keuangan melalui penambahan instrumen moneter yang didukung kebijakan pemerintah akan mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kebijakan bank sentral menerbitkan term deposit dalam dolar AS diprediksi akan menyerap kelebihan likuiditas valuta asing yang selama ini ditempatkan perbankan di luar negeri sekaligus menstabilkan rupiah. Bank sentral juga akan melakukan monitoring melalui operasi moneter dalam valuta asing. Saat ini perdagangan valuta asing di dalam negeri terbatas karena adanya beberapa ketentuan. Pertama, transaksi mata uang di dalam negeri harus memiliki underlying transaction. Kedua, harus full delivery sehingga tidak bisa menggunakan transaksi non-deliverable fordward (NDF). Ketiga, invesor asing tidak bisa memegang rupiah. Keempat, ruang lingkup perdagangan mata uang untuk hedging masih terbatas. Saat ini bank sentral hanya mengizinkan hedging untuk tiga bulan dan enam bulan.
Penekenan empat paket kebijkan yang berorientasi jangka panjang Ada empat paket kebijakan yang akan diteken pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi setelah nilai tukar rupiah terpuruk. Pertama, pemberian insentif pajak kepada perusahaan yang melakukan ekspor dan perusahaan yang melakukan reinvestasi di dalam negeri dan keuntungan yang didapatnya. Kedua, upaya perlindungan produk dalam negeri melalui kebijakan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS). Ketiga, penerapan bebas visa. Keempat, penggunaan biofuel yang diharapkan bisa menghemat devisa yang dipakai untuk impor solar. Meningkatkan iklan wisata untuk menarik wisatawan mancanegara Untuk meningkatkan minat wisatawan mancanegara, pemerintah menambah dana promosi untuk tahun ini sebesar Rp 1,3 triliun. Sebelumnya dana untuk promosi pariwisata hanya disediakan Rp 300 miliar. Hal ini juga didukung dengan pembebasan visa bagi 30 negara. Pemerintah berharap hal ini dapat meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 2 juta orang setiap tahunnya meskipun saat ini terjadi kelesuan ekonomi di beberapa negara.
BAB III PENUTUP 3.1.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi naiknya inflasi dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal terdiri dari perekonomian Indonesia yang kurang mapan, pelarian modal kembali ke luar negeri (Capital Flight), ketidakstabilan politik-ekonomi di Indonesia, dan kultur bangsa yang cenderung konsumtif dan boros. Sedangkan faktor eksternal berupa keadaan ekonomi Amerika Serikat yang baik dan Rencana kenaikan suku bunga Bank Central Amerika The Fed 2015. Naiknya inflasi memiliki dampak positif dan negatif terhadap para pelaku bisnis. Dampak positif dari naiknya inflasi sangat dirasakan pada sektor perikanan, kopi, kakao, mebel dan produk lainnya yang sebagian besar diekspor ke luar negeri. Mereka cenderung menggunakan dolar Amerika Serikat sebagai alat transaksi. Dampak negatifnya adalah harga bahan baku impor yang naik menyebabkan para pelaku bisnis harus berupaya untuk menutupi kerugian dengan menaikkan harga produk, mengurangi ukuran produk, mengurangi produksi dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan untuk tetap bertahan dalam perekonomian yang tidak stabil seperti sekarang ini. Berbagai upaya pun dilakukan oleh pemerintah dengan menetapkan berbagai kebijakan seperti menerapkan kembali UU No 7 tahun 2011, mendongkrak ekspor, meneken empat paket kebijakan, meningkatkan iklan wisata, dan berbagai tindakan lainnya untuk menstabilkan perekonomian Indonesia dan menguatkan nilai mata uang rupiah.
3.2.
Saran
Naiknya inflasi memberikan banyak dampak negatif terhadap para pelaku bisnis, hal ini disebabkan bahan baku produksi yang sebagian besar harus diimpor dari luar negeri karena persediaan dalam negeri yang terbatas. Hal ini tidak dapat dibiarkan terjadi secara terusmenerus, karena akan menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Diperlukan peran penting dari pemerintah untuk menstabilkan kembali nilai rupiah, karena kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini dinilai lambat dan tidak efektif mengingat kenaikan inflasi saat ini masih dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Namun kita sebagai konsumen selayaknya mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini dengan cara membeli produk dalam negeri dan membatasi pembelian produk dari luar, melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang rupiah serta memilih berlibur di Indonesia daripada ke luar negeri. Hal ini dapat memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sehingga perekonomian Indonesia menjadi stabil.