Sistema Integumen Dan Telinga.docx

  • Uploaded by: Feby Ferdina
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sistema Integumen Dan Telinga.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,929
  • Pages: 9
LAPORAN KEGIATAN PPDH ROTASI INTERNA HEWAN KECIL SISTEMA TELINGA DAN KULIT

Disusun oleh : FEBY FERDINA, S.KH

(170130100011008)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

SISTEMA KULIT DAN TELINGA First Feline Case of Otodectosis in the Republic of Korea and Successful Treatment with Imidacloprid/Moxidectin Topical Solution  PENDAHULUAN Otodectosis adalah penyakit yang ditandai dengan otitis eksterna yang berhubungan dengan infestasi tungau otodectes cynotis, tungau ini merupakan obligate parasite yang habitatnya di vertical dan horizontal dari kanal telinga. Otodectes cynotis adalah tungau dari family Psoroptidae, yang hidup terutama di saluran telinga eksternal dan disekitar kulit kepala pada anjing, kucing, rubah, musang dan manusia. Tungau ini hidup dengan memakan debris dan cairan di jaringan, infestasi tungau ini menimbulkan gejala pruritus dan otitis externa dengan karakteristik adanya eritrema pada saluran telinga serta adanya eksudat berwana coklat tua (Curtis, 2004). Prevalensi tungau ini pada kucing adalah dari 9% hingga 37% di Florida (AS), Yunani dan Jepang serta Di Republik Korea prevalensi O. cynotis dilaporkan angka kejadiaanya sekitar 22,3%.  TINJAUAN PUSTAKA a. Etiologi Otodectosis adalah penyakit yang ditandai dengan otitis eksterna yang berhubungan dengan infestasi tungau otodectes cynotis. panjang dan lebar tungau betina dewasa adalah 448,3 × 290,0 μm, sedangkan tungau dewasa jantan adalah 360,0 × 277,8 μm. Tungau-tungau ini tidak bersegmen dan memiliki pedicle yang pendek. Karunkula ditemukan pada kaki 1 dan 2 pada tungau betina dewasa dan pada kaki 1, 2, 3 dan 4 pada tungau jantan dewasa. Tarsus kaki 3 pada jantan maupun betina dilengkapi dengan 2 setae yang panjanng. b. Gejala Klinis Gejala Klinis yang muncul berupa adanya kotoran telinga yang tebal, hitam atau coklat disertai pruritus, kepala gemetar, menggaruk di telinga atau gosokkan kepala di sepanjang permukaan kasar. Seringkali, tanda-tanda klinis tidak berkorelasi dengan banyaknya jumlah tungau di dalam telinga hal ini karena selain ketidaknyamanan yang disebabkan oleh aktivitas makan tungau, tingkat keparahan pruritus yang diciptakan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap saliva tungau

tersebut. Hal ini adalah reaksi hipersensitivitas yang diduga menyebabkan peningkatan keparahan dari gejala klinis pasien. c. Patogenesa Mekanisme infeksi dari tungau ini dengan cara menembus kulit dan memakan sel-sel epidermis pada hewan. Tungau ini akan menimbulkan rasa gatal yang luar biasa sehingga kucing cenderung menggosokkan kepalanya sehingga sering tejadi iritasi disebabkan oleh adanya tungau dalam telinga yang dapat mengakibatkan meningkatnya aktifitas ceruminal glands dan menyebabkan lingkungan yang menguntungkan bagi infeksi sekunder bakteri maupun jamur. Infestasi tersebut dinamakan ‘otodectic mange’ dan secara umum hewan yang terinfestasi menunjukkan gejala tidak nyaman, gatal dan bahkan gangguan pendengaran, tergantung dari tingkat keparahannya ( Souza, C.P., et al. 2008). Karakteristik infeksi biasanya menghasilkan bentukan kering di telinga yang berwarna hitam, bentukan ini terdiri dari kotoran telinga, darah, inflamasi dan tungau. Anjing mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan terkait dengan parasit tetapi dalam kasus lain, mereka akan menyebabkan otitis yang merupakan radang pada telinga. Tungau yang hidup dan berkembang biak dalam eksternal dan internal lubang telinga menyebabkan iritasi. Sekresinya dapat menimbulkan radang hebat dan reaksi hipersensitif segera setelah terinfestasi, dan kasus kronis pada kucing dapat menghasilkan hipersensitif tipe arthus (R.Fakas., et al. 2007). Hewan yang terinfeksi Otodectes cynotis menunjukkan peningkatan antibodi IgE pada hari ke 14 setelah infestasi. IgE mempunyai 5 peran penting dalam komponen histologi saat infestasi ear mites : (1) permukaan epitel diselimuti oleh material kerak, berlilin dan mudah hancur: (2) epitelium mengalami hiperkeratosis dan hiperplasia: (3) glandula cerumina dan sebasea tampak sangat reaktif hiperplasia: (4) sel radang (mast sel dan makrofag) ditemukan dalam jumlah besar: dan (5) peredaran darah , khususnya vena dibawah dermis mengalami dilatasi. Gejala klinis sangat beragam dan termasuk kombinasi dari: (1). Iritasi telinga penyebab luka garukan pada telinga atau geleng-geleng kepala. (2). Keluarnya kotoran telinga kehitaman atau penebalan kulit dari dalam telinga. (3). Alopesia sebagian yang diakibatkan digaruk sendiri atau grooming yang terlalu

sering. (4). Aural hematoma, karena sering digaruk. Lesi pada kulit sering terlihat disekitar telinga, tetapi tidak menutup kemungkinan daerah lainnya dapat terserang.  STUDI KASUS A. SIGNALEMENT 

Jenis Hewan

: Kucing



Ras/Breed

: Siam



Umur

: 8 Bulan (2 ekor) dan 2 Tahun (1 ekor)



Jenis Kelamin

: Betina (8 Bulan) dan Jantan (2 Tahun)

B. ANAMNESA Pada bulan april 2010 ada 3 ekor kucing siam yang berasal dari Gwangju, Korea menunjukkan gejala pruritus yang ditandai dengan menggaruk, menggosok telinga dan sering menggelengkan kepala. C. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada saluran telinga dengan menggunakan otoskop menunjukkan adanya eksudat berwarna coklat, gelap dan terlihat banyak tungau hidup yang berasal dari telinga kucing.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Pemeriksaan Mikroskopis

Tahapan perkembangan Otodectes cynotis Pemeriksaan mikroskopis ini digunakan untuk melihat morfologi tungau dan untuk menentukan spesies dari tungau tersebut. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil bahwa panjang dan lebar tungau betina dewasa adalah 448,3 × 290,0 μm, sedangkan tungau dewasa jantan adalah 360,0 × 277,8 μm. Tungau-tungau ini tidak bersegmen dan memiliki pedicle yang pendek. Karunkula ditemukan pada kaki 1 dan 2 pada tungau betina dewasa dan pada kaki 1, 2, 3 dan 4 pada tungau jantan dewasa. Tarsus kaki 3 pada jantan maupun betina dilengkapi dengan 2 setae yang panjanng. Berdasarkan karakteristik morfologi tersebut, tungau yang menginfeksi kucing ini diidentifikasi sebagai O. cynotis.

E. DIAGNOSA Berdasarkan anamnesa, pemeriiksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil bahwa 3 ekor kucing tersebut didiagnosa Otodectosis akibat infeksi Otodectes cynotis. F. PENGOBATAN 10% imidacloprid/1% moxidectin G. PROGNOSA Fausta 

PEMBAHASAN 3 ekor kucing siam yang berasal dari Gwangju, Korea berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada telinga dengan menggunakan otoskop terlihat adanya tungau yang bergerak-gerak hal ini sesuai dengan pendapat Foley (1991), Identifikasi pada tungau ini relatif sederhana karena tungau ini bersifat tidak menggali didaerah yang luas biasanya ditemukan di telinga kucing. Identifikasi dilakukan secara langsung dengan bantuan otoskop maka akan terlihat organisme berwarna putih kecil hidup yang terlihat bergerak di telinga. Untuk memastikan jenis dari parasite tersebut makan dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu mikroskopis, pemeriksaan mikroskopis untuk melihat morfologi dari parasit tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis didapatkan tungau yang menginfestasi memiliki ciri bertubuh lonjong dan memiliki sepasang kaki ke tiga dan ke empat yang berakhir dengan penjuluran yang disebut satae. Pada tungau betina, pasangan kaki ke empat terlihat seperti menghilang sehingga hanya akan terlihat penjuluranya saja. Pada tungau jantan dapat dilihat ke empat pasang ekstremitas yang berakhir pada karunkula. Berdasarkan ciri morfologi tersebut maka tungau yang menginfestasi adalah tungau dari spesies Otodectes cynotis. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowman et al. (2002), yang menyatakan pada pemeriksaan ekstremitas bagian distal tungau Otodectes cynotis, akan terlihat wine-glass shaped carunculae pada bagian pedicel ekstremitas. Otodectes jantan memiliki caruncula pada ke empat pasang kaki, sedangkan Otodectes betina pasangan kaki ke tiga dan ke empat berakhir pada rambut panjang atau satae, pasangan kaki keempat seperti menghilang (rudimenter).

Sehingga 3 ekor kucing tersebut didiagnosa Otodectosis, yang disebabkan oleh Otodectes cynotis yang merupakan tungau yang secara normal ditemukan di dalam saluran eksterna telinga kucing. Pada jumlah populasi yang masih mampu ditolerasi oleh tubuh, tungau tersebut tidak akan menyebabkan infeksi, tetapi jika jumlah populasi melebihi ambang batas dan kemampuan tubuh untuk mentolerir rendah, gejala klinis baru akan terlihat seperti iritasi (Barr, 1990). Gejala Klinis yang muncul berupa adanya kotoran telinga yang tebal, hitam atau coklat disertai pruritus, kepala gemetar, menggaruk di telinga atau gosokkan kepala di sepanjang permukaan kasar. Seringkali, tanda-tanda klinis tidak berkorelasi dengan banyaknya jumlah tungau di dalam telinga hal ini karena selain ketidaknyamanan yang disebabkan oleh aktivitas makan tungau, tingkat keparahan pruritus yang diciptakan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap saliva tungau tersebut. Hal ini adalah reaksi hipersensitivitas yang diduga menyebabkan peningkatan keparahan dari gejala klinis pasien. Siklus hidup Otodectes membutuhkan waktu 3 minggu untuk berubah dari telur menjadi larva kemudian nimpa sampai menjadi tungau dewasa. Siklus hidup dimulai saat betina meletakkan telur yang direkatkan pada saluran telinga oleh sekresi tungau betina. Telur membutuhkan 4 hari inkubasi untuk dapat menetas. Siklus hidup meliputi stadium larva, protonymph, dan deutonymph. Setiap stadium membutuhkan 3-5 hari untuk berkembang. Dibutuhkan waktu sekitar 21 hari untuk menyelesaikan 1 siklus dari telur hingga telur kembali

Siklus hidup Otodectes cynotis

Mekanisme infeksi dari tungau ini dengan cara menembus kulit dan memakan selsel epidermis pada hewan. Tungau ini akan menimbulkan rasa gatal yang luar biasa sehingga kucing cenderung menggosokkan kepalanya sehingga sering tejadi iritasi disebabkan oleh adanya tungau dalam telinga yang dapat mengakibatkan meningkatnya aktifitas ceruminal glands dan menyebabkan lingkungan yang menguntungkan bagi infeksi sekunder bakteri maupun jamur. Infestasi tersebut dinamakan ‘otodectic mange’ dan secara umum hewan yang terinfestasi menunjukkan gejala tidak nyaman, gatal dan bahkan gangguan pendengaran, tergantung dari tingkat keparahannya ( Souza, C.P., et al. 2008). Karakteristik infeksi biasanya menghasilkan bentukan kering di telinga yang berwarna hitam, bentukan ini terdiri dari kotoran telinga, darah, inflamasi dan tungau. Anjing mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan terkait dengan parasit tetapi dalam kasus lain, mereka akan menyebabkan otitis yang merupakan radang pada telinga. Tungau yang hidup dan berkembang biak dalam eksternal dan internal lubang telinga menyebabkan iritasi. Sekresinya dapat menimbulkan radang hebat dan reaksi hipersensitif segera setelah terinfestasi, dan kasus kronis pada kucing dapat menghasilkan hipersensitif tipe arthus (R.Fakas., et al. 2007). Hewan yang terinfeksi Otodectes cynotis menunjukkan peningkatan antibodi IgE pada hari ke 14 setelah infestasi. IgE mempunyai 5 peran penting dalam komponen histologi saat infestasi ear mites : (1) permukaan epitel diselimuti oleh material kerak, berlilin dan mudah hancur: (2) epitelium mengalami hiperkeratosis dan hiperplasia: (3) glandula cerumina dan sebasea tampak sangat reaktif hiperplasia: (4) sel radang (mast sel dan makrofag) ditemukan dalam jumlah besar: dan (5) peredaran darah , khususnya vena dibawah dermis mengalami dilatasi. Gejala klinis sangat beragam dan termasuk kombinasi dari: (1). Iritasi telinga penyebab luka garukan pada telinga atau geleng-geleng kepala. (2). Keluarnya kotoran telinga kehitaman atau penebalan kulit dari dalam telinga. (3). Alopesia sebagian yang diakibatkan digaruk sendiri atau grooming yang terlalu sering. (4). Aural hematoma, karena sering digaruk. Lesi pada kulit sering terlihat disekitar telinga, tetapi tidak menutup kemungkinan daerah lainnya dapat terserang. Pengobatan yang diberikan dengan menggunakan 10% imidacloprid/1% moxidectin, dengan dosis minimum yang dianjurkan imidacloprid adalah 4.5 mg/lb (10.0 mg/kg) sedangkan untuk dosis moxidectin 0,45 mg / lb (1,0 mg/kg) penggunaannya 1 bulan sekali diberikan secara topical dan tidak pada kulit yang mengalami iritasi. Imidakloprid

adalah insektisida kloronotinil nitroguanidin sedangkan

moxidectin merupakan

parasiticidal, obat ini diindikasi untuk pencegahan penyakit cacing jantung yang disebabkan Dirofilariasis emmitis, infestasi kutu (Ctenocephalides felis), pengobatan dan pengendalian Sarcoptes scabiei, pengobatan dan pengendalian infeksi tungau pada telinga (Otodectes cynotis) dan parasit usus. Efektifitas obat ini adalah 90% pada hari ke 9 dan 100% pada hari ke 16 yang secara signifikan lebih tinggi daripada hari 0 dan menunjukkan bahwa obat tunggal ini memberikan lebih dari 90% keberhasilan melawan kucing yang terserang O. cynotis. Penggunaan obat ini tidak disarankan untuk kucing berumur kurang dari 9 minggu atau berat badan kurang dari 2 kg. 

KESIMPULAN Berdasarkan serangkaian anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

ditemuakan bahwa kucing tersebut otodecosis yang disebabkan oleh otodectes cynotis yang diterapi dengan menggunakan 10% imidacloprid/1% moxidectin. 

DAFTAR PUSTAKA

Curtis, C.F. (2004). Current trends in the treatment of Sarcoptes, Cheyletiella and Otodectes mite infestations in dogs and cats. Vet. Derm. 15: 108-14. Barr, F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Blackwell Sceintific Publication, London. Bowman, D.D., C.M. Hendrix, D.S. Lindsay, dan S.C. Barr. 2002. Feline clinical parasitology. Iowa State University Press: A Blackwell Science Company. Lowa Foley R.H. (1991). Parasitic mites of dogs and cats. Cont Ed PRact Vet 13: 783-800. R. Farkas, T. Germann, Z. Szeidemann. 2007. Assessment of the Ear Mite (Otodectes cynotis) Infestation and the Efficacy of an Imidacloprid plus Moxidectin Combination in the Treatment of Otoacariosis in a Hungarian Cat Shelter. Souza, C.P., Ramadinha, R.R., Scott, F.B., and Pereira, M.J.S., 2008, Factors associated with the prevalence of Otodectes cynotis in an ambulatory population of dogs. Pesq. Vet. Bras. 28(8):375-378

Related Documents

Sistem Integumen
December 2019 22
Sistema
November 2019 78
Sistema
October 2019 77

More Documents from ""