LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
1.1. PENGERTIAN ADHF Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. (Hanafiah, 2006). Gagal jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut: gejala – gejala gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan aktifitas, dan atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal atau pembengkakan tungkai (Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E, 2006) 1.2. PATOFISIOLOGI ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung (Price, 2005).
Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF (Price, 2005). Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya Acut Decompensated Heart Failure
1
terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. B endungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru (Price, 2005). Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price, 2005). Sedangkan menurut Mc.Bride BF, White M, dalam Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology tahun 2010 patofisiologi ADHF yakni Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial underfilling. Selain itu respon terhadap faktor – faktor neurohormonal (seperti sistem saraf simpatis, renin – angiotensin – aldosterone system, arginine vasopressin dan endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang menyebabkan retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien tanpa gagal jantung, respon ini untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan (Mc.Bride BF, White M, 2010) Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan mediator – mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator yang diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal jantung dan perburukan prognosis pasien . Pada pasien dengan gagal jantung, aktivasi sistem saraf simpatik mencegah terjadinya arterial underfilling yang meningkatkan cardiac output sampai toleransi berkembang dengan dua mekanisme. Pertama, myocardial 1 – receptor terpisah dari second messenger protein, yang mengurangi jumlah cyclic adenosine 5¸monophosphate (cAMP) yang dibentuk untuk sejumlah interaksi reseptor ligan tertentu. Kedua, mekanisme dephosphorylation menginternalisasi 1-reseptor dalam vesikula sitoplasma di miosit tersebut. Bahkan dengan latar belakang tingkat toleransi., peningkatan marker akut pada katekolamin diamati di antara pasien dengan ADHF masih mengangkat cAMP miokard, meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan tingkat metabolisme anaerobik. Hal ini dapat meningkatkan risiko tachyarrhythmias ventrikel dan kematian sel terprogram. Selain itu, overdrive simbol-menyedihkan menyebabkan ditingkatkan 1-reseptor rangsangan tidak mengakibatkan toleransi dan meningkatkan derajat vasokonstriksi sistemik, meningkatkan stres dinding miokard. Selanjutnya, peningkatan vasokonstriksi sistemik mengurangi tingkat filtrasi glomerulus, sehingga memberikan kontribusi bagi aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone (Mc.Bride BF, White M, 2010) Acut Decompensated Heart Failure
2
1.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang untuk kasus ADHF: 1. Laboratorium : (1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit. (2) Elektrolit : K, Na, Cl, Mg. (3) Enzim Jantung (CK-MB , Troponin, LDH). (3) Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT. (4) Gula darah. (5) Kolesterol, trigliserida. (6) Analisa Gas Darah 2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : (1) Penyakit jantung koroner : iskemik, infark. (2) Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy). (3) Aritmia. (4) Perikarditis.
3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2) Edema interstitials. (3) Efusi pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5) Pembesaran jantung. (6) Echocardiogram menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung. (7) Radionuklir. (8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. (9) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
4. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk : (1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru. (2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung. (3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung. (4) Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent. (5) Mengetahui beratnya lesi katup jantung. (6) Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner. (7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi ventrikel kiri).(8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner 5. Echocardiogram - Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
1.4. PENATALAKSANAAN Penatalaksanan untuk kasus ADHF menurut Hanafiah (2006): 1. Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah : a.
Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan farmakologis
c.
Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan istirahat.
d.
Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e.
Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
2. Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut : Acut Decompensated Heart Failure
3
a. FC I
: Non farmakologi
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis. c. FC IV
: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
3. Terapi non farmakologis meliputi : 1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium ) 2) Pembatasan cairan 3) Mengurangi berat badan 4) Menghindari alkohol 5) Manajemen stress 6) Pengaturan aktivitas fisik
4. Terapi farmakologis meliputi : a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin. b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ). c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin. d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll. e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin ) 1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik.
Acut Decompensated Heart Failure
4
2) Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
Acut Decompensated Heart Failure
5
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ADHF
2.1. PENGKAJIAN 1. pengkajian : meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku/bangsa, agama, status, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik. Identitas penanggung meliputi nama orang tua/wali, pekerjaan dan alamat. 2. Status Kesehatan Saat Ini 1. Keluhan Utama a) Saat MRS : sesak nafas b) Saat Pengkajian : badan terasa lemas, nafas agak sesak. 2. Alasan MRS dan Perjalanan Penyakit Saat Ini Pasien menjalani MRS tgl 13 juli 2009. Pasien mengeluh sesak nafas sejak sehari sebelum MRS. Sesak dirasa semakin memberat. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien mengeluh batuk sejak 3 bulan yanglalu, dahak positif kental dan sulit untuk dikeluarkan. Dahak berwarna putih kekuningan. Pasien mengeluh nyeri pada perut bagian atas sejak tiga hari sebelum MRS. Nyeri dirasa seperti menusuk. Riwayat demam tidak ada, keringat malam tidak ada. Nafsu makan menurun. Saat pengkajian, pasien mengeluh badan masih terasa lemas, nafas sedikit sesak.. 3)
Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya Keluarga pasien mengatakan, pasien sempat dibawa berobat ke dokter suasta, tapi keluhan tidak berkurang..
b.
Status Kesehatan Masa Lalu 1)
Penyakit Yang Pernah Dialami Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengalami penyakit tertentu sebelumnya.
2)
Alergi: Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan
ataupun makanan. c.
Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti
yang dialami pasien sekarang dan ada riwayat penyakit hipertensi di keluarga. d.
Diagnosa Medis dan Therapy
Diagnosa Medis : ADHF st B, susp. HHD/FC IV HT St. II. Therapy : a. O2 2-4 lt/mt b. IVFD NS 8tts/mt c. Furosemid 40-0-0 d. Spironolakton 100-0-0 Acut Decompensated Heart Failure
6
e. ISDN 3x5mg f.
Captopril 2x25mg
g. Digoksin 1×0,25 h. As. Folat 2x2gr i.
CaCo3 3×1
j.
Antacid 3xcth 1
3. Data Bio, Psiko, Sosial, Spiritual a.
Data Biologis 1)
Bernapas
Pasien mengatakan masih merasa sesak, baik menarik ataupun menghembuskan napas. Batuk sudah berkurang tetapi lebih sering dimalam hari. 2)
Makan dan Minum
Pasien mengatakan tidak bisa menghabiskan makanan yang diberikan di rumah sakit oleh karena merasa sesak, pasien mengatakan minum ± 1000 cc/hari. 3)
Eliminasi
Saat pengkajian pasien mengatakan belum BAB dari kemarin, pasien biasa BAB 1 kali sehari. Produksi urine 100cc/3jam, urin agak pekat. 4)
Tidur dan Istirahat
Saat pengkajian pasien mengatakan sulit tidur oleh karena masih merasa sesak.pasien mengatakan kadang berkeringat pada malam hari, pasien mengatakan sebelum sakit biasa tidur ± 8 jam/hari. 5)
Gerak dan Aktivitas
Pasien mengatakan badannya masih terasa lemas dan cepat lelah. pasien mengatakan merasa dada berdebar bila terlalu banyak bergerak dan merasa pusing. 6)
Kebersihan Diri
Saat pengkajian pasien tampak bersih, pasien mandi di TT dibantu oleh keluarga dan perawat 7)
Pengaturan Suhu Tubuh
Saat pengkajian pasien tidak mengalami panas badan. Pasien mengatakan nyaman dengan suhu lingkungan dikamarnya. b.
Data Psikologis 1)
Rasa Nyaman Pasien mengatakan merasa agak lemas, kesemutan pada kaki dan pusing.
2)
Rasa Aman
Pasien mengatakan mengetahui dirinya menderita sakit jantung. Pasien khawatir dengan kondisinya sekarang oleh karena takut penyakitnya semakin bertambah berat c.
Data Sosial
Hubungan antar keluarga baik, komunikasi dengan perawat baik dan lancar. Pasien kooperatif saat menjawab pertanyaan yang diberikan perawat. Acut Decompensated Heart Failure
7
d.
Data Spiritual
Pasien beragama Hindu, saat pengkajian pasien mengatakan hanya berdoa di tempat tidur, pasien berdoa agar cepat sembuh dan bisa cepat pulang serta yakin akan dibantu oleh tuhan. e.
Pengetahuan
Pasien mengatakan sudah mengetahui dan sudah mendapat penjelasan mengenai penyakitnya dan pasien berharap bisa cepat sembuh. 4. Pemeriksaan Fisik a.
Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran : compos mentis. Bangun tubuh kurus, gerak motorik aktif terkoordinasi, turgor kulit baik, kulit lembab. GCS : E = 4, V = 5, M = 6 b.
Ukuran-Ukuran
BB sebelum dan sesudah sakit = 50 kg c.
Tanda-Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
Temp: 36 oC
RR : 26 x/mnt
Nadi : 90 x/mnt
d. 1)
Keadaan Fisik Kepala dan Leher
Bentuk kepala simetris, nyeri tekan tidak ada, distribusi rambut merata, kebersihan kepala cukup. Vena jugularis tampak menonjol. 2). Dada: Bentuk simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada ada, ronchi (+),suara jantung S 1S2iregular. 3)
Payudara dan Ketiak
Nyeri tekan tidak ada. 4) Abdomen: Hepar tidak teraba, peristaaltik positif. 5)
Genetalia
Tidak ada kelainan. 6)
Integumen
Warna kulit sawo matang, kebersihan cukup. 7)
Ekstremitas
Atas: Pergerakan tangan kiri & kanan terkoordinasi, bengkak tidak ada, terpasang IVFD NS 8 tts/menit pada tangan kiri, lembab. Bawah: Pergerakan normal terkoordinasi, lembab 8)
Pemeriksaan neurologis a) Status mental dan emosi: pasien tidak mengalami disorientasi orang, tempat dan waktu. Emosi pasien stabil b) Fungsi psikomotorik: pasien tidak mengalami kelemahan pada ekstrimitas atas dan bawah Acut Decompensated Heart Failure
8
c) Psiko sensori: pengelihatan normal, reflek pupil positif isokhor. d) Pemeriksaan Penunjang 1. Data Laboratorium DL (tgl 13 juli 2009)
AGD ( 13 juli 2009)
WBC 8,52
RBC 3,64
PH
HGB 11,2
HCT
PO2 185
HCO3- 24,6
MCV 95,8
MCH 30,7
HCO3 Std 25,2
BE
PLT
34,9
330
7,42
PCO2
38
0,2
SO2 100%
KIMIA (22juli 2009) BUN 5,80 Na
Ureum 140,81
137,40 Ka 5,30
Creat 2,82 2. Data hasil thorak P-A : Kesan kardio megali +edema paru. 3. Hasil EKG : Irama AF, respon 100x/mt, axis normal, episode flutter di V1-V3 Kesan susp. LVH
2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri Akut b.d. iskemi jaringan b. Penurunan kardiak output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokar c. Risiko kambuh berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai perawatan gagal jantung. d. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. e. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan f.
Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing.
g. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis.
Acut Decompensated Heart Failure
9
2.3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1. Kelebihan Volume Cairan Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Kelebihan Volume Cairan
Intervensi
NOC :
NIC :
Electrolit and acid base
Berhubungan dengan : -
Mekanisme pengaturan melemah
-
Asupan cairan berlebihan
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
balance
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
Fluid balance
c. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
Hydration
DO/DS : -
Tujuan dan Kriteria Hasil
Berat badan meningkat pada waktu Setelah
osmolalitas urin )
dilakukan
tindakan
d. Monitor vital sign
yang singkat
keperawatan selama …. Kelebihan
-
Asupan berlebihan dibanding output
volume cairan teratasi dengan
-
Distensi vena jugularis
kriteria:
f.
-
Perubahan
Terbebas dari edema, efusi,
g. Monitor masukan makanan / cairan
pada
pola
nafas,
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion
distensi vena leher, asites)
anaskara Bunyi nafas bersih, tidak ada Terbebas dari distensi vena
Oliguria, azotemia
-
Perubahan status mental, kegelisahan,
i.
Berikan diuretik sesuai interuksi
j.
Kolaborasi pemberian obat:
k. Monitor berat badan
jugularis, Memelihara
Kaji lokasi dan luas edema
h. Monitor status nutrisi
dyspneu/ortopneu
-
kecemasan
e. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema,
l. tekanan
vena
m. Monitor tanda dan gejala dari odema
sentral, tekanan kapiler paru, Acut Decompensated Heart Failure
Monitor elektrolit
10
output jantung dan vital sign DBN Terbebas
dari
kelelahan,
kecemasan atau bingung
Acut Decompensated Heart Failure
11
Diagnosa
Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Intoleransi aktivitas
NOC :
NIC :
Berhubungan dengan :
Self Care : ADLs
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Toleransi aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
imobilisasi
Konservasi eneergi
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Kelemahan menyeluruh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Ketidakseimbangan
selama …. Pasien bertoleransi terhadap Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
antara
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
Tirah
Baring
suplei
atau
oksigen
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
dengan kebutuhan Gaya
hidup
yang
terapi yang tepat.
Mampu melakukan aktivitas sehari hari Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
DS: Melaporkan secara verbal adanya
kelelahan
atau
Adanya
dyspneu
ketidaknyamanan beraktivitas. DO :
(ADLs) secara mandiri
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
Keseimbangan aktivitas dan istirahat
psikologi dan sosial Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
kelemahan.
tanpa disertai peningkatan tekanan Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran darah, nadi dan RR
dipertahankan.
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
aktivitas yang diinginkan
atau saat
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Acut Decompensated Heart Failure
12
Respon
abnormal
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
dari
tekanan darah atau nadi
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
terhadap aktifitas
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Perubahan ECG : aritmia, iskemia
2.
Intoleransi Aktivitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Penurunan gangguan
curah irama
jantung
jantung,
b/d NOC :
stroke
NIC :
Cardiac Pump effectiveness
Evaluasi adanya nyeri dada
Circulation Status
Catat adanya disritmia jantung
Vital Sign Status
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
Tissue perfusion: perifer
Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
volume, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung.
Intervensi
Monitor balance cairan
DO/DS:
Setelah
- Aritmia, takikardia, bradikardia
selama………penurunan kardiak output
Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
- Palpitasi, oedem
klien teratasi dengan kriteria hasil:
Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
dilakukan
asuhan
Monitor toleransi aktivitas pasien
- Kelelahan Acut Decompensated Heart Failure
13
- Peningkatan/penurunan JVP - Distensi vena jugularis - Kulit dingin dan lembab - Penurunan denyut nadi perifer - Oliguria, kaplari refill lambat - Nafas pendek/ sesak nafas
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu Anjurkan untuk menurunkan stress Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Perubahan warna kulit
Tidak ada penurunan kesadaran
Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
- Batuk, bunyi jantung S3/S4
AGD dalam batas normal
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Kecemasan
Tidak ada distensi vena leher
Monitor pola pernapasan abnormal
Warna kulit normal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen Sediakan informasi untuk mengurangi stress Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer Minimalkan stress lingkungan
Acut Decompensated Heart Failure
14
DIURETIK Diuretik adalah sekelompok zat atau obat yang meningkatkan jumlah urin (diuresis) dengan jalan menghambat reabsorpsi air dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal. Dengan demikian bermanfaat untuk menghilangkan udema dan mengurangi free load (pengisian ventrikel). Kegunaan diuretik terbanyak adalah untuk antihipertensi dan gagal jantung. Efek salah satu obat dari diuretik adalah vasodilator yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah. Kemudian karena tekanan darah juga dipengaruhi oleh diameter pembuluh darah, maka efek diuretik yang vasodilator sangat membantu pada pengobatan hipertensi. Pada gagal jantung, diuretik aan mengurangi atau bahkan menghilangkan cairan yang terakumulasi di jaringan dan paru-paru. Di samping itu, berkurangnya volume darah akan mengurangi kerja jantung. Adapun penggolongan obat dan mekanisme kerja diuretik adalah golongan tiazid yang mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi air, natrium, kalium, klorida pada tubulus distal ginjal. Dengan terhambatnya reabsorpsi air dan mineral, berarti terjadi peningkatan ekskresi air dan zat-zat tertentu. Golongan diuretik kuat (loop diuretic / high ceiling) dimana golonga ini bekerja cepat dan kuat dalam meningkatkan ekskresi cairan oleh karena itu, sering digunakan dalam keadaan emergensi. Obat ini bekerja sebagaimana tiazid namun pada ansa henle tubulus sehingga lebih poten, tetapi potensi sebagai antihipertensi kurang, karena tidak berefek sebagai vasodilator. Golongan diuretik hemat kalium mekanisme kerjanya adalah pada tubulus distal ginjal menghambat reabsorpsi ion Na+-K+-ATPase yang dikontrol oleh hormone mineralkortikoid dan aldosteron yang mengakibatkan ion Na+ ditahan dan kalium diekskresi. Dengan diganggunya pompa tersebut menyebabkan K+ direabsorpsi dan Na+ diekskresi. Golongan obat penghambat Anhidrase karbonik, pemberian penghambat Anhidrase karbonik akan mengurangi jumlah cairan disertai penurunan tekanan intraokuler, sehingga obat ini berguna untuk pengobatan glaukoma. Obat-obat diuretik berhubungan dengan osmosis. Hal ini karena osmosis sendiri adalah osmosis adalah sebuah fenomena alam dalm sel hidup di mana molekul “solvent” (biasanya air) akan mengalir dari daerah “solute” rendah ke daerah “solute” tinggi melalui sebuah membran “semipermeable”. Dalam hal ini osmosis terjadi pada elektrolit yang berada dalam tubuh yang berhubungan dengan diuresis seperti natrium, kalium dan klorida. Kemudian tekanan osmosis dipengaruhi oleh konsentrasi dari setiap elektlorit yang berada dalam tubuh. Obat-obat diuretika selain dapat digunakan untuk diuresis dapat juga digunakan dalam mengobati hipertensi. Sehingga obat diuretika dapat dikombinasikan dengan obat antihipertensi. Hal ini disebabkan diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraselular. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Kemudian penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretic belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretic dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang.
Acut Decompensated Heart Failure
15
DAFTAR PUSTAKA Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in the Management of acute decompensated heart failure. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting; 2006 [diakses: 2015 Mei 30]. Available.fromwww.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf. Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure. Journal of Cardiac Failure [serial on the internet]. 2010 Jun [diakses 2015 Mei 31]; 16 (6): [about 23 p]. Available from http://www.heartfailureguideline.org/assets/document/2010_heart_failure_guideline_sec_12 .pdf. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure [serial
on
the
internet].
2008
Aug
[diakses
2015
Mei
30].
Available
fromhttp://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page= 1&view=FitH. Mc.Bride BF, White M. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology. 5Journal of Medicine [serial on
the
internet].
2010
[diakes
2015
Mei
300].
Available
fromhttp://www.medscape.com/viewarticle/459179_3 Hanafiah, A. 2006. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Hollander JE. Current Diagnosis of Patients With Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2001 [diakes 2015 Mei 30]. Available from www.emcreg.org. Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [diakes 2015 Mei 30]. Available fromhttp://www.fac.org.ar/tcvc/llave/c038/bourge.PDF Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of Pennsylvania; 2004 [diakses 2015 Mei 30]. Available from www.emcreg.org. Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6. 2005. EGC. Jakarta.
Acut Decompensated Heart Failure
16