STEP 1
Antigen : benda asing yang masuk kedala tubuh yang menimbulkan reaksi imunologi (virus, jamur, zat kimia) Innate : respon imun yang ada di dalam tubuh, merupakan sistem pertahanan umum, pertahanan tubuh lapisan pertama Adaptive : respon imun yang lebih spesifik terhadap hal baru, sistem pertahanan tubuh kedua ketika terjadi infeksi penyakit
STEP 3 1. Apa saja macam-macam Antigen? Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa berupa olisakarida atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM > 10.000. Antigen bertindak sebagai benda asing atau nonself oleh seekor ternak dan akan merangsang timbulnya antibodi. Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja yang ccocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya. Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di organ timus. Sistim kebal atau imun terdiri dari dua macam, yaitu sistim kebal humoral dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal humoral. Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah menjadi sel plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang terbentuk di lepas ke darahsebagai bagian dari fraksi γ- globulin. Antibodi humoral ini memerangi bakteri dan virus
di dalam darah. Sistem humoral merupakan sekelompok protein yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig) atau antibodi (Ab). Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila ada antigen di dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T akan berubah menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam antibodi), namun tidak dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung bereaksi dengan antigen di jaringan. Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon yang diperantarai sel”. http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_4._baru.pdf
2. Bagaimana Antigen dapat dikenali sistem Imun? Antigen-presenting Cel (APC) atau sel aksesori adalah sel asing yang menampilkan antigen kompleks dengan major histocompatibility complex (MHC) pada permukaannya. T-sel dapat mengenali kompleks mereka menggunakan T-sel reseptor (TCRs). Sel ini memproses antigen dan menyajikan untuk T-sel. Fungsi utama sel sebagai sel penampil antigen (antigen-presenting cell) terdapat pada sifat fagositik yang mengikat antigen yang terlepas dari mekanisme pertahanan awal dan menampilkan fragmen protein dari antigen tersebut pada kompleks MHC bagi sel T dan sel B. Antigen yang diikat oleh sel dendritik akan ditelan ke dalam sitosol dan dipotong menjadi peptida untuk kemudian diekspresikan menuju ke permukaan sel sebagai antigen MHC. Antigen protein dari mikroba yang memasuki tubuh akan ditangkap oleh APC, kemudian terkumpul di organ limfoid perifer dan dimulailah respons imun . Mikroba masuk ke dalam tubuh terutama melalui kulit, saluran gastrointestinal, dan saluran napas. Epitel merupakan pertahanan fisik terhadap infeksi. Epitel mengandung sekumpulan APC yang tergolong dalam sel dendrit. Di kulit, sel dendrit epidermal disebut sebagai sel Langerhans. Sel dendrit di epitel ini masih imatur karena tidak efisien untuk menstimulasi sel T. Antigen mikroba yang memasuki epitel akan ditangkap oleh sel dendrit dengan cara fagositosis (untuk antigen partikel) atau pinositosis (untuk antigen terlarut). Sel dendrit memiliki reseptor untuk berikatan dengan mikroba. Reseptor tersebut mengenali residu manosa terminal (terminal mannose residue) yang terdapat pada glikoprotein mikroba namun tidak ada pada glikoprotein mamalia. Ketika makrofag dan sel epitel bertemu dengan mikroba, sel tersebut mengeluarkan sitokin tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1). Sitokin tersebut bekerja pada sel dendrit yang telah menangkap antigen dan menyebabkan sel dendrit terlepas dari epitel. Sel dendrit mempunyai reseptor terhadap kemokin yang diproduksi di kelenjar getah bening yang penuh dengan sel T. Kemokin tersebut akan mengarahkan sel dendrit untuk masuk ke pembuluh limfe dan menuju ke kelenjar getah bening regional. Selama proses migrasi, sel dendrit bermaturasi dari sel yang berfungsi menangkap antigen menjadi APC yang dapat menstimulasi
limfosit T. Bentuk dari maturasi ini yaitu molekul MHC dan ko-stimulatornya disintesis dan diekspresikan di permukaan APC. Jika suatu mikroba berhasil menembus epitel dan memasuki jaringan ikat/parenkim, mikroba tersebut akan ditangkap oleh sel dendrit imatur dan dibawa ke kelenjar getah bening. Antigen terlarut di saluran limfe diambil oleh sel dendrit yang berada di kelenjar getah bening, sedangkan antigen di dalam darah diambil oleh sel dendrit yang berada di limpa. Antigen protein dari mikroba yang masuk ke dalam tubuh akan dikumpulkan di kelenjar getah bening sehingga dapat bertemu dengan limfosit T. Sel T naif bersirkulasi terus-menerus dan melewati kelenjar getah bening paling tidak satu kali sehari. Proses pertemuan APC dan sel T naif di kelenjar getah bening sangat efisien. Jika suatu antigen mikroba masuk ke dalam tubuh, respons sel T terhadap antigen ini akan dimulai di kelenjar getah bening regional dalam 12-18 jam. Berbagai jenis APC mempunyai fungsi yang berbeda dalam respons imun tergantung sel T (T celldependent immune response). Interdigitating dendritic cells merupakan APC yang paling poten dalam mengaktivasi limfosit T naif. Sel dendrit tidak hanya menyebabkan dimulainya respons sel T namun juga mempengaruhi sifat respons tersebut. Misalnya, terdapat beberapa jenis sel dendrit yang dapat mengarahkan diferensiasi sel T CD4 naif menjadi suatu populasi yang berfungsi melawan suatu jenis mikroba. Sel APC yang lain yaitu makrofag yang tersebar di semua jaringan. Pada respons imun selular, makrofag memfagosit mikroba dan mempresentasikannya ke sel T efektor, yang kemudian mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikroba. Limfosit B yang teraktivasi akan mencerna antigen protein dan mempresentasikannya ke sel T helper; proses ini berperan penting dalam perkembangan respons imun humoral. Selain itu, semua sel yang berinti dapat mempresentasikan antigen dari mikroba di dalam sitoplasma kepada sel T sitotoksik. Sel APC berperan penting dalam memulai respons sel T CD8 terhadap antigen mikroba intraselular. Sebagian mikroba (misalnya virus) dapat menginfeksi sel pejamu dengan cepat dan hanya dapat diatasi dengan cara penghancuran sel tersebut oleh sel T sitotoksik. Virus dapat menginfeksi semua jenis sel pejamu (tidak hanya APC saja), dan sel-sel ini tidak dapat memproduksi sinyal yang diperlukan untuk mengaktivasi sel T. Mekanisme yang terjadi pada keadaan ini adalah sel APC memakan sel yang terinfeksi dan mempresentasikan antigen ke limfosit T CD8. Hal ini disebut sebagai cross-presentation, artinya suatu jenis sel (yaitu APC) mempresentasikan antigen dari sel lain (yaitu sel yang terinfeksi) kemudian mengaktivasi limfosit T naif sehingga menjadi spesifik untuk antigen tersebut. Sel APC yang memakan sel terinfeksi juga dapat mempresentasikan antigen ke limfosit T CD4.
3. Apa Definisi, fungsi, dan Klasifikasi Sistem Imun?
O Kemampuannya untuk mengenali benda-benda asing seperti bakteri, virus, parasit, jamur, sel kanker, dll. Fungsi ini sangat penting, karena harus bisa membedakan mana kawan ( bakteri yang menguntungkan dan sel tubuh yang baik ) mana lawan ( virus, bakteri jahat, jamur, parasit, radikal bebas dan sel-sel yang bermutasi yang bisa menjadi tumor/kanker ) dan mana yang orang biasa ( alergen, pemicu alergi ) yang harus dibiarkan lewat. O Bisa bertindak secara khusus untuk menghadapi serangan benda asing itu O Sistem Imun mengingat penyerang-penyerang asing itu ( rupa & rumus kimiawi antibodi yang digunakan untuk mengalahkan mereka yang disimpan didalam Transfer Factor tubuh ) sehingga bisa dengan cepat menolak serangan ulang di masa depan. O Menghilangkan jaringan atau sel yng mati atau rusak untuk perbaikan jaringan. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula Oleh Ethel Slonane
Sumber : Karnen Garna Baratawidjaja. Imunologi Dasar Edisi ke 10. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta
Sistem Imun Non-Spesifik / Innate / Non-Adaptif Sistem imun non-spesifik adalah sistem imun yang melawan penyakit dengan cara yang sama kepada semua jenis penyakit. Sistem imun ini tidak membeda-bedakan responnya kepada setiap jenis
penyakit, oleh karena itu disebut non-spesifik. Sistem imun ini bekerja dengan cepat dan selalu siap jika tubuh di datangkan suatu penyakit. Sistem imun non-spesifik punya 4 jenis pertahanan :
a. Pertahanan Fisik / Mekanis Pertahanan fisik dapat berupa kulit, lapisan mukosa / lendir, silia atau rambut pada saluran nafas, mekanisme batuk dan bersin. Pertahanan fisik ini umumnya melindungi tubuh dari penyakit yang berasal dari lingkungan atau luar tubuh kita. Pertahanan ini merupakan pelindung pertama pada tubuh kita.
b. Pertahanan Biokimia Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang akan menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik. Pertahanan ini dapat berupa pH asam yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung yang diproduksi oleh lambung, air susu, dan saliva.
c. Pertahanan Humoral Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang larut unutk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul yang berada di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul larut yang bekerja pada pertahanan ini adalah Interferon (IFN), Defensin, Kateisidin, dan Sistem Komplemen.
d. Pertahanan Selular Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Sel-sel tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di jaringan. Neutrofil, Basofil, Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem imun non-spesifik yang biasa ditemukan pada sirkulasi darah. Sedangkan sel yang biasa ditemukan pada jaringan adalah sel Mast, Makrofag dan sel NK.
Sistem Imun Spesifik / Adaptif Sistem Imun Spesifik adalah sistem imun yang membutuhkan pajanan atau bisa disebut harus mengenal dahulu jenis mikroba yang akan ditangani. Sistem imun ini bekerja secara spesifik karena respon terhadap setiap jenis mikroba berbeda. Karena membutuhkan pajanan, sistem imun ini membutuhkan waktu yang agak lama untuk menimbulkan respon. Namun jika sistem imun ini sudah terpajan oleh suatu mikroba atau penyakit, maka perlindungan yang diberikan dapat bertahan lama karena sistem imun ini mempunyai memory terhadap pajanan yang didapat. Sistem imun ini dibagi menjadi 2 :
a. Sistem Imun Spesifik Humoral Yang paling berperan pada sistem imun spesifik humoral ini ada Sel B atau Limfosit B. Sel B ini berasal dari sumsum tulang dan akan menghasilkan sel Plasma lalu menghasilkan Antibodi. Antibodi inilah yang akan melindungi tubuh kita dari infeksi ekstraselular, virus dan bakteri, serta menetralkan toksinnya.
b. Sistem Imun Spesifik Selular Pada sistem imun ini, sel T atau Limfosit T yang paling berperan. Sel ini juga berasal dari sumsum tulang, namun dimatangkan di Timus. Fungsi umum sistem imun ini adalah melawan bakteri yang
hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan tumor. Sel T nantinya akan menghasilkan berbagai macam sel, yaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+, dan Ts (Th3).
Diantara aktivitas terpadu antara kedua sistem yang paling penting adalah: a. Repon imun bawaan/non spesifik terhadap mikroba merangsang/menginduksi dan mempengaruhi sifat respon sistem imun didapat. b. Sistem imun didapat menggunakan bernagai mekanisme efektor sistem imun bawaan untuk menyingkirkan mikroba dan seringkali ia meningkatkan fingsi sistem imun bawaan. Sumber : Siti Boedina Kresno. 2013. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. FK UI: Jakarta J.H.L Playfair & B.M. Chain. 2009. At a Glance Imunologi. Erlangga : Jakarta
4. Jelaskan komponen dan tahapan Sistem Pertahanan tubuh!
5. Bagaimana cara kerja Sistem Imun yang non-spesifik? 1 Sistem Imun Non-Spesifik (Innate Immunity) Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sistem tersebut disebut non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. (Bratawidjaja dan Rengganis, 2009). Sebagai elemen pertama dari sistem imun untuk menemukan agen penyerang, respon imun non-spesifik diaktifkan lebih cepat daripada respon imun spesifik namun dengan durasi yang lebih singkat (Delves and Ivan, 2000). Komponen-kompenen sistem imun non-spesifik terdiri atas: a. Pertahanan fisik/mekanik b. Pertahanan biokimiawi c. Pertahanan humoral
d. Pertahanan selular (Baratawidjaya dan Rengganis, 2009) 2.1.1 Pertahanan fisik/mekanik Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2010), mekanisme imunitas non-spesifik terhadap bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa: 1. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit nutrient, sehingga kolonisasi kolonisasi oleh mikroorganisme patogen sulit terjadi. 2. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat. 3. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim yang menghancurkan dinding sel bakteri. 4. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring. 5. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran napas. 6. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida antimikrobial yang dapat memusnahkan mikroba pathogen. 7. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke jaringan dibawahnya dapat simusnahkan dengan bantuan komplemen dan dicerna oleh fagosit.
Gambar 2. Mekanisme pertahanan oleh sel epitel (Abbas et al., 2000 dalam Engelhardt, 2009).
2.1.2 Pertahanan Biokimiawi Pertahanan biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap berbagai kuman postif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu
juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhafap E.koli dan stafilokokus (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
2.1.3 Pertahanan Humoral 2.1.3.1 Komplemen Sistem komplemen tersusun lebih dari 20 protein plasma. Sistem ini mempunyai fungsi antimikroba non-spesifik dan merupakan sistem aplikasi yang efektif untuk memperkuat mekanisme pertahanan non-spesifik dan spesifik (Wahab dan Julia, 2002). Berbagai bahan seperti antigen dan kompleks imun dapat mengaktivsi komplemen sehingga menghasilkan berbagai mediator yang mempunyai sifat biologi yang aktif, yang menyebabkan lisis bakteri atau sel, memproduksi mediator pro-inflamasi yang dapat memperkuat proses dan solubilisasi kompleks antigen-antibodi. Komplemen memiliki 3 jalur, yaitu jalur klasik, alternatif dan membrane attack pathway. (Darwin, 2005).
Gambar 3. Jalur aktivasi kompleme n (Abbas et al., 2000 dalam Engelhardt , 2009).
2.1.3.2 Interferon
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunya sifat antivirus dan dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di samping itu,IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). 2.1.3.3 C-Reactive Protein CRP merupakan salah satu protein fase akut, termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas non-spesifik. CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang membentuk kompleks dam mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran CRP berguna untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada imunitas non-spesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur dan dapat mengaktifkan komplemen (jalur klasik). CRP juga mengikat protein C dari pneumokok dan berupa opsonin. Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkam viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan meningkat. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukan infeksi yang persisten (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009).
2.1.4 Pertahanan Seluler 2.1.4.1 Fagosit Sel utama yang berperan dalam pertahanan nons-pesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya mempresentasikannya kepada sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji atau APC. Kedua sel tersebut berasal dari sel asal hemopoietik. Granulosit hidup pendek, mengandung granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan pula laktoferin yang bersifat bakterisidal (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009)
Gambar 4. Proses fagositosis dalam berbagai tahap (Baratawidjaja dan Rangganis, 2009).
2.1.4.2 Makrofag
Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding neutrofil. Monosit bermigrasi ke jaringan dan di sana berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen. Sel kuppfer adalah makrofag dalam hati, histiosit dalam jaringan ikat, makrofag alveolar di paru, sel glia di otak, dan sel langerhans di kulit. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik (Mardjono dan Shidarta, 2006). 2.1.4.3 Sel NK (Natural Killer) Jumlah sel NK sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari limfosit dalam jaringan. Sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologis sel NK merupakan limfosit dengan granul besar. Ciri-cirinya yaitu memiliki banyak sekali sitoplasma (limfosit T dan B hanya sedikit), granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan nukleus eksentris (Baratawidjaja dan Rengganis, 2009). Pertemuan antara hospes dengan benda asing menimbulkan respon elemen fagosit ke daerah tempat benda asing tersebut masuk. Hal ini dapat terjadi sebagai bagian dari respon inflamatoris. 1. Inflamasi Setelah ancaman injuri jaringan, terjadi perluasan seluler dan sistematik, dimana hospes mencaba unutuk menormalkan dan memelihara homeostatis dari lingkungan yang merugikan. Bersamaan dengan respon inflamatoris timbul demam dan beberapa fenomena
beberapa kejadian sistematik yang melibatkan
hematologik. Respon demam ini diduga menggambarkan
peningkatan aktifitas metabolik setelah injuri. Mekanisme terjadinya demam diduga akibat lepasnya pirogen endogen dari leukosit hospes. Kenaikan angka leukosit pada saat infeksi bakteri atau ada injuri jaringan. 2. Fagositosis Sekali begerak sel-sel fagositosis melakukan serangan pada sasarannya dengan proses yang disebut fagositosis yaitu suatu upaya multiphase yang
memerlukan langkah-langkah sebagai
berikut: pengenalan (recognition) dari benda yang akan dicerna, gerakan ke arah obyek (kemotaksis), perlekatan, penelanan (ingestion) intraseluler oleh mekanisme mikroba-mikroba. Banyak
mikroorganisme menghasilkan faktor kemotaksis yang menarik sel-sel
fagositosit.
Kerusakan dalam kemotaksis mungkin menyebabkan kerentangan yang luar biasa terhadap infeksi tertentu (Wahab dan Julia, 2002).
6. Bagaimana pemprosesan dan presentasi antigen dari Sistem Imun non-spesifik ke sistem imun spesifik? 7. Bagaimana cara kerja sisem imun yang spesifik? 2 Sistem Imun Spesifik (Aquired Immunity) Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitifitatasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antara makrofag dengan sel T (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Sistem pertahanan spesifik terutama tergantung pada sel-sel limfoid. Ada dua populasi utama sel limfoid, yaitu sel T dan sel B. Rasio sel T terhadap sel B sekitar 3 : 1. Limfosit berkembang pada organ limfoid primer, sel T berkembang di timus, sedangkan sel B di hepar janin atau di sumsum tulang. Kedua jenis sel tersebut kemudian akan bermigrasi ke jaringan limfoid sekunder, tempatnya merespon antigen (Wahab dan Julia, 2002). Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler. Pada imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada imunitas seluler, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
2.2.1 Sistem Imun Spesifik Humoral Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten. Pada unggas sel asal tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel B di dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang terletak dekat kloaka. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, maka sel tersebut akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk zat antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini ialah untuk pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri (ekstraselular), dan dapat menetralkan toksinnya. Sel B merupakan asal dari sel plasma yang membentuk imunoglobulin (Ig) yang terdiri atas IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD. IgD berfungsi sebagai opsonin, dapat mengaglutinasikan kuman/virus, menetralisir toksin dan virus, mengaktifkan komplemen (jalur klasik) dan berperanan pada Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC). ADCC tidak hanya merusak sel tunggal tetapi juga mikroorganisme multiselular seperti telur skistosoma, kanker, penolakan transplan, sedang ADCC melalui neutrofil dan eosinofil berperan pada imunitas parasit. IgM dibentuk terdahulu pada respons imun primer sehingga kadar IgM yang tinggi menunjukkan adanya infeksi dini.
IgM merupakan aglutinator antigen serta aktivator komplemen (jalur klasik) yang poten. IgA ditemukan sedikit dalam sekresi saluran napas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu dalam bentuk IgA sekretori (sIgA). IgA dan sIgA dapat menetralisir toksin, virus, mengaglutinasikan kuman dan mengaktifkan komplemen (jalur alternatif). IgE berperanan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Peranan IgD belum banyak diketahui
dan diduga mempunyai
efek antibodi
pada alergi makanan dan autoantigen
(Baratawidjaja, 1993). Sel B mengenali epitop pada permukaan antigen dengan menggunakan molekul antibodi. Jika dirangsang melalui kontak langsung, sel B berproliferasi, dan klon yang dihasilkan dapat mengeluarkan antibodi yang spesifisitas adalah sama dengan reseptor permukaan sel yang mengikat epitop tersebut. Tanggapan biasanya melibatkan klon yang berbeda dari limfosit dan oleh karena itu disebut sebagai poliklonal. Untuk setiap epitop terdapat beberapa klon limfosit yang berbeda dengan berbagai sel B reseptor, yang masing-masing mengenali epitop dengan cara yang sedikit berbeda dan dengan kekuatan mengikat yang berbeda pula (afinitas) (Delves and Ivan, 2000).
Gambar 5. Pengenalan epitop pada sel B (Delves and Ivan, 2000).
8. Apa saja macam-macam antibodi?
9. Apa saja faktor yang menyebabkan Sistem Imun terganggu? 10. Apakah itu reaksi inflamasi? Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan gangguan oleh faktor eksternal.23 Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah radang yang berlansung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular, eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan makrofag). Respon peradangan meliputi suatu suatu perangkat kompleks yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular
Komponen respon radang akut dan kronik; sel dan protein dalam sirkulasi, sel dinding pembuluh darah dan sel serta elemen matriks ekstraseluler. 7
11. Bagaimanakah Respon Imun terhadap adanya inflamasi?