Senjata Makan Tuan Terdengar bunyi langkah larian kecil anak SD dari kamar Syiasha. Ya, mereka adalah kakakberadik yang tak lain sepupunya Syiasha sendiri. “Ih, Ya Allah berisik banget deh,” batin Syiasha. Keasyikan mereka bermain-main yang membuat Syiasha gerah dengan berisiknya suara mereka itu membuat Syiasha melontarkan kekesalannya, “Jangan berisik dong.” “Kenapa kak ?” Hammam bertanya sambil tertawa cekikan bersama adiknya. “Jangan berisik,” jawab Syiasha dengan nada lebih keras dari kamarnya. Tak lama setelah itu, sambil mengerjakan prmya Syiasha kembali berteriak, “jangan mainan pintu.” Teguran dari Syiasha seperti tidak didengarkan oleh sepupu-sepupunya itu. Mereka hanya asyik berlari-lari dan bersembunyi sambil membuka-tutup pintu kamarnya. Beberapa menit kemudian, terdengar suara tangisan dan
jeritan yang berasal dari pintu kamar Hammam dan Hanif. “Ka, Hanif kekunci dikamar,” suara panic Hammam yang tertuju kepada Syiasha. Syiasha segera berjalan ke arah kamar Hanif. Dengan suara kencangnya Syiasha menyuruh Hanif membuka pintu sembari mengetuk-ngetuk pintu. Namun, pintunya tidak bias terbuka meskipun Hanif sudah mencoba memutar-mutar kuncinya. Mungkin pintunya tidak bias terbuka karena ia tak kuat, memutarnya, dicampur lagi dengan kepanikannya itu. “Mangkanya, udah kaka bilang jangan mainan pintu. Salah sendiri mainan pintu,” Syiasha hanya memarahinya karena itu resiko yang harus sepupunya tanggung. “Kaka bukain……,” teriak jeritan tangisan kepanikan Hanif yang kala itu sedang menendang-nendang lantai. “Salah Hanif, udah dibilangin jangan mainin pintu. Gak didengerin sih.”
“Hammam panggil kiki.” Setelah kembali memarahinya, Syiasha menyuruh Hammam untuk mengambil kakeknya. Ketika Hammam memanggil kakeknya, pintu kamarpun akhirnya terbuka dan Hanif segera ke bawah karena dipanggil oleh kakeknya.