Semakin merdeka melanggar aturan dan etika Disebutkan sudah 64 tahun kita merdeka. Mestinya, kita semakin santun dan semakin beradab. Karena, tidak lagi menjadi bangsa terjajah. Karena, bukan lagi diperlakukan sebagai budak belian. Tetapi apa yang terjadi? Di jalan kita melihat wajah-wajah beringas dengan mobil atau motornya. Di kantor kita menemukan wajah-wajah acuh dalam melayani tani. Sebaliknya, semakin banyak wajah yang tunduk taat penuh kepuraan di hadapan pimpinan. Di pasar dan di toko sama saja. Di sebuah toko, pada suatu waktu saya melihat-lihat sebuah barang. Belum ditanyakan berapa harga, si penjaga sudah mendahului bahwa itu barang mahal. Di peremapatan jalan yang berlampu lalu lintas. Di sekitar waktu lampu merah baru saja menyala sangat bahaya. Jika berhenti akan tertabrak dari belakang. Jika terus akan ’disambar’ dari sampir kiri. Walau pun di situ berdiri kaku seorang polisi lalu lintas. Di sekolah sama saja. Minggu ini, di FKIP ada pelatihan guru untuk memperoleh sertifikat. Ketika kita lewat diselasar. Tidak akan banyak ditemukan senyuman kasih kepada orang lain, apa lagi yang belum dikenal. Di tempat ibadah sama saja. Selesai ibadah, dengan cepat pergi ke kendaraan masingmasing langsung cabut, tancap gas. Wajah yang penuh kasih sayang sudah menjadi langka. Di cafe pinggir jalan, di terminal, di alun Kapuas sama juga. Semua sibuk dengan HP masing-masing. Tak terkecuali yang sedang mengendarai baik motor maupun mabil. Keselamat orang lain tidak dihiraukan lagi. Di tempat penerimaan BLT setali tiga uang. Orang berebut dulu. Yang kuat yang menang menjadi pemandangan yang biasa. Termasuk di ruang sidang Dewan yang terhormat. Mereka yang bersuara lantang sambil menggertaklah yang menang. Di rumah sakit tidak juga lebih baik. Pasien, perawat dan dokter kurang lebih, tidak sabar. Hitungan waktu sama dengan hitungan uang. Di sekleliling pemulung pun begitu juga. Sorot mata curiga kepada siapa saja dapat dirasakan. Orang berebut sampah pun terjadi. Sama juga di tempat ’permainan’. Mungkin juga terjadi di antara para PSK. Saling berebut ’langanan’. Di televisi tidak jauh berbeda. Tontonan pertengakran di rumah, di kantor memiliki rating yang tinggi di beberapa statsiun televisi.
Yang aman dan tentram hanya di makam. Sepi sunyi masing-masing tidur dalam arah yang sama. Dirgahayu Indonesia. Bersenyumlah warga negaraku. Leo Sutrisno Anggota Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalbar.