SAKINAH SEDANG RESAH Oleh: Jum’an Sekitar setahun tahun yang lalu mushola dekat kantor saya memperoleh kenaikan pangkat menjadi masjid. Maksud saya boleh dipakai sebagai tempat solat jum’at. Kenaikan pangkat ini melegakan penghuni komplek yang sebelumnya harus meyeberang jalan agak jauh kalau mau jum’atan Apalagi kebanyakan penghuni komplek ini adalah pensiunan yang berusia lanjut. Tetapi seperti masjid-masjid ditempat lain selalu menjadi rebutan bagi kelompok yang ingin mempengaruhi jamaah sesuai aliran mereka. Masjid ini rupanya lebih dimenangkan oleh kelompok garis keras. Terbukti dari khotib-khotibnya yang lebih sering membawakan tema jihad sesuai tafsiran khas mereka, anti demokrasi dan suka menggambarkan penguasa sekarang sebagai berhala thoghut. Semangat dan nada suaranya tinggi layaknya Bung Tomo mengobarkan semangat juang arek-arek Suroboyo. Kita bukan tidak sadar bahwa dunia Islam sekarang sedang under attack, dan kita tidak boleh pura-pura tidak tahu. Tetapi dengan pendengar yang bervariasi dari pensiunan, tukang baso, penjaga toko, office boy, satpam dan pegawai negri, khotbah berapi-api seperti ini rasanya tidak mengena dan kurang maknyuss. Sampai-sampai waktu seorang teman tidak saya kasi pinjam sandal, dia bilang : Dasar thoghut lu… Bukankah lebih sejuk kalau selama duapuluh menit menunggu solat kita mendengarkan khotbah tentang akhlakul karimah, pendidikan, realitas keseharian dan yang menyentuh hati? Tetapi dengan makin meluapnya semangat kebebasan dan demokrasi seolah-olah siapa saja boleh berbicara apa saja. Siapapun boleh berbuat apapun Apalagi didepan jama’ah jum’at yang tidak siap untuk membantah… Anda mau percaya pada Alqur’an tapi tidak usah percaya kepada hadis nabi? Ada aliran inkar sunnah yang siap menerima anda. Anda hanya mau jadi imam tapi tidak mau jadi makmum kecuali kalau imamnya sealiran? Ada yang siap menampung. Anda mau ikut Lia Aminuddin, masih banyak yang berseragam putih-putih menunggu disana.. Atau anda mau mendeklarasikan diri sebagai Imam Mahdi? Apa saja boleh dan apa saja ada dari yang ekstrim sampai yang liberal dari yang terbuka sampai yang sembunyi-sembunyi. Apalagi kalau hanya sekedar perbedaan penampilan seperti memelihara jenggot yang kerasul-rasulan, celana ngatung diatas matakaki, sampai ikat kepala ala badui tidak usah rikuh-rikuh dan tidak usah minta izin dari siapapun . Perbedaan diantara kita rasanya sudah tidak ada rahmatnya lagi. Saya juga lama-lama tidak betah jum’atan di masjid yang bernama as-sakinah itu. Mau cari yang khotbahnya lebih sejuk atau yang biasa-biasa sajalah. Bayangkan kalau Rasulullah pernah mempersilahkan kaum nasrani menempati masjid, sekarang ini bekas sujud kita bisa terpaksa dicuci bersih karena kita dianggap bukan saja kafir tapi juga najis oleh saudara kita yang syahadatnya ternyata sama persis yaitu: Asyhadu alla ilaha illalloh wa asyhadu anna muhammad rosululloh.