1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Isolasi sosial sebagai salah satu gejala negatif pada skizofrenia digunakan oleh pasien untuk menghindar dari orang lain agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hubungan dengan orang lain tidak terulang lagi (AnggunD.Nastiti). Kesehatan jiwa merupakan suatu bagian yang tidak terpisah dari kesehatan dan bagian integral serta merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh (Sutejo, 2017). Menurut UndangUndang Nomor 18 Tahun 2014, Tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri dan dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU RI Nomor 18 Tahun 2014). Kesehatan Jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Faktanya, satu dari empat orang dewasa akan mengalami masalah Kesehatan Jiwa pada satu waktu dalam hidupnya. Bahkan, setiap 40 detik di suatu tempat di dunia ada seseorang yang meninggal karena bunuh diri (WFMH, 2016).
Data WHO (2016)
menunjukkan, terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia (Ikatan Dokter Indonesia, 2016). Di Indonesia, menimbang dari berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di Indonesia, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah. Hal ini di dukung berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan selain itu gangguan jiwa ditandai dengan, dimana marah tanpa sebab, mengurung diri, tidak mengenali orang, bicara kacau, mendengar suara yang tidak nyata, bicara sendiri, dan tidak mampu merawat diri merupakan
1
2
gejala dari gangguan jiwa. Gambaran gangguan jiwa berat di indonesia pada tahun 2013 memiliki prevalensi sebesar 1,7 permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk Indonesia terdapat satu sampai dua diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Prevalensi psikosis tertinggi di DI Yogyakarta dan Aceh (masingmasing 2,7‰), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7‰). Prevalensi gangguan jiwa berat berdasarkan tempat tinggal dan kuintil indeks kepemilikan dipaparkan pada buku Riskesdas 2013 dalam angka. Prevalensi gangguan jiwa berat di provinsi Lampung mencapai angka 0,8 permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk lampung terdapat minimal satu orang yang menderita gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013). Gangguan jiwa terjadi di Provinsi Lampung di karenakan, provinsi lampung merupakan Provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi ke 3 di Pulau Sumatera, dengan populasi mencapai 7.608.405 jiwa. Bandar Lampung juga merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga di Pulau Sumatera setelah Medan dan Palembang menurut jumlah penduduk, serta termasuk salah satu kota besar di Indonesia dan kota terpadat di luar pulau Jawa dengan populasi 881.801 jiwa. Dengan kepadatan penduduk tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan tekanan emosional dan stres sehingga dapat menimbulkan masalah gangguan jiwa, selain itu peningkatan gangguan jiwa dapat terjadi karena masih banyak penderita gangguan jiwa yang tidak mendapat penanganan secara medis dikarenakan kurangnya biaya serta rendahnya pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang kesehatan jiwa (Wikipedia, 2010). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari pikiran, disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar. Gangguan skizofrenia juga dikarakteristikkan dengan gejala positif (delusi dan halusinasi), gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan daya pikir, dan penurunan afek), dan gangguan kognitif seperti, memori, perhatian, pemecahan masalah, dan sosial (Sutejo, 2017). Berbicara mengenai masalah gangguan jiwa di Provinsi Lampung, Provinsi Lampung memiliki Rumah Sakit Jiwa yang terletak di Kabupaten
3
Pesawaran, Rumah Sakit Jiwa ini merupakan Rumah Sakit tipe B dan menjadi satu-satunya rujukan bagi Klinik Rehabilitasi yang ada di Provinsi Lampung. Penderita gangguan jiwa atau biasa disebut Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Lampung melonjak dalam satu tahun terakhir. Jika dirata-ratakan terdapat dua orang per hari yang masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Lampung. Khusus untuk rawat inap kenaikan jumlah pasien sekitar 700 orang pada 2016 lalu sedangkan kapasitas untuk menampung pasien hanya 115 ruang. Data rawat inap 1.329 dan rawat jalan 37.490 orang pada 2015, dan pada 2016 sebanyak 2.020 rawat inap dan 32.391 rawat jalan. Data yang ada itu langsung rekap per tahun. Selain Rumah sakit Jiwa di provinsi Lampung juga terdapat Rumah Penitipan pasien dengan gangguan jiwa yaitu Rumah Penitipan Mitra sakti yang letaknya tidak jauh dari Rumah Sakit jiwa di kabupaten Pesawaran.(Tribun Lampung, 2017).. Rumah penitipan pasien dengan gangguan jiwa Mitra Sakti terletak di Jalan Niti Hukum 03 Banjar Negri, Negri Sakti, Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan pre survey yang dilakukan di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti pada tanggal 25 Maret 2018 didapatkan data pada bulan Januari-Februari jumlah pasien di rumah penitipan Mitra Sakti terdapat 74 pasien dengan 7 diagnosa dan setelah dilakukan pengkajian pada bulan April 2018 di dapatkan data 25 pasien dengan 7 diagnosa yang terdiri dari 7 pasien isolasi sosial, 6 pasien risiko perilaku kekerasan, 4 pasien harga diri rendah, 2 pasien halusinasi, 3 pasien waham, dan 2 pasien defisit perawatan diri. Pada
saat
melakukan
survey,
penulis
menilai
bahwa
dalam
pelaksanaannya rumah penitipan pasien dengan ganggguan jiwa Mitra Sakti lebih cenderung pada pemenuhan kebutuhan dasar, hal ini terlihat pada pasien rawat inap yang tampak bersih, sementara itu masalah isolasi sosial pasien belum diberikan terapi khusus. Maka dari itu, penulis tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan mengenai asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang dan mengenai dampak yang terjadi pada pasien dengan isolasi sosial di atas, maka penulis tertarik untuk merumuskan bagaimanakah asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran Tahun2018?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hasil tindakan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran Tahun2018. 2. Tujuan Khusus a. Tergambar data pengkajian isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. b. Tergambar diagnosa keperawatan yang tepat pada pasien isolasi sosial pada masalah skizofrenia di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. c. Tergambar rencana keperawatan pada pasien isolasi sosial di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. d. Tergambar penatalaksanaan asuhan keperawatan dengan strategi pelaksanaan pada pasien isolasi sosial di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. e. Tergambar evaluasi tindakan asuhan keperawatan dengan strategi pelaksanaan pada pasien isolasi sosial di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. f. Tergambar
dokumentasi
asuhan
keperawatan
dengan
strategi
pelaksanaan pada pasien isolasi sosial di rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran.
5
D. Manfaat 1. Teoritis a. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai gambaran kemampuan interaksi sosial pada pasien isolasi sosial setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan penerapan strategi pelaksanaan, serta merupakan penerapan ilmu dan aplikasi karya tulis. b. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan akan pentingnya interaksi sosial pada pasien isolasi sosial dan meningkatkan kualitas pembelajaran baik di bangku kuliah maupun lahan praktik. c. Bagi tempat penelitian Sebagai masukan dan memberi informasi kepada pengelola tentang kemampuan interaksi sosial pada pasien isolasi sosial di Rumah Penitipan Pasien Gangguan Jiwa Mitra Sakti kabupaten Pesawaran 2018. 2. Aplikatif Menambah pengetahuan pasien isolasi sosial tentang pentingnya interaksi sosial, agar pasien mampu melakukan interaksi sosial dengan baik di dalam lingkungannya.
E. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini mengacu pada masalah pasien isolasi sosial. Pasien isolasi sosial di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti yang dilaksanakan pada tahun 2018. Asuhan keperawatan dengan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien isolasi sosial. Desain ini menggunakan metode deskriptif. Tehnik pengambilan data primer dengan wawancara dengan pasien, keluarga, dan petugas perawat.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Kebutuhan Psikososial Manusia adalah mahluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan
hidupnya.
Keseimbangan
yang
dipertahankan oleh setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya (Tarwoto dan wartonah, 2011) Pasien yang dirawat karena penyakit yang mengancam kehidupan sering
mengalami kecemasan, depresi, atau marah. Perawat harus
mengkaji respon tersebut dan mencari pertolongan atau konseling bagi pasien. Mengatasi respon emosional yang menyertai penyakit, membantu meningkatkan kualitas hidup pasien dan kepuasan terhadap perawatan dan memberikan kenyamanan dan bantuan kepada anggota keluarga (shubha, 2007 dalam Stuart, 2016). Ada banyak teori yang berupaya menjelaskan perilaku manusia, kesehatan, dan gangguan jiwa. Masing-masing mengajukan bagaimana perkembangan normal terjadi berdasarkan keyakinan dan asumsi para ahli teori serta pandangan dunia. Menurut Erik Erikson dalam Videbeck (2008), menjelaskan delapan tahap perkembangan psikososial. Pada setiap tahap tersebut, individu harus menyelesaikan tugas kehidupan yang esensial untuk kesejahteraan dan kesehatan jiwanya. Tugas ini memungkinkan individu mencapai nilai moral kehidupan: harapan, tujuan, kesetiaan, cinta, kepeduliaan, dan kebijaksanaan (Erik Erikson dalam Videbeck, 2008).
6
7
2. Pengertian Isolasi Sosial Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Isolasi sosial merupakan keadaan ketika individu atau kelompok memiliki kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatan kontak dengan orang, tetapi tidak mampu membuat kontak tersebut ( Carpenito-Moyet, 2009 dalam Sutejo, 2017)
3. Etiologi Setiap individu memiliki potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial, pada berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim yang biasa hingga
ketergantungan.
Keintiman pada tingkat
ketergantungan
dibutuhkan individu dalam menghadapi dan mengatasi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Maka dari itu, hubungan interpersinal perlu dibina oleh setiap individu. Namun, hal tersebut akan sulit dilakukan bagi individu yang memiliki gangguan isolasi sosial ( Sutejo, 2017). Gangguan isolasi sosial dapat terjadi karena individu
merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mamp membina hubungan yang berarti dengan orang lain ( Sutejo, 2017).Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut stuart (2016), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi
hubungan
interpersonal.
Faktor
yang
mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu, faktor predisposisi, stressor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan meknisme koping. Model Adaptasi Stres Stuart dari asuhan keperawatan kesehatan jiwa yang memandang perilaku manusia dari perspektif holistik yang mengintegrasikan aspek biologis, psikologis, dan sosial budaya dalam asuhan keperawatan.
8
Gangguan kesehatan jiwa menurut Model Stres Adaptasi Stuart terdapat pada Gambar 2.1 FAKTOR PREDISPOSISI
Psikologis
Biologis
Sosiokultural
FAKTOR PRESIPITASI
Asal
Sifat
Waktu
Jumlah
PENILAIAN TERHADAP STRESOR
Kognitif
Afektif
Fisiologi
Prilaku
Sosial
SUMBER-SUMBER KOPING
Kemampuan Personal
Aset Materi
Dukungan sosial
Keyakin an (+)
MEKANISME KOPING
Konstruktif
Destruktif
RENTANG RESPON KOPING
Respon Adaptif
Respon Maladsaptif
Gambar 2.1 Model Stres Adaptasi Dalam Asuhan Keperawatan Jiwa (Stuart, 2016)
9
4. Rentang respon hubungan sosial. Tingkatan hubungan berada pada rentang dari keintiman ke kontak biasa. Hubungan intim dan saling tergantung memberikan keamanan dan menanamkan rasa percaya diri yang diperlukan untuk mengatasi tuntutan kehidupan sehari-hari. Kehilangan keintiman dengan anggota keluarga dan teman-teman dengan memberikan pertemuan yang dangkal akan dapat meniadakan banyak pengalaman hidup yang paling bermakna (Kelliat, 2012). Hubungan seseorang dengan orang lain dapat dianalisis berdasarkan pada tingkat keterlibatan, kenyamanan, dan kesejahteraan: a.
Keterhubungan menunjukkan bahwa orang tersebut secara aktif terlibat dalam hubungan memuaskan. Keterhubungan melibatkan kepemilikan, kebersamaan, timbal balik, dan saling ketergantungan yang tinggi.
b. Ketidakterhubungan berhubungan dengan kurangnya keterlibatan dan tidak memuaskan bagi orang tersebut. c.
Paralelisme adalah kurangnya keterlibatan yang nyaman dan dapat diterima oleh individu.
d. Keterperangkapan terjadi ketika orang itu terlibat dalam hubungan tetapi tidak dapat mempertahankan keunikan perasaan diri dan batasan ego.
5. Respons Adaptif dan Maladaptif Dalam
hubungan
antara
manusia
biasanya
mengembangkan
keseimbangan perilaku dependen dan independen, yang digambarkan sebagai saling ketergantungan. Seseorang yang interdependen dapat memutuskan kapan untuk bergantung pada orang lain dan kapan harus mandiri. Seseorang yang interdependen dapat membiarkan orang lain tergantung atau mandiri tanpa perlu mengontrol perilaku orang tersebut. Semua orang bertanggung jawab untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri saat menerima dukungan dan bantuan dari orang yang berarti dan diperlukan. Respons sosial adaptif mencakup kemampuan untuk mentoleransi kesendirian dan ekspresi otonomi, kebersamaan, dan saling
10
ketergantungan. Membangun ikatan afektif yang kuat dengan orang lain sangat penting untuk pengembangan kepribadian yang matang ( Stuart, 2016). Perilaku hubungan interpersonal dapat diwakili pada rangkaian rentang dari interaksi interdependen yang sehat sampai kondisi di mana mereka tidak terlibat dalam kontak nyata dengan orang lain. Pada titik tengah kontinum, seseorang mengalami kesepian, penarikan, dan ketergantungan. Akhir kontinum maladaptif meliputi perilaku manipulasi, impulsif , dan narsisme. Seseorang dengan rentang ini sering memiliki riwayat masalah hubungan dalam keluarga, ditempat kerja, dan arena sosial (Kelliat, 2016).
RENTANG RESPONS SOSIAL
Respons adaptif
Respons maladaptif
Menyendiri
Kesendirian
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan
Narsisme
Keadaan saling tergantung Gambar 2.2 Rentang Respons Sosial (Stuart, 2016) Stuart (2016), respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Respon ini meliputi: a. Menyendiri (Solitude) Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi
11
Merupakan
kemampuan
individu
untuk
menentukan
dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. c. Kebersamaan (Mutualisme) Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. d. Saling ketergantungan (intedependen)Intedependen merupakan kondisi saling ketergantungan antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. e. Kesepian Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya. f. Isolasi sosial Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. g. Ketergantungan (Dependen) Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain. Stuart (2016), respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Respon maladaptif tersebut antara lain : a. Manipulasi Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. b. Impulsif Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang buruk.
12
c. Narsisme Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik, pencemburu, arah jika orang lain tidak mendukung.
6. Perkembangan hubungan sepanjang siklus hidup Kepribadian dibentuk oleh aspek biologi dan pembelajaran sosial. Benih kepribadian adalah temperamen, yang merupakan seperangkat disposisi biologis keturunan, hampir jelas sejak lahir. Temperamen memengaruhi suasana hati dan tingkat aktivitas, rentang perhatian, dan responsif terhadap rangsangan (Stuart, 2016) a. Masa bayi Dari lahir sampai usia 3 bulan bayi tidak merasakan pemisahan fisik antara diri dan ibu. Meskipun pembedaan fisik dimulai sekitar 3 bulan, perbedaan psikologis tidak dimulai sampai 18 bulan. Periode antara 3 dan 18 bulan adalah tahap simbiosis perkembangan. Bayi benar-benar tergantung pada orang lain. Kepercayaan berkembang sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi secara konsisten dan terduga. Bayi berada di lingkungan yang mencintai, memelihara, dan menerima tanpa syarat. Perasaan harga diri yang positif dihasilkan dari ketergantungan lengkap bayi di lingkungan yang baik dan penuh kasih. Hal ini menciptakan kapasitas untuk pemahaman empatik dalam hubungan masa depan ( Stuart, 2016). b. Pra sekolah Periode antara 18 bulan sampai 3 tahun adalah tahap perkembangan pemisahan-individualisasi. Pemisahan mencakup semua pengalaman dan peristiwa yang mempromosikan rasa yang terpisah dan unik. Individualisasi adalah pengembangan struktur psikologis internal anak dan tumbuh rasa keterpisahan, keutuhan, dan kemampuan. Pada tahap perkembangan ini anak-anak berusaha jauh dari ibu untuk mengeksplorasi lingkungan dan mengembangkan rasa keteguhan objek. Tahap ini berarti anak mengetahui bahwa seseorang atau objek
13
yang berharga terus ada bahkan ketika tidak dapat dilihat. Permainan seperti “ciluk ba” mengajarkan keteguhan objek. Anak mencari jaminan, dukungan, dan dorongan orang tua. Jika respons positif dan memperkuat, maka akan membantu membangun rasa keutuhan diri dan kapasitas untuk pertumbuhan interpersonal (Stuart, 2016). c. Usia anak Perkembangan moral dan perasaan empati terjadi antara usia 6 sampai 10 tahun. Selama masa ini lingkungan yang mendukung akan mendorong pertumbuhan rasa perkembangan positif, dan konsep diri yang adaptif. Konflik terjadi saat orang dewasa menetapkan batas perilaku, yang sering mengecewakan upaya anak menuju kemandirian. Namun, kasih sayang, konsisten mengatur batas, mengkomunikasikan kepedulian dan membantu anak mengembangkan saling ketergantungan. Anak yang lebih besar mengadopsi orang tua sebagai panduan berperilaku, dan sistem nilai mulai muncul. Di sekolah anak mulai belajar kerjasama, persaingan, dan kompromi. Pergaulan sebaya dan persetujuan orang dewasa dari luar keluarga, seperti guru, tokoh masyarakat, dan orang tua teman-teman, menjadi penting (Stuart, 2016). d. Pra remaja Pada usia pra remaja, biasanya anak terlibat hubungan intim dengan seorang teman dengan jenis kelamin yang sama sebagai seorang sahabat. Hubungan ini
melibatkan berbagi.
Kesempatan lain memberi
kesempatan untuk memperjelas nilai-nilai dan mengenali perbedaan seseorang. Biasanya hubungan yang sangat saling tergantung, dan sering tidak termasuk orang lain (Stuart, 2016). e. Masa remaja Sebagai remaja yang berkembang, ketergantungan pada teman dekat dari jenis kelamin yang sama sering disertai dengan ketergantungan hubungan heteroseksual. Sementara orang-orang muda yang terlibat dalam hubungan ini tergantung dengan rekan-rekan, mereka menyatakan kemerdekaan dari orang tua mereka. Teman saling mendukung dalam perjuangan ini. Orang tua dapat membantu remaja tumbuh dengan
14
menyediakan batas yang konsisten. Langkah lain menuju kematangan dalam saling ketergantungan didapatkan saat seseorang belajar untuk menyeimbangkan tuntutan orang tua dan tekanan kelompok sebaya (Suart, 2016). f. Masa dewasa muda Masa remaja berakhir ketika seseorang mandiri dan memelihara hubungan saling tergantung dengan orang tua dan teman sebaya. Keputusan dilakukan secara mandiri, sementara saran dan pendapat orang lain dapat diambil dan diperhitungkan. Seseorang pada masa ini mungkin menikah dan memulai sebuah keluarga baru. Rencana kerja dibuat, dan karir dimulai. Seorang dewasa yang matang menunjukkan kesadaran diri dengan menyeimbangkan perilaku dependen dan independen. Yang lain boleh tergantung atau mandiri sesuai dengan kondisi. Menjadi sensitif, ,menerima perasaan serta kebutuhan diri sendiri dan orang lain sangat penting untuk tingkat kematangan fungsi. Hubungan interpersonal ditandai dengan kerjasama (Stuart, 2016). g. Masa dewasa tengah Menjadi orang tua dan persahabatan dewasa menguji kemampuan seseorang untuk mendorong kemandirian diri dari orang lain. Anak-anak secara bertahap terpisah dari orang tua, dan teman-teman bisa menjauh atau terpisah. Seorang dewasa yang matang harus mandiri dan mencari dukungan baru (Stuart, 2016). h. Akhir masa dewasa Perubahan terus terjadi selama akhir dewasa. Kehilangan terjadi, seperti perubahan fisik berupa penuaan, kematian orang tua, kehilangan pekerjaan melalui pensiun, dan kemudian kematian teman-teman dan pasangan. Teman lama dan kerabat tidak bisa diganti, tapi hubungan baru dapat dikembangkan. Cucu dapat menjadi penting bagi kakek, yang mungkin menyenangkan dalam menghabiskan waktu bersama mereka. Penuaan seseorang juga dapat menemukan rasa keterkaitan dengan
15
masyarakat secara keseluruhan. Hidup memiliki makna yang lebih dalam sebagai salah satu ulasan prestasi pribadi dan kontribusi. Orang tua yang matang dapat menerima peningkatan ketergantungan yang diperlukan tetapi juga berusaha untuk mempertahankan sebanyak mungkin kemandirian. Bahkan kehilangan kesehatan fisik tidak selalu memaksa orang untuk tergantung pada orang lain. Kemampuan untuk mempertahankan kematangan hubungan sepanjang hidup dapat meningkatkan harga diri seseorang. Kegagalan pada masa ini dapat menyebabkan individu merasa tidak berguna, tidak dihargai dan hal ini dapat menyebabkan individu menarik diri dan rendah diri ( Stuart,2016).
7. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial Tanda dan gejala pada pasien dengan masalah isolasi sosial menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), dibagi menjadi dua, yaitu objektif dan subyektif: a. Gejala dan Tanda Mayor 1) Subjektif a) Merasa ingin sendiri b) Merasa tidak aman di tempat umum 2) Objektif a) Menarik diri b) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan. b. Gejala dan Tanda Minor 1) Subjektif a) Merasa berbeda dengan orang lain b) Merasa asyik dengan pikiran sendiri c) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas 2) Objektif a) Afek datar b) Afek sedih
16
c) Riwayat ditolak d) Menunjukkan permusuhan e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain f) Kondisi difabel g) Tindakan tidak berarti h) Tidak ada kontak mata i) Perkembangan terhambat j) Tidak bergairah/lesu. c. Kondisi Klinis Terkait 1) Penyakit Alzheimer 2) AIDS 3) Tuberkolosis 4) Kondisi yang menyebabkan gangguan mobilisasi 5) Gangguan psikiatrik (mis. Depresi mayor dan skizofrenia.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian Menurut Stuart (2016), menjelaskan tentang asuhan keperawatan kesehatan jiwa memandang perilaku manusia dari perspektif holistik yang mengintegrasikan aspek biologis, psikologis, dan sosial budaya dalam asuhan keperawatan. Adapun komponen biopsikososial yang spesifik dari model stres adaptasi Stuart (2016) yang terdapat pada gambar 2.1 adalah sebagai berikut: a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi penyebab isolasi soasial meliputi faktor perkembangan, faktor biologis, dan faktor sosiokultural (Sutejo, 2017). 1) Faktor Perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak da[at terpenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
17
lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat
terbentuknya
rasa
percaya.
Rasa
ketidakpercayan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Komunikasi yang sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek. 2) Faktor Biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia, misalnya, ditemukan pada keluarga dengan
riwayat
anggota
keluarga
yang
menderita
skizofrenia.insiden skizofrenia, misalnya, ditemukan pada kelurga dengan riwayat anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Selain itu, kelainan pada struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbic, diduga dapat menyebabkan skizofrenia. 3) Faktor Psikologis Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kesemasan yang ekstrim dan memanjang disetrai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri). 4) Faktor Sosiokultural Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. Selain itu, norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
18
berpenyakit kronik juga turut menjadi faktor predisposisi isolasi sosial.
b. Faktor Presipitasi Terdapat beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan gangguan isolasi sosial (Aris kurniawan). Komponen faktor presipitasi terdiri atas sifat, asal, waktu, dan jumlah stressor. 1) Sifat stressor Sifat stressor, meliputi: biologi, psikologis, dan sosial. Tiga komponen tersebut merupakan hasil dari ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas fisik terjadi karena ketidakmampuan fisiologis atau penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Sedangkan ancaman terhadap sistem diri diindikasikan mengancam identitas seseorang, harga diri, dan fungsi integritas sosial. Ancaman terhadap sistem diri terdiri dari dua sumber yaitu eksternal dan internal, yaitu: a) Sumber eksternal pada pasien isolasi sosial, yaitu terdiri atas kehilangan orang yang sangat di cintai, perubahan status pekerjaan, dan tekanan sosial. b) Sumber internal pada pasien isolasi sosial meliputi kesulitan berhubungan interpersonal di rumah atau tempat kerja, dan menjalankan peran baru seperti menjadi orang tua, pelajar atau pekerjaan. 2) Asal stressor Asal stressor pada pasien isolasi sosial meliputi: sumber internal dan sumber eksternal. a) Sumber internal digambarkan sebagai seluruh stressor ansietas yang berasal dari dalam individu baik yang bersifat biologis maupun psikologis.
19
b) Sumber ekstrenal, sumber yang berasal dari lingkungan eksternal
individu
termasuk
didalamnya
hubungan
interpersonal. 3) Waktu dan Lamanya Stressor Waktu dilihat sebagai dimensi kapan stressor mulai terjadi dari berapa lama paparan stressor sehingga menyebabkan munculnya gejala isolasi sosial. 4) Jumlah Stressor Jumlah pengalaman stress yang dialami individu dalam satu waktu. Jumlah stressor lebih dari satu yang dialami oleh individu dalam satu waktu akan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan satu stressor yang dialami, seperti: isolasi sosial dan halusinasi. c. Penilaian Terhadap Stresor 1) Kognitif Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang (Yusuf, dkk, 2015) 2) Afektif Respon afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian terhadap stresor repon afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumnya merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini diekspresikan dalam bentuk emosi. Respon afektif yang tampak pada pasien gangguan jiwa dengan masalah isolasi sosial yaitu, sedih, tidak percaya, dan tidak mau berhubungan dengan orang lain (Yusuf,dkk,2015). 3) Fisiologi Respon fisiologis mereflesikan interaksi beberapa neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin, hormon andrenokortikotropik (ACTH), oksitosin, insulin. Respon fisiologis melawan atau menghindar, pada pasien gangguan jiwa dengan masalah
20
keperawatan isolasi sosial respon fisiologis yang tampak yaitu menghindar atau menolak berhubungan dengan orang lain (Yusuf,dkk,2015) 4) Prilaku Adapun perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa: kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Pasien tidak bercakap-cakap dengan pasien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Pasien tampak memisahkan diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar. Pasien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, dan sangat bergantung pada orang lain (Teguh Purwanto, 2015). 5) Respon Sosial Respon ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti, atribut sosial, dan perbandingan sosial. Pada pasien dengan masalah keperawatan isolasi sosial yaitu pasien kurang mampu mengontrol respon sosial sehingga pasien tampak memisahkan diri dari orang lain dan kurang sadar terhadap lingkungan sekitar (Yusuf, dkk, 2015).
d. Sumber Koping Sumber koping meliputi, kemampuan personal, dukungan sosial, aset materi dan keyakinan . kemampuan personal yang harus dimiliki yaitu, mampu berinteraksi dengan orang lain, mampu memulai pembicaraan. Dukungan sosial dapat di dapat dari sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua tentang penyakit, ketersediaan keuangan, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan, memengaruhi jalannya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi (Stuart, 2016).
21
e. Mekanisme Koping 1) Konstruktif Mekanisme konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal peringatan dan individu menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah. (Yusuf, dkk, 2015). 2) Destruktif Mekanisme koping destruktif menghindari kecemasan tanpa menyelasaikan konflik. Pada pasien isolasi sosial yang tampak pada perilaku destruktif , yaitu: memisahkan diri dari orang lain, menolak berhubungan denga orang lain dan pasien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap (Yusuf, dkk, 2015).
2.
Diagnosa Keperawatan a. Diagnosa Menurut Damaiyanti (2012) adapun diagnosa keperawatan pasien yang muncul pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut: 1) Isolasi sosial
b. Masalah Keperawatan 1) Risiko gangguan persepsi sensori: Halusinasi 2) Isolasi Sosial 3) Harga Diri Rendah Kronik
22
c. Pohon Masalah Pohon masalah dibuat berdasarkan masalah keperawatan isolasi sosial, terdapat pada gambar 2.2 (Sutejo, 2017).
Defisit perawatan Diri
Risiko perilaku kekerasan
Halusinasi
Isolasi sosial
Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis
Gambar 2.2 Pohon Masalah Isolasi Sosial 3.
Rencana tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial Rencana tindakan keperawatan pada pasien isolasi sosial adalah suatu bentuk susunanan perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi pasien dengan isolasi sosial. Salah satu Tindakan asuhan keperawatan diantaranya terdapat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan dan terapi aktivitas kelompok Tindakan-tindakan ini dapat ditujukan pada tindakan keperawatan untuk individu, tindakan keperawatan untuk keluarga dan tindakan keperawatan untuk kelompok. Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga mampu mengatasi isolasi sosial (Sulastri, 2017). Rencana tindakan keperawatan isolasi sosial mengacu pada Matrik strategi pelaksanaan keperawatan.
23
a. Tujuan umum dan tujuan khusus Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk individu yaitu meliputi: pada pasien dengan isolasi sosial terdapat 4 strategi pelaksanaan tindakan keperawatan. 1) TUM: Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain. 2) TUK: Pasien dapat membina hubungan saling percaya. b. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk individu pada pasien dengan isolasi sosial terdapat 4 strategi pelaksanaan tindakan keperawatan. 1) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 1) untuk individu yaitu pengkajian isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan keluarga. 2) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 2) untuk individu yaitu melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian 3) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 3) untuk individu yaitu melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru. 4) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP 4) untuk individu yaitu mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial. c. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk keluarga pasien dengan isolasi sosial terdapat 4 strategi pelaksanaan tindakan keperawatan : 1) Mengenal masalah dalam merawat pasien isolasi sosial, berkenalan dan berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian. 2) Latihan merawat : melibatkan pasien dalam kegiatan rumah tangga sekaligus melatih bicara pada kegiatan tersebut. 3) Melatih cara merawat dengan melatih berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial.
24
4) Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up pasien isolasi sosial.
4.
Implementasi Proses implementasi adalah melaksanakan rencana tindakan yang sudah disusun dan disesuaikan dengan kondisi pasien saat itu. Pelaksanaan tindakan keperawatan bisa lebih dari apa yang telah direncanakan atau lebih sedikit dari apa yang sudah direncanakan bahkan mampu memodifikasi dari perencanaan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pasien pada saat asuhan keperawatan diberikan. Dalam mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit meningkat, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan mental (Damaiyanti, 2012).
5.
Evaluasi Pada evaluasi perawat mengevaluasi respon pasien berdasarkan kemampuan yang sudah diajarkan pada pasien, berupa evaluasi yang dapat dilakukan untuk menilai respon verbal dan non verbal yang dapat diobservasi oleh perawat berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh pasien. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP: S : Respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. O : Respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif atau muncul untuk menyimpulkan apakah masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien. Latihan kemampuan yang sudah diajarkan untuk mengontrol perilaku isolasi sosial.
25
6.
Dokumentasi Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis, valid dan dipertanggungjawabkan secara mora dan hukum (Damaiyanti,2012).
C. Tinjauan Konsep Penyakit 1. Pengertian Skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Melinda Hermann (2008) dalam Yosep (2009), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialnya. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan prilaku yang aneh dan terganggu (Stuart, 2013).
2. Jenis-jenis Skizofrenia Maramis, Willy F (2009) membagikan skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan kedalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan kedalam salah satu jenis. Pembagian adalah sebagai berikut: a. Skizofrenia Paranoid Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejalagejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham
26
sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata ada juga gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan. Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin sub akut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak, dan kurang percaya pada orang lain. b. Skizofrenia Hebefrenik Permulaannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan, gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik. Waham dan halusinasi banyak sekali. c. Skizofrenia Katatonik Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. 1) Muka tanpa mimic. 2) Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, bahkan kadang sampai beberapa bulan. 3) Bila diganti posisinya penderita menderita 4) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul didalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan. d. Skizorenia Simplex Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.
Pada
permulaan
mungkin
penderita
mulai
kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan
27
akhirnya menjadi penganggur. Bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis atau penjahat. e. Skizofrenia Residual Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kearah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari keterlambatan psikomotor, penurunan aktifitas, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspersi non verbal menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
3. Penyebab Skizofrenia Menurut Maramis, Willy F (2009) penyebab skizofrenia terdiri atas Genetik, neurokimia, hipotesis perkembangan saraf . a. Genetik Dapat dipastikan bahwa ada faktor ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia. Tetapi pengaruh genetik tidak sesederhana hukum mendel. Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak b. Neurokimia: Hipotesis dopamin Menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor dopamin. c. Hipotesis perkembangan saraf Studi
autopsi
dan
studi
pencitraan
otak
memperlihatkan
abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara
28
lain berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil daripada otak normal, pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme didaerah frontal dan temporal, dan kelainan susunan seluler pada struktur saraf dibeberapa daerah kortex dan subkortex tanpa adanya gliosis yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan, mungkin sekali akibat pengaruh genetik, dan kemudian dimodifikasi oleh faktor maturasi dan lingkungan.
4. Tanda Gejala Skizofrenia Menurut Yosep (2009), secara general tanda gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu: a. Tanda gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterprestasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Pasien skizofrenia kemungkinan mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucination gejala yang biasanya timbul yaitu pasien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterprestasikan suatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka merasa selalu sedang diamati, diintai atau hendak diserang. Kegagalan berfikir mengarah kepada masalah dimana pasien skizofrenia tidak mampu memperoses dan mengatur pikirannya. Pasien skizofrenia tidak mampu mengatuk pikirannya sehingga membuat mereka berbicara sendiri dan tidak bisa ditamgkap secara
29
logika.
Ketidakmampuan
dalam
berpikir
mengakibatkan
ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia dia juga tidak bisa mengerti kenaapa dia lahir, dimanan dia berada, dan sebagainya. b. Tanda gejala negatif Pasien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat pasien menjadi orang yang malas. Perasan yang tumpul membuat emosi pasien skizofrenia menjadi datar. Pasien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya. Tapi ini tidak berarti bahwa pasien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lai, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka. Perasaan depresi adalah suatu yang sangat menyakitkan mereka, tidak merasa memiliki prilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Di samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan menyebabkan pasien menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Gejala positif dapat dikontrol dengan pengobatan, tetapi gejala negatif sering kali menetap setelah gejala psikotik berkurang dan menjadi penghambat utama pemulihan dan perbaikan fungsi dalam kehidupan sehari-hari pasien (Stuart, 2016).
5. Penatalaksanaan Skizofrenia a. Farmakologi Menurut Videbeck (2009) terapi medis utama untuk skizofrenia ialah psikofarmakologi. Antipsikotik yang juga dikenal sebagai neuroleptik, diprogramkan terutama karena keefektifannya dalam
30
mengurangi gejala psikotik. Obat-obatan ini tidak menyembuhkan skizofrenia, tetapi digunakan untuk mengatasi gejala penyakit tersebut. Antipsikotik tipikal mengatsi tanda-tannda positif skizofrenia, seperti waham, halusinasi, gangguan pikir, gejala psikotik lainnya, tetapi tidak memiliki efek yang tampak pada tanda-tanda negatif. Antipsikotik tipikaal tidak hanya mengurangi tanda-tanda negatif tetapi untuk banyak pasien, obat-obatan ini juga mengurangi tanda-tanda negatif seperti tidak memiliki kemauan dan motivasi, menarik diri dari masyarakat (Littrel & Littrel, 1998 dalam Videbeck, 2009). Antipsikotik juga tersedia dalam bentuk injeksi dengan pot untuk terapi rumatan, flufenazim dalam sedian dekanoat dan enantat dan haloperidol (haldol) dekanoat
( Spratto & woods, 2000 dalam
Videbeck, 2009). Efek obat-obatan ini berlangsung dua sampai empat minggu sehingga antipsikotik tidak perlu diberikan tiap hari. Terapi oral dengan obat-obatan ini untuk mencapai kadar dosis yang stabil memerlukan waktu beberapa minggu sebelum menggantinya dengan injeksi. Dengan demikian, sedian ini tidak cocok untuk mengatasi episode akut psikosis, akan tetapi sedian ini akan bermanfaat untuk pasien yang perlu di awasi kepatuhan minum obat dalam jangka panjang (Videbeck, 2009). b. Non-farmakologi Selain terapi farmakologi ada juga terapi non-farmakologis banyak metotede terapi yang dapat bermanfaat bagi penderita skizofrenia yaitu terapi kelompok dan individu, terapi lingkungan dan terapi keluarga dapat dilaksanakan pada pasien di lingkungan rawat inap maupun lingkungan masyarakat. Berikut penjelasannya. 1) Sesi terapi kelompok dengan individu sering kali bersifat suportif, dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk kontak sosial dan mmenjalin hubungan yang berbakna dengan orang lain. Kelompok
yang
berfokus
pada
topik
masalah
seperti
penatalaksanaan pengobatan, penggunaan dukungan masyarakat,
31
dan masalah keluarga juga bermanfaat bagi pasien penderita skizofrenia (Fenton & Cole, 1995 dalam Videbeck, 2009). 2) Lingkungan
yang terstruktur tersebut dapat
menyediakan
kelompok aktivitas, sumber-sumber untuk menyelesaikan konflik, dan kesempatan untuk mempelajari keterampilan baru. Perawat juga dapat menggunakan musik dan menggambar untuk mengurangi prilaku pasien menarik diri dari masyarakat, mengurangi ansietas, dan meningkatkan motivasi dan lebih percaya diri (Videbeck, 2009). 3) Penyuluhan dan terapi keluarga diketahui mengurangi efek negatif skizofrenia sehingga mengurangi angaka relaps (McFarlane, 1995 dalam Videbeck, 20089). Selain itu, anggota keluarga dapat memperoleh mafaat dari lingkungan suportif yang membantu mereka melakukan koping terhadap banyak kesulitan yang terjadi ketika seseorang yang dicintai menderita skizofrenia (Videbeck, 2009).
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Fokus Asuhan Keperawatan Pada laporan tugas akhir ini penulis menggunakan pendekatan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran.
B. Subjek Asuhan Subyek asuhan keperawatan adalah dua pasien dengan masalah pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. dengan kriteria klien sebagai berikut : 1. Mampu berkomunikasi dua arah. 2. Sudah dilakukan perawatan minimal tiga hari. 3. Tidak dalam keadaan gelisah. 4. Pasien koperatif.
C. Lokasi dan Waktu 1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Klinik Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran Lampung. 2. Waktu penelitian Waktu pelaksanaan kegiatan akan dilakukan pada tangal 09-14 April 2018, waktu tersebut digunakan untuk melakukan asuhan keperawatan kepada 2 pasien isolasi sosial, masa perawatan pada masing-masing pasien selama 3 hari.
32
33
D. Pengumpulan data 1. Alat pengumpulan data Pengumpulan data pada Asuhan Keperawatan fokus tindakan keperawatan ini dengan menggunakan: a. Format pengkajian keperawatan jiwa dengan aspek-aspek antara lain: identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan. Asuhan keperawatan yang dilakukan difokuskan pada masalah keperawatan utama yang ditemukan. Dalam hal ini, perawat memfokuskan pada masalah keperawatan isolasi sosial tanpa mengabaikan masalah keperawtan yang lain. b. Pemeriksaan fisik Alat pemeriksaan tanda-tanda vital menggunakan tensimeter aneroid, stetoskop, thermometer, dan jam tangan, kemudian dari hasil pengukuran di tulis dilembar format pengkajian atau observasi. 2. Teknik Pengumpulan data Dalam laporan tugas akhir ini penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data antara lain: a. Wawancara/Anamnesis Wawancara yang dilakukan penulis adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh pasien isolasi sosial dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. unsur-unsur yang diperhatikan penulis dalam anamnesis sebagai berikut: 1) Identitas pasien 2) Alasan masuk 3) Faktor predisposisi b. Penulis menggunakan observasi untuk mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan pasien dengan gangguan jiwa. Penulis akan memperhatikan hal-hal yang perlu di observasi pada pasien yang mengalami masalah keperawatan isolasi sosial, yaitu sebagai berikut: 1) Penampilan
34
2) Pembicaraan 3) Aktivitas motorik 4) Alam perasaan 5) Afek 6) Intekasi selama wawancara 3. Sumber Data Sujarweni (2014), Sumber data adalah subjek dari mana data penelitian itu diperoleh. Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi: a.
Data primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel atau juga data hasil wawancara peneliti dengan narasumber. Dalam laporan tugas akhir ini data primer yang digunakan peneliti diperoleh dari hasil anamnesis dari pasien sendiri yang memberikan informasi yang lengkap tentang masalah kesehatan yang dihadapinya, sesuai format pengkajian pada pasien. Data yang akan diperoleh berupa keluhan utama yang berupa: hubungan sosial (seperti, orang yang berarti, peran serta kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang lain)
b.
Data skunder Data skunder adalah data yang didapatkan dimana sumber tidak langsung memberikan data pada pengumpulan data. Dalam laporan tugas akhir ini data skunder yang digunakan peneliti diperoleh dari orang terdekat pasien (keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat dengan pasien. Selain itu data skunder lain yang digunakan peneliti diperoleh dari catatan pasien (perawatan atau rekam medis pasien) yang merupakan riwayat penyakit dan perawatan pasien di masa lalu, catatan medic dan anggota tim kesehatan lainnya, data labolatorium / hasil pemeriksaan diagnostik, buku-buku sebagai sumber teori, dan jurnal-jurnal penelitian yang mengacu pada masalah keperawatan.
E. Penyajian data
35
Menurut Notoadmodjo (2010), penyajian data penelitian dilakukan melalui berbagai bentuk. Pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bentuk teks (textular), penyajian dalam bentuk tabel, dan penyajian dalam bentuk grafik. Pada studi kasus ini penulis menggunakan dua bentuk penyajian data, yaitu: 1. Penyajian Textular Penulis akan menggunakan penyajian secara teks yaitu penyajian data hasil laporan tugas akhir akan ditulis dalam bentuk kalimat. Misalnya, menjelaskan hasil pengkajian pasien sebelum dilakukan tindakan keperawatan dan menuliskan hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kalimat penyajian berbentuk teks hanya bisa digunakan penulis untuk memberi informasi melalui kalimat yang mudah dipahami pembaca. Dalam laporan tugas akhir penulis menggunakan metode narasi pada latar belakang, tinjauan kebutuhan penyakit, tinjauan asuhan keperawatan dan tinjauan konsep penyakit. 2. Penyajian Tabel Penulis menggunakan tabel untuk menjelaskan hasil menggunakan angka-angka yang akan dimasukkan kedalam tabel, salah satu contoh yang akan digunakan penulis adalah untuk pengkajian pada pasien, penulis tentunya akan mengkaji fungsi kognitif pasien sebelum diberikan tindakan keperawatan, dimana tabel diperlukan dalam penilaian fungsi kognitif pasien. Penulis juga akan menuliskan hasil laporan dalam bentuk tabel yaitu berisi hasil respons pasien sebelum dan sesudah diberikan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan sebagai perbandingan respons pasien. Dalam laporan tugas akhir penulis menggunakan metode table pada laporan pengkajian, analisa data, rencana keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
F. Prinsip Etik Prinsip etik menurut Perry dan Potter (2009) yang digunakan penulis dalam adalah penyajian data dalam bentuk gambar-gambar. Grafik data biasanya berasal dari tabel dan grafik biasanya dibuat bersama-sama, yaitu
36
tabel membuat alasan asuhan keperawatan focus tindakan keperawatan ini adalah prinsip etika keperawatan dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga dan masyarakat, yaitu: 1. Autonomi (Otonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Maka penulis menggunakan prinsip ini dengan cara memberikan hak kepada pasien dalam memberikan keputusan sendiri untuk memilih tempat yang akan digunakan untuk melakukan asuhan keperawatan. 2. Beneficience (Berbuat Baik) prinsip ini menuntut penulis untuk melakukan hal yang baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. penulis menggunakan prinsip dengan cara mengajak pasien berbuat baik seperti bersih-bersih, menolong sesama pasien. 3. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang sangat benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Maka penulis menggunakan prinsip ini ketika membagikan snak kepada pasien. 4. Nonmaleficince (tidak murugikan) prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada pasien. Maka penulis menggunakan prinsip ini ketika melakukan asuhan keperawatan mengenai strategi pelaksanaan agar tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik pada saat dilakukan tindakan keperawatan. 5. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus
dimiliki
oleh
seluruh
pemberi
layanan
kesehatan
untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap pasien untuk meyakinkan agar pasien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Penulis menggunakan prinsip ini untuk memberikan informsi yang pasien ingin tau dari penulis. 6. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu penulis harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
37
Penulis menggunakan prinsip ini ketika kontrak dengan pasien dan menepati janji sesuai kontrak yang telah disepakati. 7. Confidentianlity (Kerahasiaan) penulis akan menjaga informasi tentang pasien dokumentasi tentang keadaan kesehatan pasien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan pasien. Diskusi tentang pasien diluar area pelayanan harus dihindari. Penulis menggunakan prinsip ini untuk menjaga kerahasiaan pasien contohnya nama pasien di tulis dengan menggunakan inisial. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda terkecuali. Penulis menggunakan prinsip ini untuk memberikan jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan yang telah diberikan oleh penulis kepada pasien. Karena dalam pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan ini. Dalam sebuah keperawatan focus tindakan keperawatan ini sebelumnya penulis menandatangani pemilik klinik untuk meminta kesediaan menjadi partisipan. Menurut Hidayat (2008). Penulis juga harus melalui beberapa tahap pengurusan
perijinan
dan
setelah
mendapat
persetujuan
barulah
dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika penelitian yaitu: a. Informed consent Penulis menggunakan informed consent sebagai suatu cara persetujuan antara penulis dengan pemilik klinik, dengan memberikan lembar persetujuan (Informed consent). Informed consent tersebut diberikan sebelum tindakan keperawatan dilaksanakan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi sasaran asuhan penulis. Penulis menggunakan prinsip ini bertujuan agar pasien atau keluarga pasien mengerti maksud dan tujuan, mengetahui dampaknya, jika pasien bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia untuk direkam
38
dan jika pasien tidak bersedia maka penulis harus menghormati hak pasien. b. Anonymity (tanpa nama) Penulis menggunakan etika penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama pasien pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil laporan yang disajikan. c. Confidentiality (kerahasiaan) Penulis menggunakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil laporan baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua pasien yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh penulis, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil laporan.
39
BAB IV HASIL ASUHAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menguraikan tentang hasil Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial : Isolasi Sosial Dirumah Penitipan Pasien Gangguan Jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. Asuhan keperawatan dilakukan pada Bulan April 2018 pada 2 orang pasien yang mendapatkan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur standar asuhan dilakukan selama 3 hari yaitu pada hari petama melakukan latihan 1 dan 2, hari kedua melakukan latihan 3 dan 4 sementara hari ketiga melakukan evaluasi dari latihan 1 sampai latihan 4 dengan melakkukan pengkajian awal sebelum tindakan dan evaluasi akhir sesudah tindakan, kemudian dilakukan perbandingan pengkajian awal sebelum tindakan dan evaluasi tersebut. Hasil pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Hasil Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Tabel 4.1 pengkajian Item Pengkajian Data umum Pasien
Pasien 1
Pasien 2
Inisial : Tn. H Jenis kelamin : Laki - laki Umur : 41 tahun Informan : Pasien Tanggal masuk RS : 18 Februari 2018 Tanggal pengkajian : 09 April 2018 Lama asuhan : 3 hari (09-11 April 2018)
Inisial : Tn.H Jenis kelamin : Laki - laki Umur : 43 tahun Informan : Pasien Tanggal masuk RS :27 Maret 2018 Tanggal pengkajian : 09 April 2018 Lama asuhan : 3 hari (12-14 april 2018)
Alasan masuk
Pasien masuk ke rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti pada tanggal 18 Februari 2018 pada pukul 22.00 WIB, dijemput oleh tim mitra sakti karena kelurga mengeluh bahwa 1 bulan terkhir ini pasien banyak diam, sering menyendiri, mengurung diri, tidak mau berbicara dengan orang lain dan terkadang pasien suka marah-marah. Masalah keperawatan: isolasi sosial
Pasien masuk ke rumah penitipan pasien gangguan jiwa Mitra Sakti pada tanggal 27 Maret 2017 pada pukul 20.30 WIB, dibawa oleh keluarga karena suka menyendiri, merasa takut dan merasa tidak mampu dengan kehidupanny, dan suka keluyuran. Masalah keperawatan: isolasi sosial
Predisposisi
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2017 dengan masalah risiko perilaku kekerasan dan di rawat di rumah sakit jiwa Provinsi Lampung. Pada tanggal 18 Februari 2018, pasien masuk rumah penitipan klien gangguan jiwa mitra sakti karena pasien jarang kontrol dan jarang mengonsumsi obat yang diberikan, pasien mengatakan tidak pernah
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun 2015 dengan masalah halusinasi dan di rawat di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. ± 3 bulan yang lalu pasien berobat jalan di rumah sakit jiwa daerah Lampung, pasien mengatakan
39
40
mengalami aniaya fisik, kekerasan dalam keluarga atau tindakan kriminal, pasien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang sering menyendiri dan tidak mau bicara dengan orang lain seperi dirinya. pasien mengatakan tidak memiliki masalalu yang tidak menyenangkan seperti, perceraian/perpisahan/konflik dsb. Masalah keperawatan: isolasi sosial
Pemeriksaan fisik
1.
3.
Tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg N : 80 x/ menit S : 37,5 C RR : 22x/menit TB : 170 Cm BB : 70 kg Keluhan fisik: tidak ada keluhan fisik.
1.
Genogram
2.
Psikososial
Keterangan : = laki-laki = perempuan = menikah = memiliki anak = Tn. H
jarang kontrol dan jarang mengonsumsi obat yang telah diberikan. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik, kekerasan dalam keluarga atau tindakan kriminal, pasien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang suka menyendiri seperti dirinya. Pasien dibawa kerumah penitipan Mitra Sakti karena suka menyendiri, sering mengurung diri di rumah, merasa tidak berharga, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu menjalani kehidupannya dan pasien lebih nyaman menyendiri. Pasien mengatakan memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan seperti, perceraian pada tahun 2015. Masalah keperawatan isolasi sosial 1.
2. 3.
Tanda-tanda vital TD : 70/60 mmHg N: 88x/ menit S: 37,0 C RR : 20x / menit TB : 175 CM BB : 60 kg Keluhan fisik: ada keluhan fisik Jelaskan: pasien mengeluh sering sakit kepala, merasa pusing dan lemas. 1.
Genogram
Keterangan : = laki-laki = perempuan = menikah = memiliki anak = Tn. H = meninggal
= meninggal = Tinggal serumah
= Tinggal serumah
41
2.
Konsep Diri 2. a. Gambaran diri Pasien mengatakan bersyukur atas keadaan fisiknya namun pasien sering merasa malu karena bekerja sebagai buruh serabutan. Pasien mengatakan di rumah pasien tidak ingin bicara dengan dengan orang lain jika tidak begitu penting, pasien memilih diam dan menyendiri di dalam rumah, pasien mengatakan merasa tidak mampu membahagiakan keluarganya. Masalah keperawatan: harga diri rendah. b. Identitas diri Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien bekerja sebagai buruh serabutan, pasien mengatakan memiliki istri dan 3 orang anak yang tinggal bersamanya. Pasien mengatakan malu karena hanya bekerja sebagai buruh serabutan dan pasien merasa tidak mampu membahagiakan keluarganya. Masalah keperawatan: harga diri rendah. c. Peran Pasien mengatakan dirinya sebagai suami dan ayah bagi 3 orang anaknya serta sebagai anak dari ayahnya. Masalah keperawatan: tidak ada masalah d. Ideal diri Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pasien mengatakan ingin berkumpul kembali bersama istri dan anak-anaknya. Masalah keperawatan: tidak ada masalah e. Harga diri Pasien mengatakan hubungannya dengan istri dan anak baik-baik saja, hanya dirinya sangat dekat dengan ayah dan pamannya saja, pasien mengatakan tidak bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya karena pekerjaannya yang hanya sebagai buruh serabutan. pasien mengatakan lebih baik diam di kamar dan menyendiri, tidak ingin bicara dengan orang lain karena malu. Masalah keperawatan : harga diri rendah
3.
Hubungan sosial a. Orang yang berarti : Pasien mengatakan orang yang sangat berarti adalah ayah, paman dan anaknya. Masalah keperawatan: tidak ada masalah b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat: Pasien mengatakan tidak suka bergabung dengan tetangga atau masyarakat lainnya, 3. pasien mengatakan tidak suka berbicara
Konsep Diri a. Gambaran diri Pasien mengatakan bersyukur atas keadaan fisiknya namun pasien mengatakan suka menyendiri, sering mengurung diri di rumah, mersa tidak berdaya, merasa tidak mampu menjalani kehidupannya, pasien mengatakan lebih suka menyendiri. Masalah keperawatan: harga diri rendah b. Identitas diri Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien tidak bekerja, pasien mengatakan memiliki istri namun sudah bercerai, pasien memiliki 3 orang anak yang tinggal bersama mantan istrinya. pasien mengatakan tinggal sendiri dirumahnya, pasien merasa tidak berdaya, pasien merasa tidak mampu menjalani kehidupannya. Masalah keperawatan: harga diri rendah. c. Peran Pasien mengatakan dirinya sebagai ayah dari 3 orang anaknya serta sebagai anak dari ayahnya. Masalah keperawatan: tidak ada masalah d. Ideal diri Pasien mengatakan ingin segera pulang dan dan dijemput oleh keluarganya untuk pulang dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Masalah keperawatan tidak ada masalah e. Harga diri Pasien mengatakan hubungannya dengan anggota keluarga baikbaik saja, pasien mengatakan merasa tidak berdaya dan tidak mampu menjalani kehidupannya semenjak berpisah dengan istrinya dan semenjak kedua orang tuanya meninggalkannya (meninggal dunia). Masalah keperawatan : Harga diri rendah.
Hubungan sosial a. Orang yang berarti :
42
c.
4.
kalau tidak begitu penting, pasien hanya diam di rumah dan pergi bila bekerja. Masalah keperawatan: isolasi sosial Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan malu karena pekerjaannya dan lebih suka diam dan sendiri, pasien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain dan lebih suka menyendiri di rumah. Masalah keperawatan: isolasi sosial
b.
Spiritual a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan yakin akan sembuh dengan minum obat teratur dan berdoa kepada Allah. b. Kegiatan ibadah : Pasien mengatakan malas dan jarang sekali sholat dan mengaji.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
c.
4.
Pasien mengatakan orang yang sangat berarti adalah orang tua dan anaknya. Pasien mengatakan sangat dekat dengan ibunya. Masalah keperawatan: tidak ada masalah Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat: Pasien mengatakan kurang terlibat dalam kegiatan kelompok sosial. Masalah keperawatan: isolasi sosial Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan lebih senang sendiri karena lebih tenang. Masalah keperawatan : Isolasi sosial
Spiritual a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan yakin bahwa penyakitnya akan cepat sembuh dengan minum obat teratur dan memohon kepada Allah. b. Kegiatan ibadah : Pasien mengatakan rajin beribadah dan mengaji di mushola yang ada di Mitra Sakti.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah Status mental
1.
2.
3.
4.
Penampilan Pasien terlihat kurang rapi dan bersih, rambut pasien tampak berketombe dan berantakan, badan pasien tampak berdaki, gigi tampak kotor, dan kuku pasien tampak panjang, kumis tidak rapi, serta tidak mampu berdandan. pasien menggunakan pakaian yang disediakan di Mitra Sakti. Masalah keperawatan: defisit perawatan diri Pembicaraan Pasien tidak mampu memulai pembicaraan, nada suara rendah, kalimat yang diucapkan kurang jelas, pasien kurang kooperatif. Masalah keperawatan : Isolasi sosial Aktivitas motorik Pasien terlihat melakukan aktivitas seperti biasa namun harus dimotivasi terlebih dahulu. Alam perasaan Pasien mengatakan merasa sedih, bosan, dan jenuh berada di tempat ini dan ingin segera
1.
2.
3. 4.
Penampilan Pasien terlihat kurang rapi dan bersih, rambut pasien tampak berketombe, badan pasien tampak berdaki, gigi tampak kotor, dan kuku pasien tampak panjang, kumis tidak rapi serta tidak mampu berdandan. pasien menggunakan pakaian yang disediakan di Mitra Sakti. Masalah keperawatan: isolasi sosial Pembicaraan pasien tidak mampu memulai pembicaraan, nada suara rendah. Masalah keperawatan: Isolasi sosial. Aktivitas motorik Baik Alam perasaan pasien mengatakan merasa sedih, bosan, jenuh berada di tempat ini dan ingin segera pulang. Pasien
43
5.
6.
7.
8. 9.
10.
11.
12.
13.
14.
pulang namun pasien merasa malu karena belum bisa membahagiakan anak dan istrinya. Masalah keperawatan : harga diri rendah. Afek Pasien tampak merespon pembicaraan dengan datar. Masalah keperawatan: isolasi sosial Interaksi selama wawancara Pasien saat wawancara tampak menunduk, menghindari tatapan mata, dan pasien tampak tidak fokus selama berinteraksi. Masalah keperawatan: isolasi sosial Persepsi/ halusinasi Pada saat wawancara pasien tidak menunjukkan tanda-tanda persepsi halusinasi, data ini didukung oleh rekam medik pasien. Masalah keperawatan: tidak ada masalah Proses pikir Pembicaraan mudah dipahami. Isi pikir pasien selalu mengatakan ingin pulang dan bertemu keluarganya. Tidak ditemukan pada pasien isi pikir waham. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Tingkat kesadaran Composmentis, pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan diberikan motivasi terlebih dahulu . Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Memori pasien masih ingat dengan anggota keluarganya terbukti pasien mampu meyebutkan nama orang tua, kakak, adik, dan ketiga anaknya, serta alamat rumahnya. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Tingkat kosentrasi dan berhitung Pasien tampak mampu berhitung dengan baik, terbukti pasien mampu berhitung 1-20 dan berhitung mundur 20-1 dengan benar. Namun tingkat konsentrasi pasien tidak optimal Kemampuan penilaian Pasien mampu mengambil keputusan sederhana terbukti pasien dapat memutuskan untuk mandi terlebih dahulu kemudian makan. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Daya tilik diri Pasien menyadari bahwa dirinya sekarang berada dirumah penitipan jiwa mitra sakti, dan pasien mengatakan bahwa dirinya merasa mengalami gangguan jiwa.
5.
6.
7.
8. 9.
10.
11.
12.
13.
mengatakan merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu menjalani kehidupan nya. Masalah keperawatan : Harga diri rendah Afek Pasien tampak merespon pembicaraan dengan datar, pasien sesekali tersenyum dan berekspresi sesuai pembicaraan. Masalah keperawatan: isolasi sosial Interaksi selama wawancara Pasien saat wawancara tampak menunduk, tampak sering meremasremas jari tangan, dan sesekali menatap pembicara. Masalah keperawatan: isolasi sosial. Persepsi/ halusinasi Pada saat wawancara pasien tidak menunjukkan tanda-tanda persepsi halusinasi. Masalah keperawatan: tidak ada masalah Proses pikir Pembicaraan mudah dipahami Isi pikir Pasien selalu mengatakan ingin cepat pulang. Tidak ditemukanpada pasien isi pikir waham. Masalah keperawatan: tidak ada masalah Tingkat kesadaran Composmentis, pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Memori Pasien tidak mengalami orientasi waktu, tempat, dan orang. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Tingkat kosentrasi dan berhitung. Pasien tampak mampu berhitung dengan baik, terbukti pasien mampu berhitung 1-20 dan berhitung mundur 20-1 dengan benar. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan Kemampuan penilaian Pasien mampu mengambil keputusan sederhana terbukti pasien dapat memutuskan untuk mandi terlebih dahulu kemudian makan.
44
Masalah keperawatan: tidak ada keperawatan
Persiapan Pulang
1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
masalah
Makan dan minum Pasien mampu makan dan minum secara mandiri, makan 3x/sehari. BAB/BAK Pasien mampu BAB/BAK secara mandiri tanpa bantuan. Mandi Pasien mampu mandi secara mandiri tanpa bantuan. Berpakaian/berhias Pasien mampu berpakaian secara mandiri dan rapi. Istirahat/tidur Tidur siang, lama : jam 12.20 s/d 13.00 WIB. Tidur malam, lama : 20.00 s/d 05.30 WIB. Penggunaan obat Pasien mampu minum obat secara mandiri. Pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan dipagi hari sering olahraga tenis meja untuk memelihara kesehatan. Kegiatan dalam rumah Pasien mengatakan saat dirumah kadang-kadang membantu istrinya memasak, dan pasien mengatakan jarang berinteraksi dengan anakanaknya. Kegiatan diluar rumah Pasien mengatakan jarang bersosialisasi dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya, karena menurut pasien tidak begitu penting bersosialisasi dengan orang lain.
Mekanisme koping
Pasien mengatakan jika ada masalah pasien menghidar dari orang lain. Malasah keperawatan: isolasi sosial
Masalah psikososial dan lingkungan
1.
2.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan 14. Daya tilik diri Pasien mengatakan menyadari dirinya berada dirumah penitipan gangguan jiwa mitra sakti dan pasien menyadari bahwa ia mengalami gangguan jiwa. Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Makan dan minum Pasien mampu makan dan minum secara mandiri, makan 3x/sehari. BAB/BAK Pasien mampu BAB/BAK secara mandiri tanpa bantuan. Mandi Pasien mampu mandi secara mandiri tanpa bantuan. Berpakaian/berhias Pasien mampu berpakaian secara mandiri. Istirahat/tidur Tidur siang, lama : jam 12.15 s/d 13.00 WIB. Tidur malam, 21.00 s/d 05.00 WIB Penggunaan obat Pasien mampu minum obat secara mandiri. Pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan dipagi hari sering senam pagi untuk memelihara kesehatannya. Kegiatan dalam rumah Pasien mengatakan saat dirumah pasien membereskan rumah setiap pagi. kegiatan diluar rumah pasien mengatakan jarang bersosialisasi dengan tetangga dan lingkungan sekitarnya.
Pasien mengatakan jika ada masalah pasien lebih memilih diam. Masalah keperawatan: isolasi sosial.
Masalah berhubungan dengan lingkungan fisik. 1. Pasien tampak terlihat kurang memperhatikan situasi lingkungan disekitarnya, pasien mengatakan jarang berinteraksi dengan anakanaknya. Masalah keperawatan: isolasi sosial Masalah berhubungan dengan pendidikan spesifik.
Masalah berhubungan dengan lingkungan fisik. Pasien tampak terlihat kurang memperhatikan situasi lingkungan disekitarnya, pasien mengatakan jarang berinteraksi dengan tetangga di sekitar rumahnya. Masalah keperawatan: isolasi sosial
45
3.
4.
5.
Pasien mengatakan tidak memiliki teman dekat selama menempuh pendidikan. Masalah keperawatan: isolasi sosial Masalah berhubungan dengan pekerjaan spesifik Pasien mengtatakan tidak ada masalah dengan pekerjaannya, pasien mengatakan jarang berbincang-bincang dengan rekan kerjanya kalau tidak begitu penting. Masalah keperawatan: isolasi sosial Masalah berhubungan dengan perumahan spesifik Pasien mengatakan jarang mengikuti kegiatan yang ada dilingkungan sekitar rumahnya, pasien mengatakan malas untuk berinteraksi dengan orang lain karena menurut pasien tidak begitu penting berhubungan dengan orang lain. Masalah keperawatan: isolasi sosial Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan Pasien mengatakan dilingkungan sekitar tempat tinggalnya pasien jauh dari fasilitas kesehatan.
2.
3.
4.
5.
Masalah berhubungan dengan pendidikan spesifik Pasien mengatakan tidak memiliki teman dekat selama menempuh pendidikan. Masalah keperawatan: isolasi sosial Masalah berhubungan dengan pekerjaan spesifik Pasien mengatakan tidak bekerja. Masalah berhubungan dengan perumahan spesifik Pasien mengatakan jarang mengikuti kegiatan yang ada dilingkungan sekitar rumahnya. Masalah keperawatan: isolasi sosial Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan Pasien mengatakan dilingkungan sekitar tempat tinggal pasien jauh dari fasilitas kesehatan.
Kurang Pengetahuan
Penyakit jiwa Pasien mengatakan tidak tau tentang penyakit jiwa.
Penyakit jiwa Pasien mengatakan tidak tau tentang penyakit jiwa
Aspek medis
Diagnosa Medis : Skizofrenia Terapi Medis : Risperidon 2 mg/12 jam Chlorpromazine 50 mg/24 jam Trihexyphenidlyl 2 mg/12 jam
Diagnosa Medis : Skizofrenia Terapi Medis : Risperidon 2 mg/12 jam Trihexyphenidyl 2 mg/12 jam Chlorpromazine 50 mg/24 jam
2. Analisa Data Tabel 4.2 Analisa Data Subyek Asuhan Data Subyek Asuhan 1 Data Subjektif : 1. Pasien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain. 2. Pasien mengatakan tidak begitu penting berinteraksi dengan orang lain. 3. Pasien mengatakan suka menyendiri. 4. Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
Subyek Asuhan 2 Data Subjektif: 1. Pasien mengatakan lebih nyaman menyendiri. 2. Pasien mengatakan merasa tidak berdaya. 3. Pasien mengatakan merasa tidak berharga. 4. Pasien mengatakan tidak mampu menjalani kehidupannya.
Data Objektif: a. Kontak mata kurang. b. Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat.
Data Objektif: 1. Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. 2. Kontak mata kurang
Masalah Keperawatan Isolasi sosial
46
c. Pasien tampak menyendiri d. Saat berinteraksi pasien tampak menuduk. e. Pasien tampak meremas-remas tangan.
3. 4.
Data Subjektif 1. Pasien mengatakan malu dan malas berinteraksi dengan orang lain. 2. Pasien merasa malu karena bekerja sebagai buruh serabutan. 3. Pasien memilih memendam masalah nya sendiri.
Data Subjektif: 1. Pasien mengatakan merasa tidak berdaya. 2. Pasien mengatakan merasa tidak berharga. 3. Pasien mengatakan tidak mampu menjalani kehidupannya.
Data Objektif: 1. Kontak mata kurang. 2. Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. 3. Pasien tampak menyendiri 4. Saat berinteraksi pasien tampak menuduk.
Pasien tampak sering menyendiri. Saat berinteraksi pasien tampak menunduk.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data Objektif: 1. Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. 2. Kontak mata kurang 3. Pasien tampak sering menyendiri. 4. Saat berinteraksi pasien tampak menunduk.
Data Subjektif 1. Pasien merasa malu karena bekerja sebagai buruh serabutan. 2. Pasien memilih memendam masalah nya sendiri. 3. Pasien mengatakan terkadang suka kesal ketika ditanya tentang masa lalunya. 4. Pasien mengatkan pernah masuk rumah sakit jiwa pada tahun 2017 karena pernah memukul istrinya.
Risiko kekerasan
Data Objektif: 1. Kontak mata kurang. 2. Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. 3. Pasien tampak menyendiri 4. Saat berinteraksi pasien tampak menuduk. Data Subjektif 1. Pasien merasa malu karena tidak memiliki pekerjaan. 2. Pasien memilih memendam masalah nya sendiri. 3. Pasien mengatkan pernah mendengar bisikan ± 2 tahun yang lalu. Data Objektif: 1. Kontak mata kurang. 2. Pasien tampak lemah dan tidak bersemangat. 3. Pasien tampak menyendiri. 4. Saat berinteraksi pasien tampak menuduk.
Halusinasi
perilaku
47
Data Subjektif 1. pasien mengatakan mandi sekali dalam sehari. 2. Pasien mengatakan tidak mau menyisir rambut. 3. Pasien mengatakan jarang menggosok gigi. 4. Pasien mengatakan tidak mau menggunakan alat mandi
Data Subjektif 1. pasien mengatakan mandi sekali dalam sehari. 2. Pasien mengatakan tidak mau menyisir rambut. 3. Pasien mengatakan jarang menggosok gigi. 4. Pasien mengatakan tidak mau menggunakan alat mandi.
Data Objektif 1. Badan pasien terlihat berdaki. 2. Rambut tampak kotor dan berantakan. 3. Gigi tampak kotor. 4. Kuku tampak panjang. 5. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. 6. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. 7. Makan dan minum sembarangan serta berceceran.
Data Objektif 1. Badan pasien terlihat berdaki. 2. Rambut tampak kotor dan berantakan. 3. Gigi tampak kotor. 4. Kuku tampak panjang. 5. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. 6. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. 7. Makan dan minum sembarangan serta berceceran.
Defisit Perawatan Diri
Pohon Masalah Defisit perawatan Diri
Pasien 1 dan pasien 2
Pasien 1
Risiko perilaku kekerasan
Halusinasi
Isolasi sosial
Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis
Pasien 1 dan pasien 2
Pasien 1 dan pasien 2
Gambar 4.1 Pohon Masalah isolasi sosial
48
3. Diagnosa Keperawatan Tabel 4.3 Diagnosa Keperawatan NO
TN.H
TN.H
1.
Isolasi sosial
Isolasi sosial
2.
Defisit Perawatan Diri
Defisit Perawatan Diri
3.
Harga diri rendah kronik
Harga diri rendah kronik
4.
Risiko perilaku kekerasan
48
4. Rencana Keperawatan Table 4.4 Rencana Keperawatan No.
Diagnosa Keperawatan Isolasi sosial
Tujuan
Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dengan kriteria hasil : 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan: 1. Pasien mampu membina hubungan saling a. Beri salam setiap berinteraksi. percaya b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi. c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan pasien. d. Tunjukkan sikap empati, jujur, dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan pasien.
49
2. Pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri: a. Diri sendiri b. Orang lain. c. lingkungan
3. Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, misalnya: a. Banyak teman b. Tidak kesepian c. Bisa diskusi d. Saling menolong kerugian menarik diri, misalnya: a. Sendiri b. Kesepian c. Tidak bisa diskusi
4. Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan: a. Perawat b. Perawat lain. c. Pasien lain. d. Kelompok.
2.1 tanyakan pada pasien tentang: a. orang yang tinggal serumah/teman sekamar pasien. b. Orang yang paling dekat dengan pasien di rumah/ di ruang perawatan c. Apa yang membuat pasien dekat dengan orang tersebut d. Orang yang tidak dekat dengan pasien di rumah/ di ruang perawatan. e. Apa yang membuat pasien tidak dekat dengan orang tersebut. f. Upaya yang telah dilakukan agar dekat dengan orang lain. 2.2 Diskusikan dengan pasien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain. 2.3 Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaan nya. 3.1 tanyakan pada pasien tentang: a. manfaat hubungan sosial. b. kerugian menarik diri. 3.2 diskusikan bersama pasien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. 3.3 Beripujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya.
4.1 observasi perilaku pasien saat berhubungan sosial. 4.2 Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/ berkomunikasi dengan: a. Perawat lain. b. Pasien lain. c. Kelompok. 4.3 Libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi. 4.4 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien bersosialisasi
50
4.5 Beri motivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yag telah dibuat. 4.6 Beri pujian terhadap kemampuan pasien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan. 5. Pasien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan: a. Orang lain. b. Kelompok
6.
Pasien mampu menyebutkan: a. Manfaat minum obat. b. Kerugian tidak minum obat. c. Nama, warna, dosis, efek terapi, dan efek samping obat. d. Pasien mampu mendemontrasikan penggunaan obat dengn benar. e. Pasien mampu menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
5.1 diskusikan dengan pasien tentang perasaannya setelah berhubungan sosial dengan: a. orang lain b. kelompok 5.2 beri pijian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan perasaanya.
6.1 diskusikan dengan pasien tentang mamfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping penggunaan obat. 6.2 pantau pasien saat penggunaan obat. 6.3 beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar. 6.4 diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. 6.5 anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
51
No.
Diagnosa Keperawatan Defisit perawatan diri
Tujuan
Intervensi Keperawatan
Stetelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat mandiri dalam per awatan diri dengan kriteria hasil : 1. Pasien mampu membina hubungan saling 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan: percaya a. Beri salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi. c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan pasien. d. Tunjukkan sikap empati, jujur, dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan pasien.
52
2. Pasien mampu menyebutkan: a. Penyebab tidak merawat diri. b. Manfaat menjaga perawatan diri. c. Tanda-tanda bersih dan rapi. d. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak dilakukan.
2.1 diskusikan dengan pasien: a. penyebab pasien tidak merawat diri. b. Manfaat menjaga perawatan diri untuk keadaan fisik, mental, dan sosial. c. Tanda-tanda perawatan diri yang baik. d. Penyakit atau gangguan kesehatan yang bisa dialami oleh pasien bila perawatan diri tidak adekuat.
3. Pasien mampu menyebutkan frekuensi menjaga perawatan diri: a. Frekunsi mandi b. Frekuensi gosok gigi c. Frekuensi keramas d. Frekuensi ganti pakaian. e. Freekuensi berhias. f. Frekuensi gunting kuku.
3.1 diskusikan frekuensi menjaga perawatan diri selama ini. a. Mandi. b. Gosok gigi c. Keramas d. Berpakaian e. Berhias f. Gunting kuku 3.2 diskusikan cara praktek perawatan diri yang boaik dan benar. a. Mandi b. Gosok gigi c. Keramas d. Berpakaian e. Berhias f. Gunting kuku 3.3 berikan pujian untuk setiap respon pasien yang positif.
4.
Pasien mampu mempraktekkan perawatan diri dengan dibantu oleh perawat. a. Mandi b. Gosok gigi c. Kermas d. Ganti pakaian e. Berhias f. Gunting kuku
a. bantu pasien saat perawatan diri. a. Mandi b. Gosok gigi c. Keramas d. Ganti pakaian e. Berhias f. Gunting kuku b. Beri pujian setelah pasien selesai melaksanakan perawatan diri.
53
5.
Pasien mampu melaksanakan praktek perawatan diri secara mandiri. a. Mandi 2x sehari. b. Gosok gigi sehabis makan. c. Keramas 2x seminggu. d. Ganti pakaian 1x sehari. e. Berhias sehabis mandi. f. Gunting Kuku setelah Mulai panjang.
5.1 pantau pasien dalam melakukan perawatan diri mandi. a. Mandi b. Gosok gigi c. Keramas d. Ganti pakaian e. Berhias f. Gunting kuku 5.2 beri pujian saat pasien melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.5 Evaluasi Keperawatan Pasien 1 dan Pasien 2 Tanggal Senin, 09 April 2018
Pasien 1 Implementasi Evaluasi Data : S: Pasien mengatakan 1. Pasien mengatakan “malas berinteraksi merasa senang setelah dengan orang lain. berkenalan dengan Pasien mengatakan “tidak satu temannya. begitu penting 2. Pasien mengatakan berinteraksi dengan orang akan melakukan cara lain”. berkenalan 2x sehari . Pasien mengatakan “malu 3. Pasien mengatakan m berinteraksi dengan orang abesih rmalu nteraksi lain”. dengan orang lain. Pasien terlihat sering 4. Pasien mengatakan menyendiri malas berinteraksi Pasien menghindari dengan orang lain. kontak mata Pasien terlihat hanya berdiam
Paraf
Tanggal
Pasien 2 Implementasi
Kamis, 12 April 2018.
Data : Pasien mengatakan “merasa tidak berdaya”. Pasien mengatakan “merasa tidak mampu dengan kehidupannya”. Pasien mengatakan “lebih nyaman menyendiri”. Pasien mengatakan “tidak memiliki teman dekat”. Pasien terlihat menyendiri Pasien menghindari kontak mata Pasien tampak tidak bersemangat.
Paraf Evaluasi
S: 1. Pasien mengatakan merasa senang setelah berkenalan dengan satu temannya. 2. Pasien mengatakan akan melakukan cara berkenalan 2x sehari . 3. Pasien mengatakan masih ada perasaan malu berinterksie dengan orng lain.
54
Pasien tampak tidak O: bersemangat. 1. Pasien sering menghindar ketika di ajak berbicara. 2. 3. Diagnosa: Isolasi sosial 4. 09.15 WIB
Tindakan: Melakukan SP 1 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mendiskusikan bersama pasien penyebab isolasi sosial, tanda dan gejala isolasi sosial. 3. Mendiskusikan bersama pasien keuntungan dan kerugian berhubungan sosial. 4. Mengajarkan cara berkenalan dengan satu orang pasien. 5. Memberi pujian atas kemampuan pasien. 6. Memberikan dua kegiatan baru. 7. Membimbing pasien dan masukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
Pasien tampak masih sering menyendiri. kontak mata kurang pasien kurang kooperatif. Pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan satu teman pasien.
A: Isolasi sosial (+) Pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan satu teman pasien. P: 1. Berkenalan dengan 24 orang teman pasien. 2. Latihan cara berkenalan 2-4 orang 2x sehari. 3. berikan dua kegiatan baru. 4. bimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
Diagnosa: Isolasi sosial
O: 1. Pasien tampak masih sering menyendiri. 09.15 2. kontak mata kurang Tindakan: WIB Melakukan SP 1 3. Pasien mampu 1. Membina hubungan melakukan cara saling percaya berkenalan dengan satu 2. Mendiskusikan bersama teman pasien. pasien penyebab isolasi sosial, tanda dan gejala A: isolasi sosial. Isolasis sosial (+) 3. Mendiskusikan bersama Pasien mampu melakukan pasien keuntungan dan cara berkenalan dengan kerugian berhubungan satu teman pasien. sosial. 4. Mengajarkan cara P: berkenalan dengan satu 1. Berkenalan dengan 2orang pasien. 4 orang teman pasien. 5. Memberi pujian atas 2. Latihan cara kemampuan pasien. berkenalan 2-4 orang 6. Memberikan dua 2x sehari. kegiatan baru. 3. berikan dua kegiatan 7. Membimbing pasien dan baru. masukan kedalam jadwal 4. bimbing pasien dan kegiatan harian pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien. RTL : Evaluasi SP 1 3.3.1.1.1.1.1 Evaluasi cara berkenalan dengan satu teman pasien. Lakukan SP 2 1. Latih pasien berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 2. Berikan dua kegiatan baru.
55
3.
RTL : Evaluasi SP 1 1. Evaluasi cara berkenalan dengan satu teman pasien. Lakukan SP 2 1. Latih pasien berkenalan dengan 24 teman pasien. 2. Berikan dua kegiatan baru. 3. Masukkan dalam jadwal harian. Senin, 09 April 2018
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan “tidak mau menyisir rambut”. Pasien mengatakan “jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi
S: 1. Pasien mengatakan sudah mengetahui pentingnya kebersihan diri. 2. Pasien mengatakan sudah mengetahui tanda dan gejala defisit perawatan diri. 3. Pasien mengatakan sudah mengetahui alat kebersihan diri. 4. Pasien mengatakan mandi 2x sehari 5. Pasien mengatakan gosok gigi 2 kali sehari 6. Pasien mengatakan belum mengetahui cara dan alat untuk berdandan. 7. Pasien mengatakan belum bisa berdandan
Kamis, 12 April 2018.
Masukkan dalam jadwal harian.
Data: 1. pasien mengatakan mandi sekali dalam sehari. 2. Pasien mengatakan tidak mau menyisir rambut. 3. Pasien 4. mengatakan jarang menggosok gigi. 5. Pasien mengatakan tidak mau menggunakan alat mandi 6. Badan pasien terlihat berdaki. 7. Rambut tampak kotor dan berantakan. 8. Gigi tampak kotor. 9. Kuku tampak panjang. 10. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. 11. Pasien tidak menggunakan alat mandi
S: 1. Pasien mengatakan sudah mengetahui pentingnya kebersihan diri. 2. Pasien mengatakan sudah mengetahui tanda dan gejala defisit perawatan diri. 3. Pasien mengatakan sudah mengetahui alat kebersihan diri. 4. Pasien mengatakan sudah mengetahui cara mandi, mencuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku yang benar. 5. Pasien mengatakan belum mengetahui cara dan alat untuk berdandan.
56
pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. Makan dan minum sembarangan serta berceceran. Diagnosa: Devisit perawatan diri
11.00 WIB
seperti, sisiran yang benar, dan cukur kumis/ jenggot. O: 1. Pasien mampu menelaskan pentingnya kebersihan diri. 2. Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri. 3. Pasien mampu menyebutkan alat kebersihan diri, seperti, sabun, sampo, gayung, handuk, dll. 4. Pasien tampak mencuci rambut dan gososk gigi. 5. Pasien tampak memotong kuku bagian tangan. 6. Pasien tampak rapi.
Tindakan: Melakukan SP 1 1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri. 2. Pengkajian tanda dan gejala defisit perawatan diri dari, kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB dan BAK 3. Mandi 2x sehari 4. Gosok gigi 2x sehari 5. Cuci rambut 2x seminggu 6. Potong kuku 1x P: seminggu. 1. Meminta pasien untuk 7. Masukkan dalam menyebutkan tanda dan jadwal kegiatan. gejala defisit perawatan diri kembali. 2. Berdandan setiap RTL: Evaluasi SP 1 selesai mandi. 1. Evaluasi Pentingnya 3. Cukur kumis kebersihan diri. 1x/minggu 2. Evaluasi tanda dan 4. Masukkan pada jadwal gejala defisit perawatan kegiatan untuk diri.
pada saat mandi dan tidak 6. Pasien mengatakan mandi dengan benar. belum bisa berdandan 12. Makan dan minum seperti, sisiran yang sembarangan serta benar, dan cukur kumis/ berceceran. jenggot. Diagnosa: Devisit Perawatan Diri 11.00 WIB
Tindakan: Melakukan SP 1 1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri. 2. Pengkajian tanda dan gejala defisit perawatan diri dari, kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB dan BAK 3. Mandi 2x sehari 4. Gosok gigi 2x sehari 5. Cuci rambut 2x seminggu 6. Potong kuku 1x seminggu. 7. Masukkan dalam jadwal kegiatan. RTL: Evaluasi SP 1 1. Evaluasi Pentingnya kebersihan diri. 2. Evaluasi tanda dan gejala defisit perawatan diri. 3. Evaluasi pentingnya kebersihan diri, cara dan alat kebersihan diri. 4. Evaluasi cara menjaga kebersihan diri, mandi,
O: 1. Pasien mampu menelaskan pentingnya kebersihan diri. 2. Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri. 3. Pasien mampu menyebutkan alat kebersihan diri, seperti, sabun, sampo, gayung, handuk, dll. 4. Pasien tampak mencuci rambut dan gososk gigi. 5. Pasien tampak memotong kuku bagian tangan. 6. Pasien tampak rapi. P: 1. Meminta pasien untuk menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri kembali. 2. Berdandan setiap selesai mandi. 3. Cukur kumis 1x/minggu 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
57
3. Evaluasi pentingnya kebersihan diri, cara dan alat kebersihan diri. 4. Evaluasi cara menjaga kebersihan diri, mandi, cuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku.
kebersihan berdandan.
diri
dan
cuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku.
Data : Pasien mengatakan “malas berinteraksi dengan orang lain. Pasien mengatakan “tidak begitu penting berinteraksi dengan orang lain”.
diri
dan
Lakukan SP 2 1. Evaluasi tanda dan gejala defisit perawatan diri, validasi kemampuan pasien melakukan kebersihan diri dan berikan pujian. 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan. 3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri, sisiran, rias muka untuk perempuan, cukur untuk pria. 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan.
Lakukan SP 2 1. Evaluasi tanda dan gejala defisit perawatan diri, validasi kemampuan pasien melakukan kebersihan diri dan berikan pujian. 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan. 3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri, sisiran, rias muka untuk perempuan, cukur untuk pria. 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan. Senin, 09 April 2018.
kebersihan berdandan.
S: 1. Pasien mengatakan mampu melakukan cara berkenalan dengan 2-4 teman pasien. Namun dengan motivasi dari perawat.
Kamis, 12 April 2018.
Data : Pasien mengatakan “merasa senang setelah berkenalan dengan temannya”. Pasien mengatakan “merasa tidak berdaya”. Pasien mengatakan “merasa tidak mampu dengan kehidupannya”.
S: 1. pasien mengatakan senang setelah berkenalan dengan temannya. 2. Pasien mengatakan mampu melakukan cara berkenalan
58
Pasien mengatakan “malu berinteraksi dengan orang lain”. Pasien terlihat sering menyendiri Pasien menghindari kontak mata Pasien terlihat hanya berdiam Pasien tampak tidak bersemangat. Pasien sering menghindar ketika di ajak berbicara. Diagnosa: Isolasi sosial 13.15 WIB
Pasien mengatakan “lebih nyaman menyendiri”. Pasien mengatakan “mulai memiliki teman dekat”. Pasien terlihat sedang berbicara dengan temannya. Pasien menghindari kontak mata
2. Pasien mengatakan akan melakukan cara berkenalan dengan 24 temannya 2x sehari. O: 1. Pasien tampak masih sering menyendiri. 2. kontak mata kurang 3. pasien kooperatif. 4. Pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan 2-4 teman pasien. A: isolasi sosial (+) Pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan 24 teman pasien.
Tindakan: Melakukan SP 2 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan satu teman P: pasien 1. 2. Mengajarkan cara berkenalan dengan 2-4 orang teman 2. pasien. 3. Memberikan dua 3. kegiatan baru. 4. Membimbing pasien 4. dan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
Evaluasi kegiatan berkenalan dengan 24 teman pasien. Berkenalan dengan 45 teman pasien. Berikan dua kegiatan baru. Bimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
13.15 WIB
dengan 2-4 teman pasien. 3. Pasien mengatakan akan melakukan cara berkenalan dengan 2-4 temannya 2x sehari.
O: 1. Pasien terlihat sedang berbicara dengan Diagnosa : Isolasi sosial temannya. 2. kontak mata kurang 3. Pasien mampu Tindakan: Melakukan SP 2 melakukan cara 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan satu berkenalan dengan satu teman pasien. teman pasien 2. Mengajarkan cara A: berkenalan dengan 2-4 Isolasi sosial (+) orang teman pasien. Pasien mampu melakukan 3. Memberikan dua cara berkenalan dengan 2-4 kegiatan baru. teman pasien. 4. Membimbing pasien dan memasukkan kedalam P: jadwal kegiatan harian 1. Evaluasi kegiatan pasien. berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 2. Berkenalan dengan 4RTL: Evaluasi SP 2 5 teman pasien. 1. Evaluasi cara berkenalan 3. Berikan dua kegiatan dengan 2-4 teman pasien. baru. 4. Bimbing pasien dan Lakukan SP 3 memasukan kedalam 1. Memvalidasi kegiatan jadwal kegiatan harian berkenalan dengan 2-4 pasien. teman pasien.
59
2. RTL: Evaluasi SP 2 1. Evaluasi cara berkenalan dengan 24 teman pasien. Lakukan SP 3 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 2. Ajarkan cara berkenalan dengan 45 teman pasien. 3. Berikan dua kegiatan baru. 4. Bimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien. Selasa, 10 April 2018.
Data : S: Pasien mengatakan 1. “malas berinteraksi dengan orang lain”. Pasien mengatakan “tidak begitu penting berinteraksi dengan orang lain”. Pasien mengatakan “malu 2. berinteraksi dengan orang lain”. pasien mampu menceritakan masalahnya 3. terhadap perawat
3. 4.
Pasien mengatakan mampu melakukan cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. Namun dengan motivasi dari perawat. Pasien mengatakan akan melakukan cara berkenalan dengan 45 temannya 2x sehari. Pasien mengatakan senang memiliki banyak teman.
Jumat, 13 April 2018.
Ajarkan cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. Berikan dua kegiatan baru. Bimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
Data : Pasien mengatakan “merasa senang setelah berkenalan dengan temannya”. Pasien mengatakan “merasa tidak berdaya”. Pasien mengatakan “merasa tidak mampu dengan kehidupannya”. Pasien mengatakan “lebih nyaman menyendiri”. Pasien mengatakan “mulai memiliki teman dekat”. Pasien terlihat sedang berbicara dengan temannya.
S: 1. pasien mengatakan senang setelah berkenalan dengan temannya. 2. Pasien mengatakan mampu melakukan cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. 3. Pasien mengatakan akan melakukan cara berkenalan dengan 4-5 temannya 2x sehari.
60
Pasien terlihat menyendiri. Diagnosa: Isolasi sosial
09.15 WIB
sering
O: 1. Pasien tampak sudah tidak menyendiri. 2. Mulai ada kontak mata. Tindakan: Melakukan SP 3 3. pasien kooperatif. 1. Memvalidasi 4. Pasien mampu kegiatan berkenalan melakukan cara dengan 2-4 teman berkenalan dengan 4-5 pasien. teman pasien. 2. Mengajarkan cara berkenalan dengan 4- A: 5 teman pasien. Isolasi sosial (+) 3. Memberikan dua Pasien mampu melakukan kegiatan baru. cara berkenalan dengan 44. Membimbing pasien 5 teman pasien. dan memasukan kedalam jadwal P: kegiatan harian 1. Evaluasi kegiatan pasien. berkenalan dengan teman, berkenalan dengan 2-4 teman RTL: pasien. Evaluasi SP 3 2. Berinteraksi dengan 1. Evaluasi cara lingkungan sekitar berkenalan dengan 4dan mengajarkan cara 5 teman pasien. minum obat yang Lakukan sp 4 benar. 1. Memvalidasi 3. Berikan dua kegiatan kegiatan berkenalan baru. dengan teman, 4. Bimbing pasien dan berkenalan dengan 4memasukan kedalam 5 teman pasien. jadwal kegiatan 2. Ajarkan pasien harian pasien. berinteraksi dengan lingkungan sekitar
Pasien menghindari kontak mata Diagnosa: Isolasi sosial 09.15 WIB
Tindakan: Melakukan SP 3 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 2. Mengajarkan cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. 3. Memberikan dua kegiatan baru. 4. Membimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien. RTL: Evaluasi SP 3 1. Evaluasi cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. Lakukan sp 4 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan teman, berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 2. Ajarkan pasien berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan mengajarkan cara minum obat yang benar.
4. Pasien mengatakan senang memiliki banyak teman. O: 1. Pasien terlihat sedang berbicara dengan temannya. 2. Sudah mulai ada kontak mata. 3. Pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. A: Isoalasi sosial (+) Pasien mampu melakukan cara berkenalan dengan 4-5 teman pasien. P: 1. Evaluasi kegiatan berkenalan dengan teman, berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 2. Berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan mengajarkan cara minum obat yang benar. 3. Berikan dua kegiatan baru. 4. Bimbing pasien dan memasukan kedalam
61
3. 4.
Selasa, 10 April 2018.
dan mengajarkan cara minum obat yang benar. Berikan dua kegiatan baru. Bimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan “tidak mau menyisir rambut”. Pasien mengatakan jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. Makan dan minum sembarangan serta berceceran.
3.
Berikan dua kegiatan baru. Bimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
jadwal kegiatan harian pasien.
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan tidak mau menyisir rambut”. Pasien mengatakan “jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. Makan dan minum sembarangan serta berceceran.
S: 1. Pasien mengatakan cara dan alat untuk berdandan. 2. Pasien mengatakan sudah bisa berdandan, seperti sisiran, mencukur kumis, dan jenggot dengan benar. 3. Pasien mengatakan belum menetahui kebutuhan dan makan, serta minum yang benar.
4.
S: 1. Pasien mengatakan cara dan alat untuk berdandan. 2. Pasien mengatakan sudah bisa berdandan, seperti sisiran, mencukur kumis, dan jenggot dengan benar. 3. Pasien mengatakan belum menetahui kebutuhan dan makan, serta minum yang benar. O: 1. Pasien tampak menunjukkan alat yang digunakan untuk berdandan. 2. Pasien tampak rapi, rambut tidak berantakan, kumis dan jenggot tampak rapi.
Jumat, 13 April 2018.
Diagnosa: Devisit perawatan diri
O: 1. Pasien tampak menunjukkan alat yang digunakan untuk berdandan. 2. Pasien tampak rapi, rambut tidak berantakan, kumis dan jenggot tampak rapi. A:
62
Defisit perawatan diri.
A: Defisit perawatan diri. Diagnosa: Devisit perawatan diri 11.00 WIB
Tindakan: Melakukan SP 2 1. Meminta pasien untuk menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri kembali. 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan. Praktekkan cara berdandan yang benar. 3. Praktekkan cara sisiran, cukur jenggot, dan kumis. 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan. RTL: Evaluasi SP 2 1. Evaluasi cara berdandan. 2. Evaluasi sisran yang benar, mencukur kumis, dan jenggot yang benar. Lakukan SP 3 1. Evaluasi tanda gejala defisit
dan
P: 1. Meminta pasien untuk menyebutkan kembali tanda dan gejala defisit perawtan diri. 2. Makan 3x sehari 3. Minum7-8 gelas sehari 4. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien.
11.00 WIB
Tindakan: Melakukan SP 2 1. Meminta pasien untuk menyebutkan tanda dan gejala defisit perawatan diri kembali. 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan. Praktekkan cara berdandan yang benar. 3. Praktekkan cara sisiran, cukur jenggot, dan kumis. 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan. RTL: Evaluasi SP 2 1. Evaluasi cara berdandan. 2. Evaluasi sisran yang benar, mencukur kumis, dan jenggot yang benar. Lakukan SP 3 1. Evaluasi tanda dan gejala defisit perawatan diri. Validasi kemampuan pasien melakukan perawatan kebersihan diri dan berdandan. 2. Jelaskan kebutuhan dan cara makan dan minum. 3. Latih cara makan dan minum yang baik dan memasukkan dalam jadwal kegiatan.
P: 1. Meminta pasien untuk menyebutkan kembali tanda dan gejala defisit perawtan diri. 2. Makan 3x sehari 3. Minum7-8 gelas sehari 4. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien.
63
2. perawatan diri. Validasi kemampuan pasien melakukan perawatan kebersihan diri dan berdandan. 3. Jelaskan kebutuhan dan cara makan dan minum. 4. Latih cara makan dan minum yang baik dan memasukkan dalam jadwal kegiatan. Selasa, 10 April 2018.
Data : S: Pasien mengatakan 1. “malas berinteraksi dengan orang lain”. Pasien mengatakan “tidak begitu penting berinteraksi dengan orang lain”. Pasien mengatakan “malu 2. berinteraksi dengan orang lain”. pasien mampu menceritakan masalahnya Diagnosa : Isolasi sosial
13.15 WIB
Tindakan: Melakukan SP 4 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan berkenalan dengan 4-5 teman pasien.
Pasien mengatakan mampu melakukan interaksi dengan banyak orang.namun pasien harus dimotivasi terlebih dahulu dari perawat. Pasien mengatakan sudah mengetahui cara minum obat yang benar. Pasien mengatakan senang memiliki banyak teman.
O: 1. Pasien tampak sudah tidak menyendiri. 2. Mulai ada kontak mata. 3. pasien kooperatif. 4. Pasien mampu melakukan minum
Jumat, 13 April 2018.
13.15 WIB
Data : Pasien mengatakan “merasa senang setelah berkenalan dengan temannya”. Pasien mengatakan “merasa tidak berdaya”. Pasien mengatakan “merasa tidak mampu dengan kehidupannya”. Pasien mengatakan “lebih nyaman menyendiri”. Pasien mengatakan “mulai memiliki teman dekat”. Pasien terlihat sedang berbicara dengan temannya. Pasien menghindari kontak mata
S: 1. Pasien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain. 2. Pasien mengatakan tidak begitu penting berinteraksi dengan orang lain. 3. Pasien mengatakan malu berinteraksi dengan orang lain. 4. pasien mampu menceritakan masalahnya terhadap perawat
Diagnosa : Isolasi sosial
1.
Tindakan: Melakukan SP 4
O: Pasien tampak sudah tidak menyendiri. 2. Mulai ada kontak mata. 3. pasien kooperatif. 4. Pasien mampu melakukan minum
64
2. Mengajarkan pasien berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan mengajarkan cara minum obat yang benar. 3. Memberikan dua kegiatan baru. 4. Membimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
obat yang benar. Dengan menyebutkan nama obat, dosis,waktu,cara, dan cara mendokumentasikan.
1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan 4-5 teman pasien. 2. Mengajarkan pasien berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan mengajarkan cara minum obat yang benar. 3. Memberikan dua kegiatan baru. 4. Membimbing pasien dan memasukan kedalam jadwal kegiatan harian pasien.
A: Isolasi sosial (+) Pasien mampu berinteraksi dengan banyak orang dan pasien mampu mengunakan obat yang benar.
RTL : Evaluasi SP 4 1. Evaluasi cara berinteraksi dengan banyak orang dan Cara minum obat yang benar. Lakukan Reevaluasi
Rabu, 11 April 2018.
P: 1. Berkenalan dengan satu teman pasien. 2. Berkenalan dengan 24 teman pasien. 3. Berkenalan dengan 45 teman pasien. 4. Berinteraksi dengan banyak orang dan cara minum obat yang benar. 5. Memasukkan kegiatan latihan kedalam jadwal kegiatan harian. 6. Ulang kembali SP 1,2,3 dan 4. Data : S: Pasien mengatakan 1. Pasien mengatakan “malas berinteraksi senang memiliki dengan orang lain”. banyak teman.
Sabtu, 14 April 2018.
obat yang benar. Dengan menyebutkan nama obat, dosis,waktu,cara, dan cara mendokumentasikan. A: Isolasi sosial (+) Pasien mampu berinteraksi dengan banyak orang dan pasien mampu mengunakan obat yang benar.
RTL : Evaluasi SP 4 1. Evaluasi cara berinteraksi dengan banyak orang dan Cara minum obat yang benar. Lakukan Re-evaluasi
P: 1. Berkenalan dengan satu teman pasien. 2. Berkenalan dengan 2-4 teman pasien. 3. Berkenalan dengan 4-5 teman pasien. 4. Berinteraksi dengan banyak orang dan cara minum obat yang benar. 5. Memasukkan kegiatan latihan kedalam jadwal kegiatan harian. 6. Ulang kembali SP 1,2,3 dan 4.
Data : Pasien mengatakan “merasa senang setelah berkenalan dengan temannya.”
S: 1. Pasien mengatakan merasa lebih tenang.
65
Pasien mengatakan “tidak 2. begitu penting berinteraksi dengan orang lain”. Pasien mengatakan “malu 3. berinteraksi dengan orang lain”. pasien mampu menceritakan masalahnya Diagnosa: Isolasi sosial
09.15 WIB
Tindakan: Melakukan Re-evaluasi 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan satu teman pasien, berkenalan dengan 2-4, 4-5 teman pasien, bersosialisasi dengan banyak orang, dan minum obat yang benar. 2. Membimbing pasien dalam melakukan cara berkenalan. 3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan mengulang caracara mengontrol emosi. 4. Memberikan pujian atas kemampuan pasien.
4.
Pasien mengatakan “merasa tidak berdaya”. Pasien mengatakan “merasa tidak mampu dengan kehidupannya”. Pasien mengatakan “lebih nyaman menyendiri”. Pasien mengatakan mulai memiliki teman dekat. Pasien terlihat sedang berbicara dengan temannya. Pasien menghindari kontak mata
Pasien mengatakan senang setelah berkenalan dengan banyak orang. Pasien mengatakan mampu melakukan interaksi dengan banyak orang, walaupun dengan motivasi dari perawat. Pasien mengatakan sudah mengetahui cara minum obat yang benar. asien mengatakan senang memiliki banyak teman.
O: 1. Pasien tampak sudah tidak menyendiri. 2. Mulai ada kontak mata. 3. pasien kooperatif. 4. Pasien mampu melakukan minum obat yang benar. Dengan menyebutkan nama obat, dosis,waktu,cara, dan cara mendokumentasikan. A: Isolasi sosial (+)
Diagnosa: Isolasi sosial
09.15 WIB
2. Pasien mengatakan telah mampu mengontrol emosinya dengan teknik nafas dalam dan memukul bantal/kasur. 3. Pasien mengatakan akan minum obat secara teratur. 4. Pasien mengatakan mengerti cara mengungkapkan emosi dengan kata-kata yang baik tanpa menyakiti orang lain. 5. Pasien mengatakan telah mampu mengontrol amarah dengan spiritual
Tindakan: Melakukan Reevaluasi 1. Memvalidasi kegiatan berkenalan dengan satu O: teman pasien, berkenalan 1. Pasien tampak sudah tidak menyendiri. dengan 2-4, 4-5 teman pasien, bersosialisasi 2. Mulai ada kontak mata. dengan banyak orang, dan 3. pasien kooperatif. 4. Pasien mampu minum obat yang benar. melakukan minum 2. Membimbing pasien obat yang benar. dalam melakukan cara Dengan menyebutkan berkenalan. nama obat, 3. Memberikan kesempatan dosis,waktu,cara, dan kepada pasien untuk cara bertanya dan mengulang mendokumentasikan. cara-cara mengontrol emosi. 4. Memberikan pujian atas A: Isolasi sosial (+) kemampuan pasien
66
Rabu, 11 April 2018.
5. Membimbing pasien dan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
Pasien mampu berinteraksi dengan banyak orang. P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan “tidak mau menyisir rambut”. Pasien mengatakan “jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. Makan dan minum sembarangan serta berceceran.
S: 1. Pasien mengatakan mengetahui tanda dan gejala defisit perawatan diri seperti, berdandan. 2. Paien mengatakan mengetahui cara makan dan minum. 3. Pasien mengatakan sudah mengetahui cara makan dan minum yang benar. 4. Pasien mengatakan belum begitu mengerti cara BAB dan BAK yang benar.
Diagnosa: Devisit perawatan diri.
Sabtu, 14 April 2018.
O: 1. Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala defiist perawatan diri. 2. Pasien mampu menjelaskan cara makan dan minum yang baik.
5. Membimbing pasien dan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan “tidak mau menyisir rambut” Pasien mengatakan “jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. Makan dan minum sembarangan serta berceceran.
S: 1. Pasien mengatakan mengetahui tanda dan gejala defisit perawatan diri seperti, berdandan. 2. Paien mengatakan mengetahui cara makan dan minum. 3. Pasien mengatakan sudah mengetahui cara makan dan minum yang benar. 4. Pasien mengatakan belum begitu mengerti cara BAB dan BAK yang benar.
Diagnosa: Devisit perawatan diri. 11.00 WIB
Tindakan: Melakukan SP 3
O: 1. Pasien menyebutkan dan gejala perawatan diri. 2. Pasien menjelaskan makan dan yang baik.
mampu tanda defiist mampu cara minum
67
3.
11.00 WIB
Tindakan: Melakukan SP 3 1. Mandi 2x sehari 2. Gosok gigi 2x sehari 3. Berdandan setelah selesai mandi 4. Cukur kumis 1x seminggu. 5. Potong kuku 1x seminggu 6. Keramas 2x seminggu. 7. Makan 3x sehari 8. Beri pujian setelah pasien menyebutkan cara mandi, makan, dan minum yang baik. 9. Jelaskan pada pasien cara BAB dan BAK yang baik. 10. BAB 1-2x sehari 11. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
Pasien tampak makan dan minum dengan benar.
A: Defisit perawatan diri.
P: 1. Mandi 2x sehari 2. Gosok gigi 2x sehari 3. Berdandan setelah selesai mandi 4. Cukur kumis 1x seminggu. 5. Potong kuku 1x seminggu 6. Keramas 2x seminggu. 7. Makan 3x sehari 8. Beri pujian setelah pasien menyebutkan cara mandi, makan, dan minum yang baik. 9. Jelaskan pada pasien cara BAB dan BAK yang baik. 10. BAB 1-2x sehari 11. Masukkan dalam RTL: 1. Evaluasi SP 3 jadwal kegiatan 2. Evaluasi tanda dan pasien. gejala defisit perawatan diri, validasi kemampuan pasien tentang kebersihan diri,
1. 2. 3.
Mandi 2x sehari Gosok gigi 2x sehari Berdandan setelah selesai mandi 4. Cukur kumis 1x seminggu. 5. Potong kuku 1x seminggu 6. Keramas 2x seminggu. 7. Makan 3x sehari 8. Beri pujian setelah pasien menyebutkan cara mandi, makan, dan minum yang baik. 9. Jelaskan pada pasien cara BAB dan BAK yang baik. 10. BAB 1-2x sehari 11. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien. RTL: 1. Evaluasi SP 3 2. Evaluasi tanda dan gejala defisit perawatan diri, validasi kemampuan pasien tentang kebersihan diri, berdandan, makan, dan minum, dan beri pujian. 3. Jelaskan cara BAB dan BAK yang baik, melatih BAB dan BAK yang baik. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK
3.
Pasien tampak makan dan minum dengan benar.
A: Defisit perawatan diri. P: 1. Mandi 2x sehari 2. Gosok gigi 2x sehari 3. Berdandan setelah selesai mandi 4. Cukur kumis 1x seminggu. 5. Potong kuku 1x seminggu 6. Keramas 2x seminggu. 7. Makan 3x sehari 8. Beri pujian setelah pasien menyebutkan cara mandi, makan, dan minum yang baik. 9. Jelaskan pada pasien cara BAB dan BAK yang baik. 10. BAB 1-2x sehari 11. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien.
68
3.
Rabu, 11 April 2018.
berdandan, makan, dan minum, dan beri pujian. Jelaskan cara BAB dan BAK yang baik, melatih BAB dan BAK yang baik. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK.
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan “tidak mau menyisir rambut”. Pasien mengatakan “jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi
S: 1. Pasien mengatakan mengetahui dan mengerti tanda dan gejala defisit perawatan diri. 2. Pasien mengatakan mengetahui dan paham cara mandi, cuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku dengan benar. 3. Pasien mengatakan mengetahui dan paham cara makan dan minum dengan benar. 4. Pasein mengatakan mengetahui dan paham cara berdandan seperti, bersisir dan
Sabtu, 14 April 2018.
Data: pasien mengatakan “mandi sekali dalam sehari”. Pasien mengatakan “tidak mau menyisir rambut”. Pasien mengatakan “jarang menggosok gigi”. Pasien mengatakan “tidak mau menggunakan alat mandi”. Badan pasien terlihat berdaki. Rambut tampak kotor dan berantakan. Gigi tampak kotor. Kuku tampak panjang. Kumis dan jenggot tampak tidak rapi. Pasien tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar.
S: 1. Pasien mengatakan mengetahui dan mengerti tanda dan gejala defisit perawatan diri. 2. Pasien mengatakan mengetahui dan paham cara mandi, cuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku dengan benar. 3. Pasien mengatakan mengetahui dan paham cara makan dan minum dengan benar. 4. Pasein mengatakan mengetahui dan paham cara berdandan seperti, bersisir dan mencukur kumis dan jenggot.
69
pada saat mandi dan tidak mandi dengan benar. Makan dan minum 5. sembarangan serta berceceran.
mencukur kumis dan jenggot. Pasien mengatakan mengetahui dan paham cara BAB dan BAK dengan baik.
Makan dan sembarangan berceceran.
minum 5. serta
Diagnosa: Devisit perawatan diri.
Diagnosa: Devisit perawatan diri. 13.15 WIB
Tindakan: Melakukan 1. Evaluasi pentingnya kebersihan diri. 2. Evaluasi cara mandi, cuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku yang baik. 3. Evaluasi cara berdandan, mencukukur kumis, dan jenggot yang benar. 4. Evaluasi cara makan dan minum yang baik. 5. Evaluasi cara BAB dan BAK yang baik. 6. Beri pujian pada pasien.
O: 1. Pasien mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala defisit perawatan diri. 2. Pasien mampu berdandan seperti, bersisir dan mencur kumis dan jenggot. 3. Pasien mampu makan dan minum dengan benar. 4. Pasien mampu BAB dan BAK dengan baik. A: Defisit perawatan diri P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
13.15 WIB Tindakan: Melakukan 1. Evaluasi pentingnya kebersihan diri. 2. Evaluasi cara mandi, cuci rambut, sikat gigi, dan potong kuku yang baik. 3. Evaluasi cara berdandan, mencukukur kumis, dan jenggot yang benar. 4. Evaluasi cara makan dan minum yang baik. 5. Evaluasi cara BAB dan BAK yang baik. 6. Beri pujian pada pasien.
Pasien mengatakan mengetahui dan paham cara BAB dan BAK dengan baik.
O: 1. Pasien mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala defisit perawatan diri. 2. Pasien mampu berdandan seperti, bersisir dan mencur kumis dan jenggot. 3. Pasien mampu makan dan minum dengan benar. 4. Pasien mampu BAB dan BAK dengan baik. A: Defisit perawatan diri P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan.
70
B. Pembahasan Penulis akan membahas proses pembahasan pada asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 09 – 14 April 2018 tentang “Asuhan keperawatan gangguanan pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran” Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan kebutuhan dasar manusia di dalam asuhan keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian
keperawatan
merupakan
proses
sistematika
dan
pengumpulan data, verifikasi, dan komunikasi data tentang pasien, untuk mendapatkan seluruh data dan menentukan asuhan keperawatan untuk
meningkatkan
kesehatan,
memproteks
kesehatan
dan
mengembalikan kesehatan, pengkajian yang dilakukan dari metode wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. a. faktor predisposisi 1) faktor psikologis subjek asuhan pertama pasien H berusia 41 Tahun mengatakan bahwa
pasien
merasa
tidak
mampu
membahagiakan
keluarganya, merasa malu dengan pekerjaan nya saat ini yaitu sebagai buruh serabutan, pasien mengatakan jika ada masalah pasien menghindar dari orang lain dan subjek asuhan kedua pasien H berusia 43 Tahun mengatakan bahwa pasien merasa tidak berharga, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu menjalani kehidupannya, pasien mengatakan jika ada masalah pasien lebih memilih diam. Sebagaimana pada pengkajian kedua subjek asuhan mengalami isolasi sosial. Menurut teori Stuart, 2016 dijelaskan bahwa tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri).
71
b. Faktor presipitasi 1) Sifat stressor Subjek asuhan pertama pasien H pasien mengatakan jarang berbincang-bincang dengan rekan kerjanya kalau tidak begitu penting. Subjek asuhan kedua pasien H pasien mengatakan merasa tidak berdaya dan merasa tidak mampu menjalani kehidupannya dikarenakan pasien pernah mengalami perceraian pada Tahun 2015 dan pasien di tinggal oleh kedua orng tuanya (meninggal dunia). 2) Waktu dan lamamnya stressor Pada subjek asuhan pertama dan kedua mengalami masalah berhubungan dengan pendidikan karena selama menempuh pendidikan kedua subjek asuhan tidak memiliki teman dekat. 3) Jumlah stressor Subjek asuhan pertama memiliki 4 stressor yang terdiri dari isolasi sosial, defisit perawatan diri, harga diri rendah, risiko perilaku kekerasan, dan subjek asuhan kedua memiliki 3 stressor yang terdiri dari isolasi sosial, defisit perawatan diri, dan harga diri rendah. Menurut Aris Kurniawan (2015) bahwa sifat stressor, meliputi: biologis, psikologis, dan sosial. Tiga komponen tersebut merupakan hasil dari ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas fisik terjadi karena ketidakmampuan fisiologis atau penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Sedangkan ancaman terhadap sistem diri diindikasikan mengancam identitas seseorang, harga diri, dan fungsi integritas sosial. c. Penilaian terhadap stressor 1) Afektif Respon afektif subjek asuhan pertama pasien H pasien tampak merespon pembicaraan dengan datar dan pasien tidak mau berhubungan dengan orang lain. Respon afektif subjek asuhan
72
kedua pasien H pasien tampak merespon pembicaraan dengan datar, pasien merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu menjalani kehidupannya. 2) Perilaku Kedua
subjek
memperhatikan
asuhan, situasi
pasien
tampak
lingkungan
terlihat
kurang
disekitarnya,
jaramg
berinteraksi dengan orang lain dan penampilan pasien tampak tidak rapi. Pada saat berinteraksi pasien tampak menunduk dan menghindari tatapan mata. Menurut teori purwanto (2015) perilaku yang muncul pada pasien isolasi sosial berupa: kurang spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri, tidak merawat dan mempertahankan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Pasien tampak tidak bercakap-cakap dengan pasien lain, tidak atau kurang sadar dengan lingkungannya. 3) Mekanime koping Mekanisme koping pada subjek asuhan pertama pasien H, ketika pasien memiliki masalah pasien menghindar dari orang lain dan mekanisme koping pada subjek asuhan kedua pasien H ketika ada masalah pasien memilih diam. Menurut teori Yusuf, dkk (2015) mekanisme koping dibagi menjadi 2 yaitu: mekanisme koping konstruktif terjdi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal peringatan dan individu menerima sebagai
tantangan
untuk
menyelesaikan
masalah
dan
mekanisme koping destruktif menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah. Pada pasien isolasi sosial yang tampak pada perilaku destruktif yaitu: memisahkan diri dari orang lain, menolak berhubungan dengan orang lain, dan pasien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
73
2. Diagnosa keperawatan Kedua subjek asuhan ditemukan masalah keperawatan isolasi sosial dan defisit perawatan diri yaitu: pada pasien pertama ditemukan 4 masalah keperawatan yaitu isolasi sosial, defisit perawatan diri, harga diri rendah, dan risiko perilaku kekerasan. Pada pasien kedua ditemukan 3 masalah keperawatan yaitu isolasi sosial, defisit perawatan diri, dan harga diri rendah. Dalam asuhan keperawatan ini penulis berfokus pada satu diagnosa yaitu isolasi sosial dan defisit perawatan diri. Isolasi sosial merupakan ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2017). Defisit Perawatan Diri merupakan ketidakmampuan seseorang dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri (SDKI, 2017). defisit Perawatan diri merupakan penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti tidak mampu untuk makan, tidak mampu membersihkan bagian-bagian tubuh tertentu, mengatur suhu air, gangguan kemampuan untuk memakai/ menganti pakaian dan melakukan defekasi.
4. Intervensi keperawatan Pengumpulan data ini rencana keperawatan pada kedua subjek asuhan dilakukan dengan mengacu pada teori yang ada di bab 2 yang mengacu pada intervensi Matrik (2012), dimana didalam intervensi matrik tersebut ada 4 standar yang harus dilakukan, maka penulis merencanakan 4 standar dari intervensi matrik untuk masalah keperawatan isolasi sosial diri pada kedua subjek asuhan.
5. Implementasi Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan isolasi sosial dan defisit perawatan diri; pada masing-masing pasien dilakukan selama 3 hari pada masing-masing pasien,mulai tanggal 09-14 april 2018 pada kedua subjek asuhan pembagian waktu pada masing-masing pasien di lakukan secara bergantian dengan frekuensi waktu 30 menit pada
74
subjek asuhan pertama dan 30 menit pada subjek asuhan kedua dengan menyesuaikan waktu luang pasien dilakukan selama shif pagi dan shif siang hari . Penulis melakukan tindakan yang telah direncanakan pada kedua pasien namun didalam melakukan tindakan ditemukan perbedaan pada kedua pasien dimana penulis menemukan kendala saat memberikan tindakan pada subjek asuhan pertama dikarenakan pasien banyak mengalami maslah keperawatan seperti kurang bersemangat untuk sembuh, dan pasien sering pergi ketika sedang di ajak berbicara sehingga intervensi sering terunda.pada subjek asuhan kedua tidak banyak ditemukan kendala sehingga intervensi dapat di laksanakan dengan baik. Penulis bersama pasien
melakukan diskusi terkait pentingnya
berinteraksi dengan orang lain. Keuntungan memiliki teman dan kerugian tidak memiliki teman dan mendiskusikan terkait menjaga kebersihan diri dan alat apa saja yang dibutuhkan saat membersihkan diri atau mandi, penulis juga memperhatikan adanya tanda- tanda non verbal, Waspadai arti dasar dari pernyataan verbal, penulis bersama pasien mendiskusikan urutan atau tindakan mandi dan gosok gigi. Saat pasien
dapat menjawab
pertanyaan dari penulis, penulis memberikan reinforcement positif kepada pasien, implementasi selanjutnya penulis membantu pasien dalam perawatan potong kuku, sebelum dipotong kuku kaki dan tangan paien direndam dalam air hangat selama 10 menit. Perkembangan yang terjadi pada kedua pasien setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari yaitu: hari pertama pada pasien pertama, pasien H belum dapat mengindetifikasi mengenai apa itu kebersihan diri, pasien H mengatakan mandi 1 kali sehari, malas untuk mandi, dan pasien H hanya mampu menyebutkan 3 alat-alat mandi, badan tampak kotor dan bau, rambut berantakan, dan kuku nampak panjang dan kotor, pasien H mengatakan makan tidak cuci tangan,
pada hari kedua pasien masih
diingatkan untuk mandi, pasien H mengatakan mandi itu 2 kali sehari, pasien H mampu melakukan cuci tangan dengan benar sebelum makan, badan tampak bersih, rambut pasien rapih, gigi bersih, pasien mampu menyebutan 4 dari 5 alat-alat mandi, di hari terakhir saat di evaluasi pasien
75
H mengalami perkembangan sudah dapat melakukan cara mandi dengan benar, dan mampu menyebutkan 4 dari 5 alat-alat mandi badan nampak bersih, kuku tampak bersih, cuci tangan sebelum makan. Perkembangan pada subjek asuhan kedua yaitu hari pertama hanya mampu menjelaskan
bawha kebersihan diri yaitu mandi, pasien H
mengatakan mandi 1 kali sehari dan mampu menyebutkan 3 dari 5 alat-alat mandi, badan nampak kotor, bau tidak sedap, rambut berantakan, pakaian tampak kotor, pada hari ke dua pasien H mengatakan mandi 2 kali sehari, pasien mengatakan senang saat kuku di potong , pasien
mampu
menjelaskan kebersihan diri itu adalah mandi dengan sabun dan gosok gigi, setelah mandi harus berganti pakaian. hari ke ketiga setelah dievaluasi pasien H mengalami perkembangan pasien H mengatakan mandi 2 kali sehari, mandi menggunakan sabun, gosok gigi dan menggunakan sampo untuk keramas, setelah itu harus ganti baju, memotong kuku 1minggu sekali, dan mampu menyebutkan 4 dari alat-alat mandi, pasien H tampak bersih dan rapih, lansia M mengatakan nyaman dan senang.
6. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tiga hari untuk subjek asuhan pertama dan tiga hari untuk subjek asuhan kedua dengan tujuan yang sama dan semua tindakan bisa terpenuhi dengan tindakan keperawatan yang sama penulis mengevaluasi keadaan pasien setiap hari pada jam akhir jaga. Didapatkan hasil yang berbeda, pada pasien pertama masalah isolasi sosial belum teratasi: berinteraksi dengan orang banyak dan defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, kuku dapat teratasi, masalah tersebut tidak teratasi karena adanya perbedaan masalah keperawatan dimana pada pasien pertama ditemukan banyak masalah dibandingakan pasien kedua sehingga dengan waktu yang sama dan intervensi yang sama masalah belum bisa tertatasi dalam waktu 3 hari.
76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pengumpulan data dapat dibuat kesimpulan secara umum sebagai berikut : 1. Pengumpulan data ini telah mengidentifikasi yang sama dari faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor dan mekanisme koping. Kedua subjek asuhan memiliki jenis kelamin sama. Dari pengumpulan data ini menujukan bahwa dari faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor dan mekanisme koping mempunyai kesamaan dengan teori yang sudah penulis paparkan. 2. Masalah yang sama ditemukan pada pasien pertama dan pasien kedua sebagai berikut: Pada pasien pertama ditemukan 4 masalah keperawatan yaitu isolasi sosial, defisit perawatan diri, harga diri rendah, dan risiko perilaku kekerasan. Pada pasien kedua ditemukan 3 maslah keperawatan yaitu isolasi sosial, defisit perawatan diri, dan harga diri rendah. 3. Intervensi keperawatan telah dilakukan secara komprehensif dengan memfokuskan pada masalah keperawatan yaitu isolasi sosial dan defisit perawatan diri dengan 4 standar yang telah ditetapkan dalam intervensi matrik pada pasien skizofrenia di rumah penitipan klien gangguan jiwa Mitra Sakti Kabupaten Pesawaran. 4. Implementasi yang dilakukan penulis pada kedua subyek yaitu subjek asuhan pertama dan subjek asuhan kedua telah dilakukan mulai dari tanggal 09-14 April 2018 , rencana keperawatan isolasi sosial dan defisit keperawatan diri telah dilakukan kepada kedua pasien yaitu mulai dari mengidentifikasi masalah isolasi sosial, manfaat dan kerugian berinteraksi dengan orang lain, berkenalan dengan satu teman pasien, berkenalan dengan 2-4 teman pasien, berkenalan dengan 4-5 teman pasien, dan bersosialisasi dengan orang banyak, mengidentifikasi kebersihan diri,mendiskusikan tentang kebersihan diri, alat-alat kebersihan diri, dan melakukan tindakan kebersihan diri :mandi,potong kuku, makan, dimana saat melakukan implementasi terdapat perbedaan dimana subjek asuhan 76
77
pertama lebih banyak mengalami masalah kesehatan sehingga menunda tindakan yang diberikan sedangkan subjek asuhan kedua tindakan dapat dilakukan secara efektif. 5. Dapat disimpulkan dalam pengumpulan data ini bahwa
asuhan
keperawatan dengan masalah isolasi sosial dan defisit perawatan diri pada kedua subjek asuhan didapatkan perbedaan hasil pada kedua pasien pada jam akhir jaga. Didapatkan pada subjek asuhan pertama masalah isolasi sosial belum teratasi dan defisit perawatan diri teratasi, masalah tersebut tidak teratasi karena adanya perbedaan masalah dimana pada subjek asuhan pertama ditemukan banyak masalah dibandingakan subjek asuhan kedua sehingga dengan waktu yang sama dan intervensi yang sama masalah belum bisa tertatasi dalam waktu 3 hari dan pada subjek asuhan kedua gangguan pemenuhan kebutuhan psikososial: isolasi sosial dan defisit perawatan diri diri teratasi.
B. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian terhadap subjek asuhan 1 dan 2, dimana diperoleh hasil akhir yang berbeda walaupun telah dilakukan tindakan yang sama sesuai koridor keilmuan keperawatan. Maka diperlukan langkah dan penanganan lain yang belum ada atau belum tertulis dalam dunia medis keperawatan seperti jurnal terkini dan metode-metode terkini. 2. Bagi tempat penitipan Pasien Gangguan Jiwa Mitra Sakti Diharapkan Rumah Penitipan Pasien Gangguan Jiwa Mitra Sakti dapat memfasilitasi secara maksimal terkait hal-hal yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan menyediakan perawat profesional 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber perbandingan dalam melakukan penelitian terkait pengaruh asuhan keperawatan terhadap pasien isolasi sosial.