A. Perkembangan CSR di Dunia Perkembangan konsep Corporate Social Responsibility di dunia mempunyai sejarah yang panjang, dimana banyak peneliti menyatakan sesungguhnya CSR ini merupakan produk yang dihasilkan dari awal abad ke-20, yaitu pada tahun 1920an, CSR masih dikenal dengan konsep corporate philanthropy/ kedermawanan perusahaan. CSR telah didiskusikan dalam sebuah literatur (Bowen, 1953), bahwa perusahaan memang memiliki tanggung jawab sosial dalam rangka meningkatkan a untabilitas kinerja perusahaan. Dasar dari konsep CSR yaitu CSR merupakan kekuatan sosial yang beroperasi dalam setiap masyarakat, yang menjadikan perusahaan harus melakukan kegiatan bisnisnya dengan jalan yang benar. Konsep dari etika bisnis atau corporate philanthropy berawal dari konsep pelayanan publik yang dibuat oleh Smith (1759) dan konsep kepercyaan/trusteeship oleh Clark (1939). Namun Bowen (1953) telah memperkenalkan secara formal konsep dari tanggung jawab sosial pelaku bisnis yang menyatakan bahwa perlunya mendirikan pengembangan bagi konsep CSR yang modern. Ada banyak konsep yang kemudian berkembang setelah konsep yang dikemukakan oleh Bowen diungkapkan secara formal.
Gambar Perkembangan Konsep-Konsep CSR, Sumber: Bhaduri dan Selarka, 2016 Adapun runutan waktu yang berkaitan dengan gambar perkembangan konsep-konsep CSR diatas: 1) 1950an-1960an, periode pengenalan CSR di kalangan akademisi dan corporate philanthropy sebagai CSR 2) 1970an, periode teori stakeholder and business ethichs
1
3) 1980an, periode penerapan/praktik CSR oleh perusahaan 4) 2000an, periode pengerjaan empiris untuk mencari tahu determinan dan konsekuensi CSR dalam strategi perusahaan 1) Corporate Social Responsibility (1950an) Dalam penelitian akademik yang berjudul ”Social Responsibility of the Businessman” tahun 1953, Howard Bowen pertama kali memperkenalkan konsep social
responsibility
di
kalangan
akademisi.
Bowen
menjelaskan
bahwa
pertanggungjawaban pelaku bisnis berkaitan denga kewajiban dari pelaku bisnis untuk menetapkan
kebijakan-kebijakan,
membuat
keputusan-keputusan,
atau
untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan ketentuan yang objektif dan bernilai bagi masyarakat sekitar. Penelitian yang dilakukan Bowen (1953) didapatkan dari keyakinannya terhadap ratusan bisnis terbesar saat itu memiliki kekuatan yang sangat besar dan setiap keputusan yang diputuskan oleh pebisnis besar tersebut akan berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat dari berbagai aspek (Carroll, 2006 dalam Bhaduri dan Selarka, 2016). Tahun 1960, Frederick mengembangkan pengertian dari pertanggungjawaban sosial/social responsibility yaitu pertanggungjawaban sosial mengimplementasikan sikap publik terhadap perekonomian masyarakat dan sumber daya manusia, dan kesediaan akan pandangan terhadap hal-hal tersebut berguna bagi keadaan sosial yang lebih luas dan secara sederhana untuk membatasi kepentingan individu dan perusahaan saja. Beberapa poin penting dari pemikiran Frederick terhadap trusteeship dan corporate philanthropy: (1) Manajer perusahaan sebagai pengawas publik (public trustees) (2) Keseimbangan dalam melawan klaim terhadap sumber daya yang dimiliki perusahaan (3) Dukungan bagi philantrhopy sebagai perwujudan pendukung bisnis bertindak benar 2) Corporate Social Responsibility sebagai Philantrhopy (1960an) Sepanjang tahun 1960,
konsep pemahaman CSR masih terus bertumbuh,
walaupun CSR masih sangat dipandang diwujudkan oleh philanthropy. Beberapa peneliti berusaha menjelaskan pemahaman mengenai pertanggungjawaban sosial, salah satunya Davis (1960) mendefinisikan social responsibility merupakan keputusan pelaku bisnis dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk berbagai alasan setidaknya secara parsial berada antara kegiatan ekonomi perusahaan secara langsung atau kepentingan teknis. Walton (1967) mengarahkan banyak aspek CSR, dan 2
mengemukakan konsep baru mengenai social responsibility/SR yang mengenalkan interaksi antara perusahaan dengan masyarakat harus dipertimbangkan oleh seluruh stakeholder perusahaan ketika menuntut tujuan masing-masing. Istilah corporate social responsibility menjadi umum digunakan pada akhir 1960an dan awal 1970an setelah banyak perusahaan multinasional membentuk istilah stakeholder, yang berarti mereka siapapun itu dalam aktivitas organisasi memiliki dampak terhadap organisasi. 3) Periode pertumbuhan pesat dalam kosep CSR (1970an) Pada periode ini muncul konsep-konsep baru untuk menumbuhkan konsep CSR seperti corporate social responsiveness (Ackerman, 1973; Ackerman dan Bauer 1976), corporate social performance (CSP), dan social responsibility. Pada awal tahun 1970an, Friedman (1970) membantah social responsibility dari bisnis adalah untuk meningkatkan keuntungan pemegang saham dengan pendekatan peningkatan nilai yang mana hal ini mengacu pada kapitalisme. Beliau melanjutkan argumennya mengenai kapitalisme untuk menjelaskan social responsibility, bahwa hanya ada satu pertanggungjawaban sosial dari bisnis, untuk menggunakan sumber daya dan mengerjakan segala aktivitas dirancang untuk meningkatkan keuntungan selama hal tersebut tidak melanggar aturan. Tahun 1975, Sethi membedakan CSP, CSR, dan perilaku perusahaan dengan mengonsepkan “dimension of corporate social performance”, “kewajiban sosial”, “pertanggungjawaban sosial (SR)”, dan “ketanggapan sosial” berturut-turut. Sethi membahas lebih jauh lagi bahwa social responsibility mengimplikasikan/menyiratkan penyesuaian perilaku perusahaan dengan memberlakukan norma sosial, nilai, dan ekspektasi dari pelaksanaannya. Eilbert dan Parket (1973) menghasilkan penelitian yang menyatakan bahwa ukuran
suatu
perusahaan
secara
positif
berhubungan
dengan
usaha
pertanggungjawaban sosialnya dan aktivitas rutinnya biasanya dikerjakan dengan berkontribusi kepada pendidikan dan kesenian. Tahun 1974, Hay dan Gray memebagi gagasan terhadap social responsibility secara konseptual dalam tiga fase yaitu, fase I, peningkatan profit; fase II, kepercayaan publik; fase III, kualitas hidup. Menurutnya fase III akan lebih banyak digunakan oleh manajer perusahaan di masa mendatang.
3
Carroll (1991) melanjutkan penelitiannya tahun 1979 terhadap konsep philanthropy untuk dbuat lebih spesifik lagi, dan ia mengargumentasikan seluruh jangkauan pertanggungjawaban pelaku bisnis agar lebih mudah digunakan.
Gambar 2, model piramida CSR, Carrol (1991) 4) Stakeholder theory dan etika bisnis sebagai CSR (1980an) Dua hal penting mengenai “pemahaman alternatif” adalah teori pemangku kepentingan dan etika bisnis yang paling banyak dikemukakan oleh Freeman (1984), dan Watrick dan Cochram (1985). Freeman (1984) menyatakan bahwa teori-teori yang ada sampai saat itu belum konsisten dengan kuantitas dan perubahan-perubahan yang dialami lingkungan bisnis, harus ada kerangka konseptual yang baru. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan oleh Freeman dan Velamuri (2005) dengan pendekatan stakeholder terhadap CSR untuk memperluas konsep bisnis tradisional, dengan menjelaskan stakeholder (individu maupun kelompok) yang terlibat atau yang dapat memberi dampak kepada organisasi secara objektif. Wartick dan Cochran (1985) mempelajari manajemen terhadap isu-isu sosial sebagai pertanggungjawaban sosial perusahaan dan menyimpulkan bahwa corporate social performance (CSP) memiliki nilai bagi penelitian mengenai perusahaan dan masyarakat. 5) CSR dalam praktik bisnis (1990an) Davis, Schoorman, dan Donaldson (1997) mengintegrasikan agency theory untuk menjelaskan konsep stewardship yang lebih jauh memengaruhi evolusi dari konsep CSR di masa mendatang. Berbeda dengan agency theory yang memandang maksimalisasi kepentingan pemegang saham memerlukan pemisahan antara board chair dan Ceo, stewardship theory justru memiliki argumentasi bahwa peningkatan nilai bagi pemegang saham diraih dengan berabagi posisi dari board chair dan CEO. 4
Stewardship theory lebih jauh lagi memandang CSR pada abad ke 21 seperti sebagai Sustainable Development Model dan The Model of Consumer Driven Corporate Responsibility. Elkington (1998) merumuskan konsep Triple Bottom Line (TBL) menggunakan stakeholder theory untuk memperkirakan dan mengatur dampak dari CSR yang merefleksikan pelaksanaan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Peningkatan CSR tahun 1990an ini paling banyak pada mulainya CSR muncul di kalangan praktik bisnis. Konsep CSR digunakan lebih luas lagi pada tanggung jawab sosial terhadap produk, proses bisnis, daan hubungan pekerja. Tahun 1992 berdirilah sebuah organisasi nirlaba yang bernama Business Social Responsibility (BSR) yang didirikan untuk merepresentasikan inisiatif dan tngkat profesional yang lebih tinggi apabila perusahaan memiliki CSR. BSR pun memperluas jangkauan CSR dengan mengaitkannya dengan berbagai macam topik seperti etika bisnis, komunitas investasi, lingkungan, kepemimpinan dan akuntabilitas, hak asasi manusia, marketplace dan workplace. Periode 1990an ini juga memunculkan banyak perusahaan yang berbeda yang memiliki reputasi yang baik pada penerapan CSR di masing-masing perusahaannya. Beberapa contoh perusahaannya yaitu Nike, Merck, Coca-Cola, UPS, IBM, Prudential Insurance, Levi Strauss & Co., McDonald’s, and Herman Miller, perusahaan terebut telah berkembang secara signifikan yang berhubungan dengan CSR. 6) Penelitian tentang CSR pada abad ke-20 (2000an) Berbagai teori dan konsep mengenai CSR sampai dengan tahun 2000an dapat diintegrasikan sebagai sustainable development theory yang mana lebih jauh lagi diargumentasikan dengan menggunakan konsep yang telah diciptakan yaitu CSR dan TBL. Contohnya, Aras dan Crowther (2009) mengintegrasikan konsep stewardship theory sampai triple bottom line untuk model sustainability development yang mendemonstrasi sinergi dan stewardship dari keuangan, sosial, dan sumber daya lingkungan untuk memastikan keberlangsungannya. Bhaduri dan Selarka, 2016 lebih spesifik lagi berfokus pada kepentingan internal dan eksternal perusahaan dengan menegaskan empat aspek: (1) Economic aspect, sebagai alasan keberadaan perusahaan (2) Social aspect, untuk menghapuskan kemiskinan dan membela hak asasi manusia (3) Environment, untuk menjaga keasrian alam bagi generasi selanjutnya
5
(4) Organizational culture, untuk menyelaraskan perusahaan dan nilai sosial dengan nilai individu
B. Perkembangan CSR di Indonesia Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR didunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama. Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa dll. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, yang dibangun pada tahun 2000-an. sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang selalu aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Dalam hal ini departemen sosial merupakan pelaku awal kegiatan CSR di Indonesia. Selang beberapa waktu setelah itu, pemerintah mengimbau kepada pemilik perusahaan untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya. Namun, ini hanya sebatas imbauan karena belum ada peraturan yang mengikat. Sejatinya pemerintah menegaskan bahwa yang perlu diperhatikan perusahaan bukan hanya sebatas stakeholders atau para pemegang saham. Melainkan stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lingkungan, media massa dan pemerintah. Setelah tahun 2007 tepatnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang kewajiban Perseroan Terbatas keluar, hampir semua perusahaan Indonesia telah melakukan program CSR, meski lagi-lagi kegiatan itu masih berlangsung pada tahap cari popularitas dan keterikatan peraturan pemerintah. Misalnya, masih banyak perusahaan yang jika memberikan bantuan maka sang penerima bantuan harus menempel poster perusahaan ditempatnya sebagai tanda bahwa ia telah menerima bantuan dari perusahaan tersebut. Jika sebuah perusahaan membantu masyarat secara ikhlas maka penempelan poster-poster itu terasa berlebihan.
6
Contoh Implementasi CSR di Indonesia Ketika Gempa di Sumatera Barat terjadi beberapa tahun lalu. Banyak perusahaan baik dari dalam dan luar negeri datang dan memberikan bantuan. Bantuan yang mereka berikan berbagai macam bentuknya, ada yang memerikan bantuan berupa minuman, pakaian, dan makanan ringan. Mereka yang memberi tidak terhitung jumlahnya. Namun, dari semua pemberi bantuan itu, ada sebuah perusahaan yang mencolok. Perusahaan itu adalah TV ONE. Dikatakan mencolok karena proses pemberian bantuan TV ONE ini diluput media secara besarbesaran. Ditempat terjadinya pemberian bantuan itu diadakan pesta besar-besaran dan menjadi pusat perhatian. Bantuan TV ONE diberikan pada beberapa SD disekitaran pantai Pariaman. Bantuan yang diberikan itu berupa uang untuk renovasi ruang kelas beasiswa kepada siswa yang tidak mampu dan pembangunan sekolah yang runtuh. Meski jumlah biaya yang dikeluarkan tidak jelas namun dari jenis bantuannya yang kasat mata dapat diperkiraan jumlah bantuannya sampai Miliaran rupiah. Bantuan TV ONE untuk rakyat Sumatera Barat itu hingga saat ini masih dapat kita saksikan, berupa SD-SD dengan cat dinding warna merah menyala. Hal itu jelas berbeda dengan SD lain yang biasanya berdinding warna putih merah. Bantuan ini merupakan salah satu contoh penerapan CSR di Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN Archie B. Carroll (2008). "A History of Corporate Social Responsibility: Concepts and Practices." In Andrew Crane, Abigail McWilliams, Dirk Matten, Jeremy Moon & Donald Siegel (eds.) The Oxford Handbook of Corporate Social Responsibility. Oxford University Press,19-46. Bhaduri, S.N. dan Selarka. E. (2016). Corporate Governance and Corporate Social Responsibility of Indian Companies. CSR, Sustainability, Ethics & Governance, DOI 10.1007/978-981-10-0925-9_2 Gunaharmyani. 2013. Sejarah dan Landasan CSR. http://gunnaharmyani.blogspot.com/2013/05/sejarah-dan-landasan-csr.html.
Diakses
pada 15 Februari 2019
7