Revisi Makalah kelompok XII
QAWA’ID AL-FIQHIYYAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Fikih Dosen Pengampu : Sabarudin Ahmad.,M..H
Disusun oleh: MAAJID DWI KURNIAWAN NIM : 1802110632 NOVA FITRIANI NIM : 1802110599
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM TAHUN 1440 H/2018 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmatnya dan bimbingan dari dosen Pengantar Ilmu Fikih yaitu bapak Sabaruddin Ahmad Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam materi “Qawa’id Fiqhiyah” Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak memiliki kekurangan karena pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki sangat kurang.Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Palangka Raya, Desember 2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI COVER…………….. ……………………………………………………………....... i KATA PENGANTAR………………………………………………………………...ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………... 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………………. 1 C. Tujuan Penulisan…………………………………………………………..…2 D. Batasan Masalah…………………………………………………………...… 2 E. Metode Penulisan………………………………………………………….… 2 BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….….3 A. Pengertian Qawa’id Fiqhiyyah…………………………………………….….3 B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Qawa’id Fiqhiyyah………...….….3 C. Dasar-Dasar Pengambilan Qawa’id Fiqhiyyah…………………………….....6 D. Contoh Qawa’id Fiqhiyyah………………………………………………...….8 E. Tujuan dan Faedah Mempelajari Qawa’id Fiqhiyyah…………………..…….9 BAB III PENUTUP………………………………………………………………....10 A. Kesimpulan………………………………………………………………......10 B. Saran………………………………………………………………………....10 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..... 11
iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Permasalahan
yang
muncul
dalam
kehidupan
sehari-hari
beragam
macamnya.Tentunya ini mengharuskan kita agar mencari jalan keluar untuk penyelesaiannya, maka disusunlah kaidah secara umum yang dikuti cabang-cabang secara lebih
mendetail
terkait
permasalahan
yang sesuai
dengan kaidah
tersebut.Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan terhadap penyelesaian masalah-masalah yang muncul ditengah-tengah kehidupan ini. Seperti pada pembahasan kali ini terdapat kaidah fiqh (qawa’id fiqiyah) merupakan kaidah yang bersifat umum dan biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang bersifat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kaidah ini menggolongkan masalah-masalah yang serupa menjadi satu kaidah fiqh ini tentunya bersumber dari Al Qura’an dan As sunnah yang merupakan terciptanya hukumhukum islam. Dengan adanya qawa’id fiqiyah ini tentunya mempermudah kita dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbuatan manusia. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Qawa’id Fiqhiyyah? 2. Bagaimana Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Qawa’id Fiqhiyyah? 3. Dasar-Dasar Pengambilan Qawa’id Fiqhiyyah? 4. Contoh Qawa’id Fiqhiyyah? 5. Tujuan dan Faedah Mempelajari Qawa’id Fiqhiyyah?
1
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Pengertian Qawa’id Fiqhiyyah. 2. Untuk mengetahui Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Qawa’id Fiqhiyyah. 3. Untuk mengetahui Dasar-Dasar Pengambilan Qawa’id Fiqhiyyah. 4. Untuk mengetahui Contoh Qawa’id Fiqhiyyah. 5. Untuk mengetahui Tujuan dan Faedah Qawa’id Fiqhiyyah. D. Batasan Masalah Mengingat begitu luasnya materi maupun hal-hal yang berhubungan dengan rumusan masalah diatas, maka penyusun membatasi pembahasan ini sesuai yang terdapat dalam rumusan masalah. Mengenai hal lain yang tidak memiliki hubungan dengan hal-hal yang tercantum pada rumusan masalah diatas tidak penyusun uraikan pada makalah ini. E. Metode Penulisan Adapun metode yang penyusun gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan metode telaah perpustakaan dengan menggunakan buku perpustakaan sebagai bahan referensi, metode pencarian melalui internet dan kemudian penyusun mengelola kembali menjadi satu kesatuan materi yang valid sehingga menghasilkan komponen pembahasan yang lebih sederhana untuk di pelajari lebih lanjut.
2
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Qawa’id Fiqhiyyah Secara bahasa al-Qawa‘id merupakan bentuk plural (jama’) dari kata qa‘idah yang bermakna asas, dasar, pondasi. Unsur penting dari kaidah adalah bersifat kulli (menyeluruh). Sedangkan fiqih secara istilah bermakna ilmu tentang hukum dan perundang-undangan dalam Islam yang bersifat amaliah yang didasarkan pada dalildalil yang terperinci. Dengan demikian maka al-Qawa’id al-Fiqhiyah adalah dasar-dasar umum yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum dan perundang-undangan dalam Islam yang berdasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Definisi tentang kaidah fikih yang lebih kongkrit dan tidak membingungkan yaitu:“Kaidah yang disimpulkan secara general dari materi fikih yang digunakan untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru yang timbul dan tidak dijelaskan hukumnya secara jelas dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah”. Kaidah fikih sering digunakan sebagai ت َْطبيْق األَحْ كَام, yaitu penerapan hukum atas kasus-kasus yang timbul dalam bidang kehidupan manusia.1 B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Qawa’id Fiqhiyyah Menurut Ali Ahmad al-Nadwi, secara garis besar ada tiga periode penyusunan qawa’id
fiqhiyyah:
yaitu
periode
kelahiran,
penyempurnaan. Pada awalnya, cikal-bakal
pertumbuhan-pembukuan,
dan
kemunculan qawa’id fiqhiyyah
bersamaan dengan hadirnya Rasulullah SAW melalui hadits-haditsnya yang menjelaskan dan merinci ajaran Islam yang bersumber dari wahyu Allah.Bahkan tak jarang beliau juga menetapkan suatu hukum yang belum disebutkan ketentuannya secara eksplisit dalam al-Qur’an.Rasulullah SAW dikaruniai kemampuan berbahasa Ibnu El-Mubhar, Konsep Dasar Qawa’id Fihiyyah, https://mubhar.wordpress.com/2013/04/10/konsep-dasar-qawaid-fiqhiyyah/ (dikutip pada hari selasa 12-11-2018). 1
3
yang singkat, padat, bermakna, mencakup, dan mudah dipahami (jawami’ alkalim).Beberapa sabda beliau sangat gampang untuk dihafal dan mampu menjawab beberapa masalah sekaligus yang terjadi pada zamannya. Di antara sabda-sabda beliau misalnya: “(perjanjian antara) orang-orang Islam tergantung dari syaratsyarat yang mereka sepakati” Pada masa tabi’in dan para imam madzhab, gaya jawami’ al-kalim Nabi semakin banyak dicontoh dan menginspirasi mereka untuk berlomba-lomba membuat kaidah yang dapat memudahkan mereka dalam mengelompokkan masalah-masalah fiqh sehingga dapat cepat merespons problematika kasus-kasus hukum yang semakin banyak bermunculan. Misalnya perkataan Khair bin Nu’man: “siapa yang mengaku memiliki sesuatu, kami membebankan sesuatu itu padanya”. Sedang dikalangan madzhab, kaidah-kaidah fiqh ini banyak dimunculkan oleh pengikut madzhab Hanafi dan Syafi’i. Qawa’id Fiqhiyyah menjadi salah satu disiplin ilmu tersendiri pada abad IV H, dan dimatangkan pada abad-abad sesudahnya.Ketika ruh taqlid menyelimuti abad ini (IV H dan sesudahnya), ijtihad mengalami masa stagnasi dan para ulama menjadi kurang kreatif. Seiring dengan semakin banyaknya persoalan, para ulama mempunyai inisiatif untk membuat qa’idah dan dhabit yang dapat memelihara hukum furu’ dan fatwa para ulama tersebut dari kesemrawutan. Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa fuqaha Hanafiah menjadi kelompok pertama yang mengkaji qawa’id fiqhiyyah. Pengumpulan qawa’id fiqhiyyah dalam madzhab Hanafi, seorang ulama yang hidup pada abad III dan IV H. Qawa’id fiqhiyyah yang dikumpulkan oleh Abu Thahir al-Dab-bas (wafat sekitar abad IV H) tidak mudah untuk diidentifikasi, kecuali beberapa qa’idah dasar yang populer tersebut. Al-Karkhi (w. 340 H), teman Abu Thahir al-Dabbas, diduga telah mengumpulkan qa’idah-qa’idah tersebut dalam kitabnya Ushul al-Karkhi. Pada abad IV H, Abu Zaid al-Dabbusi (w.430 H) telah melakukan kajian ilmiah tentang qawa’id fiqhiyyah, dan menggabungkannya dengan qa’idah al4
Karkhi.Dengan demikian, abad IV dapat dikatakan sebagai abad atau fase perkembangan dan pengkodifikasian qa’idah fiqhiyyah.Karena abad IV H merupakan awal penyusunan kitab-kitab qa’idah, maka abad ini dapat dianggap sebagai awal kelahiran pengkodifikasian ilmu qa’idah. Pada abad V H, tidak ditemukan kitab yang secara khusus mengkaji masalah qawa’id fiqhiyyah selain kitab Ta’sis al-Nazhar karya al-Dabbusi. Begitu juga pada abad VI H, tidak ditemukan kitab yang secara khusus mengkaji masalah qawa’id fiqhiyyah selain kitab Idhah al-qawa’id karya Alauddin Muhammad bin Ahmad alSamarqandi. Pada abad VII H, ilmu qawa’id fiqhiyyah berkembang pesat meskipun belum mencapai puncaknya.Hal ini ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh ulama dalam ilmu ini, seperti Muhammad bin Ibrahim al-Jajarmi al-Sahlaki yang menyusun kitab al-Qawa’id fi furu’ al-Syafi’iyyah. Pada abad VIII H, ilmu qawa’id fiqhiyyah mengalami masa keemasan, ditandai dengan banyak bermunculannya kitab-kitab qawa’id fiqhiyyah.Dalam hal ini, ulama Syafi’iyyah termasuk yang paling kreatif. Pada abad IX H, perkembangan ilmu qawa’id fiqhiyyah terbatas hanya pada penyempurnaan hasil karya para ulama sebelumnya, khususnya di kalangan ulama Syafi’iyah.Karya-karya besar yang mengkaji qawa’id fiqhiyyah yang disusun pada abad IX H ini banyak mengikuti metode karya-karya abad sebelumnya. Pada
abad
X
H,
pengkodifikasian
qawa’id
fiqhiyyah
semakin
berkembang.Imam al-Suyuthi telah berusaha mengumpulkan qa’idah fiqhiyyah yang paling penting dari karya al-‘Alai (w. 761 H), al-Subki (w. 771 H), dan al-Zarkasyi (w. 794 H). Pada abad XI dan XII H, ilmu qawa’id fiqhiyyah terus berkembang.Dengan demikian, fase kedua dari ilmu qawa’id fiqhiyyah adalah fase perkembangan dan pembukuan (pengkodifikasian).Fase ini ditandai dengan munculnya al-Karkhi (w. 340 H) dan al-Dabbusi (w. 430 H). Para ulama yang hidup dalam rentangan waktu ini ( abad IV-XII ) hampir dapat menyempurnakan ilmu qawa’id fiqhiyyah. 5
Pengkodifikasian qawa’id fiqhiyyah mencapai puncaknya dan termasuk fase penyempurnaan ketika disusun Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah oleh komite (lajnah) fuqa-ha pada masa Sultan al-Ghazi Abdul Aziz Khan al-Utsmani (1861- 1876 M) pada akhir abad XIII H (1292 H).Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyahini merupakan undang-undang hukum perdata tertulis yang dalam mukaddimahnya tercantum 100 butir ketentuan umum.2 C. Dasar-dasar Pengambilan Qawa’id Fiqhiyyah Yang dimaksud dengan dasar pengembalian qawaid fiqhiyyah ialah dasardasar perumusan qaidah fiqhiyyah, meliputi dasar formil dan materiilnya.Dasarformil maksudnya apakah yang dijadikan dasar ulama dalam merumuskan qaidah fiqhiyyah itu, jelasnya nash-nash manakah yang menjadi pegangan ulama sebagai sumber motivasi penyusunan qawaid fiqhiyyah.Adapun dasar materiil maksudnya dari mana materi qaidah fiqhiyyah itu dirumuskan. 1. Dasar formil Hukum-hukum furu’ yang ada dalam untaian satu qaidah yang memuat satu masalah tertentu, ditetapkan atas dasar nash, baik dari al-Quran maupun Sunnah. Seperti dari Firman Allah pada surat al Bayyinah ayat 5:
َّ ص ََلة َ َويؤْ توا َّ َو َما أمروا إ َّّل ل َي ْعبدوا الز َكاة َ َوذَلكَ دين ْالقَي َمة َّ ّللاَ م ْخلصينَ لَه الدينَ حنَفَا َء َويقيموا ال “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (Q.S Al-Bayyinah [98] : 5).
Hadis Nabi Muhammad SAW.:
إنَّ َما األ َ ْع َمال بالنيَّات “Sesungguhnya segala amal itu tergantung pada niatnya” Toha Andiko, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah, Yogyakarta: Teras, 2011, h. 7-18.
2
6
Di-istimbat-kan hukum berdasarkan niat untuk setiap perbuatan mukallaf bukan saja pada masalah ibadah, tetapi terhadap perbuatan di luar ibadah. Karena persoalan niat juga mempunyai arti penting dalam soal-soal lain, maka dirumuskannya qaidah fiqhiyyah:
صدَ هَا َ رألمو ب َمقَا “Setiap perkara tergantung kepada maksud mengerjakannya” Jadi perumusan qaidah fiqhiyyah itu berdasarkan pada al-Quran dan Sunnah dalam rangka untuk mempermudah pelaksanaan istinbath dan ijtihad. 2. Dasar materiil Dasar materiil atau bahan-bahan yang dijadikan rumusan qaidah, Para ulama adakalanya mengambil dari sebuah Hadis, seperti qaidah yang berbunyi:
الض ََّرر يزَ ال “Kemudharatan itu harus dihilangkan” Qaidah tersebut berasal dari Hadis Rasulullah Muhammad SAW.;
(ّل ضراروّلضرر )رواه ابن ما جه “Tidak boleh membuat mudlarat diri sendiri dan tidak boleh memudlaratkankan orang lain”. Qaidah yang berasal dari Hadis tersebut berlaku untuk semua bidang hukum, baik ibadah, muamalah, munakahat maupun jinayat.Disamping qaidah fiqhiyyah yang dirumuskan dari lafazh Hadis, seperti tersebut diatas, maka dapat dipastikan bahwa qaidah fiqhiyyah itu hasil perumusan ulama.3
Fathurrahman Azhari, Qawa’id Fiqhiyyah Muamalah, Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU), April 2-15, h. 26-29. 3
7
D. Contoh Qawa’id Fiqhiyyah Kaidah-kaidah fiqhiyah mempunyai implementasi dan contoh penerapan yang cukup banyak, baik berkaitan dengan permasalahan ibadah ataupun mu’amalah (intraksi antara sesama manusia).Diantara contohnya.Apabila seseorang mewakafkan tanah dengan mengatakan, “Tanah ini saya wakafkan untuk orang-orang fakir”.Maka konsekuensi dari perkataan ini adalah yang berhak memanfaatkan tanah wakaf tersebut hanyalah orang-orang yang tergolong fakir, tidak selainnya.Karena dalam perkataan tersebut ada pengikatnya secara khusus, sehingga harus diterapkan sesuai dengan ikatannya tersebut.Ini adalah contoh pengikat dan menyebutkan sifat.Apabila seseorang mengatakan, “Saya wakafkan tanah saya ini untuk Ahmad dan Zaid, dengan perincian, Ahmad dua pertiga dan Zaid sepertiga”.Konsekuensi dari perkataan ini adalah harus diterapkan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan tersebut.Apabila seseorang mengatakan, “Saya wakafkan tanah saya ini untuk anakanak Ahmad kecuali anak yang fasik”.Konsekuensi dari perkataan ini adalah harus diterapkan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan tersebut. Contoh tersebut merupakan penerapan dari salah satu Qawa’id Fiqhiyah yang berbunyi: “Memahami Keumuman Dan Kekhususan Sebuah Kalimat”4 Ambil contoh, kaidah “tidak ada pahala kecuali dengan niat” adalah ketentuan hukum atas perbuatan manusia bahwa ia tidak memperoleh pahala kecuali jika ia meniatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah (qurbah). 5
Arif Zulbahri, Qawa’id Fiqhiyyah dan Kaidah-kaidah Fiqhiyah, http://arifzulbahri.blogspot.com/2016/06/qawaid-fiqiyah-dan-kaidah-kaidah-fiqiyah.html, (dikutip pada hari minggu, 16-12-2018). 5 Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhiyyah, Jakarta: Amzah, September 2013, h. 1. 4
8
E. Tujuan dan Faedah Mempelajari Qawa’id Fiqhiyyah Qawa’id Fiqhiyyah ditumbuh kembangkan oleh para ulama ahli hukum (fikih) dari berbagai mazhab untuk kepentingan takhrij (pengembangan hukum) dan tarjih (mengupayakan pilihan hukum). Kaidah-kaidah fiqhiyyah itu mereka perlukan di dalam melakukan istinbath hukum, karena kaidah-kaidah tersebut merupakan instrument (alat) di dalam proses dan prosedur menetapkan hukum. Dengan demikian kaidah-kaidah fiqhiyyah perlu dipelajari guna mengetahui prinsip-prinsip umum dalam melakukan istinbath hukum atas masalah-masalah baru yang tidak ditunjuk oleh nash syar’I (al-Qur’an dan Sunnah/Hadits) secara jelas dan sangat memerlukan ketetapan hukum. Orang tidak mudah menetapkan hukum terhadap problem baru dengan baik apabila dia tidak mengetahui kaidah-kaidah fiqhiyyah. Dengan demikian faedah yang nyata dari kita mempelajarinya, ialah memudahkan kita untuk memahami masalah dan prinsip-prinsip umum. Selain itu perlu diingat bahwa tidak dapat kita terus berpegang kepada kaidahkaidah itu jika tak ada sesuatu dalil yang tegas yang memberidasar bagi kaidahkaidah itu. Al-Imam Asy-Syathibi menegaskan bahwa: “Kaidah-kaidah ini, harus bersifat qath’I dan keqath’iyahannya tidak dapat dicukupi dengan satu dalil saja. Perlu diperoleh qath’iyahannya dari meneliti sejumlah dalil yang memberi faedah qath’i.6
Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, h. 19-21.
6
9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Al-Qawa’id al-Fiqhiyah adalah dasar-dasar umum yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum dan perundang-undangan dalam
Islam
yang
berdasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. 2. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Qawa’id Fiqhiyyah menurut Ali Ahmad al-Nadwi, secara garis besar ada tiga periode penyusunan qawa’id fiqhiyyah:
yaitu
periode
kelahiran,
pertumbuhan-pembukuan,
dan
penyempurnaan. 3. Dasar-dasar pengambilan Qawa’id Fiqhiyyahialah dasar-dasar perumusan qaidah fiqhiyyah, meliputi dasar formil dan materiilnya. 4. Kaidah-kaidah fiqhiyah mempunyai implementasi dan contoh penerapan yang cukup banyak, baik berkaitan dengan permasalahan ibadah ataupun mu’amalah (intraksi antara sesama manusia).Ambil contoh, kaidah “tidak ada pahala kecuali dengan niat” adalah ketentuan hukum atas perbuatan manusia bahwa ia tidak memperoleh pahala kecuali jika ia meniatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah (qurbah). 5. Tujuan dan Faedah Mempelajari Qawa’id Fiqhiyyah yaitu untuk kepentingan takhrij
(pengembangan
hukum)
dan
tarjih
(mengupayakan
pilihan
hukum).faedah yang nyata dari kita mempelajarinya, ialah memudahkan kita untuk memahami masalah dan prinsip-prinsip umum. B. Saran Makalah ini hanyalah tulisan sederhana yang memerlukan pembaharuan atau perbaikan serta kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat menjadi landasan untuk kita semua agar dapat memperdalam pengetahuan kita semua tentang Qawa’id Fiqhiyyah.
10
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Andiko, Toha. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah.Yogyakarta: Teras. 2011. Azhari, Fathurrahman. Qawa’id Fiqhiyyah Muamalah. Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU). 2015. Musbikin, Imam. Qawa’id Al-Fiqhiyyah. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2001. Washil, Nashr Farid Muhammad dan Abdul Aziz Muhammad Azzam. Qawa’id Fiqhiyyah. Jakarta: Amzah. 2013. B. Internet El-Mubhar, Ibnu Konsep Dasar Qawa’id Fihiyyah. https://mubhar.wordpress.com/2013/04/10/konsep-dasar-qawaid-fiqhiyyah/ Zulbahri, Arif. Qawa’id Fiqhiyyah dan Kaidah-kaidah Fiqhiyah.http://arifzulbahri.blogspot.com/2016/06/qawaid-fiqiyah-dan-kaidah-kaidah-fiqiyah.html
11