BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ada beberapa tujuan pendidikan. Pertama bersifat mendasar, yaitu untuk mempersiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Tujuan atau fungsi pendidikan lainnya adalah peradaban, artinya pendidikan bermanfaat untuk mencapai suatu tingkat peradaban1. Tujuan pendidikan berikutnya adalah pada gilirannya menyiapkan individu untuk dapat beradaptasi atau memenuhi tuntutan-tuntutan sesuai wilayah tertentu (nasional, regional, ataupun global) yang senantiasa berubah. Terkait dengan hal tersebut dengan mengamati kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke12, setingkat di bawah Vietnam2. Masalah relevansi lebih terlihat saat banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Selain itu juga dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan (SMK) dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya3.
1
Soedomo. (1990). Pengembangan Ilmu Pendidikan dalam Pembangunan Nasional. Malang: IKIP Malang. Malik, A. (1996). Tantangan Era Industri Perlu Inovasi Pendidikan. Yogyakarta: UNY. 3 Makagiansiar. (2001). Tantangan dan Masalah Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. 2
1
Salah satu bentuk upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia dengan penyempurnaandan pengembangan kurikulum, mulai; Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (KBK), dan Kurikulum 2006 (KTSP)4. Kurikulum sejatinya dihadirkan supaya menjadi alat utama agar pendidikan yang dijalankan selaras dengan citacita bangsa5.
. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud dengan relevansi pendidikan ? 2. Apa sajakah kriteria relevansi pendidikan? 3. Bagaimana tingkat relevansi pendidikan yang ada di Indonesia ? 4. Apa sajakah Faktor-faktor penyebab tidak relevannya pendidikan di Indonesia? 5. Jelaskan dampak dari tidak relevannya pendidikan yang ada di Indonesia ? 6. Bagaimana upaya untuk meningkatkan relevansi pendidikan ?
C. Tujuan Adapun tujuan saya dalam membahas Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia, yaitu: 1.
Untuk menjelaskan apa sebenarnya itu relevansi pendidikan.
2.
Untuk memperlihatkan rendahnya tingkat relevansi peendidikan di Indonesia.
3.
Untuk memberikan penjelasan akan dampak yang ditimbulkan oleh relevansi pendidikan.
4.
Untuk menunjukkan cara meningkatkan relevansi pendidikan.
4 5
Sholeh Hayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 1. Moh. Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Jogjakarta: Diva Press, 2012), hlm 17.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Relevansi Pendidikan Relevansi Pendidikan adalah masalah pendidikan yang mencangkup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang di gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Relevansi berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau institusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif 6. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja7. Yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sector produksi maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome). Input pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa/peserta didik, guru/tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana, dan masukan lain. Proses pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk interaksi dari berbagai input pendidikan. Hasil pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang dapat diukur melalui prestasi belajar siswa. Outcome pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan 6 7
Lopa, Bahrudin. (2001). Masalah Pendidikan Indonesia. Bandung: IKIP Bandung. Umar. (2003). Relevansi Pendidikan di Indonesia. Surabaya: IKIP Surabaya.
3
jumlah lulusan yang dapat bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses merupakan faktor penentu mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka panjang.
Beberapa faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam faktor rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan komponen input yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan. Relevansi berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau institusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja8.
B.
Kriteria Relevansi
1. Relevansi metode dengan situasi Yang termasuk dalam situasi disini adalah keadaan peserta didik (yang menyangkut kelelahan mereka), keadaan cuaca, keadaan guru (kelelahan guru), keadaan kelas-kelas yang berdekatan
dengan
kelas
yang
akan
diberi
pelajaran
dengan
metode
tertentu.
Apabila peserta didik telah lelah (yang diajar dengan metode ceramah) maka guru sebaiknya mengganti metode mengajarnya misalnya dengan metode sosiodrama. Demikian pula apabila guru melihat bahwa para peserta didik sedang bersemangat (dalam membicarakan peristiwa dalam masyarakat) maka guru menggunakan metode diskusi. Apabila kelas disekitar kelas yang sedang diberi pelajaran ribut, maka sebaiknya guru menggunakan metode pemberian tugas atau metode Tanya jawab (sebab metode ini menuntut konsentrasi peserta didik).
8
Jujun. (2002). Perkembangan Pendidikan Indonesia. Surabaya: IKIP Surabaya.
4
Gambaran relevansi metode dengan situasi Pada umumnya sistem pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa sejumlah jenis tingkah laku tertentu dapat diperolah dalam situasi social. Setiap guru senantiasa berada dalam situasi yang terdiri dari sejumlah factor yaitu factor murid (keadaan dan latar belakangnya) dan sekolah (suasan , staf, fasilitas, dan perlengkapannya). Analisis terhadap factor-faktor ini akan dapat memberi petunjuk bagi guru-guru mengenai langkah-langkah apa yang harus ditempuh dalam menyusun kegiatan belaja mengajar yang efisien dan efektif. Berikut ini akan dicoba menggambarkan bagaimana relevansi situasi sekolah dengan metode mengajar:
Guru Guru adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya dalam membimbing muridnya9. Ia harus sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerja bersama dengan orang lain. Selain itu perlu diperhatikan pula dalam hal mana ia memiliki kemampuan dan kelemahan. Dengan demikian guru sebagai bagian dari situasi belajar mengajar cenderung untuk mengambil keputusan-keputusan yang berbeda dengan guru lainnya. Namun kadang-kadang sukar untuk meyakinkan guruguru bahwa dengan keputusannya yang berbeda itu tidaklah berarti bahwa yang satu benar dan yang lainnya salah. Agaknya lebih cocok dikemukakan bahwa keputusan yang satu lebih baik dari yang lain yang kelak akan terbukti dari pengalaman. Tentu saja keputusan-keputusan dimaksud dipertimbangkan secara rasional. Para pembaru dalam bidang pengajaran pada tahun-tahun yang lalu adalah orang-
orang yang tidak mengikat dirinya dengan apa yang dikatakan benar pada masanya melainkan mengerjakan banyak hal menurut keputusan mereka sendiri. Metode mengajar yang digunakan termasuk dalam keputusan yang diambil sendiri oleh guru yang bersangkutan. Tiap guru yang akan menggunakan metode tertentu ia harus mengerti tentang metode itu (misalnya jalan pengajaran serta kebaikan dan kelemahannya, situasi-situasi yang tepat dimana metode itu efektif dan wajar) dan trampil dalam menggunakan metode itu. Misalnya Guru A memilih dan memutuskan untuk menggunakan metode ceramah untuk mengajar bahan sejarah “masuknya islam ke Indonesia” karena ia merasa dirinya adalah salah
9
Shabir. (2011). Guru Sebagai Pendidik. Bandung: Nusa Media.
5
seorang pembicara yang baik yang dapat merangsang siswa untuk melakukan kegiatan belajar selanjutnya. Sebaliknya guru B setelah mempertimbangkan kemampuannya dan fasilitas yang ada akhirnya memutuskan menggunakan metode kerja kelompok. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa metode yang dipakai mempunyai relevansi dengan situasi (dalam hal ini faktor guru).
Suasana Kelas Suasana kelas dalam uraian ini adalah hubungan sosial antara guru dengan murid dan
murid dengan murid. Di madrasah sering kita jumpai hubungan sosial yang bersifat otokratis dan demokratis. Pada suasana otokratis guru memegang seluruh tanggung jawab dan inisiatif. Murid cenderung menjadi pasif, penurut, bekerja sendiri-sendiri yang memungkinkan timbulnya persaingan tidak sehat. Pada suasana demokratis/pembagian tugas dan tanggung jawab antar guru dengan murid. Murid mempunyai kecenderungan untuk bekerja sama, penuh inisiatif, tidaka hanya menerima pelajaran tetapi juga mengemukakan pendapatpendapatnya. Guru yang menghadapi suasana kelas yang demokratis akan menggunakan metode yang memungkinkan anak bekerja sama, bersaing secara sehat dan mencegah berbagai masalah, misalnya metode diskusi dan metode proyek. Sebaliknya, metode-metode demikian tidak relevan dengan suasana kelas yang otokratis. Keadaan kelas yang gaduh karena suarasuara bising, dalam situasi seperti ini jelas tidak mungkin menggunakan metode ceramah, diskusi dan sosiodrama.
Alat-alat Yang dimaksud alat disini adalah semua perlengkapan yang ikut menentukan
penggunaan suatu materi pelajaran cukup tersedia bagi murid, maka kemungkinan metode assignment recitation dapat digunakan, sebaliknya kalau buku tidak ada atau tidak cukup, akan dipilih metode ceramah. 2.Relevansi Metode dengan murid Semua guru mengetahui bahwa murid-murid berbeda satu dari yang lainnya. Kemungkinan perbedaan itu cukup besar dan tidak ada dua orang anak yang identik. Terdapat beberapa kecenderungan umum yang dapat diamati, tetapi pada dasarnya setiap anak adalah 6
individu. Masalah perbedaan individu ini mendapat perhatian secara teoritis dalamlembaga pendidikan guru pada umumnya. Beberapa perbedaan murid cukup jelas dan dengan segera dapat diamati dan diketahui oleh guru pada saat pertama kali memasuki kelas, perbedaan itu terutama mengenai fisik. Perbedaan-perbedaan lainnya seperti perbedaan kepribadian dan watak akan kelihatan setelah beberapa waktu kemudian. Untuk menyadari perbedaan-perbedaan itu perlu waktu agak lama, namun demikian dalam jangka waktu tertentu akan jelas bahwa terdapat ketidakseragaman dalam materi yang dipelajari, dalam kecepatan belajar, sikap terhadap pelajaran dan dalam cara belajar. Begitu juga kita jumpai murid dalam kelas memiliki tingkat pengalaman yang berbeda di rumah atau di sekolah yang terdahulu. Disebabkan oleh perbedaan-perbedaan tersebut diatas, setiap kesempatan belajar yang diberikan di sekolah akan berbeda bagi murid yang berbeda. Kalau kita perhatikan bahwa sistem pengajaran di sekolah masih mengikuti sistem klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberiaan tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan. Pelaksanaan metode-metode yang menjamin pemenuhan perbedaan individual masih merupakan persoalan bagi guru. Hal itu disebabkan oleh karena pengaruh ujian dan banyak guru berkomentar bahwa suatu hal yang mustahil melayani murid secara individual bila mereka mempersiapkan diri untuk suatu ujian yang sama. Para guru itu lupa bahwa tidak hanya ada satu jalan ke Roma, ada berbagi cara untuk mencapai tujuan yang sama. Kalau memang murid berbeda dalam kenyataannya dalam berbagai aspek. Lulusan pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beranekaragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang saktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut: 7
a.
Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
b.
Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai yang ada ialah siap kembang.
c.
Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
C. Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia
Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur.
Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990
menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti untuk hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun 1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari 174 negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi belajar yang dipantau oleh IAEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) di bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia berada pada urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SLTP berada di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa SLTP berada pada urutan ke 32 dari 38 negara (Raka Joni, 2005)10.
D.
Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan di Indonesia Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan Kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang
10
Joni, R. (2007). Perkembangan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kencana.
8
dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: a.
Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas proses pelaksanaan pendidikan baik serta nyaman untuk pelajar.
b.
Sarana dan prasarana dalam pendidikan.
c.
Kurikulum sekolah yang selalu berubah dan tidak terstruktur, sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
d.
Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
e. Tenaga pengajar yang kurang handal, bila dibandingkan dengan tenaga pengajar negara lain. f. Tenaga kependidikan sebagai figur utama proses pendidikan. g. Masalah pendidikan dan kualitas manajemen pendidikan. h. Anggaran - anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan tersebut. i. Belum didukungnya Hasil-hasil pendidikan oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.
Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan merupakan masalah yang sangat mendesak untuk mendapatkan pemecahan. Sebab jika masalah tersebut dibiarkan agar lahir generasi-genarasi penerus yang yang tidak bisa diandalkan untuk menghadapi kompetisi global. Jika hal demikian betul-betul terjadi maka bangsa Indonesia akan semakin terpuruk.
Upaya memecahkan masalah pendidikan hendaknya dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Dengan pendekatan ini pendidikan dipandang sebagai suatu sistem, suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan. Dari berbagai komponen system pendidikan, yaitu : peserta didik (raw input), instrumental inpu,t termasuk di dalamnya tenaga kependidkian, dan environmental input, dari perspektif manajemen pendidikan komponen tenaga kependidikan merupakan komponen yang penting untuk dibahas.
Sampai sekarang dan juga untuk waktu-waktu yang akan datang figur tenaga kependidikan, termasuk para guru, kepala sekolah, dosen, dan pimpinan perguruan tinggi merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan meskipun konsep yang 9
dianut sekarang adalah pendidikan berpusat pada peserta didik. Fakta menunjukkan bahwa meskipun raw input berkualitas tetapi jika ada masalah pada tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan rendahnya kualitas output .
Kenyataan sebagaimana tersebut di atas juga dipertegas dengan adanya fakta bahwa untuk menilai tingkat kelayakan atau kualitas institusi pendidikan salah satu komponen penting yang dijadikan sasaran adalah komponen tenaga kependidikan baik dari segi kuantitas dan terutama dari segi kualitas.
Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah pendidikan dapat terjadi jika kepala sekolah dan juga para guru tidak mampu menjadi manajer-manajer pendidikan yang baik. Masalah tersebut bisa saja terjadi karena :
Tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai konsep-konsep manajemen pendidikan,
Kurang memahami konsep-konsep dasar pendidikan, dan
Kurang memiliki kemampuan dan karakteristik sebagai manajer pendidikan, sehingga tidak mampu menjalankan peran sesuai dengan statusnya.
Masalah kualitas manajer pendidikan seperti itu bisa terjadi karena kesalahan dalam penempatan. Seorang yang sebenarnya belum atau tidak siap untuk menjadi pemimpin karena faktor tertentu dia diangkat menjadi kepala sekolah.
Masalah-masalah pendidikan juga dapat terjadi jika para pemimpin institusi pendidikan lebih banyak menempatkan dirinya sebagai kepala dan bukan sebagai pemimpin. Sebagai kepala mereka bertindak sebagai penguasa, hanya bertanggung jawab pada pihak atasan, dan melakukan tugas-tugas karena perimintaan atasan. Jika kepala sekolah lebih banyak bertindak sebagai kepala maka dirinya akan kesulitan memberdayakan semua personal yang ada agar tujuan pendidikan tercapai.
E. Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan
10
Relevansi Pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Jika hal ini tidak terjadi maka hal inilah yang menimbulkan dampak yang di sebut dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu: 1. Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan. 2. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. 3. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. 4. Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia..
F. Analisis Masalah Relevansi pendidikan Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, Pemerintah menginstruksikan melalui menteri pendidikan nasional untuk lebih mengoptimalakan SMK, sebab SMK dinilai tepat sebagai wadah kreatif pelajar yang ingin berwirausaha atau yang siap kerja, karena sesuai dengan jurusan keinginannya. Kaitannya dengan masalah relevansi pendidikan, apakah pengeluaran SMK dapat di katakana telah sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang menjadi tujuan pendidikan nasional? Dan survei membuktikan, lulusan SMK banyak terserap di berbagai perusahaan, baik yang bergerak di bidang teknik maupun retail serta tidak sedikit pula lulusan SMK yang mampu berwirausaha sendiri yang mampu menyerap tenaga kerja seperti membuka bengkel motor, servis komputer, salon, kerajinan keramik, membuat kue dan lain-lain.
G.
Upaya Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan
11
Dalam rangka memperkuat akses pendidikan, beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan antara lain : penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dengan memberikan perhatian lebih besar pada daerah tertinggal. Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan-lulusan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka pelatihan-pelatihan baik pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat melakukan kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali kurikulum berdasarkan kebutuhan manusia ketika akan memasuki dunia kerja. Memperluas dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan manusia. Dapat di rinci penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain: 1. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan. 2. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. 3. Pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun kelulusan. 4.
Memberi perhatian terhadap tenaga kependidikan (prajabatan dan jabatan)
5. Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram. 6. Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman jenis program studi.
12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Relevansi Pendidikan adalah masalah pendidikan mencangkup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang di gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome). Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Dampak yang di sebut dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu: 1. Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan. 2. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya.
13
3. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. 4. Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia. Penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain: 1. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan. 2. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. 3. Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.
B. Saran 1. Pemerintah hendaknya membuka lapangan pekerjaan yang sesuai dengan lulusan yang banyak menganggur. 2. Bagi para Lulusan hendaknya harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan bukan malah mencari kerja. 3.
Ada baiknya kurikulum tidak terlalu sering di rubah.
4. Tingkatkan peran serta guru dalam memantau peserta didik.
14
DAFTAR PUSTAKA Joni, R. (2007). Perkembangan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kencana. Jujun. (2002). Perkembangan Pendidikan Indonesia. Surabaya: IKIP Surabaya. Lopa, B. (2001). Masalah Pendidikan Indonesia. Bandung: IKIP Bandung. Makagiansiar. (2001). Tantangan dan Masalah Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Malik, A. (1996). Tantangan Era Industri Perlu Inovasi Pendidikan. Yogyakarta: UNY. Shabir. (2011). Guru Sebagai Pendidik. Bandung: Nusa Media. Soedomo. (1990). Pengembangan Ilmu Pendidikan dalam Pembangunan Nasional. Malang: IKIP Malang. Umar. (2003). Relevansi Pendidikan di Indonesia. Surabaya: IKIP Surabaya. Diambil 11 Juni 2016). Web Blog. 2012. Masalah Relevansi Pendidikan. Blogspot (Online). (http://0900845.blogspot.com/2012/04/masalah-relevansi-pendidikan.html, Diambil 11 Juni 2016 dari, nha’z active. 2012. Relevansi Pendidikan. Blogspot (Online). (http://nha-active.blogspot.com/2012/01/relevansi-pendidikan.html.
15