BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu sumber daya alam, air merupakan suatu benda
alam
yang
sangat
penting
untuk
dilestarikan
keberadaannya. Bila air hujan dibiarkan menggenang di lingkungan atau kawasan pemukiman tanpa adanya sarana untuk mengalirkan dan meresapkan ke dalam tanah, maka akan sangat mengganggu kesehatan lingkungan. Namun di sisi lain, jika seluruh air hujan dialirkan melalui saluran air hujan (saluran drainase) yang ada ke sungai-sungai tanpa ada sedikitpun bagaian yang diresapkan ke dalam tanah, hal ini akan
mengakibatkan
terganggu
nya
keseimbangan
terganggunya keseimbangan tata air dan hidro ekosistem di lingkungan atau kawasan pemukiman tersebut. Kenyataannya yang sering terjadi selama ini bahwa biasanya air hujan dari lingkungan pemukiman dialirkan melalui saluran tanpa terpikirsedikitpun untuk meresapkan kembali sebagaian ke dalam tanah. Selain itu, masih banyak dijumpai perencanaan-perencanaan perumahan yang belum sesuai
dengan
kondisi
setempat
dan
lingkungannya (Muliawati, dan Mardyanto, 2015). 1
kepentingan
Seiring berkembangnya teknologi sistem drainase yang harus direncanakan dengan baik, aspek lain yang harus diperhatikan yaitu tersedianya cadangan air tanah untuk memenuhi kebutuhan manusia.(Rochman et, al, 2015). Pembangunan Perumahan Graha Natura, Sambikerep dikota Surabaya menjadi salah satu penyebab tertutup nya lahan di daerah hulu/daratan tinggi. Sebagai sistem tata guna lahan
yang
seharusnya
dimaksimalkan
sebagai
daerah
tangkapan hujan atau konservasi air, namun diperuntukkan untuk menjadi daerah perumahan atau pemukiman. Hal ini akan menyebabkan terjadinya banjir di daratan tinggi, maka harus direncanakan sistem drainase yang optimal. Perencanaan sistem Drainase di kawasan perumahan Graha Natura, Sambikerep, Surabaya diharapkan mampu mengatasi beberapa permasalahan yang akan terjadi pada saat curah hujan tinggi nantinya.
1.2. Identifikasi Masalah Lingkup perencanaan dititik beratkan pada segi perencanaan dimensi
dengan menghitung berapa debit
limpasan akibat Hujan yang terjadi disaluran dan perencanaan sumur resapan dan bio retensi sebagai fasilitas penunjang dengan teknologi sistem drainase berwawasan lingkungan 2
(eco-drainage) dengan mempertimbangkan aspek topografi, hidrologi, dan hidrolika.
1.3. Rumusan Masalah Dengan adanya sumur resapan, maka harus ditinjau beberapa permasalahan yang akan menjadi titik pusat suatu perencanaan, yaitu; 1.
Berapa debit limpasan yang terjadi pada saluran drainase, untuk merencanakan kebutuhan sumur resapan
2.
Berapa dimensi saluran dan kebutuhan sumur resapan setelah direncanakan
3.
Dengan ada nya Sumur Resapan, bagaimana kondisi saluran setelah adanya peresapan
1.4. Maksud Dan Tujuan 1. Untuk mengetahui curah hujan, kapasitas sistem drainase eksisting, dan perencanaan sistem drainase sumur resapan di wilayah studi. 2. Penerapan
sumur
resapan
dengan
memperhatikan
spesifikasi rumah dan luas atap untuk masing-masing rumah. 3. Merencanakan dimensi sumur resapan untuk mengurangi beban yang terjadi di saluran eksisting perumahan. 3
4. Pemanfaatan air sumur guna menambah kebutuhan air bersih di masing-masing rumah untuk meminimalisir penggunaan air PDAM.
1.5. Batasan Masalah 1. Pada tugas akhir ini tidak mengjhitung berapa anggaran biaya yang harus dikeluarkan selama proses pembuatan saluran drainase kawasan setempat. 2. Tidak membahas debit akibat pembuangan limbah rumah tangga. Karena pembuangan limbah ini langsung dialirkan menuju saluran drainase (alami) perumahan menuju ke saluran eksisting Sambikerep yang kemudian di tampung di bozem yang terletak tidak jauh dari kawasan perumahan Graha Natura, Sambikerep Surabaya. 3. Tidak meninjau banjir setelah penerapan sumur resapan
1.6. Manfaat 2. Dengan
adanya
saluran
drainase
terbuka
yang
memperhatikan segala kondisi dengan permasalahan yang ada, diharapkan kepada penghuni perumahan Graha Natura merasa nyaman. 3. Memberikan kredibilitas tambahan khusus untuk kawasan perumahan Graha Natura menjadi tempat hunian real estate yang berbasis eko-drainase. 4
4. Untuk menambah ketersediaan air bersih guna keperluan dan kebutuhan rumah tangga untuk kawasan perumahan Graha Natura, Surabaya. 5. Diharapkan dengan adanya Perumahan Graha Natura, Sambikerep, Surabaya, tidak menjadikan penyumbang debit limpasan yang menjadikan beban untuk saluran pembuangan eksisting yang ada.
5
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Suatu konsep perencanaan pembangunan kota yang mengintegrasikan antara tata guna lahan dengan tata guna air diperlukan agar ketersediaan air dapat memenuhi kebutuhan kota dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Salah satu caranya melalui kegiatan konservasi air, yaitu upaya-upaya yang ditujukan untuk meningkatkan volume air tanah, meningkatkan efisiensi penggunaannya, dan memperbaiki kualitasnya sesuai dengan peruntukannya (Suripin dalam Anwar, 2013). Konservasi air tanah menurut Danaryanto, dkk dalam Riastika (2011) adalah upaya melindungi dan memelihara keberadaan, kondisi, dan lingkungan air tanah. Hal tersebut guna mempertahankan kelestarian atau kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, demi kelangsungan fungsi dan kemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik waktu sekarang maupun pada generasi yang akan datang.
6
2.2. Sumur Resapan secara umum Sumur resapan merupakan skema sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini
kebalikan
dari
sumur
air minum.
Sumur
resapan
merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah
ke
permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan
kedalamannya
berbeda.
Sumur
resapan
digali
dengan
kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011). Bentuk dan jenis bangunan sumur resapan dapat berupa sumur resapan air yang dibuat segiempat atau silinder dengan kedalaman tertentu dan dasar sumur terletak di atas permukaan air tanah. Berbagai jenis konstruksi sumur resapan adalah: 1. Sumur tanpa pasangan dinding sumur, dasar sumur tanpa diisi batu belah maupun ijuk (kosong) 2. Sumur tanpa pasangan di dinding sumur, dasar diisi dengan batu belah dan ijuk 3. Sumur dengan susunan batu bata, batu kali ayau batako di dinding sumur, dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk atau kosong 7
4. Sumur menggunakan buis beton di dinding sumur\Sumur menggunakan blwong (batu cerdas yang dibentuk khusus untuk dinding sumur).
2.3. Manfaat Sumur Resapan Manfaat yang diperoleh dengan pembuatan sumur resapan antara lain: 1. Menahan dan mengurangi volume air lahan (run-off) 2. Mengurangi (mencegah) banjir dan genangan air hilir 3. Mengurangi kemungkinan tanah longsor 4. Meresapkan air permukaan (run-off) ke dalam tanah 5. Cadangan air tanah mata air meningkat 6. Menjaga aliran sungai diwaktu kemarau 7. Menjaga kualitas sumberdaya air 8. Penyaringan oleh tanah/batuan 9. Melindungi keseimbangan cadangan air tanah di saat kemarau 10. Debit mata air, sungai dan sumur gali penduduk meningkat konstan 11. Menjaga kualitas air sungai dan sumberdaya air permukaan 12. Menjaga tingkat kekeruhan air sungai 13. Mengurangi material-material sedimen di sungai, danau laut, dll 8
14. Sumur resapan dapat menambah jumlah air tanah sehingga dapat mencegah instrusi air laut 15. Sumur resapan dapat menambah air yang masuk kedalam tanah mengisi pori-pori tanah hal ini akan mencegah terjadinya penurunan tanah.
2.4. Persyaratan Umum Bagaimana sebaiknya sumur resapan dibuat sesuai dengan standart nasional Indonesia (SNI) dengan tata cara perencanaan
sumur
resapan
untuk
lahan
pemukiman
menetapkan berbagai persyaratan umum yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil. 2. Sumur resapan harus dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septick tank (minimum lima meter dari tepi), dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan. 3. Penggalian sumur resapan bias sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan. 4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah menyerap air) lebih besar atau sama 9
dengan 2,0 cm per jam (artinya, genangan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam dengan tiga klasifikasi, yaitu : Permeabilitas sedang, 2.0 – 3.6 cm per jam. Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3.6 – 36 cm per jam.. Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam.
2.5. Persyaratan Teknis (SNI 06-2459-2002) 2.5.1. Bentuk dan Ukuran Persyaratan bentuk dan ukuran sumur resapan air hujan adalah : 1. Penampang sumur resapan air hujan berbentuk segi empat atau lingkaran 2. Ukuran minimum sisi penampang atau diameter 80 cm dan maksimum 120 cm 3. Ukuran pipa masuk diameter 110 mm 4. Ukuran pipa pelimpah diameter 110 mm
2.5.2. Bahan Konstruksi Menurut Petunjuk Teknis Tata Cara Penerapan sumur resapan di kawasan permukiman (2002), dijelaskan bahan dan konstruksi untuk sumur resapan air hujan yang dapat dilihat pada Tabel 1. 10
Tabel 1 bahan konstruksi sumur resapan air hujan No. 1.
Bahan Konstruksi Plat beton bertulang tebal 10 cm,
Komponen Penutup sumur.
campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil 2.
Plat beton tidak bertulang tebal 10 cm,
Penutup sumur.
campuran 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil , berbentuk cubung dan tidak diberi beban diatasnya 3.
Ferocement tebal 10 cm
Penutup sumur, dinding sumur bagian atas.
4.
Pasangan 1/2 bata-merah, batako,
Dinding sumur bagian
campuran 1 semen : 4 pasir , diplester
atas.
dan diaci semen 5.
Pasangan 1/2 batako campuran. 1 : 4,
Dinding sumur bagian
jarak kosong antar batako 10 cm, tanpa
bawah.
diplester 6.
Beton bertulang pracetak 80 -100 cm
Dinding sumur bagian atas,dan dinding sumur bagian bawah.
7.
Beton bertulang pracetak, dinding
Dinding sumur bagian
porous 100 cm
atas, dan dinding 11
sumur bagian bawah. 8.
Batu pecah, ukuran 10 - 20 cm
Pengisi sumur
9.
Pecahan bata merah, ukuran 5 - 10 cm
Pengisi sumur
10.
Ijuk
Pengisi Sumur
11.
Pipa PVC dan asessoriesnya 110 mm
Saluran air hujan
12.
Pipa beton 200 mm
Saluran air hujan
13.
Pipa beton 1/2 lingkaran 200 mm
Saluran air hujan
2.6. Tipe konstruksi Tipe konstruksi sumur resapan air hujan, dapat dilihat pada gambar 1, 2, 3, 4 dan 5 berikut ini yang terdiri dari 1. Tipe I. dengan dinding tanah, untuk tanah geluh kelanauan dan dapat diterapkan pada kedalaman maksimum 3 m 2. Tipe II. dengan dinding pasangan batako atau bata merah tanpa diplester dan diantara pasangan diberi celah lubang, dan dapat diterapkan untuk semua jenis tanah dengan kedalaman maksimum 3 m 3. Tipe III. dengan dinding buis beton porous atau tidak porous, pada ujung pertemuan sambungan diberi celah lubang, dan dapat diterapkan dengan kedalaman maksimum sampai dengan muka air tanah 12
4. Tipe IV. dengan dinding buis beton berlubang dan dapat diterapkan dengan kedalaman maksimum sampai dengan muka air tanah.
2.7. Sistem penyaluran air hujan Air hujan yang dialirkan ke sumur resapan air hujan atau ke saluran air hujan dapat dilihat pada gambar 5.
2.8. Pembuatan Sumur Resapan Tahap-tahap pembuatan sumur resapan adalah : 1. Persiapan awal berupa penyiapan bahan dan Alat Bahan Utama : a. Seng/Paralon b. Paralon c. Beton/Bata Seng/Plastik digunakan untuk menampung air hujan yang berasal dari genting, selanjutnya air tersebut dialirkan melalui paralon menuju ke sumur resapan. Paralon digunakan untuk mengalirkan air hujan dari talang ke sumur resapan. Beton (buis beton) atau dari batu bata digunakan sebagai dinding sumur resapan. Peralatan Peralatan pertukangan seperti : a. Tukang batu dan tukang kayu b. Alat ukur / meteran c. Kayu/bambu 13
2. Penggalian baik untuk sumur itu sendiri maupun jaringan yang baerasal dari atap rumah. 3. Pemasangan meliputi pemasangan buis beton atau batu bata dan pemasangan jaringan dari rumah ke rumah. Setelah diperoleh desain konstruksi (dimensi, bentuk dan jenis) sumur resapan air sesuai dengan kondisi lingkungan pada kawasan perumahan, selanjutnya dalam proses pembuatan sumur resapan air dapat dirancang dua pola penerapan yaitu: a. pembuatan secara kolektif (berdasarkan blok-blok rumah, atau untuk satu kawasan perumahan); dan b. pembuatan per-tipe rumah. Letak sumur resapan untuk yang model per-tipe rumah biasanya di halaman rumah sedang yang model blok-blok rumah (komunal) dapat dipasang di bahu jalan.
Gambar 1. SKEMA SUMUR RESAPAN 14
Gambar 2. TIPE I. SUMUR RESAPAN 15
Gambar 3. TIPE II. SUMUR RESAPAN 16
Gambar 4. TIPE III. SUMUR RESAPAN 17
Gambar 5. TIPE IV. SUMUR RESAPAN 18
Gambar 6. MODEL SUMUR RESAPAN 19
2.9. Spesifikasi Sumur Resapan Spesifikasi Sumur Resapan Sumur resapan dapat dibuat oleh tukang pembuat sumur gali berpengalaman dengan memperhatikan persyaratan teknis tersebut dan spesifikasi sebagai berikut : 1. Penutup Sumur. Untuk penutup sumur dapat dipilih beragam bahan diantaranya: 2. Pelat beton bertulang tebal 10 cm dicampur dengan satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil pelat beton tidak bertulang tebal 10 cm dengan campuran perbandingan yang sama, berbentuk cubung dan tidak di beri beban di atasnya atau ferocement (setebal 10 cm). 3. Dinding sumur bagian atas dan bawah. Untuk dinding sumur dapat digunakan bis beton. Dinding sumur bagian atas dapat menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir, diplester dan di aci semen. 4. Pengisi Sumur. Pengisi sumur dapat berupa batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga. 5. Saluran air hujan dapat menggunakan pipa PVC berdiameter 110 mm, pipa beton berdiameter 200 mm, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 mm.Satu hal yang penting, setelah sumur resapan dibuat, jangan lupakan 20
perawatannya. Cukup dengan memeriksa sumur resapan setiap menjelang musim hujan atau, paling tidak, tiga tahun sekali.
2.10.
Analisis Hidrologi
2.10.1. Parameter statistik Perhitungan parameter didasarkan pada data curah hujan harian maksimum, paling sedikit data 10 tahun terakhir (Muttaqin, 2010).
2.11. Curah Hujan Curah hujan adalah tinggi atau tebalnya hujan dalam jangka waktu tertentu (lamanya pengamatan) yang dinyatakan dalam satuan mm. Data curah hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi untuk suatu perencanaan drainase perkotaan minimal 10 tahun pengamatan yang diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan terdekat di lokasi perencanaan. Apabila data
yang
ada
kurang
dari
10
tahun
,
diupayakan
melengkapinya dengan data dari stasiun lainnya yanf terdekat (Heri,2013). Curah
hujan
yang
diperlukan
untuk
penyusunan
rancangan pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai 21
titik. Tujuannya mancari hujan rata-rata adalah untuk mengubah hujan titik menjadi hujan wilayah atau mencari nilai yang dapat mewakili suatu daerah aliran (Defi,2014).
2.12. Curah Hujan rata-rata Curah hujan yang di perlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik. Tujuan mencari hujan ratarata adalah untuk mengubah hujan titik menjadi hujan wilayah atau mencari nilai yang dapat mewakili suatu daerah aliran.
2.13. Meotode Gumble Metode Gumbel ini bertujuan untuk mencari nilai curah hujan pada periode ulang tertentu, motode Gumbel sangat penting di karenakan dengan metode ini kita dapat mengetahui nilai curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu (Fairizi, 2015).
1 X T b YT a a
Dengan :
(2.1) Sn S
bX-
dan 22
S Yn Sn
n
S
X
n
2
1
X . X
(2.2)
1
n 1
T 1 YT - ln - ln r Tr
(2.3)
Keterangan : XT
= Hujan max kala ulang periode t (tahun)
x
= Hujan harian max rata-rata
YT
= Reduce variety
yn
= Reduce mean (pembacaan tabel)
sn
= Reduce standart duration (pembacaan tabel)
S
= Standar deviasi
Tr
= Periode ulang
2.14. Metode Log Person III Metode ini didasarkan perubahan data yang ada ke dalam bentuk logaritma sesuai dengan anjuran. Pada umumnya perancangan pengendalian banjir pada daerah perkotaan dipakai curah hujan minimum dengan kala ulang 10 tahun. Adapun perhitungan hujan rancangan dengan metode Log Person III adalah sebagai berikut (Fairizi, 2015) :
log R log x K.S
(2.4)
23
n
x
log x
i
i 1
log
log x n
S
(2.5)
n
i 1
i
log x
2
(2.6)
n 1
n n log xi log x Cs i 1 3 n 1n 2 S
3
(2.7)
Keterangan : R
= Curah hujan rencana dengan kala ulang tertentu(mm)
X
= Faktor frekuensi, koefisien yang didapatkan dari besarnya nilai Cs dan besarnya kala ulang (pembacaan tabel).
S
= Harga simpangan baku dari nilai cutah hujan harian max.
Log x = Nilai rata-rata logaritma curah hujan max. n
= Banyaknya data
Cs
= Koefisien kemiringan
2.15. Uji konsistensi data 2.15.1. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji Smirnov Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test) karena 24
pengujiannya tertentu.
tidak
Pengujian
menggunakan ini
diambil
fungsi
distribusi
pengertian
bahwa
simpangan antara data yang ada dengan garis teoritis pada arah mendatar dengan garis teoritis pada arah mendatar yang dinyatakan dalam persen (Andriawan, 2014). P
100 m %. N 1
(2.8)
Keterangan : P
= Probabilitas WEIBULL
N
= Besarnya sampel
m
= Nomor urut
Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1)
Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.
2)
Probabilitas
dihitung
menggunakan
persamaan
WEIBULL 3)
Buat garis durasi Gumbell pada kertas Extreme Probabiliy (terlampir)sesuai dengan persamaan yang telah dihitung, dengan memasukkan 2 (dua) harga Yt pada persamaan Xt = b + 1/a Yt di dapat 2 (dua) nilai Xt, maka dapat ditarik garis lurus. Begitu pula kalau 25
kita menggunakan Log Person, pengujian dilakukan ploting pada kertas Logaristma. 4)
Plot data curah hujan Xi – Probabilitas Pe.
5)
Hitung
perbedaan
antara
probabilitas
distribusi
empiris (data lapangan) dengan teoritis (persamaan garis ekstrapolasi), dan cari nilai Δ maks. 6)
Tentukan harga kritis ΔCr tabel Smirnov Kolmogorov Test dengan nilai N dan tariff signifikansi α. Bandingkan antara X2hit dengan ΔCr, jika Δ maks < ΔCr diterima
Tabel 2.2 Nilai ΔCr untuk Uji Smirnov Kolmogorov N 5
0,20
0,10
0,05
0,01
0,45
0,51
0,56
0,67
26
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,30
0,34
0,40
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
0,27
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,20
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,20
0,24
50
0,15
0,17
0,19
0,23
N >
1,07 N 0,5
1,22 N 0,5
1,36 N 0,5
1,63 N 0,5
50
Sumber : Suripin, 2004
Tabel 2.3 Syarat Pemilihan Metode Frekuensi Jenis Metode
Ck
Cs
Gumbel
≤ 5,4
≤ 1.13
Normal
=0
≈0
27
Log Pearson Type III
Bebas
≠0
Sumber : Soewarno, 1994
2.15.2. Uji Chi-Square Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang (metode yang digunakan untuk mencari hujan rencana) dapat mewakili dari distribusi sampel data yang analisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter 2, oleh karena itu disebut uji Chi-Square atau Chi-Kuadrat. Parameter 2 dapat dihitung dengan rumus (Andriawan, 2014) : G
2h 1
Of Ef 2 .
(2.9)
Ef
Keterangan : 2h
= Parameter Chi-square terhitung.
G
= Jumlah sub kelompok
Of
= Jumlah nilai pengamatan
Ef
= Jumlah titik teoritis pada sub kelompok ke-i
Chi-square cocok untuk menganalisa data lebih dari dua. Tekniknya adalah test tersebut digunakan untuk menguji 28
dimana terdapat perbedaan yang signifikan dari objek yang diamati dengan jawaban yang masuk dalam masingmasing kategori dan banyaknya data yang diharapkan hipotesa nol. 1) Prosedur uji Chi-Square adalah : a. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya). b. Kelompokkan data menjadi sub grup, tiap-tiap sub grup minimal 4 data pengamatan. c. Jumlahkan data pengamatan sebesar Of tiap-tiap sub grup. d. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ef. e. Tiap-tiap sub grup dihitung nilai (Of – Ef)2 dan
Of
Ef Ef . 2
Of f. Jumlah seluruh sub grup nilai
Ef Ef
2
untuk
menentukan nilai Chi-square hitung. g. Tentukan derajat kebebasan dk = G – R – 1 (nilai R = 2, untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R = 1, untuk distribusi Poisson). 29
Nilai Chi Square hitung harus lebih kecil dari nilai Chi Square Kritis.
2.16. Debit Banjir Rencana Untuk merencanakan suatu dimensi saluran harus diketahui debit banjir sebenarnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya genangan air. Untuk memenuhi tujuan ini saluran harus dibuat cukup sesuai dengan debit banjir. Debit banjir sangat penting dalam perencanaan sistem drainase. Apabila salah dalam menentukan debit rencana, maka sistem drainase yang terpakai tidak akan berfungsi dengan semestinya. Debit air yang harus disalurkan diambil para rencana debit banjir yang besar, sebagai dasar untuk perhitungan ukuran bangunan yang di rencanakan.
2.16.1. Metode Rasional Metode ini merupakan metode tertua yang dikembangkan hanya untuk memprediksi besarnya debit puncak tanpa melihat sebaran besar debit terhadap waktu. (2.10) 30
Q = 0,002778 C.I.A
Keterangan : Q = Debit rencana (m3/detik) C = Koefisien run off I = Itensitas hujan selama waktu kosentrasi (mm/jam) A = Catchman area (ha) Bila pada suatu DAS terdapat bermacam-macam tataguna lahan, maka penentuan nilai C yaitu menggunakan nilai rata-rata yaitu menggunakan koefisien pengaliran ratarata (majemuk).
A1 .C1 A2 .C 2 A3 .C3 ......An .C n A1 A2 A3 ......An Keterangan : C
Cn
= Koefisien limpasan pada lahan An
An
= Luasan lahan ke-n
(2.11)
Sangat penting untuk memperhatikan perubahan tataguna lahan di masa yang akan dating untuk nilai C yang berbeda. Apabila data yang di gunakan curah hujan harian (R24), maka besarnya intensitas hujan dapat dihitung menggunakan rumus Mononobe :
31
R 24 I 24 24 t
2/3
(2.12)
Keterangan : I
= Intensitas hujan (mm/jam)
R24
= Curah hujan harian
t
= Lamanya hujan
tc
= Waktu konsentrasi (waktu yang diperlukan partikel
hujan dari titik terjauh ke tempat pengukuran) tc L / V V 72.I 0.6 72.( H / L) 0.6
(2.13)
Keterangan : L
= Panjang sungai utama pda DAS (km)
V
= Kecepatan rambat banjir (km/jam)
H
= Beda tinggi antara ujung sungai (hulu) ke titik
control (m)
2.16.2. Metode Haspers Cara Haspers hampir sama dengan metode Rasional, karena menggunakan beberapa koefisisen dari perumusan Rasional. Rumus umum metode Haspers adalah sebagai berikut : 32
(2.14)
Q . .q. A Koefisien pengaliran ( )
1
1 0,012. A 0,7 1 0,075. A 0,7
(2.15)
Koefisien reduksi
1
tr 3,7.10 0, 4.tr A 0,75 x 12 tr 2 15
(2.16)
Waktu konsentrasi (2.17)
tr = tc = 0,1 x L0,8 x I-0,3 (2.27) Untuk 2 jam < tr < 19 jam
untuk tr < 2 jam
Tinggi hujan
rt
tr .R24 tr 1
rt
tr.R24 tr 1 0,0008(26 R24 )(2 tr ) 2
Debit persatuan luas
q
rt 3,6 tr 2
(2.18)
(2.19)
(2.20)
Keterangan :
33
Q
= Debit periode ulang / debit persatuan luas
(m3/det) α
= Koefisien pengaliran / limpasan
β
= Angka koefisien reduksi
q
= Hujan maksimum (m3/det/km2)
A
= Luas catchment area (km2)
tr = tc = Waktu konsentrasi (jam) rt
= Curah hujan selama t (mm)
2.17. Perencanaan Sumur Resapan Sumur resapan merupakan skema sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum.
Sumur
resapan merupakan
lubang
untuk
memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan
kedalamannya
berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum 34
digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011).
2.18. Debit Rencana Sumur Resapan Debit
Rencana
Debit
Rencana
dihitung
menggunakan rumus rasional yaitu Q = 0,278 x C x I x A
(2.21)
Keterangan : Q = Debit rencana (m3/detik) C = Koefisien limpasan atap (0,70) I = Intensitas hujan (mm/jam) A = Luas atap (m2)
2.19. Koofisien Permeabilitas Tanah Koefisien Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah merupaka sifat bahan berpori, dapat mengalir/ merembeskan air ke dalam tanah, tinggi rendahnya permeabilitas ditentukan oleh ukuran pori (Budi Santoso dkk,1998).Pada koefisien permeabilitas. Harga koefisien permeabilitas (k) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda. Tabel 1 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya (Santoso dkk,1998) 35
Jenis Tanah K (cm/det) Kerikil
>10
Pasir
10-10-2
Lanau
10-2 - 10-5
Lempung
<10-5
2.20. Perhitungan Debit Resapan Berdasarkan hasil uji pemodelan tanah didapatkan nilai permeabilitas dari berbagai macam komposisi tanah. Nilai permeabilitas ini digunakan untuk mencari debit resapan yang terjadi. Dalam perhitungan debit resapan digunakan rumus ; 𝑄𝑟𝑒𝑠𝑎𝑝𝑎𝑛 = 𝐹. 𝑘. 𝐻 Dimana ; Qresapan
= Debit air masuk (m³/dtk)
H
= Tinggi muka air dalam sumur (m)
F
= Faktor Geometrik (m)
k
= Koefisien permeabilitas tanah (m/dtk)
2.21. Kedalaman Sumur Resapan 36
(2.22)
Sunjoto (1988) mengusulkan suatu rumus sebagai dasar perhitungan kedalaman sumur resapan sebagai berikut: 𝐻=
𝑄 (1 − 𝐹.𝑘
−𝐹𝑘𝑡
(2.23)
𝑒 𝜋𝑅2 )
Dimana: H
= Tinggi muka air dalam sumur (m)
F
= Faktor Geometrik (m)
Q
= Debit air masuk (m³/dtk)
T
= Waktu pengaliran (detik)
k
= Koefisien permeabilitas tanah (m/dtk)
R
= Jari-jari sumur (m)
2.22. Volume Sumur Resapan Volume sumur resapan dapat dihitung menggunakan rumus volume tabung sebagai berikut : 𝑉 = 𝜋 × 𝑅 2 × 𝐻(𝑡)
(2.24)
Dimana : V
= Volume sumur resapan (m3)
R
= Radius hidrolik atau jari- jari sumur resapan (m)
H (t)
= Kedalaman sumur resapan (m)
2.23. Kapasitas Sumur Resapan 37
Kapasitas Sumur Resapan Menghitung kapasitas sumur resapan menggunakan rumus: (2.25)
𝑉 = 1⁄4 π . 𝐷 2 . 𝐻 2.24. Waktu Resap Menghitung waktu pengisian sumur atau waktu resap menggunakan rumus: 𝑇𝑟𝑒𝑠𝑎𝑝 =
𝑄0 ⁄𝑉 𝑠𝑢𝑚𝑢𝑟
(2.26)
BAB 3 METODOLOGI PERENCANAAN
38
3.1. Metode Pengumpulan Data 3.1.1. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dengan cara melakukan observasi, data primer yang diperoleh sebagai berikut: 1) Pengukuran saluran (Existing dasar saluran dan penampang melintang saluran ). 2) Tinggi saluran (h), Lebar saluran (b), Jenis saluran, Kemiringan dasar saluran (lo), Koefisien kekerasan (n)
3.1.2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang di peroleh dari media perantara (instansi-instansi terkait atau catatan pihak lain). Data sekunder secara umum berupa laporan histori atau catatan yang tersusun dalam arsip. Data sekunder yang diperlukan dalam kajian sistem drainase penelitian ini sebagai berikut : 1) Peta Topografi dan sistem saluran drainase. 2) Masterplan 3) Data curah hujan tahunan.
3.2. Data Curah Hujan Maksimum Data curah hujan harian maksimum adalah melihat data curah hujan yang terdapat pada titik-titk pengamatan daerah 39
tersebut. Diperlukan penyusunan agar bisa mengetahui curah hujan harian antara lain rencana pengendalian banjir yang disebut juga dengan curah hujan daerah atau wilayah.
3.3. Perhitungan Data Curah Hujan Rata-rata Daerah Banyak stasiun hujan tersebar di berbagai daerah aliran dan banyak data curah hujan yang diperoleh akan berbeda-beda besarannya, sehingga di dalam perncanaan kali ini diperlukan perhitungan data curah hujan rata-rata di setiap daerah. Ada beberapa metode yang akan digunakan dalam menghitung curah hujan rata-rata daerah yaitu metode Thiessen dan metode Aritmatik.
3.4. Perhitungan Curah Hujan Rencana Curah hujan rencana yaitu curah hujan tiap tahun yang terjadi pada suatu daerah atau wilayah dengan peluang tertentu, yang akan dipakai sebagai dasar dari perhitungan dalam perencanaan suatu dimensi bangunan air. Metode yang digunakan adalah Log Person III dan metode Gumbell yang selanjutnya akan dipilih perhitungan yang memberikan hasil paling besar untuk keamanan desain. 3.5. Perhitungan Debit Banjir Rencana Hasil dari data curah hujan rencana dapat diubah menjadi debit rencana, debit rencana dapat dihitung menggunakan 40
metode Rasional, metode Der wenduwen, metode Haspers, dan metode Hidrograf. Di dalam penelitian ini untuk menghitung debit banjir rencana yaitu menggunakan metode Rasional.
3.6. Perhitungan Debit Saluran Perhitungan dimensi saluran baik yang ada (eksisting) atau yang telah direncanakan, perhitungan debit maksimum yang akan dialirkan.
3.7. Analisa Saluran Dari metodologi penelitian yang telah dikerjakan apabila diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Q saluran < (Q rencana – Q resapan = Q sisa) , maka akan terjadi banjir, dan langkah yang harus di lakukan adalah dengan normalisasi model dan dimensi sumur. 2) Q sistem saluran > (Q rencana – Q resapan = Q sisa), maka tidak akan terjadi banjir. Jadi disini diupayakan agar kapasitas sumur resapan mampu menampung debit banjir yang membebani saluran.
3.8. Tahapan Perencanaan
41
Untuk mengaplikasikan sistem dan teknik pembuatan saluran drainase berbasis eko-drainase (sumur resapan ) maka diperlukan tahap sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data (data curah hujan, luas lahan, peta topografi, peta tata guna lahan dan, master plan perumahan) 2. Mencari nilai permeabilitas tanah (k) 3. Analisa data curah hujan 4. Melakukan pengukuran dimensi saluran (l, b,h) 5. Analisa debit (Q) saluran 6. Perencanaan sumur resapan (model, dimensi, kapasitas, waktu resapan) 7. Pengolahan data dengan
menghitung debit saluran
perumahan dan debit resapan akibat sumur resapan. 8. Menghitung
pengurangan
debit
banjir
akibat
debit
tampungan dalam sumur resapan. 9. Jika debit (Q) saluran < debit (Q) sisa = banjir, maka dilakukan Re-Desain 10. Selesai
3.9. Diagram Alir Perencanaan 42
Dalam melakukan perencanaan sistem eko drainase digunakan metodologi sebagai acuan atau tahapan dalam mengerjakan perencanaan tersebut. Berikut ini adalah sebuah diagram alur yang dapat di lihat dibawah ini sebagai berikut :
Mulai
Pengumpulan 43 Data
Data Primer Dimensi Saluran l, b, h.
SUMUR RESAPAN
Model Sumur
Data Sekunder Data Curah Hujan
Q Resapan
Q Rencana Q Rencana – Qresapan = Q sisa
Metode Rasional Metode Hasper
A Gambar 7 DIAGRAM ALIR PERENCANAAN
44
A
Q saluran < Q sisa
SELESAI
45
46