Revisi Bab 1 Dan Bab 2.docx

  • Uploaded by: Lola Amelia
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Revisi Bab 1 Dan Bab 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,912
  • Pages: 13
Pengaruh Dukungan Teman Sebaya Melalui House System Pada Sekolah Berasrama terhadap Tingkat Stres Akademik Siswa

DISUSUN OLEH

Ketua tim peneliti

:

Muhammad Rizkita

Anggota tim peneliti

:

Lola Amelia

Sekolah

:

SMAN Sumatera Selatan

Proposal Penelitian

(Revisi pertama)

2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres menjadi salah satu masalah yang seringkali menjangkiti remaja.Seperti yang disebutkan Hall (dalam Santrock, 2007) bahwa periode remaja dianggap sebagai masa badai emosional.Meningginya emosi pada remaja laki-laki maupun perempuan dapat terjadi sebagai dampak dari kondisi sosial sebagai reaksi atas perubahan yang terjadi pada diri remaja. Para peneliti menemukan bahwa dari kelas lima hingga kelas sembilan, baik remaja laki-laki maupun perempuan mengalami kemunduran sebesar 50% dari kondisi “sangat bahagia” (Larson & Lampman-Petraitis dalam Santrock, 2007). Stres sendiri merupakan cara tubuh beradaptasi dengan implus berupa tuntutan. Seyle (dalam Pasha, dkk. 2016) menyimpulkan bahwa segala ancaman terhadap tubuh dan pengaruh spesifiknya akan memicu respon umum terhadap stres. Pemicu stres yang mesti dihadapi pun meningkat seiring dengan kenyataan bahwa periode remaja merupakan situasi badai emosional sehingga mempengaruhi kondisi sosialnya ketika berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada diri remaja. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana remaja banyak menghabiskan waktu dan menyesuaikan diri dengan berbagai aspek sosial yang heterogen, khusunya bagi sekolah dengan metode asrama. Sekolah berasrama merupakan salah konsep pendidikan dengan menempatkan siswa didiknya di sekolah melebihi jam kegiatan belajar formal di kelas Sekolah berasarama menuntut kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai tatanan sosial.Kartono (dalam Khamidatul, 2017) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial merupakan salah satu prasyarat penting bagi kesehatan mental individu, karena salah satu ciri pokok pribadi yang sehat mental adalah pribadi yang mampu menyesuaikan diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan.Hidup terpisah dari orang

tua dan bertemu dengan orang-orang baru menjadi hal yang menuntut kemampuan untuk menyesuaikan diri.Memasuki kelompok yang baru merupakan suatu yang serius.(Sri Maslihah, 2017).Menurut Elias (dalam Taufik, 2013) menyatakan jika sebagian besar sumber stres siswa berasal dari masalah akademik.Stres di bidang akademik pada anak muncul ketika harapan untuk meraih prestasi akademik meningkat, baik dari orang tua, guru ataupun teman sebaya.Menurut Govearts & Greguire (dalam Lilis & Diana, 2015) Stres akademik diartikan sebagai suatu keadaan individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stresor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan.Gejala stres dapat berupa permasalahan biologis berupa sulit tidur, gejala kognitif berupa lupa materi yang sudah dipelajari, dan gejala emosional berupa perasaan takut dan cemas yang berlebihan (Lilis & Diana, 2015).Sebagian besar sumber stres siswa berasal dari masalah akademik (Elias, 2011). Di kalangan remaja Indonesia banyak ditemukan fenomena ketidakmampuan siswa mengelola stres akibatnya akan berbuntut pada hal-hal tragis seperti melarikan diri dan bunuh diri misalnya, seorang siswa kaget dan bunuh diri karena tidak lulus UN (Kompasiana, 2011). Tidak hanya dampak negatif berbentuk fisik berupa tindakan, berbagai permasalahan emosional seperti depresi dan penurunan minat dan efektivitas, penurunan energi, cenderung mengekspresikan pandangan sinis pada orang lain, perasaan marah, kecewa, frustasi,

bingung, putus asa, serta melemahkan tanggung

jawabmerupakan bagian dari dampak stres akademik(Dika,dkk. 2010). Hasil penelitian Pasha Nandaka, dkk.pada tahun 2016 juga menunjukan bahwa stres yang tak tertangani pada remaja dapat menjadi alasan mereka mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan remaja dalam mengatasi stres akademik yang mereka alami adalah melalui dukungan sosial salah satunya melalui orang tua, Indati (dalam Lilis dan Diana, 2015) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat besar antara dukungan sosial keluarga yang dalam hal ini orang tua dengan self efficacy.Semakin besar dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua maka

semakin baik pula self efficacy yang dimiliki oleh remaja yang dalam hal ini adalah siswa.Hal ini juga didukung oleh pendapat Syah (2003), bahwa lingkungan keluarga bisa berpengaruh terhadap kinerja akademik (academic performance) seorang siswa. Senada seperti yang dikatakan Wang dan Yeh (dalam Santrock, 2007) bahwa dukungan dari orang lain merupakan salah satu aspek yang penting agar kita dapat mengatasi stres. Kelekatan yang akrab dan positif dengan orang lain – seperti dengan anggota keluarga, sahabat, atau mentor – secara konsisten dapat menjadi peredam stres bagi remaja (SeiffeKrenke dalam Santrock, 2007). Dalam sebuah studi yang dilakukan Wegner dkk.1991 menunjukkan bahwa remaja dapat mengatasi stres dengan lebih efektif apabila mereka memiliki relasi efektif yang dekat dengan ibunya.Dalam studi lainnya kawan-kawan sebaya paling sering dijadikan sumber dukungan bagi remaja disusul dengan ibu (O’Brien dalam Santrock, 1990). Namun, berbeda dengan sekolah konvensional pada umumnya, siswa yang bersekolah di boarding school tentu saja memiliki jam bertemu dengan orang tua yang lebih sedikit ketimbang siswa seperti pada sekolah umumnya. Padahal dukunganorang tua diperlukan untuk membantu siswa beradaptasi dengan lingkungan, peraturan dan kebiasaan-kebiasaan, yang tentu saja berguna untuk membantu siswa didik mengatasi stres akademik. SMAN Sumatera Selatan sebagai sekolah berasrama memiliki suatu mekanisme yang menempatkan dikelompokkan

para

siswa

berdasarkan

ke

dalam

berbagai

sifat-sifatnya.

kelompok.Awalnya, Kemudian,

para

dikarenakan

siswa sistem

Commented [DV1]: Jelaskan pengelompokan siswa berdasarkan apa?? Tingkatan/kelas kah? Atau berdasarkan jurusan? Peminatan? Atau apa?Penjelasannya kurang dibagian ini

pengelompokkan siswa kontradiktif dengan tujuan sekolah berasrama, yaitu menuntut kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai tatanan sosial, sehingga sistem pengelompokkan dilakukan dengan sistem acak. Sembilan kelompok tersebut yakni dolphin, dove, eagle, hornbill, komodo, lion, mantaray, rhino, dan sharkKendati sistem pengelompokan dilakukan secara acak, setiap masing-masing kelompok akan dikenal dengan karakteristiknya masing-masing. Seperti dolphin dikenal identik dengan

Commented [DV2]: Jelaskan karakteristik masing2 kelompok. Dolpin itu kelompok dengan sifat apa? Dove apa? Dst.Bagaimana cara menentukan seseorg harus masuk sebuah kelompok, bagaimana mekanismenya?Siswa masuk ke kelompok2 tersebut karena pilihan sendiri atau dilakukan semacam tes?

anggotanya yang ceria, dove yang lembut dan feminim, eagle, Komodo dikenal dengan anak-anaknya yang sensitif dan terang-terangan, Lion dengan karakteristik berani dan periang, mantaray terkenal dengan kapasitas anggotanya di bidang olahraga dan shark yang identik dengan anak-anak misterius dan cuek. Berbagai kegiatan yang melibatkan partisipapsi masing-masing anggota house diadakan seperti, culture night, movie night, halal bi halal, adventure night dan house gathering. (Wawancara dengan Usman Agani, anggota House Familly Officers, Sabtu 14 Juli 2018).Pada penelitian ini tim peneliti berusaha menguji sejauh mana apakah pengelelompokkan siswa dengan house system dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dukungan teman sebaya sebagai salah satu upaya untuk mengatasi stres akademik. 1.1 Rumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan house system di sekolah berasrama? 2. Bagaimana penerapan house system berdampak terhadap hubungan antar siswa di sekolah berasrama? 3. Apakah terdapat pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat stres akademik siswa di sekolah yang menerapkan house system?

Commented [DV3]: Ini variabel baru lagi (dukungan sosial teman sebaya) yang tiba-tiba ada di rumusan masalah. Mungkin sebenarnya kalian mau melihat pengaruh house system melalui dukungan temansebaya terhadap stres akademikya?

1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran umum penerapan house system di sekolah berasrama 2. Mengetahui dampak penerapan house system terhadap hubungan antar siswa di sekolah berasrama 3. Mengetahui pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat stres akademik siswa di sekolah yang menerapkan house system 1.3 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan pada bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan dan klinis sebagai sebuah usaha mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan permasalahan yang sering dialami

Commented [DV4]: Tujuan no 2 dan 3 kok sama?

remaja yakni stres akademik dan meneliti pengaruh dukungan teman sebaya sebagai upaya mengatasi stres akademik terebut. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat referensi bagi sekolah-sekolah yang memiliki tuntutan akademik tinggi yang mengharuskan siswa beradaptasi sehingga dapat memberdayakan kemampuan siswa menangani tekanan-tekanan akademik melalui dukungan teman sebaya untuk mencegah stres akademik. Juga untuk mengenalkan cara kerja dan keunggulan dari penerapan house system itu sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Akademik 2.1.1 Pengertian Stres Stres merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Indri Kemala, 2007) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan coping. Rice (dalam Indri Kemala, 2007) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini disebut sebagai respon stres. Lazarus dan Folkman merupakan tokoh terkenal yang mengembangkan teori stres model transaksional. Javanovic dkk. (dalam Nasib, 2016) mengatakan stres model traksional berfokus pada respon emosi dan proses kognitif yang mana didasarkan pada interaksi manusia dengan lingkungan. Lebih lanjut, Lazarus dan Folkman menegaskan bahwa appraisal adalah faktor utama dalam menentukan seberapa banyak jumlah stres yang dialami oleh seseorang saat berhadapan dengan situasi berbahaya (mengancam). Dengan kata lain, stres adalah hasil dari terjadinya transaksi antara invidu dengan penyebab stres yang melibatkan proses pengevaluasian (Dewe et al., dalam Nasib 2016). Selain itu, sumber stres merupakan kejadian atau situasi yang melebihi kemampuan pikiran atau tubuh saat berhadapan dengan sumber stres tersebut. Ketika situasi tersebut memberikan rangsangan, maka individu akan melakukan appraisal (penilaian) dan coping (penanggulangan). Sehingga, stres bisa berlanjut ke tahap yang lebih parah atau sedikit

demi sedikit semakin berkurang. Hal tersebut ditentukan bagaimana usaha seseorang berusrusan dengan sumber stres. 2.1.2 Stres Akademik Dalam lingkungan akademik, stres merupakan pengalaman yang paling sering dialami oleh para siswa, baik yang sedang belajar di tingkat sekolah ataupun di perguruan tinggi. Hal tersebut dikarenakan banyaknya tuntutan akademik yang harus dihadapi, misalnya ujian, tugas-tugas, dan lain sebagainya (Nasib, 2016). Menurut Govearts & Greguire (dalam Lilis & Diana, 2015) Stres akademik diartikan sebagai suatu keadaan individu mengalami tekanan hasil persepsi dan penilaian tentang stresor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan.Gejala stres dapat berupa permasalahan biologis berupa sulit tidur, gejala kognitif berupa lupa materi yang sudah dipelajari, dan gejala emosional berupa perasaan takut dan cemas yang berlebihan (Lilis & Diana, 2015).Sebagian besar sumber stres siswa berasal dari masalah akademik (Elias, 2011).Stres di bidang akademik pada anak muncul ketika harapan untuk meraih prestasi akademik meningkat, baik dari orang tua, guru ataupun teman sebaya.Harapan tersebut seringkali tidak sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki (Shahmommadi dalam Taufik, 2013). Menurut penelitian yang dilakukan Amy Noerul, dkk. terdapat empat gejala stres akademik yang dapat digambarkan melalui reaksi fisik, reaksi prilaku, reaksi proses berfikir, dan reaksi emosi. Stres akademik pada penelitian Amy Noerul, dkk. diwakili oleh butir pertanyaan yang dibuat mengacu pada instrumen kuesioner yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1998) yaitu Ways of Coping Questionnaire. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Indri Kemala, 2007) kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stres disebut dengan stresor. Istilah stresor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (Rice dalam Indri Kemala, 2007). Situasi, kejadian, objek apapun yang menimbulkan tuntutan dalam tubuh dan penyebab reaksi psikologis ini disebut stresor.

2.2House System di Sekolah Berasrama 2.2.1 Sekolah Berasrama Setiap orang tua berharap anak-anaknya berhasil dalam belajar dan lingkungan sosial serta memiliki kekuatan nilai dan karakter yang baik sehingga mereka siap menghadapi tantangan kehidupan di masa yang akandatang. Dalam satu dekade terakhir terdapat perkembangan dalam bidang pendidikan khususnya terkait dengan berdirinya sekolah berasrama (Sri Maslihah, 2011). Siswa yang mengikuti sekolah berasrama sekarang dikenal sebagai boarding school, mereka dihadapkan pada situasi perpisahan dengan orang tua.Hidup terpisah dari orangorang baru baik sesama siswa maupun pengasuh asrama. Menurut Yahya (dalam Rizkiani, 2012) boarding school memiliki beberapa jenis a. Sekolah dengan pelajar berjenis kelamin sama (contohnya ST. Margaret’s School for Girls, Victoria) b. Sekolah militer di Indonesia contohnya SMU Taruna Nusantara, Magelang. c. Sekolah Pra-Profesional seni, melatih pelajar menjadi seniman di berbagai bidang seperti musik, akting, teater, ballet, dan penulis. Namun, di Indonesia belum ditemukan sekolah dengan jenis ini. d. Sekolah berdasarkan agama, di Indonesia sekolah seperti ini merupakan jenis boarding school yang paling banyak. Salah satu contohnya adalah pesantren. e. Sekolah berkebutuhan khusus seperti para pemaja yang berkebutuhan khusus, autin misalnya. f. Sekolah junior yang menyediakan Boarding school di bawah tahap SMU. Sekolah berasrama Sekolah berasrama saat ini diyakini memiliki kelebihan apabila dipandang dari berbagai aspek, diantaranya kurikulum, kedisiplinan, ekstrakulikuler, serta keamanan dari sudut pandang moral dan psikologis. Seperti telah diketahui bersama bahwa pada usia tersebut anak masih sangat bergantung kepada kedua orang tuanya. (Wahyu Suci. 2017).

Ketika anak telah tinggal di asrama, mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selama proses penyesuaian diri anak terjadi bermacam dinamika, tidak semua anak berhasil menyesuaikan diri dengan sempurna. Tentu saja, kelebihan di berbagai aspek mesti dibarengi oleh pengontrolan di berbagai lini pada sekolah berasrama. Sehingga membutuhkan penyesuaian. Menurut Widiastono (2001) , sekolah menengah asrama merupakan model sekolah yang memiliki tuntutan yang lebih tinggi jika dibanding sekolah menengah biasa. Transisi remaja ke sekolah asrama menghadapkan remaja pada perubahan-perubahan dan tuntutantuntutan baru. Perubahan tersebut adalah lingkungan sekolah dan asrama yang baru, pengajar dan teman baru, aturan dan irama kehidupan asrama, serta perubahan lain sebagai akibat jauh dari orang tua. Jika seorang siswa gagal untuk menyesuaikan diri tentu saja stresor-stresor tersebut dapat mengakibatkan stres akademik. Seperti yang dikatakan Santrock dalam bukunya Remaja (2007) bahwa salah satu jenis penyebab stres adalah perpindahan ke sebuah suasana budaya berbeda dapat mengakibatkan stres akulturatif. Sehingga berbagai bentuk dorongan dibutuhkan untuk membantu siswa mengatasi masa transisinya. Salah satunya melalui dukungan sosial yang bisa didapatkan dari orang tua dan teman sebaya. 2.2.2 House System House system adalah salah satu bentuk manajemen sekolah yang banyak diadopsi di negara Inggris dan Amerika. Para pelajar pada sekolah yang menerapkan house system ini akan disebar ke dalam beberapa kelompok yang selanjutnya disebut “house”. Banyak siswa di setiap house di berbagai sekolah pun berbeda. Seperti pada Mscracken County School di US yang terdiri atas 350 lebih siswa setiap house-nya. Penamaan house berbeda-beda di setiap sekolah. Misalnya, menurut nama hewan, dewa, ataupun artis lokal. Menurut R.D Dieferenfied (1976) house system diterapkan demi menyediakan pastoral care bagi para siswa ketika menempuh pendidikan. Sekolah diatur sedemikian rupa sehingga bersuasana “home base” selayaknya situasi di rumah. Setiap house memiliki

house parents, yang memiliki peran lebih seperti memperhatikan kedisiplinan, kegiatan sosial, dan juga memainkan peranan sebagai konselor. Ditinjau dari segi aktivitas, menurut penelitian pada tahun 1976 oleh R.D Dieferenfied, kegiatan-kegiatan yang menyangkut house seperti sport competition, house assembly, berbagai kegiatan sosial yang dilakukan antar anggota house. Secara fundamental house system bertujuan untuk memberikan layanan konseling dengan membantu siswa mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi di sekolah. Melalui pembutan iklim sekolah layaknya di rumah atau ‘home base’ menurut R.D Diefrenfied (1976) layanan terebut antara lain pupils conseling , konferensi orang tua, tutor grup, dan aktivitas lainnya. Salah satu sekolah yang menerapkan house system adalah SMAN Sumatera Selatan. Melalui pengelompokkan siswa ke dalam masing-masing house, pada awal masuk sekolah siswa baru akan dibantu senior anggota house mereka dalam menyesuaikan diri. Contohnya adalah Sultan dan Adam yang menyatakan kalau kakak kelas satu house mereka membantu mereka belajar kebiasaan baru juga sebagai sarana berbagi dan melepaskan penat dengan bercanda (wawancara pribadi tanggal 4 Agustus 2018). 2.2.3 Dukungan Teman Sebaya dalam House System Teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif terhadap anak remaja. Mereka mendorong ke arah kualitas yang tidak diharapkan seperti minumminuman keras atau kenakalan remaja lainnya, terutama pada anak-anak yang kurang mendapatkan pengarahan dari orang tua (Dawen, 1985. Synder, Dishion & Palterson, 1986. Hendrianti, 2006). Dari sudut pandang lain menganggap bahwa kelompok teman sebaya memberikan pengaruh yang baik seperti yang diungkapkan Sullivan (1953) dan Pieget (1932) dikatakan bahwa relasi dengan teman sebaya akan mengembangkan kematangan dari “self” seorang remaja (Youniss & Smollar dalam Hendrianti, 2006). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan seorang remaja, salah satunya adalah dalam sebuah studi yang

dilakukan Wegner dkk.1991 menunjukkan bahwa remaja dapat mengatasi stres dengan lebih efektif apabila mereka memiliki relasi efektif yang dekat dengan ibunya.Dalam studi lainnya kawan-kawan sebaya paling sering dijadikan sumber dukungan bagi remaja disusul dengan ibu (O’Brien dalam Santrock, 1990). Ditinjau dari fungsi house sebagai penyedia layanan pastoral care melalui berbagai aspek salah satunya hubungan antar siswa. Berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperkuat bounding atau ikatan antar anggota house, misalnya sport competition yang ditemukan pada 91% sekolah yang menerapkan house system (R.D Dieferenfied) . Seperti di SMAN Sumatera Selatan, seperti Culture night, Movie night, Adventure night, house cooking, house meeting, house gathering. Dukungan teman sebaya melalui house system dapat berupa dukungan moral maupun materil. Dukungan moral misalnya, curhat, bertukar pendapat, cara hidup mandiri dan dukungan materil berupa belajar kelompok. Wawancara pribadi tim peneliti dengan beberapa anggota kelas XII Social menyatakan bahwa mereka secara terbuka bersedia apabila dijadikan tempat curhat dan secara sukarela membantu anggota house mereka.“.... bisa jadi, kalo aku sih nerima-nerima aja kalau ada yang mau curhat atau belajar bareng contohnya”, “Iya, house system sih menurutku berpengaruh dengan penyesuaian, masingmasing house saling bantu, walaupun ada sih beberapa masalah. Tergantung house masingmasing sih” (wawancara pribadi tim peneliti dengan Tasya Amelia dan Asyrofah Muya Syaroh, 16 Juli 2018). Di SMAN Sumatera Selatan, pembentukkan house memang ditujukan agar masalahmasalah yang dihadapi siswa dapat diselesaikan bersama di masing-masing house. Peranperan seperti house captain yakni ketua house terdiri atas seorang laki-laki dan perempuan bertugas mewadahi keluh kesah anggotanya untuk bisa didiskusikan bersama ataupun meminta saran dari guru yang ditunjuk sebagai house parents. (wawancara pribadi tim peneliti dengan Dian Saputra, anggota shark house). “Ya, setelah masuk ke house dengan sebelum masuk house sih ada bedanya. Contohnya, kalau kemarin waktu masih bercampur

dengan sesama kelas 10 (masa pengenalan lingkungan sekolah) paling ngobrolnya seperlunya kalau setelah ada house ngobrolnya bisa lebih serius, curhat misalnya”, “kalau sebelum ada house sih teman itu susah dicari, biasanya mereka cuma temanan pilih-pilih berdasarkan temannya,ini yang membuat stres. Tapi setelah ada house lebih muda karena kan sudah dikelompokkan. Jadi kita dipisah misalnya ada eagle dan lain-lain jadi lebih mudah. House juga bantu buat bisa berbagi antar anggota house misalnya yang berbeda daerah jadi bisa membantu buat menyesuaikan diri. Kalau masalah stres, house membantu pelajaran sekolah, bisa juga tempat curhat jadi bisa membantu mengatasi stres “(wawancara pribadi Betran Yunior, dan Aldi Rahman dari Shark house, 2018).

Related Documents

Revisi Bab 1 Dan Bab 2.docx
October 2019 17
Revisi Bab 1.docx
December 2019 15
(6) Bab 1 Revisi
April 2020 12
Bab 1 Revisi Nurjanah.docx
October 2019 20
Bab 1 Revisi 1.docx
November 2019 12

More Documents from "Nova Hijj"