Revisi Bab 1.docx

  • Uploaded by: Anonymous 6dEtgmvR
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Revisi Bab 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,684
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 1). Di samping definisi yang diberikan oleh UU No.1 Tahun 1974, perkawinan juga merupakan perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita untuk menempuh kehidupan rumah tangga. Sejak melakukan perjanjian melalui akad, kedua belah pihak telah terikat dan sejak itulah mereka mempunyai hak dan kewajiban yang tidak mereka miliki sebelumnya. Hak dan kewajiban suami istri adalah hak istri yang merupakan kewajiban suami dan kewajiban suami yang menjadi hak istri. Hak dan kewajiban suami istri di antaranya adalah hak istri atas suami, hak suami atas istri, dan hak bersama. (Amir Syarifuddin, 2009: 59) Adanya ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban suami istri dalam sebuah rumah tangga tersebut bertujuan agar pasangan suami istri bisa saling mengerti, memahami tentang mana yang menjadi wewenang dari masing-masing. Di antara keduanya dapat mengetahui mana yang menjadi hak suami atau hak istri dan mana yang menjadi kewajiban suami atau kewajiban istri. Karena apa yang menjadi hak istri adalah kewajiban suami untuk memenuhinya dan hak suami adalah kewajiban istri yang memenuhinya. Dengan adanya hak dan kewajiban suami istri tersebut tampak sekali hubungan antara keduanya, yaitu antara suami

1

2

dan istri itu harus saling melengkapi dalam berbagai persoalan di dalam rumah tangga. Perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan, agar terciptanya ketenangan dan ketentraman bagi keluarga dan masyarakat. Syariat Islam telah mewajibkan suami untuk memberi nafkah terhadap istri dan anaknya, yaitu menyediakan segala keperluan seperti: makan, pakaian, tempat tinggal, obat-obatan, menurut kemampuannya, sesuai firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah Ayat 233:

                                                                

3

         “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Soenarjo dkk., 1989: 57). Ayat tersebut menjelaskan bahwa suami dalam memikul kewajibannya sebagai kepala rumah tangga harus memberi nafkah terhadap istrinya, sesuai dengan kebutuhan belanja dalam keluarga yaitu harus sesuai dengan kemampuannya. Tetapi bukan berarti diam dan tidak berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam rumah tangga. Sebagaimana Firman Allah dalam Surah Al-Thalaq Ayat 6:

                                     “Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuan dan janganlah kamu menyusahkan mereka menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah di

4

talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (Soenarjo dkk., 1989: 946). Memang benar bahwa mencari nafkah bagi keluarga adalah tugas kaum pria, sedangkan wanita secara Islam (menurut Hukum Islam) tidak bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Namun, wanita juga harus mempunyai pekerjaan. Dalam Islam, pengangguran dianggap tidak baik dan tercela (Ibrahim Amini, 1998: 112). Kaum wanita berhak memperoleh nafkah untuk bekal kehidupan keluarga dan untuk mendukung serta mengayomi keluarga sedang seorang pria bertanggung jawab atas seluruh kehidupan sosial keluarga yang baik, membina dan membahagiakan serta mendewasakan anak adalah bagian dari tugas wanita. Pembentukan karakter dan mental serta peningkatan taraf kehidupan memerlukan pembinaan yang baik. Wanita tidak berkewajiban mencari nafkah bagi keluarganya. Islam telah membebaskannya dari semua kesulitan yang datang dari dan ada di dunia luar. Karena itu, menjadi wanita untuk benar-benar memperhatikan tugas-tugas kerumah tangganya (Ibnu Mustafa, 1995: 93) Peranan wanita muslim sebagai individu ataupun kelompok yang merupakan elemen dasar dari satu kesatuan sosial interaksinya terhadap kehidupan masyarakat, peranan wanita muslim berarti aspek fungsional wanita muslim dalam lingkungan masyarakatnya ada yang beraktifitas sebagai ibu rumah tangga atau pekerja guna memberi sumbangan yang cukup untuk kesejahteraan diri dan keluarganya (Jane C. Ollenburger, 1996: 99).

5

Adapun kewajiban dari suami adalah memberi nafkah kepada istri, tetapi fenomena yang terjadi pada zaman sekarang adalah sudah terbalik istri yang mencari nafkah keluarga dan istri yang bekerja keluar untuk menafkahi keluarga, dalam Islam telah dikatakan yang berhak menafkahi keluarga adalah suami, sedangkan istri hanyalah menjalankan sebagai ibu rumah tangga. Tetapi pada zaman sekarang suami yang menjadi bapak rumah tangga yang mengurusi segala keperluan dapur dan keperluan dalam rumah tangga. penelitian ini berfokus pada istri yang bekerja sebagai pencari nafkah utama didalam keluarga. Dalam hal ini yang menjadi faktor pendorong tersebut antara lain faktor ekonomi, pendidikan, gaya hidup dan faktor masa depa anak-anaknya. Berikutnya penelitian ini juga difokuskan pada istri yang bekerja tersebut didalam keluarga seperti peran dalam mengurus rumah tangga, mengatur nafkah pemberian suami, mendidik anakanaknya, melayani suami, hingga menjaga nama baik keluarganya dan hubungan dengan masyarakat. Selain itu penelitian ini juga berfokus pada bentuk dominasi yang ada sebagai akibat dari istri bekerja sebagai pencari nafkah utama seperti membuat suami beralih profesi sebagai akibat dari kesibukannya bekerja, dominasi dalam hal mengambil keputusan untuk keluarga, memberikan tugas domestik keluarga pada suami dan juga dominasi dalam bentuk ekonomi dimana istri memiliki penghasilan yang lebih besar dari suaminya. Meskipun suami turut bekerja memenuhi kebutuhan keluarga namun penghasilannya dari bekerja tersebut tidak berpengaruh banyak pada kondisi keluarganya.

6

Berdasarkan hasil penelitian bahwasaannya penulis menemukan masalah yang hampir sama dengan penelitian ini, adapun penelitiannya yang ditulis TIA KUSTIA ASIH (2004) berjudul PENUNAIAN NAFKAH DALAM KELUARGA OLEH ISTRI YANG MENJADI TENAGA KERJA INDUSTRI (Studi Kasus di Desa Leuwikidang Kecamatan Dawuan Kabupaten Majalengka), Penelitian ini menggunakan Metode Deskriptif dan Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara langsung. Dengan masalah yang menggambarkan fenomena sebab para istri memutuskan menjadi wanita pekerja industri. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui bagaimana dampak positif dan negatif yang terjadi terhadap keluarga ketika istri pekerja industri. Adapun perbedaannya dengan hasil penelitian skripsi ini adalah dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus yaitu suatu metode untuk menggambarkan tentang penunaian nafkah dalam keluarga oleh istri Pekerja Industri, alat pengumpulan data dilakukan melalui pendekatan observasi dan wawancara. Sedangkan untuk data teoritik digunakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian. Masalah nafkah memang dapat menimbulkan percekcokan dalam sebuah rumah tangga, bahkan dapat menimbulkan terjadinya penyelewengan hingga sampai kepada perceraian. Salah satu akibat yang ditimbulkannya seperti masalah Pekerja Industri yaitu seorang istri atau ibu rumah tangga pergi keluar untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Di Desa Pondok Kaso Tengah sebagian masyarakatnya sudah terpengaruh oleh adanya Pekerja Industri dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan

7

keluarganya kepada taraf hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Mereka tidak menyadari

bahwa

mereka

sudah

meninggalkan

kewajibannya

dalam

kedudukannya sebagai istri yang harus memberikan perhatian penuh pada suaminya dan tidak bisa berfungsi sebagai ibu yang harus memberikan perhatian penuh terhadap anak-anaknya dalam hal mengasuh, merawat, mendidik dan memberikan kasih sayang (wawancara 17 Januari 2017). Adapun histori sejak kapan jumlah perempuan bekerja lebih dominan dibanding laki-laki itu sejak beroperasinya industri tersebut tepatnya pada Tahun 2010 hal tersebut dipengaruhi oleh eksistensi industri yang secara tidak langsung memberikan peluang kerja bagi masyarakat sekitar terutama bagi kalangan perempuan. Kepergian sebagian ibu-ibu rumah tangga untuk menjadi Pekerja Industri, seperti yang terjadi di Desa Pondok Kaso Tengah tersebut diatas, telah menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut khususnya berkenan dengan bagaimana penunaian nafkah yang menjadi kewajiban suami untuk melaksanakannya. Sebab di satu sisi seorang muslim dituntut untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, sementara di sisi lain mereka dituntut juga untuk berusaha semaksimal mencari nafkah untuk keluarganya. Hal tersebut semuanya tidak lepas dari sejauh mana pengetahuan suami-istri terhadap hak dan kewajiban masing-masing dan sampai mana peranan suami istri terhadap permasalahan di atas penelitian ini mengambil judul ISTRI SEBAGAI

8

PEKERJA INDUSTRI DALAM PENUNAIAN NAFKAH KELUARGA (Studi Kasus di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi).

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang seorang istri mencari nafkah keluarga di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana pelaksanaan penunaian nafkah pada keluarga yang istrinya Pekerja Industri di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi ? C.

Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian sesuai dengan perumusan masalah. Adalah

sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui latar belakang seorang istri mencari nafkah keluarga di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi.

9

2. Untuk mengetahui pelaksanaan penunaian nafkah pada Pekerja Industri di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. D. Kerangka Pemikiran Keluarga adalah unit atau satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Keluraga ini terbentuk karena adanya akad yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan menurut Hukum Islam dan biasa disebut dengan perkawinan. (Hendi Suhendi dkk, 2001: 37). Adapun Perkawinan dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin dan bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti bersetubuh (coitus), juga untuk arti akad nikah (Abdul Rahman Ghozali, 2003: 7). Tujuan dari adanya perkawinan adalah mewujudkan keluarga Sakinah Mawadadah Warrahmah, sebagaim..ana Firman Allah dalam Surah Al-Rum Ayat 21:

                     

10

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”(Soenarjo dkk., 1989: 644). Tujuan tersebut merupakan tujuan pokok. Untuk mewujudkan tujuan pokok tersebut harus ada tujuan yang fungsinya sebagai pelengkap diantaranya adalah reproduksi/generasi, pemenuhan kebutuhan biologis, menjaga kehormatan serta ibadah. Untuk mewujudkan tujuan dalam perkawinan diperlukan adanya harmo-nisasi dalam keluarga sehingga Islam menetapkan kedudukan suami istri dalam keluarga dan mengatur hak dan kewajiban suami istri sesuai dengan watak serta tabiat insaniyyah dan berkaitan dengan kepentingan masing-masing sesuai dengan yang dikehendaki Islam. Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah ketenteraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup rumah tangga. 1. Hak Dan kewajiban Suami Istri a. Suami istri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual. b. Haram melakukan perkawinan; yaitu istri haram dinikahi oleh ayah suaminya, kakaknya, anaknya dan cucu-cucunya. Begitu juga ibu istrinya, anak perempuannya dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya. c. Hak saling mendapat waris akibat dari ikatan perkawinan yang sah, bilamana salah seorang meninggal dunia sesudah sempurnanya ikatan perkawinan.

11

d. Anak mempunyai nasab (keturunan) yang jelas bagi suami. e. Kedua belah pihak wajib bergaul (berperilaku) yang baik, sehingga dapat melahirkan kemesraan dan kedamaian hidup. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 77, kewajiban suami istri dijelaskan secara rinci sebagai berikut: a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. b. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anakanak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan Agamanya. 2. Hak Dan Kewajiban Suami Terhadap Istri Diantara beberapa hak suami terhadap istrinya, yang paling pokok adalah: a. Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat. b. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya. c. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami. d. Tidak bebrmuka masam di hadapan suami. e. Tidak menunjukan keadaan yang tidak disenangi suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80 ayat 2 dan 4 disebutkan bahwa: 1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

12

2) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak. c. Biaya pendidikan bagi anak. 3. Hak Dan Kewajiban Suami Terhadap Istri Diantara beberapa kewajiban istri terhadap suami adalah sebagai berikut: a. Taat dan patuh pada suami. b. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman. c. Mengatur rumah dengan baik. d. Menghormati keluarga suami. e. Bersikap sopan, penuh senyum pada suami. f. Tidak mempersulit suami, dan selalu mendorong suami untuk maju. g. Ridha dan syukur terhadap apa yang diberikan suami. h. Selalu berhemat dan suka menabung. i. Selalu berhias, bersolek untuk atau dihadapan suami. j. Jangan selalu cemburu buta. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 83, kewajiban istri terhadap suami dijelaskan sebagai berikut: a. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. b. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya (Abdul Rahman Ghozali, 2003: 156).

13

Sesuai dengan pengamatan penulis adalah ketidakjelasan kedudukan antara suami istri dalam keluarga, ketimpangan peran, hak seksualitas antara suami istri tidak terpenuhi dengan baik, istri tidak taat kepada suami, serta permasalahanpermasalahan lainya yang berdampak negatif kepada keharmonisan rumah tangga. Dalam hal ini, yang menjadi penyebab istri berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga adalah suami tidak bekerja dan tidak mencari nafkah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga. Padahal Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Nisa Ayat 34:

                                             “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalehah, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Soenarjo dkk, 1989: 123).

14

Suami sebagai penanggung jawab utama keluarga, baik meliputi aspek ekonomi dan perlindungan terhadap keutuhan rumah tangganya maka ia harus melaksanakan secara tanggung jawab penuh. Aspek ekonomi meliputi pemenuhan belanja yaitu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan tempat tinggal. Pada dasarnya Islam tidak melarang baik laki-laki maupun perempuan untuk bekerja. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Surah Al-Nisa Ayat 124:

                 “Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surge dan mereka tidak didzalimi sedikitpun”(Soenarjo dkk, 1989: 142). Akan tetapi kebolehan itu bisa menjadi petaka dalam rumah tangga apabila dengan peran seorang istri sebagai pencari nafkah dan suami hanya berdiam diri di rumah itu terdapat kemadharatan, sehingga tujuan dari perkawinan tidak dapat terwujud dengan baik. Namun ketika suami tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya kepada istri dan istri merasa tidak mendapatkan haknya, maka keduanya harus melakukan perdamaian. Wanita tidak berkewajiban mencari nafkah bagi keluarganya Islam telah membebaskannya dari semua kesulitan yang datang dari dunia luar. Karena itu, menjadi kewajiban wanita untuk benar-benar memperhatikan tugas-tugas ke rumahtanggaan (Ali yusuf As-subki, 2012:143).

15

Sebagai seorang pemimpin dalam membina sebuah rumah tangga, tugas suami sangatlah berat yaitu harus membawa istri dan anak-anaknya kepada kehidupan yang lebih baik dalam segi material dan membawa kepada pembinaan akhlak dari segi rohani. Oleh karena itu, kurangnya pembinaan dalam segi akhlak sering menimbulkan permasalahan-permasalahan yang dapat mengakibatkan kurang utuhnya keharmonisan di dalam rumah tangga. Keluarga sebagai institusi sosial dapat berkembang menjadi lembaga sosial dimana didalamnya para anggota keluarga saling berinteraksi dan tetap melakukan fungsinya sesuai dengan peranan masing-masing, agar kehidupan keluarga dapat terbina dengan baik dan tercipta keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Lembaga (institution) adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dianggap penting (Hendi Suhendi, dkk, 2001:63). Selain mengurus suami, seorang istri juga sebagai ibu rumah tangga yang harus menjadi ahli dalam mengenai masalah-masalah rumah tangga, menjadi teman baik bagi suaminya, teman baik bagi anak-anaknya. Suami wajib memberikan istri tempat tinggal serta menafkahinya. Istri harus mengikuti suami dan bertempat tinggal di tempat suami tinggal. Besarnya kewajiban nafkah bergantung pada keleluasaan suami seperti juga untuk hal-hal lain, Allah SWT tidak memberatkan hamba-Nya dengan beban yang tidak tertanggungkan jadi penunaian nafkah itu atas kesanggupan suami dan bukan bergantung pada permintaan istri.

16

Adapun sebab di wajibkannya nafkah kepada suami adalah sebagai akibat dari perkawinan sehingga istri terikat kepada suaminya. Istri diwajibkan taat pada suaminya, melayani kebutuhan (terutama psikis) suaminya, memenuhi sebatas kesanggupan, mendorong semangat, menjaga diri dari nama baik suaminya, mengatur dan mengurus rumah tangga dan anak-anaknya, dan lain-lain. Di samping itu, si istri tidak akan menerima apapun selain dari suaminya. Oleh karena itu, sangat wajar bila suami harus mencukupi kebutuhannya sebagai suatu kewajiban (Amir Syarifuddin, 2009: 159). Sebagaimana telah penulis bahas, suamilah yang diwajibkan menyediakan berbagai kebutuhan bagi keluarganya. Apabila dia tak cukup mampu membelanjai keluarganya atau jika pendapatannya terlalu rendah untuk memenuhi standar hidup yang relatif layak. Serta si istri berkeinginan, untuk membantu tugas suami maka keduanya boleh kerja untuk menambah penghasilan mereka. Walaupun demikian : 1. Suami Istri berhak membatasi dan mengakhiri pekerjaan istrinya kapanpun dia perlu. 2. Dia berhak melarang pekerjaan yang dirasanya akan menjerumuskan istrinya dalam kejahatan, kesesatan atau merendahkannya. 3. Berhak berhenti dari pekerjaanya kapanpun dia suka. 4. Setiap bentuk pendapatan yang diperoleh si istri merupakan milik keluarga tak dapat dianggap sebagai harta pribadinya sendiri (Abdur Rahman I, 1996: 131).

17

Bila si istri tidak bekerja, anak urusan rumah tanggalah yang merupakan garapan utamanya. Dalam urusan rumah tangga ini berarti merawat anak dan keluarga, serta semua pekerjaaan rumah diperlukan untuk memelihara kebersihan dan kenyamanan lingkungan hidup (Abdur Rahman I, 1996:131). Ash-Shiddieqy (1997: 259) mengungkapkan bahwa setiap orang wajib menafkahi orang-orang yang berbeda dibawah tanggunganya , seperti istrinya, ayahnya, anaknya, yang masih kecil (belum sampai umur). Bahkan bagi suami yang lalai tidak memberi nafkah, si istri diperbolehkan untuk meminta fasakh nikah. Sebagaimana yang diungkapkan Ash-Shiddieqy (1997: 260) bahwa tidak sanggup memberi nafkah dan kiswah (pakaian) memberi hak fasakh atau minta diputuskan nikah kepada istri. Telah diketahui secara umum bahwa seorang suami wajib memberi nafkah kepada istri dan keluarganya. Bila dibandingkan dengan istri yang menjadi Pekerja Industri yang berada di Desa Pondok Kaso Tengah yang pergi meninggalkan suaminya dengan tujuan mencari nafkah untuk keluarga, jelas telah menyimpang dari nilai-nilai hak dan kewajiban suami istri dalam berumah tangga. Secara tidak langsung telah menyimpang dari tujuan perkawinan itu sendiri. Melihat kepada penerapan di atas maka dalam kehidupan keluarga seorang suami istri harus melakukan peran dan kewajibannya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Maka berdasarkan konsep dan teori diatas, perlulah kiranya diadakan suatu penelitian mengenai penunaian nafkah dalam keluarga bagi istri yang menjadi Pekerja Industri, yang dalam hal ini mengambil studi kasus pada keluarga pekerja

18

industri di Desa Pondok Kaso Tengah, guna mencari, mengetahui dan menganalisa kondisi perekomonian, pelaksanaan penunaian nafkah lahiriah dan cara penunaian nafkah dalam keluarga oleh istri yang menjadi Pekerja Industri.

E. Langkah-Langkah Penelitian

1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Analisis. Metode ini digunakan untuk suatu satuan analisis secara utuh, sebagai satu kesatuan yang terintergrasi. Satuan ini dapat berupa seorang tokoh, suatu keluarga, suatu peristiwa, suatu wilayah, suatu pranata, suatu kebudayaan atau suatu komunitas (Cik Hasan Bisri, 2001: 62) Berdasarkan metode ini, akan diungkap tentang suatu keadaan secara mendalam baik mengenai perseorangan maupun secara kelompok, yang dalam hal ini penulis berfokus meneliti tentang Istri Sebagai Pekerja Industri Dalam Penunaian Nafkah Keluarga di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi.

2. Sumber Data Dalam menentukan sumber data dalam penelitian ini, penyusun mengambil sumber data primer dan sekunder. a. Sumber data primer, data ini yang diperoleh dari informan yaitu kepala Desa, tokoh masyarakat, tetangga dan para istri yang lebih dimonan

19

bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. b. Sumber data sekunder, data ini yang diperoleh dengan mencari referensi terkait dengan penelitan. 3. Jenis Data Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa data kualitatif, yaitu penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. yang datanya diperoleh dari berbagai literatur maupun langsung dengan responden melalui wawancara yaitu tentang latar belakang seorang istri ikut mencari nafkah dan istri pekerja industri dalam penunaian nafkah keluarga di Desa Pondok Kaso Tengah Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara, yaitu dengan mengadakan wawancara tanya jawab langsung (face to face) kepada masyarakat di tempat masing-masing dalam masalah hal dan kewajiban suami istri dalam keluarga. b. Studi kasus, yaitu suatu kesatuan yang terintegrasi dan analisis itu dapat berupa seorang tokoh, suatu keluarga, suatu peristiwa, suatu wilayah, suatu pranata, suatu kebudayaan, atau suatu komunitas. c. Studi kepustakaan, yaitu suatu teknik pengolahan data yang diambil dari berbagai literatur atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli, guna mendapatkan landasan teoritis tentang masalah yang dikaji. 5. Analisis Data

20

a. Mengklasifikasikan data yang telah ada, peneliti berusaha menghimpun seluruh sumber yang didapat, dari sumber primer maupun sekunder. b. Setelah data diklasifikasi, maka penulis berusaha menganalisa data yang sudah diklasifikasi dengan menggunakan kerangka pemikiran. c. Langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari data yang telah terkumpul sesuai dengan pembahasan serta tujuan penelitian, dan menerapkannya dalam sebuah skripsi.

Related Documents

Revisi Bab 2
May 2020 16
Bab 4 Pristek Revisi
August 2019 33
Bab Ii (revisi)
June 2020 20
Bab Ii Last Revisi
June 2020 31
Revisi Bab I.docx
April 2020 15

More Documents from "kitten dust"

Logo Limbah.docx
April 2020 10
Tps.docx
April 2020 11
Sambutan.docx
November 2019 12
Ddydgdgd.docx
April 2020 12
2. Kata Pengantar.docx
April 2020 13
Neng Indah Fauziah.docx
April 2020 10