Resume Gangguan Mental Organik.docx

  • Uploaded by: Rizki mega safitri
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resume Gangguan Mental Organik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,600
  • Pages: 12
Tugas Keperawatan Jiwa Gangguan Mental Organik

Oleh : Rizki Mega Safitri 201802T010

Progam Studi S1 Keperawatan Non Reguler Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

RESUME GANGGUAN MENTAL ORGANIK

A. Definisi Gangguan Mental Organik Gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri. Termasuk gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral). Gangguan mental organik telah didefinisikan sebagai suatu gangguan patologi yang jelas, contohnya tumor otak, penyakit serebrovaskular, intoksikasi obat. Suatu bagian yang disebut gangguan mental organik dalam DSM IV yaitu, delirium, demensia, gangguan amnestik gangguan kognitif lain, dan gangguan mental karena suatu kondisi medis umum. B. Tanda Dan Gejala 1. Delirium Tanda dan gejala dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan. Selain itu.

Pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang

sama. a. Kesadaran (Arousal) Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium yang hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan, kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntah dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala campuran hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis. b. Orientasi Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. Pasein delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.

c. Bahasa dan kognisi Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang dramatis, sebagai suatu gejala ipoaktif delirium yang karakteristik. Psien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang paranoid. d. Persepsi Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh stimuli yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan denga informasi baru. Halusinasi juga relative sering pada pasen delirium. Halusinansi yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun halusinansi dapat juga taktil atau olfaktoris. e. Mood Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah apati, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari. Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang pasien dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.

2. Demensia Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan masalah. Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat. Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut . perubahan afektif dan perilaku, seperti control impuls yang defektif dan labilitas emosional sering ditemukan., seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid. a. Gangguan Daya Ingat Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia yang mengenai korteks, sperti demensia tipe Alzheimer, pada awal perjalanan demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia berkembang gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi yang dipelajari paling baik dipertahankan. b. Orientasi Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan penyakit demensia. c. Gangguan Bahasa Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer sdan demensia vascular dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Psien jugakesulitan untuk menyebutkan nama suatu benda. d. Perubahan Kepribadian Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan demensia. Pasien dengan demenisa juga mungkin introvert

dan tampaknya kurang

memperhatikan tentang efek prilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan gangguan frontal dan temporal kemunginan mengalami perubahan kepribadian yangjelas dan mudah marah yang meledakledak.

e. Psikosis Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik, walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik. f.

Gangguan lain 1) Psikiatrik. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun sindrom gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang extreme tanpa provokasi yang terlihat. 2) Neurologis Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis yang atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Reflex primitive seperti reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik, dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan demensia vascular mungkin mempunyai gejala tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan ganggua tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular.

Pasli

serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada demnsia vaksular daripada demensia lain. 

Reaksi katastropik Pasein

demensia

berprilaku

juga

abstrak,

menunjukkan

kesulitan

dalam

penurunan menbentuk

kemampuan konsep,

dalam

mengambil

perbedaan dan persamaandari konsep tersebut. Sulitmemecahkan masalah danalasan yang logis. Ditemukan juga control impulse yang buruk, khususnya pad ademnsia yang mempenaruhi lobus frontalis. 

Syndrome Sundowner Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan yang

mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom ini juga terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external. 3. Gangguan Amnestik a. Penuaan normal Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyetai penuaan nomal. DSMIV mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi social dan pekerjaan haus menyingkian psien yang mengalami penuaan nomal dai diagnosis.

1

b. Gangguan Disosiatif Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dai gangguan amnestik. Tetapi pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih mungkin mengalami kehilangan orientasi pada dirinya sendiri dan mungkin menderita defisit daya ingat yang lebih selektif dibandingkan pasien dengan gangguan manestik. Gangguan disosiatif juga sering disertai dengan peristiwa kehidupan yang secera emosional menyebabkan stress yang elibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan yang terganggu. c. Gangguan buatan Pasien dengan gangguan buatan

yang menyerupai suatu gangguan amnestik

sering kali mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak konsisten mempunyai bukti-bukti suatu penyebabyang dapapt diidentifikasi.

dan tidak

1

C. Faktor Penyebab 1. Delirium Delirium adalah suatu sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak penyebab. Kebanyakan penyebab dari delirium ini berasal dari : a. Luar sistem saraf pusat, (seperti epilepsi) kebanyakan pada gangguan hepar dan ginjal, penyakit sistemik (seperti gagal jantung), b. Intoksikasi obat atau kecanduan zat-zat farmakologi, toksisitas obat yang memiliki aktifitas antikolinergik yang sering digunakan pada pasien psikiatrik antara lain amitriptilin, doxepin,

nortriptilin,

imipramine, tioridazin,

dan chlorpromazine..

Seringkali delirium tidak terdiagnosa karena dianggap sebagai bagian dari suatu penyakit lain seperti ensefalopati metabolik, gagal otak akut, dan lain-lain.

2. Demensia Demensia memiliki banyak penyebab namun demensia tipe Alzheimer dan vaskular mencakup 75% kasus. a. Demensia Alzheimer 1) Faktor genetik. Penyebab pasti demensia masih belum diketahui berdasarkan penelitian molekular didapatka adanya deposit amiloid pada jaringan otak. 40% penderita Alzheimer didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, bahkan pada beberapa kasus transmisi genetik ini bersifat autosomal dominan. 2) Neuropatologi. Pada pemeriksaan otak penderita Alzheimer didapatkan atrofi yang bersifat difusi dengan sulkus korteks yang mendatar dan ventrikel otak yang membesar. Pada gambaran mikroskopisnya didapatkan plak senilis, kekusutan serat-serat neuron, hilangnya

sel-sel

neuron,

hilangnya

sinaps,

dan

adanya

degenerasi

neurovaskular. 3) Neurotransmitter. Neurotransmiter yang berperan dalam patofisiologi Alzheimer adalah asetilkolin dan

norepinefrin,

yang

didapatkan

kurangnya

aktivitas

kolinergik

dan

norepinefrin. Beberapa penelitian menunjukan hasil yang mendukung hipotesa adanya degenerasi neuron kolinergik. Selain itu didapatkan juga konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase yang menurun. Kolin asetiltransferase adalah enzim penting untuk sintesis asetilkolin. Hipotesis adanya defisit neurologis ini juga didukung oleh suatu penelitian observasional yaitu penggunaan antagonis kolinergik (seperti skopolamin dan atropin) yang mengganggu fungsi kognitif, dan penggunaan agonis kolinergik (seperti physostigmine dan arecoline) yang meningkatkan kemampuan kognitif. Terdapat 2 neurotransmiter lain yang diduga berperan juga pada patofisiologi penyakit Alzheimer yaitu somatostatin dan kortikotropin. 4) Penyebab lainnya. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan penyakit Alzheimer adalah metabolisme fosfolipid membran saraf yang terganggu dan toksisitas alumunium.

b. Demensia Vaskular Demensia vaskular diduga akibat penyakit vaskular serebral yang bersifat multipel. Demensia vaskular umumnya terjadi pada pria, khususnya mereka yang memiliki hipertensi atau faktor resiko penyakit kardiovaskular. Demensia vaskular merupakan akibat dari adanya oklusi pembuluh darah otak yang kemudian menyebabkan infark dan membentuk lesi parenkim yang bersifat multipel. Oklusi ini dapat berasal dari plak arteriosklerosis atau trombo emboli (misalnya berasal dari katup jantung). Binswanger’s disease. Disebut juga ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, merupakan bagian dari demensia vaskular, yang didapatkan infark-infark kecil yang bersifat multipel pada substansi alba. 1) Penyakit Pick Pada penyakit Pick ditemukan adanya atrofi pada regio frontotemporal yang luas. Penyebab penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini terjadi sebanyak 5% dari total jumlah demensia ireversibel dan banyak terjadi pada pria. 2) Penyakit Creutzfeldt-Jakob Merupakan penyakit degeneratif otak yang jarang. Disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat dan ditransmisikan, paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. 3) Penyakit Huntington Demensia pada [enyakit Huntington memperlihatkan gerakan motorik yang lambat, namun memori dan bahasa relatif intak pada stadium awal penyakit. Demensia pada penyakit huntington yang berat didapatka depresi dan psikosis yang tinggi serta didapatkan gerakan koreoartetoid yang klasik. 4) Penyakit Parkinson Terjadi akibat adanya gangguan pada ganglia basalis dan umumnya berhubungan dengan demensia dan depresi. Gerakan motorik yang lambat pada penyakit parkinson disertai juga dengan kemampuan berpikir yang lambat. 5) demensia yang berhubungan dengan HIV Infeksi HIV sering menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Kuman infeksius lainya yang sering menyebabkan demensia adalah cryptococus. 6) demensia yang berhubungan dengan trauma kepala demensia dapat merupakan suatu sekuele dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.

3. Gangguan Amnestik Struktur anatomi utama yang terlibat adalah struktur diensefalik dan struktur lobus midtemporalis. Bukti-bukti menunjukan hemisfer kiri mungkin lebih kritikal dibandingkan hemisfer kanan. Beberapa penyebab yang potensial adalah defisiensi tiamin, hipoglikemi, hipoksia, dan ensefalitis herpes simpleks dengan predileksi lobus temporalis khususnya hipokampus. Penyebab lain diantaranya tumor, penyakit serebrovaskular, prosedur bedah, atau plak multipelsklerosis. D. Tipe/ Jenis / Penggolongan Gangguan Mental Organik Berdasarkan GSM IV 1. Delirium a. Delirium karena kondisi medis umum b. Delirium akibat zat c. Delirium yang tidak ditentukan (YTT) 2. Demensia a. Demensia tipe alzheimer b. Demensia vaskular c. Demensia karena kondisi medis umum: 1) Demensia karena penyakit HIV 2) Demensia karena trauma kepala 3) Demensia karena penyakit Parkinson 4) Demensia karena penyakit Hutington 5) Demensia karena penyakit Pick 6) Demensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob d. Demensia menetap akibat zat e. Demensia karena penyakit multipel f.

Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

g. Gangguan amnestik h. Gangguan amnestik karena kondisi medis umum i.

Gangguan amnestik menetap akibat zat

j.

Gangguan amnestik yang tidak ditentukan (YTT)

k. Gangguan mental yang tidak ditentukan

E. Penatalaksanaan Secara Medis / Secara Keperawatan 1. Delirium a. Psikoterapi Memberikan bantuan fisik, sensorik dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk dalam situasi yang menyebabkan mereka mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium sebaiknya tidak diberi ransangan sensorik yang berlebihan ataupun tanpa ransangan sensorik. Sebaiknya pasien delirium ditemani oleh teman atau sanak keluarga di dalam ruangan atau adanya penunggu yang teratur. Terdapat juga jam atau kalender sehingga timbul orientasi ruang, tempat, waktu dan orang. Delirium kadang-kadang dapat terjadi pada pasien lanjut usia yang menggunakan penutup mata pasca operasi katarak (black patch delirium) sebaiknya pasien seperti ini dipasang pin hole pada penutup matanya untuk memberikan stimulus. b. Farmakoterapi Dua gejala utama dari delirum yang membutuhkan terapi farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah haloperidol, suatu obat anti psikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan, kondisi fisik pasien, dosis awal 2-10mg im, diulang dalam 1 jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau berupa tablet dapat dimulai. 2 dosis oral harian harus mencukupi, dengan 2/3 dosis diberikan sebelum tidur untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis pareteral. Dosis harian total haloperidol 5-50mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol (inapsine) adalah suatu butirophenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif, walaupun monitoring EKG adalah penting pada pengobatan ini. Golongan phenotiazine harus dihindari karena disertai aktivitas kolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan obat benzodiazepin dengan paruh waktu pendek atau dengan hydroksizine (vistaril) 25-100 mg. 2. Demensia a. Psikoterapi bantuan emosional untuk pasien dan keluarga dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik. Selain itu diperlukan pemeliharaan kesehatan fisik seperti kebersihan pasien, lingkungan yang mendukung. Untuk demensia vaskuler, faktor

resiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan terapi. Contohnya faktor hipertensi, obesitas, diabetes. Kebiasaan merokok juga harus dihentikan. b. Pengobatan farmakologis Benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Kemungkinan efek idiosinkrasi dari obat pada usia lanjut seperti rangsangan paradoksikal, konfusi, peningkatan sedasi. Antikolinergik aktivitas tinggi harus dihindari, walaupun beberapa data menyatakan tioridazin yang mempunyai efek ini merupakan obat yang efektif pada pasien jika diberikan dengan dosis kecil. Benzodiazepin kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Selain itu zolpidem juga digunakan untuk tujuan sedatif. Tetrahidroaminocridin dianjurkan oleh FDA (Food and Drugs Administration) untuk Alzheimer. 3. Gangguan amnestik

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari ganggau amnestic. Setelah resolusi episode amnestic, suat

jenis psikoterapi dapat membantu pasien

menerima pengalaman ke dalam kehidupannya. Fase pemulihan pertama dimana pasien tidak mampu memproses apa yang terjadi karena pertahanan ego yang sangat besar, membuat klinisi melayani sebagai ego penolong yang membantu menjelaskan kepada pasien tentang apa yang terjadi dan memberikan fungsi ego yang hilang. Pada pemulihan fase kedua, saat realisasi tentang kejadian cedera timbul, pasien mungkin menjadi marah. Pemulihan fase ketiga adalah fase integrative. Kesedihan terhadap kecakapan yang hilang merupakan ciri penting fase ini.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Psikiatri Edisi kedua. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2013 Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK UI Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 1. 2008. Penerbit Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri Klinis,Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570. Wibhisono & Anindito 2015. Referat Gangguan Mental Organik Bagian Ilmu Kedokteran Universitas Lampung Rumah sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, Bandar Lampung.

Related Documents


More Documents from "rifki wahyudi"