Refleksi Kasus Shiko.docx

  • Uploaded by: AlldiWahid
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refleksi Kasus Shiko.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,854
  • Pages: 16
REFLEKSI KASUS MANAJEMEN AWAL INSTALASI GAWAT DARURAT PADA PASIEN STEMI INFERIOR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Lulus Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh: SHIKO INDRAWAN MAHARDANI 2018 4010 072

Diajukan kepada: dr. YOSI BUDI SETIAWAN, Sp. An

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ANESTESIOLOGI, RESUSITASI, DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018

BAGIAN I RANGKUMAN KASUS

A. IdentitasPasien Nama

: Ny. S

Jenis Kelamin

: Wanita

Usia

: 70 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Ngebel, RT 08 Tamantirto Kasihan Bantul

Tanggal masuk RS

: 10 Oktober 2018

B. Anamnesis Seorang wanita usia 70 tahun dibawa ke IGD RSU PKU Muhammadiyah Gamping pada jam 09.30 tanggal 10 okrober 2018, keluhan awal pasien merasa lemas mau pingsan saat mencuci baju disertai rasa tidak enak di dada. Keluarga menyangkal dan tidak mengetahui apa-apa terkait adanya riwayat sebelumnya, rasa sakit tidak dapat dijelaskan dan lokasi tidak dapat ditunjuk, nyeri dirasakan sejak 2 jam yang lalu. Mual (-), muntah (-), pusing (-). RPD : Hipertensi (-), DM (-)

C. Pemeriksaan -

Survei Primer A: paten, obstruksi partial (-), obstruksi total (-) B: spontan, reguler, gerakan dada simetris, jejas dinding dada (-), RR : 20 x/menit C: nadi reguler, adekuat, akral hangat, CRT < 2 detik, TD 132/62 mmHg, 61 x/menit, spO2 : 99% D: E4 V5 M6, refleks cahaya +/+, pupil isokhor. E: tidak ditemukan jejas di kepala, leher, thorax, abdomen, ekstremitas atas dan bawah

-

Survei Sekunder Keadaan umum: compos mentis

Kepala Leher: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bibir/lidah tidak sianosis, deviasi trakea (-) Thorax: jantung reguler, auskultasi jantung s1 s2 reguler, Ictus cordis reguler, teraba normal. Abdomen dan Pelvis: peristaltik (+), supel, timpani, hepatomegali (-) Ekstremitas: akral hangat, edema kaki +/+ -

Pemeriksaan penunjang Laboratorium Darah rutin Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Lekosit

13000

4000-11000

Basofil

0

0-1

Eosinofil

1

1-3

Neutrofil

84

50-70

Limfosit%

13

20-40

Monosit%

2

2-8

Eritrosit

4,12

3,8-5,4

Hemoglobin

11,1

12-18

Hematokrit

33,7

37-54

MCV

81,8

82-98

MCH

26,9

27-34

MCHC

32,9

32-36

Trombosit

250

150-400

Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Glukosa Sewaktu

160

70-140

Ureum

33,9

15-45

Kreatinin

0,48

0-1,3

137,9

135-145

Kimia

Elektrolit Natrium

-

Kalium

3,92

3,6-5,5

Chlorida

91,9

98-108

EKG EKG awal

D. Diagnosis definitif STEMI inferoposterior

E. Tatalaksana yang diberikan Tirah Baring di kamar resusitasi, Awasi Vital sign, posisi semifowler Terapi O2 3-4 lpm IVFD NS 30 tpm

Aspilet 320 mg po CPG 300 mg po Atorvastatin 40 mg po Trombolisis streptokinase 1,5 juta unit/jam dalam NS 100 ml Pasang DC (monitor hematuria) Awasi TTV  tanda syok Konsultasi ke dokter spesialis jantung

F. Perasaan Terhadap pengalaman 1. Apakah manajemen awal acute myocard infark yang dilakukan sudah sesuai dengan guidelines?

BAGIAN II ANALISIS KASUS

Definisi Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.3 UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil (UAP) dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat diperiksa. Bila ditemukan peningkatan enzim-enzim jantung, maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila enzim-enzim jantung tidak meninggi, maka diagnosis adalah UA.

Pada UAP dan NSTEMI, pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, thrombosis dan vasokonstriksi. Penentuan Troponin I/T adalah ciri paling sensitive dan specifik untuk nekrosis miosit dan penentuan pathogenesis dan alur pengobatan. UAP dan NSTEMI merupakan ACS yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokardium.

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut2 : 

Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.



Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, sperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.



Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung interskapular, perut dan dapat juga ke lengan kanan.



Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.



Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.



Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Gambar 3 : Pola nyeri dada pada iskemia miokard Patogenesis Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi lapisan fibrotik dari plak ateroma arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi dan adhesi platelet, trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi trombus distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan tipisnya lapisan fibrotik, menyebabkan tingginya resiko ruptur plak arteri koronaria. Pembentukan trombus dan terjadinya vasokonstriksi yang disebabkan pelepasan serotonin dan tromboxan A2 oleh platelet mengakibatkan iskemik miokardium yang disebabkan oleh penurunan aliran darah koroner. Aterosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan pengerasan dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak.. Diabetes mellitus, merokok, dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL Penyebab lain dapat berupa peningkatan C-reactive protein, peningkatan fibrinogen serum, resistensi insulin, stress oksidatif, infeksi dan penyakit periodontal. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel dan menyebabkan proliferasi sel otot polos, aktivasi respon imun dan inflamasi. LDL teroksidasi

masuk ke dalam tunika intima dinding arteri kemudian difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung oksi-LDL disebut foam cell berakumulasi dalam jumlah yang signifikan maka akan membentuk jejas fatty streak. Pembentukan lesi tersebut dapat ditemukan pada dinding pembuluh darah sebagian orang termasuk anak-anak.Ketika terbentuk, fatty streak memproduksi radikal oksigen toksik yang lebih banyak dan mengakibatkan perubahan inflamasi dan imunologis sehingga terjadi kerusakan yang lebih progresif. Kemudian terjadi proliferasi sel otot polos, pembentukan kolagen dan pembentukan plak fibrosa di atas sel otot polos tersebut. Proses tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi termasuk growth factor (TGF beta). Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh darah dan menyumbataliran darah ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga, sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten). Plak atherosklerosis dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan kerentanan terhadap ruptur. Plak yang menjadi ruptur merupakan plak kompleks. Plak yang unstable dan cenderung menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang diliputi oleh fibrous caps yang tipis. Plak yang robek (ulserasi atau rupture) terjadi karena shear forces, inflamasi dengan pelepasan mediator inflamasi yang multiple, sekresi macrophage-derived degradative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi. Ketika rupture, terjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajan, inisiasi kaskade pembekuan darah, dan pembentukan thrombus yang sangat cepat. Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemia dan infark. Tabel 1. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. 2 Pemeriksaan marker jantung2 Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marker nekrosis miosit jantung dan menjadi marker untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai marker nekrosis jantung

mempunyai sensitivitas dan

spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard), Enzim jantung sebagai berikut : 

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik.



Troponin (Tn) : ada 2 jenis yaitu Tn T dan Tn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 510 hari.

Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pada ACS adalah untuk memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi terjadinya thrombosis akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik yang akan (i)

mengurang progresif plak

(ii)

menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya,

(iii)

mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Selain itu, obat juga dipakai untuk memperbaiki simtom dan iskemi yaitu nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta – Blocker, CCB.

Alur tatalaksana ACS untuk di Instalasi Emergency adalah : 1. tirah baring

2. suplemen oksigen harus diberikan jika saturasi 02 arteri ≤ 95% atau yang mengalami distres respirasi. 3. suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri 4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin. 5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) 2 a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik atau2 b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari. 2 6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. Dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti. 2 7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

2

Terapi fibrinolitik Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). 2 Tabel 8.Kontraindikasi terapi fibrinolitik2,4

Tabel 9. Regimen fibrinolitik untuk infark miokard akut

Bagan 1. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA

A. Referensi 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. 2. Suraj A. Achar, dkk. Am Fam Physician. 2005 Jul 1;72(01):119-126. Diambil dari :http://www.aafp.org/afp/2005/0701/p119.html 3. Robert E. O’Connor, dkk. Part 10: Acute Coronary Syndromes 2010. American

Heart

Association

Guidelines

for

Cardiopulmonary

Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010 ; 122:S787-S817.

Diambil

dari

:

https://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf+htm l 4. B.E Backus, dkk. Risk Scores for Patients with Chest Pain: Evaluation in the Emergency Department. Curr Cardiol Rev. 2011 Feb; 7(1): 2–8. Diambil dari :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3131711/ 5. Pedro de Arau´jo Goncalves, dkk. TIMI, PURSUIT, and GRACE risk scores: sustained prognostic value and interaction with revascularization in NSTE-ACS. European Heart Journal (2005) 26, 865–872. Diambil dari :http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/ehj/26/9/865.full.pdf 6. mad Abu-Assi, Sergio Raposeiras-Roubin. Comparing the predictive validity of three contemporary bleeding risk scores in acute coronary syndrome. Eur Heart J Acute Cardiovasc Care. 2012 Sep; 1(3): 222– 231.

Diambil

:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3760544/

dari

Related Documents


More Documents from "Adi Napanggala"