Laboratorium Ilmu Bedah
Referat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
SYOK
Oleh Anissa 1610029002 Dosen Pembimbing Dr. dr. Arie Ibrahim, Sp. BS (K)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA JULI 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Syok”. Referat ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 3. dr. Boyke Soebhali, Sp. U, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 4. Dr. dr. Arie Ibrahim, Sp. BS (K), selaku dosen pembimbing referat dan dosen penguji penulis di stase Ilmu Bedah. 5. dr. Syaiful Mukhtar, Sp. B (K) BD, selaku dosen pembimbing klinik selama penulis di stase Ilmu Bedah. 6. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga pendidikan saat ini. 7. Rekan sejawat dokter muda stase Ilmu Bedah angkatan 2016 yang telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis. 8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca. Samarinda, Juli 2017
Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................. i ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 BAB 3 PENUTUP .............................................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 44
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen delivery ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ vital.1 Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi jenis syok menjadi 4 antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik.2,3 Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara.4 Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok.5 Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.4 1.2 Batasan masalah Referat ini membahas definisi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan syok. 1.3 Tujuan penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai syok dan penatalaksanaannya lebih lanjut.
1
1.4 Metode penulisan Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab. Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalin sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.5 2.2 Etiologi dan klasifikasi Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi:5 1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh: - Kehilangan darah/syok hemoragik
Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
- Kehilangan plasma: luka bakar - Kehilangan cairan dan elektrolit
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
Internal : asites, obstruksi usus
2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya: aritmia, AMI (Infark Miokard Akut). 3. Syok obstruktif adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bias menyebabkan 3
penurunan Cardiaac Output. Hal ini bisa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya: tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma. 4. Syok distributif adalah syok yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada distribusi volume sirkulasi, baik karena perubahan resistensi pembuluh darah maupun akibat perubahan permeabilitasnya. Hal ini biasa terjadi pada keadaan sepsis, anafilaktik, atau neurogenik. 2.3 Patofisiologi Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah
jantung.
Jika
syok
berlanjut,
curah
jantung
menurun
dan
vasokontriksi perifer meningkat. Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:5 1. Fase Kompensasi Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
4
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun. 2. Fase Progresif Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan
ini
menambah
hipoksia
jaringan.Hipoksia
dan
anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya
terjadi
asidosis
metabolik,
terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter
5
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki.
Kekurangan
oksigen
mempercepat
timbulnya
irreversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. 1. Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik5 Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok. 2. Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik5 Patofisiologi
yang
mendasari
syok
kardiogenik
adalah
depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah,insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon
6
kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia. 3. Patogenesis Syok Septik5 Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan. 4. Patogenesis Syok Neurogenik5 Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
7
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer. 5. Patogenesis Syok Neurogenik5 Coomb
dan
Gell
(1963),
anafilaksis
dikelompokkan
dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau Immediate type reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase : -
Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran napas atau saluran makan ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
-
Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk allergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut preformed mediators. Ikatan antigenantibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.
8
-
Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ – organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan
permeabilitas
kapiler
yang
nantinya
menyebabkan edema, sekresi mucus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet Activating Factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan leukotrien. Stadium-Stadium Syok Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:6
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 2.1)
Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi dasar.
Stadium 2. pre-shock slide (Gambar 2.2)
9
Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran normal.
Sadium 3. compensated shock (Gambar 2.3)
Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin. 10
Stadium 4: decompensated shock, reversible (Gambar 2.4)
Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopresor
Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 2.5)
Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.
2.4 Diagnosis 2.4.1
Syok hipovolemia
11
Anamnesis Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.7 Gejala-gejala
syok
seperti
kelemahan,
penglihatan
kabur,
dan
kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien. Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor). Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri.Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya dicatat. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.7,8 Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat antiinflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.9 1. Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan. 2. Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau varises esophagus. Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.7
12
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.10 Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.10 Tabel. 2.1
Perkiraan kehilangan cairan dan darah berdasarkan presentasi
penderita.8
Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral),
13
dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis).8 Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian luar tubuh.7,8 1. Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru. 2. Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal. 3. Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha). 4. Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan
luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.7 Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up di ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.7 Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal, atau berhubungan dengan kehamilan.11 1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak. 2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena. 3. Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.
14
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan. Pemeriksaan Laboratorium Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.7 Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:8,10 1. Hemoglobin dan hematokrit Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada dengue fever atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi. 2. Urin Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020. Sering didapat adanya proteinuria 3. Pemeriksaan analisa gas darah pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena. 4. Pemeriksaan elektrolit serum Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis 5. Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN (Blood urea nitrogen) dan serum kreatinin penting pada renjatan terutama bila ada tandatanda gagal ginjal 6. Pemeriksaan faal hemostasis 7. Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer 15
Pemeriksaan Radiologi Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.1 Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.7 Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.8 Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.8 Differensial diagnosis 8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Solusio plasenta Kehamilan ektopik Aneurisma abdominal Perdarahan post partum Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan Fraktur femur Syok hemoragik Fraktur pelvis Syok hipovolemik Gastritis dan ulkus peptikum Toksik Plasenta previa
16
2.4.2
Syok anafilaktik
Anamnesis Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.9,10 Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : baik sampai buruk 2. Kesadaran: composmentis sampai koma 3. Tensi : hipotensi, 4. Nadi :takikardi, 5. Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema periorbita, perioral, rinitis 6. Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, abdomen : nyeri tekan, bising usus meningkat 7. Ekstremitas : urtikaria, edema. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen)
dalam
darah
akan
meningkat.
Hitung
sel
meningkat
hemokonsentrasi, trombositopenia eosinofilia naik/ normal / turun. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi. 2. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. 3. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, 4. EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.10
17
Diferensial Diagnosis Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti : 1. Reaksi vasovagal Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.7 2. Infark miokard akut Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.7 3. Reaksi hipoglikemik Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.7 4. Reaksi histeris Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.7 5. Carcinoid syndrome Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma.7 6. Chinese restaurant syndrome Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG (monosodium glutamat) lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.7 7. Asma bronkial Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.7 8. Rinitis alergika
18
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.7
2.4.3
Syok neurogenik
Anamnesis Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari anamnesis
biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).7 Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.7 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:7 1. Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah. 2. Analisa gas darah 3. EKG Diferensial Diagnosis 1. Semua jenis syok. 2. Sinkop (pingsan) 3. Hipoglikemia 2.4.4
Syok kardiogenik Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-
tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.10 Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari 90 mmHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital : 8,10 1. Produksi urin kurang dari 20 ml/jam
19
2. Gangguan mental, gelisah, sopourus 3. Akral dingin 4. Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial. 5. Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin plasma serta menurunnya kadar insulin plasma. Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik. Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular ke interstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika.10 Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).10 Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut: 10 1. Tensi turun : sistolik < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg. 2. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2. 3. Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal, rendah sampai meninggi. 4. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi. 5. Resistensi sistemis. 6. Asidosis. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang segera dilakukan :10 1. 2. 3. 4.
Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar. Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati) Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH) Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam-basa dan kadar oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat
renjatan, harus dipantau terus selama resusitasi. 5. Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis. 6. Pemeriksaan yang harus direncanakan adalah EKG, ekokardiografi. foto polos dada. 2.4.5
Syok sepsis 20
Pada anamnesis sering didapatkan riwayat demam tinggi yang berkepanjangan, sering berkeringat dan menggigil, menilai faktor resiko menderita penyakit menahun, mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, pernah mendapatkan tindakan medis/pemebedahan. 11 Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan demam tinggi, akral dingin, tekanan darah turun < 80 mmHg dan disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11 Diferensial Diagnosis -
Semua penyakit infeksi
2.5 Tatalaksana dan komplikasi 2.5.1
Syok hipovolemia Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan
kecelakaan sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya komplikasi, transfer pasien ke rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus segera dikerjakan. Pada perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan langsung untuk mencegah kehilangan darah yang lebih banyak lagi.12 Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13 I. Penatalaksanaan awal A. Pemeriksaan jasmani 13,14
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. 1. Airway dan Breathing
21
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi.
Diberikan tambahan
oksigen
untuk
mempertahankan saturasi >95%. Pada pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien dengan syok hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat mengakibatkan terjadinya penurunan aliran balik vena, cardiac output, dan memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit.12 2. Sirkulasi Kontrol pendarahan dengan: -
Mengendalikan pendarahan
-
Memperoleh akses intravena yang cukup
-
Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan: Dari luka luar tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan). Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah PASG (Pneumatic Anti Shock Garment). Pendarahan internal operasi Posisi pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi dengan menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. 4. Exposure : pemeriksaan lengkap
22
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada penderita. 5. Dilatasi Lambung: dekompresi Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. 6. Pemasangan kateter urin Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak. B. Akses pembuluh darah13
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Selain itu, teknik intraoseus juga dapat dilakukan pada pasien dewasa dengan hipotensi.
12
Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk
crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan pada wanita subur serta analisis gas darah arteri. C. Terapi Awal Cairan13, 15
Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan mengganti volume darah yang 23
hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis adalah pilihan kedua. Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml darah yang hilang. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x % perdarahan) x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3]. 13 Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan.16 Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.
13,17
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan
melebihi perkiraan, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan 1-2 L cairan kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ 13 A. Umum Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian volume yang memadai menghasilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik menandakan resusitasi yang tidak cukup. C. Keseimbangan Asam-Basa
24
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu. Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:13 1. Respon cepat Penderita cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan maintenance. 2. Respon sementara (transient) Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila
tetesan
diperlambat
hemodinamik
menurun
kembali
karena
kehilangan darah yang masih berlangsunya. 3. Respon minimal atau tanpa respon Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi segera. Perbedaan masing-masingnya tampak pada tabel berikut. Tabel 2.2 .Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal 13 Respon Cepat Tanda vital
Kembali normal
Respon
Tanpa Respon
Sementara ke Perbaikan sementara
Tetap abnormal tek.
Darah dan nadi kemudian 25
Dugaan
darah Kebutuhan kristaloid Kebutuhan darah Persiapan darah Operasi Kehadiran
kembali turun (10- Sedang-masih
Kehilangan Minimal
dini
20%) Sedikit Sedikit Type specific &
crossmatch Mungkin ahli Perlu
Berat (>40%)
ada (20-40%) Banyak Sedang-banyak Type specific
Banyak Banyak Emergency
Sangat mungkin Perlu
Hampir pasti Perlu
bedah Keberhasilan manajemen syok hemoragik atau lebih khusus lagi resusitasi cairan bisa dinilai dari parameter-parameter berikut:
Capilary refill time < 2 detik
MAP 65-70 mmHg
SaO2 >95%
Urine output >0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)
Shock index = HR/SBP
CVP 8 to12 mm Hg
ScvO2 > 70%
(normal 0.5-0.7)
IV. Transfusi Darah 13 Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan. a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Pemberian cairan adekuat dapat memperbaiki cardiac output tetapi tidak memperbaiki oksigensi sebab tidak ada penambahan jumlah dari media transpor oksigen yaitu hemoglobin. Pada keadaan tersebut perlu dilakukan tranfusi. Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:16
26
1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan derajat III 2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid 3. Memperbaiki delivery oksigen 4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl. Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25% atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10 unit PRC. Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit <20.000-50.000/mm15) dan perdarahan yang terus berlangsung. Berikut indikasi dan unit pemberian:18 Tabel 2.3. Indikasi dan unit pemberian tranfusi produk darah18
b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O -
Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
-
Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat.
-
Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita dengan pendarahan exsanguinating.
c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid adalah menghangatkan cairannya sampai 39˚C sebelum digunakan. d. Autotransfusi Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk penderita dengan hemothoraks berat. e. Koagulopati
27
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama. Penyebab koagulopati: -
Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
-
Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.
f. Pemberian Kalsium Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
Tatalaksana Syok hemoragik (Gambar 2.6)19
28
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak adekuat. 1. Pendarahan yang berlanjut Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara. 2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP (central venous pressure) Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk menerima beban cairan. 3. Menilai masalah lain Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum, hipoadrenalisme dan syok neurogenik. Beberapa medikasi lain yang diperlukan adalah pemberian antibiotik dan antasida atau H2 blocker. Pasien syok perdarahan memiliki resiko terjadinya sepsis akibat iskemi pada sistem saluran cerna. Pemberian antasida atau H2 blocker bertujuan untuk mengurangi stress ulcer.18 4. Sekuele neurologis 5. Kematian 2.5.2
Syok kardiogenik Prehospital care: bertujuan untuk meminimalisir iskemik dan syok yang
sedang terjadi. Pasien dipasang akses intravena, oksigen high flow, dan monitor jantung/ EKG. Dengan EKG dapat segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi pada infark miokard. Obat-obatan inortropik sebaiknya dipersiapkan. Bila perlu, dapat dilakukan pemberian ventilasi tekanan positif dan intubasi. Pemasangan CPAP (Continuous positive airway pressure) atau BIPAP (bilevel positive airway pressure) dapat dipertimbangkan. Berikut adalah algoritme sindroma koroner akut. Gambar 2.720
29
Berdasarkan penelitian yang terdahulu, terapi pilihan untuk syok tipe ini adalah percutaneus coronary intervention (PCI) atau bypass arteri koroner. Dengan terapi ini maka angka kematian dapat turun dalam 1 tahun pertama. PCI terbaik dilakukan saat onset dengan kejadian infark sekitar 90 menit sampai 12 jam pertama. Jika fasilitas seperti ini tidak ada, maka terapi dengan trombolitik dapat dipertimbangkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian trombolitik pada tekanan darah yang rendah tidak dapat mengakibatkan lisis thrombus di pembuluh darah. Tatalaksana dimulai dengan manajemen ABC. Pada pasien yang sangat sesak dapat dipertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik. Pemberian vasopresor intravena baik untuk meningkatkan inortropik dan memaksimalkan perfusi ke miokardium yang iskemik. Yang perlu diperhatikan, pemberian vasopresor itu sendiri dapat berakibat peningkatan denyut jantung yang pada akhirnya akan memperluas infark yang telah terjadi. Sehingga penggunaan 30
vasopresor di sini harus digunakan secara hati-hati. Beberapa vasopresor yang dapat diberikan seperti: 20, 21 -
Dopamin, dengan dosis tinggi mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen
miokard,
dosis
yang
digunakan
5-10
-
mcg/kg/min Dobutamin selain memiliki sifat inortropik tetapi juga memiliki
-
efek vasodilatasi sehingga dapat mengurangi preload dan afterload Norepinefrin per infus dapat diberikan pada syok kardiogenik yang refrakter, obat ini dapat mengakibatkan peningkatan afterload, dosis yang dapat digunakan 0.5 mcg/kg/min
Preparat nitrat atau morfin digunakan untuk analgetik, tetapi perlu diingat bahwa keduanya dapat mengakibatkan hipotensi sehingga jangan sampai memperparah keadaan syok pasien dengan pemberian preparat ini. Alat yang dapat membantu pasien dalam syok kardiogenik secara mekanis yakni intraaortic balloon pump (IABP) bermanfaat terutama pada syok kardiogenik yang sudah tidak dapat ditangani dengan obat-obatan. 20 Antiagregasi trombosit seperti aspirin tersedia dalam 81 mg, 325 mg, 500 mg, dapat menurunkan mortalitas akibat infark miokard. Vasodilator yang juga dapat digunakan adalah nitrogliserin IV yang bekerja dengan merelaksasikan otot polos pembuluh darah sehingga menurunkan resistensi perifer. 20 Beberapa komplikasi syok kardiogenik: 20 -
2.5.3
Henti jantung Disritmia Gagal ginjal Kegagalan multiorgan Aneurisma ventrikel Sekuele tromboembolik Stroke Kematian
Syok Obstruktif Definisi
Syok obstruktif adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bias menyebabkan
31
penurunan Cardiaac Output. Hal ini bisa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks, gangguan pada pericardium (misalnya: tamponade jantung) ataupun berupa atrial myxoma.
Etiopatogenesis
Patogenesis terjadiya syok obstruktif sesuai dengan penyebabnya. 1. Emboli paru Emboli Paru merupakan penyumbatan arteri pulmonalis oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah paru ini yang mengakibatkan gangguan pengisian pada ventrikel jantung. Yang akhirnya dapat menyebabkan syok obstruktif. 2. Temponade jantung Yaitu pengumpulan cairan di dalam kantong jantung (kantong perikardium, kantong perikardial), yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan kemampuan memompa jantung. Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi pericardium menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung (gangguan diastolik ventrikel). Penyebab tersering adalah neoplasma, dan uremi.. Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnormal pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang menyebabakan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatnya ruang pada kantong jantung (perikardium) terdesak sehingga terjadi pergesekan antara kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung (epikardium). Pergesekan ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada perikarditis sehingga terjadi penumpukan cairan pada pericardium yang dapat menyebakan tamponade jantung. Uremia juga dapat menyebabkan tamponade jantung. Dimana orang yang mengalami uremia, di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada perikardium). Selain itu , tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/ tembus. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan 32
sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi cairan tersebut. Sehingga temponade jantung ini menyebabkan gangguan aliran darah ke jantung, yang lama-kelamaan dapat mengakibatkan syok obstruktif.
Manifestasi Klinis
Seperti tanda syok pada umumnya, yaitu: 1. Hipotensi terjadi akibat dari berkurangnnya curah jantung. Dikatakan hipotensi jika tekanan darah systole dibawah 80 mmHg atau tekanan nadi dibawah 20 mmHg. 2. Takikardi terjadi akibat dari refleks simpatis terhadap keadaan hipotensi. Pada orang dewasa frekuensi nadi 60-100 kali/menit, jadi dikatakan takikardi jika frekuensi nadi diatas 100 kali/menit. Pada anak-anak dikatakan takikardi jika di atas 120 kali/menit. 3. Takipnu terjadi akibat usaha tubuh untuk mengkompensasi hipoksia pada keadaan syok. Pernapasan di katakana takipneu, jika frekuensinya di atas 24 kali/menit. 4. Penurunan kesadaran terjadi akibat aliran darah ke saraf pusat tidak memadai. Penurunan kesadaran ini bisa berupa kebingungan, letargia, agitasi dan koma. Sedangkan gejala khusus syok obstruktif, gejalanya sulit dibedakan dengan syok kardiogenik seperti ada keluhan nyeri dada, namun dari riwayat penyakit pasien, syok ini bisa didiagnosa, sesuai dengan penyebab syok obstruktif. 1. Tanda umum dari emboli paru adalah a. Dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus b. Nyeri dada pleuritik c. Haemoptisis d. Pingsan e. Takikardia > 100/menit f. Takipneu > 20/menit g. Demam 2. Tanda dari penyakit Temponade Jantung: a. Dispnea, Trias Beck (Hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP>1 33
b. Peningkatan tekanan vena jugularis c. Takikardi, takipnea d. Pulsus paradoksus > 10 mm Hg e. Gesekan perikard f. Bunyi jantung melemah g. Kusmaull sign : peningkatan distensi dan tekanan vena secara paradoksal selama inspirasi h. Ewart sign : atau Pins sign, diobservasi pada pasien dengan efusi perikardial luas. Didapatkan area redup, suara bronkial dan bronchophony di bawah sudut skapula kiri. i. Gelisah, cemas, dispnea j. Nyeri dada : menjalar ke leher, bahu, punggung, atau abdomen, memburuk jika bernapas dalam k. Kulit pucat, dingin, sianosis
Penatalaksanaan
Pertama-tama, lakukan penanganan awal kasus syok antara lain yaitu: 1. Segera amankan pasien, bawa pasien ketempat teduh dan aman 2. Tenangkan dan yakinkan penderita bahwa dia akan ditangani dengan baik 3. Tidurkan penderita, dengan posisi terlentang, tungkai ditinggikan 20-30 cm (± 30°). 4. Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan minuman. 5. Kontrol Airway Breathing and Circulation. Dan pastikan ABC nya baik. Segera rujuk ke rumah sakit / fasilitas kesehatan. 2.5.4
Syok neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 4,9 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). 34
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.13 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. 4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :3,14,15 · Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. · Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. · Epinefrin Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
35
· Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Resistensi Obat
Dosis
Cardiac
Tekanan
Pembuluh
Output
Darah
Darah Sistemik
Dopamin Norepinefrin Epinefrin Fenilefrin Dobutamin
2.5.5
2,5-20 mcg/kg/menit 0,05-2 mcg/kg/menit 0,05-2 mcg/kg/menit 2-10 mcg/kg/menit 2,5-10 mcg/kg/menit
+
+
+
+
++
++
++
++
+
-
++
++
+
+/-
-
Syok septik Pada SIRS (systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila
terjadi syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Prinsip utama semua syok tetap ABC. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan preload. Dapat dipakai dopamin, norepinephrine dan vasopressin. Untuk menurunkan suhu tubuh yang hiperpireksia dapat diberikan antipiretik. Pengobatan lainnya bersifat simtomatik. Pengobatan kausal dari sepsis.22
36
Pemilihan antibiotik untuk sepsis biasanya secara empiris dapat digunakan: vankomisin, ceftazidim, cefepime, ticarcilin, pipercilin, imipenem, meropenem, cefotaxim, klindamisin, metronidazol. 2.5.6
Syok anafilaktik Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. 14 Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:14 1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
37
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. 3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit. 4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus. 5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
38
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi
hipovolemia
akibat
kehilangan
cairan
ke
ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin. 7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. 8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi. Komplikasi syok anafilaktik: Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi. 14
2.6 Prognosis Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan. Bila keadaan klinis pasien dengan syok anafilaktik masih ringan dan penanganan cepat
39
dilakukan maka hasilnya akan memuaskan. Prognosis pada syok neurogenik tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik apabila penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab infeksi.11
40
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. 2. Klasifikasi syok: syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif, dan syok distributif. 3. Gejala/Tanda
pucat (pallor)
hipotensi (tekanan sistol < 90 mmHg)
terkadang tekanan darah tak terdeteksi
takikardi (frekuensi jantung > 100x/menit)
takipneu (nafas cepat)
berkeringat,
Akral dingin
Oliguria
4. Penatalaksanaan syok :
Bantuan hidup dasar
Terapi cairan
3.2 Saran a. Melakukan penilaian dan penanganan syok pada pasien secara cepat dan tepat.
b. Mencegah terjadinya komplikasi lanjut.
41
DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24. 2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26th 2011]. http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview 3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006. 1-14 4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. 1997. 89-115 5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4.1995. Jakarta: EGC. 6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001 7. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock
Sepsis.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf 8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 499. 9. Schwarz
A,
Hilfiker
ML.Shock.
update
October
2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047 10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003 11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413 12. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment 13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. 1997. 89-115 14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999 15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency Surgery. 2006. 1-14 16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-11 42
17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001 18. Bozeman P W. Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited Mei 10th 2011]. http://www.emedicine.com 19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc. 1988.64 20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011
Nov
29].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment 21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment 22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates emergency case]. FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008
43