Tutorial Demam Dengue Dr William.docx

  • Uploaded by: ridha
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tutorial Demam Dengue Dr William.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,493
  • Pages: 34
Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Demam Dengue

Disusun oleh Ridha Eka Dharmayanthi 1810029007

Pembimbing dr. William S. Tjeng, Sp. A

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2019

i

LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL

Demam Dengue

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Stase Anak

Oleh : Ridha Eka Dharmayanthi (1810029008)

Pembimbing

dr. William S. Tjeng, Sp. A

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie 2019

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Demam Dengue”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 4. dr. William S. Tjeng, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak. 5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK Universitas Mulawarman. Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Maret 2019

Penyusun

iii

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2 BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................... 3 2.1 Identitas ......................................................................................................... 3 2.2 Anamnesis ..................................................................................................... 3 2.2.1 Keluhan Utama....................................................................................... 4 2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang.................................................................... 4 2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu ....................................................................... 4 2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga .................................................................... 4 2.2.5 Riwayat Alergi ....................................................................................... 4 2.2.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak ................................................. 4 2.2.7 Makan dan Minum Anak ....................................................................... 5 2.2.8 Pemeriksaan Prenatal ............................................................................. 5 2.2.9 Riwayat Kelahiran .................................................................................. 5 2.2.10 Keluarga Berencana ............................................................................. 5 2.2.11 Riwayat Imunisasi ................................................................................ 6 2.3 Pemeriksaan Fisik ......................................................................................... 6 2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 7 BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9 3.1 Batasan dan Uraian Umum ........................................................................... 9 3.2 Etiologi .......................................................................................................... 9 3.3 Epidemiologi ............................................................................................... 10 3.4 Penularan ..................................................................................................... 11 3.5 Patogenesis .................................................................................................. 12

iv

3.6 Manifestasi Klinis ....................................................................................... 14 3.7 Diagnosis ..................................................................................................... 16 3.8 Penatalaksanaan .......................................................................................... 19 3.9 Komplikasi .................................................................................................. 21 3.10 Prognosis ................................................................................................... 22 3.11 Pencegahan ................................................................................................ 22 BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................... 23 BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 27 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 27

v

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Infeksi dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus. Virus ini mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4. Virus ini ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.1,2,3,4 Serotipe yang dapat ditemukan dan yang paling banyak beredar disuatu negara atau area geografis tertentu berbeda-beda. Di Indonesia keempat serotipe virus dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur yang paling virulen. Virus ini endemik di Asia Pasifik, Amerika, dan Afrika.5,6 Saat ini sekitar 2,5 miliar orang atau 40% dari populasi dunia, tinggal di daerah di mana ada risiko penularan dengue fever atau demam berdarah. Dengue endemik di setidaknya 100 negara di Asia, Pasifik, Amerika, Afrika, dan Karibia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 50 hingga 100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk 500.000 kasus demam berdarah dan 22.000 kematian, sebagian besar di antaranya ialah anak-anak. Di Indonesia, lebih dari 35% populasi tinggal di daerah kota, 150.000 kasus laporkan pada tahun 2007 (peringkat tertinggi), dimana lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat. Kasus angka kematian sekitar 1% .6,7 Spektrum klinis dari penyakit ini cukup luas mencakup infeksi dengue asimtomatik, demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever (DHF), dan dengue shock syndrome (DSS). Perjalanan penyakit DBD terdiri dari fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan.1,2,3,4 Fase kritis merupakan fase dengan morbiditas paling tinggi yang ditandai dengan kondisi afebris disertai gambaran klinis kebocoran plasma hingga syok.7 Tatalaksana utama dengue berupa pengobatan simptomatik dan suportif. Pemberian antipiretik dan kompres hangat diperlukan pada fase demam. Pengobatan suportif yang paling utama dengan rehidrasi baik

1

secara oral maupun intavena. Diperlukan obeservasi ketat tanda vital dan produksi urine selama fase kritis hingga fase penyembuhan. Prognosis ditentukan dari ketepatan diagnosis dan pengenalan tanda bahaya, kecepatan tatalaksana simptomatik dan suportif, dan monitoring pasien yang baik.3,9 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi dokter muda mengenai “Demam Dengue”, serta sebagai salah satu syarat mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.

2

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Identitas pasien Nama

: An. AFR

Usia

: 3 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Berat Badan

: 12 kg

Agama

: Islam

Anak ke

: Anak ke 2 dari dua bersaudara

Alamat

: Jl. Padat Karya bengkuring

Identitas Orang Tua Nama Ayah

: Tn. TR

Usia

: 32 Tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Jl. Padat Karya bengkuring

Pendidikan terakhir

: SMP

Pernikahan ke

: Kedua

Nama Ibu

: Ny. M

Usia

: 32 tahun

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jl. Padat Karya bengkuring

Pendidikan terakhir

: SMP

Pernikahan ke

: Pertama

MRS tanggal 9 Maret 2019

2.2 Anamnesis Anamnesa dilakukan pada tanggal 12 Maret 2019, di ruang Melati. Dilakukan heteroanamnesis oleh orang tua pasien.

3

2.2.1 Keluhan Utama Demam 2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Rumah Sakit Tipe A dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul mendadak, selalu ada, tidak hilang timbul. Orang tua pasien mengaku memberikan obat penurun panas namun keluhan tidak membaik. Keadaan pasien semakin lemas dan tidak mau makan dan minum. Selain keluhan demam, orang tua pasien juga mengatakan pasien merasa tubuhnya pegalpegal dan minta dipijat. Tidak terdapat bintik-bintik merah muncul pada kedua lengan pasien. Terdapat mual muntah dan nafsu makan menurun. Nyeri perut tidak ada. Tidak ada keluhan lain seperti batuk atau pilek. Tidak ada riwayat gusi berdarah, mimisan atau BAB hitam.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada riwayat penyakit alergi, asma, penyakit jantung bawaan, hipertensi dan diabetes mellitus.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit asma di keluarga. DM (-), HT (-). 2.2.5 Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi. 2.2.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Berat badan lahir

: 3100 gram

Panjang badan lahir

: 49 cm

Berat badan sekarang

: 12 kg

Tersenyum

: OT lupa 4

Miring

: 3 bulan

Tengkurap

: 6 bulan

Duduk

: 7-8 bulan

Merangkak

: 9 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 1 tahun 2 bulan

Berbicara

: 1 tahun

Tumbuh gigi

: 6 bulan

2.2.7 Makan dan Minum Anak ASI

: Sejak lahir sampai usia 2 tahun

Susu sapi

: Sejak usia 1 tahun 6 bulan

Makanan lunak

: Mulai usia 9 bulan

Makan padat dan lauknya

: Mulai usia 1 tahun

2.2.8 Pemeriksaan Prenatal Periksa di

: Bidan

Penyakit kehamilan

: Tidak ada

Obat-obat yang sering diminum : Vitamin dan tablet Fe 2.2.9 Riwayat Kelahiran Lahir di

: Klinik Bidan

Ditolong oleh

: Bidan

Usia dalam kandungan

: Aterm

Jenis partus

: Spontan per vaginam

2.2.10 Keluarga Berencana Keluarga Berencana

: Pil KB

5

2.2.11 Riwayat Imunisasi

Imunisasi I

II

III

IV

Booster I

Booster II

BCG

+

////////////

////////////

////////////

////////////

////////////

Polio

+

+

+

///////

/////////

///////////

Campak

-

////////////

////////////

////////////

////////////

////////////

DPT

+

+

+

////////////

-

-

Hepatitis B

+

+

+

//////////

-

-

2.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran

: Komposmentis

Berat Badan

: 12 kg

Tinggi Badan

: 102 cm

Tanda Vital

: TD 190/60 mmHg Nadi 75 x/menit, regular Pernafasan 18 x/menit Temperatur axila 36,2o C

Kepala/leher Rambut

: Warna hitam

Mata

: Perdarahan subkonungtiva (-/-), pupil isokor, reflex cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-)

Hidung

: Sekret hidung (+), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut

: Mukosa bibir tampak kering, sianosis (-), perdarahan (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah (-)

Thorax Paru :

Inspeksi

: Bentuk dan besar dada normal, Tampak simetris,

pergerakan

simetris,

retraksi 6

intercosta (-), retraksi supra sternum (+), retraksi supraclavicula (-), Palpasi

: Gerakan napas simetris D=S ,Pelebaran ICS (-)

Perkusi

: Sonor diseluruh lapangan paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (+/+) stridor (-)

Jantung:

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

:Ictus

cordis

teraba

pada

ICS

5

midclavicularis sinistra Perkusi

: Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi

: Cekung, distended (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) kesan normal

Perkusi

: Timpani, acites (-)

Palpasi

: Soefl, nyeri tekan (-), hepatomegaly (-)

Ekstremitas Ekstremitas superior: Akral hangat, pucat (-/-) edem (-/-), CRT < 2 detik. Ekstremitas inferior: Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-), CRT < 2 detik.

2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Serial Tanggal

9/03

9/03

10/03

10/03

11/03

11/03

06.00

18.00

06.00

18.00

06.00

18.00

3.200

2.700

2.500

2000

3.040

3.100

Hemoglobin 12,3

13,2

12,3

11,9

11,8

12,2

Hematokrit

37,1%

39%

37%

36%

36,3%

37,5%

Platelet

139.000 133.000

115.000

109.000 109.000 120.000

Leukosit

7

GDS

80

Na

132

K

5,3

Cl-

105

NS1 Dengue IgG (-) Dengue

(-)

IgM

Lembar Follow Up

Tanggal 11/03/2019

Pemeriksaan

Terapi

S: Tidak nafsu makan

P:

O: Kesadaran CM, Nadi

- IVFD RL 12 TPM

72x/m lemah, RR 20 x/m, - Inj sanmol 100 g/ 8 jam TD 100/70 mmHg, Suhu

- Cek DL /12 jam

36 oC, SpO2 100% A: Demam Dengue 12//03/2019

S: -

P:

O: Kesadaran CM, Nadi

- IVFD RL 12 TPM

75 x/m, RR 19x/m, TD 90/60 mmHg, , SpO2 99%, A: Demam Dengue

8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Batasan dan Uraian Umum Demam dengue merupakan penyakit demam akut akibat infeksi virus dengue , dengan manifestasi yang sangat bervariasi , mulai dari demam akut hingga sindrom renjatan yang dapat menyebabkan mortalitas, Indonesia termasuk negara endemis dengue , morbiditas dan mortalitas dipengaruhi oleh usia, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dan kondisi iklim..1,2,5 Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). 1,2,3 3.2 Etiologi Demam Dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk group B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Plavivirus dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau 4 serotipe selama hidupnya, dan keempat jenis serotipe ini semuanya dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN-3 yang paling dominan dan ditemukan pada kasus dengue dengan masa inkubasi sekitar 4-10 hari.2,3,6

9

3.3 Epidemiologi Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. 1,2,3,4,5

Gambar 1. Distribusi Virus Denue di Dunia Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 2,3

10

Gambar 2 Area beresiko DBD Gambar 2 menjelaskan bahwa demam berdarah disebabkan oleh virus

dengue (DEN-4). Penularan DEN-4 telah meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir yang membuat patogen pada manusia melalui penularan arthropoda dengan infeksi virus dengue sekitar 50-100 juta yang terjadi setiap tahun di negara-negara tropis dan subtropis.10

3.4 Penularan Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat. 3,4

11

Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari.2,4,5

3.5 Patogenesis Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.11 Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.12 Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya. 11 Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, anti-body dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE.13 Berdasarkan perannya, terdiri dari antibodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.12 Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary

heterologous

infection)

dan

hipotesis

immune

12

enhancement. Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).2 Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. 1,2,3

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, 13

terjadi

sekresi

mediator

vasoaktif

yang kemudian

menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,

peningkatan

virulensi

dan

mempunyai

potensi

untuk

menimbulkan wabah..1,2 3.6 Manifestasi Klinis WHO pada tahun 2009 membagi gejala klinis demam dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery. A. Fase I – Fase Demam Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan muntah sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal. Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kepastian dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis. hidung dan gusi) dapat terlihat. Hati dapat membesar dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan tanda sebagai infeksi dengue.1 Tanda dan gejala ini kurang dapat membedakan antara severe dan non severe dengue sehingga perlu monitoring lebih untuk berhati - hati dalam menilai fase perkembangan ke fase kritis.1 B. Fase II – Fase Kritis Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3 – 7 namun temperatur sedikit menurun yaitu 37.5 – 38oC atau lebih rendah dan juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang meningkat. Periode kebocoran plasma berlangsung selama

14

24 – 48 jam. Leukopenia parah diikuti dengan penurunan hitung trombosit mengindikasikan terjadinya kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki keadaan tersebut akan bertambah parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma tersebut. Maka foto thorax dan USG abdomen dapt digunakan sebagai alat bantu diagnosa. Kadar hematokrit yang melebihi batas normal dapat digunakan sebagai acuan melihat derajat keparahan kebocoran plasma. Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik kritis dan sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama, menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ, metabolik asidosis, dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).1 C. Fase III – Fase Penyembuhan/Recovery Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana keadaan umum akan membaik, nafsu makan bertambah, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi pleura masif dan ascites dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang berlebih sewaktu fase kritis ataupun fase recovery yang dapat dikaitkan dengan edema paru atau gagal jantung kongestif.1

15

Gambar 7. Grafik Perjalanan Infeksi Dengue 3.7 Diagnosis A. Diagnosis Klinis Demam Dengue (DD) Masa inkubasi : 4 – 6 hari (rentang : 3 -14 hari) Gejala Prodromal yaitu: nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan perasaan lelah. o Khas :  suhu mendadak (menggigil, sakit kepala) o flushed face (muka merah) o Dalam 24 jam : nyeri belakang mata, fotofobia, nyeri otot/ sendi o Lain-lain : anorexia, konstipasi, nyeri perut/ kolik, nyeri tenggorok, depresi (menetap bbrp hr) o Demam : 39° - 40°C o Awal  ruam muka, leher, dada yang menyerupai urtikaria o Akhir fase demam/ awal suhu   ruam jadi makulopapular, petechiae tangan dan kaki, gatal o Leukopenia < 4.000/mm3 o Trombositopenia < 100.000/mm3

16

o Perdarahan kulit  uji tourniquet + dengan/ tanpa petechiae (trombosit N, faktor pembekuan N) o Manifestasi klinis DD menyerupai berbagai penyakit virus, bakteri, riketsia dan infeksi parasit., isolasi virus/ serologis dapat membantu di dalam menegakkan diagnosis. Diagmosis klinis Demam Dengue : demam + ≥ 2 gejala lain

B. Pemeriksaan Penunjang Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD 3,4,9.

Gambar 8. Grafik Antigen NS1 dan Serologi Anti-Dengue

17

Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue: 3,4,9 

Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir minggu keempat sakit.



Pada pasien hasil pemeriksaan IgM dapat negatif. Pasien ini mengaku kalau keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan pasien, sementara pada infeksi primer IgM baru akan positif saat hari kelima. Pada pasien ini NS1 positif karena NS1 sebagai pemeriksaan untuk deteksi dini akan positif sejak hari pertama.



Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.



Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi sekunder. Pemeriksaan

Kadar

AST

dan

ALT

juga

diperlukan

karena

berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi kadar AST dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih tinggi dibandingkan kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1. Pada beberapa kasus dapat ditemukan leukopenia. Pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi: 9 

Distres pernafasan/ sesak

18



Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%



Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema paru karena overload pemberian cairan.



Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.



Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea, dan dinding buli-buli.

3.8 Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda – tanda syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian.4 Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik, sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosit <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua

19

apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut.4,13. Tatalaksana dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang terbagi atas 3 fase. Pada fase demam yang diperlukan hanya pengobatan simtomatik dan suportif. Parasetamol merupakan antipiretik pilihan pertama dengan dosis 10mg/kg/dosis selang 4 jam apabila suhu >380C. Pemberian aspirin dan ibuprofen merupakan indikasi kontra. Kompres hangat kadang membantu apabila anak merasa nyaman dengan pemberian kompres. Pemberian antipiretik tidak mengurangi tingginya suhu, tetapi dapat memperpendek durasi demam 3,4,8. Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, larutan gula-garam, jus buah, susu, dan lain-lain. Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat, koreksi dehidrasi sesuai kebutuhan. Apabila cairan intravena perlu diberikan, maka pada fase ini biasanya kebutuhan sesuai rumatan. Semua pasien tersangka dengue harus diawasi dengan ketat sejak hari sakit ke-3. Selama fase demam, belum dapat dibedakan antara DD dengan DBD. Ruam makulopapular dan mialgia/arthralgia lebih banyak ditemukan pada pasien DD. Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien demam dengue akan masuk dalam fase penyembuhan, sedangkan pasien DBD memasuki fase kritis 8,12. Hati yang membesar dan lunak merupakan indikator fase kritis. Pasien harus diawasi ketat dan dirawat di rumah sakit. Leukopenia <5000 sel/ mm3 dan limfositosis disertai peningkatan limfosit atipikal mengindikasikan bahwa dalam waktu 24 jam pasien akan bebas demam serta memasuki fase kritis. Trombositopenia mengindikasikan pasien memasuki fase kritis dan memerlukan pengawasan ketat di rumah sakit 4,8. Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah: 1. Adanya warning signs 2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

20

3. Perdarahan 4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis). 5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites 6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua 7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.4,5 3.9 Komplikasi Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya. Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1 – 4 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang demam. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok. 4 1.

Ensefalopati Dengue Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa syok. Didapatkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai kejang. Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan metabolic, dan disfungsi hati. Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9 %:D5=1:3 untuk mengurangi alkalosis, dexametason o,5 mg/kgBB/x tiap 8 jam untuk mengurangi edema otak (kontraindikasi bila ada perdarahan sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS diusahakan > 60 mg, bila perlu berikan diuretik untuk mengurangi jumlah cairan, neomisin dan laktulosa untuk mengurangi produksi amoniak.6 2. Kelainan Ginjal Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan

21

parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Dieresis diusahakan > 1 ml/kg BB/jam.7 3. Edema Paru Adalah komplikasi akibat pemberian cairan yang berlebih.6 3.10 Prognosis Prognosis demam dengue (dengue fever/DF) umumnya baik, dengan angka mortalitas kurang dari 1 %, namun apabila terjadi syok, maka angka mortalitas bisa lebih buruk. Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD. Keparahan terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah..14 3.11 Pencegahan 1. Upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan masal sebelum musim penularan penyakit di desa/ kelurahan endemis DBD, yang merupakan pusat-pusat penyebaran penyakit ke wilayah lainnya/ foging fokus. 2. Melakukan “fogging” dengan malation atau fenitrotion dalam dosis 438 gram/ha; dilakukan dalam rumah dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah. 3. Menggalakkan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). 4. Melaksanakan penanggulangan fokus di rumah pasien dan di sekitar tempat tinggalnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). 5. Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media, mengenai gejala DBD, cara mencegahnya melalui 3 M (menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas), juga abatisasi selektif. Abatisasi bertujuan membunuh larva dengan butirbutir abate sand granule (SG) 1% pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per million), yaitu 10 gram per 100 liter air.15

22

BAB 4 PEMBAHASAN Anamnesis Teori Diagnosis Klinis Demam Dengue (DD) Masa inkubasi : 4 – 6 hari (rentang : 3 14 hari) Gejala Prodromal yaitu: nyeri kepala,

Kasus 

sebelum masuk rumah sakit 

o Khas :  suhu mendadak (menggigil, sakit kepala) o flushed face (muka merah) o Dalam 24 jam : nyeri belakang mata, fotofobia, nyeri otot/ sendi o Lain-lain : anorexia, konstipasi, nyeri perut/ kolik, nyeri tenggorok, depresi (menetap bbrp hr) o Demam : 39° - 40°C o Awal  ruam muka, leher, dada yang menyerupai urtikaria o Akhir fase demam/ awal suhu   ruam jadi makulopapular, petechiae tangan dan kaki, gatal o Leukopenia < 4.000/mm3 o Trombositopenia < 100.000/mm3 o Perdarahan kulit  uji tourniquet + dengan/ tanpa petechiae (trombosit N, faktor pembekuan N) o Manifestasi klinis DD menyerupai berbagai penyakit virus, bakteri, riketsia dan infeksi parasit., isolasi virus/ serologis dapat membantu di dalam menegakkan diagnosis. Diagmosis klinis Demam Dengue : demam

Keadaan

pasien

semakin

lemas dan tidak mau makan

sakit tulang belakang, dan perasaan lelah.

Demam sejak 3 hari yang lalu

dan minum. 

pegal-pegal diseluruh badan



Terdapat mual muntah

+ ≥ 2 gejala lain

23

Fase I – Fase Demam Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia, dan sakit kepala. Beberapa pasien dapat memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva. Anorexia, mual, dan muntah sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam non-dengue pada fase awal.

Pemeriksaan Fisik Teori

Kasus

 Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan: a) Petekie, ekimosis, atau purpura b) Perdarahan

mukosa

(tersering

  

Keadaan umum : Sakit sedang, Kesadaran: Composmentis Tanda-tanda vital TD 190/60 mmHg

epistaksis atau perdarahan gusi), atau

Nadi 75 x/menit, regular

perdarahan dari tempat lain.

Pernafasan 18 x/menit

c) Hematemesis dan atau melena

Temperatur axila 36,2o C

 Pembesaran hati Berat Badan: 12 kg Tinggi Badan: 102 cm Status gizi : Gizi cukup

Manifestasi perdarahan (-)

Thorax: Paru Vesikuler (+/+), rho (-/), wheezing(-/-)

24

Abdomen Hepatomegali (-) Ekstremitas akral hangat, CRT <2’’

Pemeriksaan Penunjang Teori 

Kasus

Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari Trombosit dalam keadaan normal > ke-1 setelah demam dan akan menurun 50.000 sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini Hematokrit dalam keadaan normal dapat digunakan untuk diagnosis awal tidak ada penurunan dan menentukan namun

adanya

tidak

dengue, peningkatan yang mencolok

infeksi

dapat

membedakan

penyakit DD/DBD

Pemeriksaan

Hasil

NS1

(+) positif

dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit.

Ig G Dengue

(-) negatif

Antibodi IgG anti dengue pada infeksi

Ig M Dengue

(-) negatif

 Antibodi 

IgM

anti

dengue

dapat

primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder

IgG

anti

dengue

akan

terdeteksi pada hari sakit ke-2.

Penatalaksanaan Teori

Kasus

 Pada fase demam yang diperlukan hanya pengobatan

simtomatik

dan

suportif. - IVFD RL 12 TPM

Parasetamol merupakan antipiretik pilihan - Inj paracetamol 10mg/kg/dosis pertama

dengan

dosis

10mg/kg/dosis - Kompres air hangat

selang 4 jam apabila suhu >38 0C.

25

 Kompres

hangat

kadang

membantu

apabila anak merasa nyaman dengan pemberian kompres.

26

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien perempuan An. AFR usia 2 tahun 11 bulan, dengan diagnosis Demam Dengue. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah sesuai dengan literatur yang mendukung pada kasus tersebut.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. (2009). Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. France. 2. WHO. (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and expanded. Regional Office for South-East Asia. 3. WHO. (2012). Handbook for Clinical Management of Dengue. Geneva. 4. Hadinegoro, S.R.., et. al. (2014). Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Virus Dengue Pada Anak. Jakarta: IDAI. 5. CDC.

(2014).

Dengue

Epidemiology.

CDC.

Dari

https://www.cdc.gov/dengue/epidemiology/. 6. Kemenkes, RI. (2016). Infodatin Situasi DBD di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 7. Nathan B Michael, dkk. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control: World Health Organization (WHO). 2009. https://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/. 8. CDC.

(2014).

Dengue

Clinical

Guidance.

CDC.

Dari

https://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html. 9. Karyanti, M. R. (2012). Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM. 10. Uha Sapir D and Barbara S. (2005). Dengue Fever: New Paradigm for Changing epidemiology, Emergence Themes Epidemiology, Vol 2 (1), March:1-10. 11. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition. Geneva: World Health Organiza-tion; 2009 12. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc;2002 [cited 2010]; Available from: www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc. 13. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Naskah lengkap, pelatihan bagi dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam pada

28

tata laksana kasus DBD. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1999 14. Soegijanto S, Kushartono H, Hidayah N, Darmowandowo D. Demam berdarah dengue. Dalam Soegijanto S, penyunting. Ilmu Penyakit AnakDiagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika; 2002.h.45-66 15. Halstead SB. Dengue fever/dengue hemorrhagic fever. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke18. Philadelphia: WB Saunders;2007.h.1005-7

29

Related Documents


More Documents from "Widyo Utomo"

Uropoeitika.doc
October 2019 30
Tutorial Report.docx
November 2019 33
Referat Syok.doc
June 2020 18
Biodata Coass Saraf.docx
October 2019 19