Referat Malaria Serebral Intan Fajrin.docx

  • Uploaded by: Intan Fajrin
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Malaria Serebral Intan Fajrin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,277
  • Pages: 17
BAB I PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit infeksi parasit disebabkan Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Malaria berasal dari bahasa Italia, “mala” dan “aria”, yang berarti udara yang jelek/salah. Charles Louis Alphonse Laveran tahun 1880 membuktikan bahwa malaria disebabkan oleh parasit di dalam eritrosit, Ronald Ross membuktikan siklus hidup plasmodium dan transmisi penularannya pada nyamuk. Plasmodium yang sering dijumpai ialah Plasmodium vivax (malaria tertiana, benign malaria) dan Plasmodium falciparum (malaria tropika, malignant malaria), sementara Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale sangat jarang.1,2 Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Komplikasi malaria umumnya

disebabkan

karena

P.falciparum

dan

sering

disebut

pernicious

manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita tidak imun seperti pendatang dan kehamilan. Malaria serebral merupakan komplikasi malaria yang sering menyebabkan kematian. World Health Organization (WHO) mendefinisikan malaria serebral sebagai infeksi Plasmodium falciparum yang disertai penurunan kesadaran/koma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang dan derajat penurunan kesadaran dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS).1,3 Infeksi malaria mengenai sekitar 5% populasi dunia dan menimbulkan 0,5 – 2,5 juta kematian setiap tahun. Malaria masih sering dijumpai di daerah endemik di Indonesia, misalnya di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya. Secara sporadik juga ditemui pada beberapa kota besar di Indonesia, umumnya sebagai kasus impor. Malaria berat terjadi pada 5-10% dari seluruh penderita malaria dan sekitar 20% merupakan kasus fatal dengan mortalitas 10-20%. 3 Sampai saat ini, patofisiologi malaria serebral masih belum dimengerti dengan baik terutama aspek biomolekuler. Terdapat beberapa hipotesis yaitu hipotesis 1

mekanikal, permeabilitas, humoral, dan hipotesis lainnya. Sedangkan penanganan malaria saat ini menggunakan obat ACT (artemisinin base combination treatment), seirama dengan pedoman WHO.4 Tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan, serta Standar Kompetensi Dokter Umun yang harus mampu mendiagnosis, menatalaksana, dan merujuk pasien, serta peran preventif seorang dokter umum untuk pencegahan dan deteksi dini guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitasnya terutama di negara-negara berkembang terutama di Indonesia menjadi dasar pembuatan ilmiah ini.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler dari genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria pada manusia antara lain: Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi. Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang

non-imun adalah malaria serebral. Sistem imun sangat

penting dalam patogenesis dari malaria serebral.3,5

2.1.1 Epidemiologi Terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun demikian masih sering dijumpai pula didaerah endemik seperti di Jepara ( Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.3 Pada daerah endemik Afrika, malaria serebral terutama banyak pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Hampir 10% anak yang sembuh dari malaria serebral menderita sekuele neurologi yang penting. Sekuele ini adalah hemiparesis pada lebih dari 50%, kebutaan kortikal dan gejala lain yang difus. Namun, penyembuhan sempurna terjadi dalam kira-kira 6 bulan pada separuh anak yang pulang dengan masalah neurologi pasca malaria serebral. Di daerah endemis, anemia berat sering menjadi komplikasi malaria berat pada anak, dengan kematian yang sering disebabkan oleh anemia (yaitu kegagalan curah jantung tinggi).6

3

2.1.2 Siklus Hidup Malaria

Gambar 1. Siklus hidup malaria (Sumber: http://www.cdc.gov/malaria/about/biology, 2016) Siklus hidup parasit malaria melalui 2 host yaitu nyamuk dan manusia. Saat mengisap darah, nyamuk anopheles betina yang terinfeksi malaria menginokulasikan sporozoit ke tubuh manusia ❶. Sporozoit menginfeksi sel hepar ❷ kemudian menjadi dewasa sebagai skizon ❸ intrahepatik atau skizon pre/ekstraeritrosit (A). P. vivax and P. ovale memiliki stadium dorman, yakni hipnozoit yang tetap tinggal di dalam hepar dan dapat menimbulkan relaps dengan menginvasi aliran darah berminggu-minggu atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Skizon yang pecah ❹ dapat melepaskan 10.00030.000 merozoit ke sirkulasi darah. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sistem retikuloendotelial di limpa dan mengalami fagositosis. Merozoit yang lolos dari fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit ❺ dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Parasit akan mengalami multiplikasi aseksual di dalam eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk trofozoit cincin. Setelah 36 jam di dalam eritrosit trofozoit cincin mengalami pematangan menjadi skizon (skizogoni eritrosit) (B) yang kemudian pecah dan melepaskan 6-36 merozoit ❻ yang siap menginfeksi eritrosit

4

lain. Siklus aseksual ini sekitar 48 jam pada P. falciparum, P. vivaxdan P. ovale, sedangkan pada P. malariae adalah 72 jam. Beberapa parasit akan berdiferensiasi menjadi stadium seksual eritositik (gametosit jantan dan betina) ❼. Gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina (makrogametosit) ditelan oleh nyamuk anopheles saat mengisap darah manusia ❽, terjadi siklus seksual di dalam tubuh nyamuk dan menghasilkan zigot ❾. Multiplikasi parasit dalam tubuh nyamuk disebut siklus sporogonik. Zigot kemudian menjadi motil dan ber-elongasi (ookinet) ❿ yang kemudian menginvasi dinding usus nyamuk dan berkembang menjadi bentuk oosit ➀. Oosit akan menjadi matang, pecah dan melepaskan sporozoit ➁ yang akan bermigrasi ke kelenjar liur nyamuk, siap menginfeksi manusia. Inokulasi sporozoit ke manusia berikutnya mengulang siklus hidup malaria ❶. Dalam waktu 13 hari setelah inokulasi, jumlah parasit telah meningkat dari 10 menjadi 10 parasit dan gejala klinis dapat menjadi parah dengan cepat.7,8,9

2.1.3 Patogenesis Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence –nya rendah.

5

2.1.4 Gejala Malaria Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut. a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat. b. Nafsu makan menurun. c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah. d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum. e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa. f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran. g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria. Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu: a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium berkeringat b. Splenomegali (pembengkakan limpa) c. Anemi yang disertai malaise Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: a. Stadium dingin Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium Demam

6

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita. c. Stadium Berkeringat Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadangkadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini.

7

Kadang–kadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang-ulang dan infeksi yang cukup berat. Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P. falciparum, P. vivax, dan P. ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (P. malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009) mengemukakan bahwa karakteristik parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya terhadap populasi manusia. P. falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan daerahdaerah tempat parasit yang lain lebih menonjol. P. vivax dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap dorman dalam sel hati untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan menginvasi darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan mampu mengembangkan ketahanannya terhadap obat antimalaria.

2.2 Malaria Serebral Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang memenuhi 3 kriteria, yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap > 30 menit setelah kejang (GCS < 11, Blantyre coma scale < 3) disertai adanya P. falciparum yang ditunjukkan dengan hapusan darah dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan. 2.2.1 Patogenesis10 Sampai saat ini masih belum memuaskan dan belum dimengerti dengan baik patogenesis dan patofisiologi malaria serebral. Ada tiga teori yang dikemukakan,

8

yaitu Teori Mekanis (Sitoadherens, Rosetting dan Deformabilitas Eritrosit), Teori Toksik dan Teori Permeabilitas. Namun tidak banyak perbedaan antara ketiga teori tersebut dimana teori yang satu saling terkait dengan teori yang lain (Dondorp, 2005): a. Teori Mekanis 1) Sitoadherens Plasmodium falciparum merupakan satu-satunya spesies yang dapat menginduksi sitoadherens ke endotelium vaskular eritrosit yang mengandung parasit matur. Sebagai parasit matur, protein parasit dibawa

dan

dimasukkan

ke

membran

eritosit.

Sitoadherens

menyebabkan penyerapan eritrosit berparasit pada mikrosirkulasi, terutama kapiler dan post kapiler venula. Penelitian menunjukkan, penyerapan eritrosit berparasit lebih banyak pada otak, tetapi juga pada hati, mata, jantung, ginjal, intestinum dan jaringan adiposa. Penyerapan yang paling menonjol pada serebrum, serebelum (medula oblongata). Dari penelitian pada anak dengan malaria serebral didapatkan penyerapan eritrosit berparasit dan akumulasi platelet intravaskular, yang berperan adalah sitoadherens. 2) Deformabilitas eritrosit dan rosetting. Eritrosit berparasit yang dapat melakukan sitoadherens juga dapat melakukan resetting, dimana berkelompoknya eritrosit berparasit yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit non parasit.

Proses ini

mempermudah terjadinya sitoadherens karena obstruksi aliran darah dalam jaringan. Adanya sitoadherens, roset, penyerapan eritorsit berparasit dalam otak dan menurunnya deformabilitas eritrosit berparasit menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi akibatnya terjadi hipoksia jaringan.

b. Teori Toksik Pada Malaria berat dengan infeksi berat, konsentrasi sitokin proinflamasi dalam darah seperti TNF alfa, IL-1. IL-6, dan IL-8 meningkat,

9

begitu juga dengan sitokin Th2 anti inflamasi (IL-4 dan IL-10). Stimulator yang menginduksi produksi sitokin proinflamasi oleh leukosit adalah glycosylphosphatidylinositol

(GPI)

yang dimiliki

oleh

Plasmodium

falciparum. GPI (glycosylphosphatidylinositol) menstimulasi produksi TNF alfa dan juga limfotoksin. Kedua sitokin tersebut dapat meregulasi ekspresi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule – 1) dan VCAM-1 pada sel endotelium, kemudian terjadi penyerapan eritrosit berparasit di otak, dan menyebabkan koma. Peningkatan konsentrasi plasma TNF alfa pada pasien dengan malaria falciparum berhubungan dengan keparahan penyakit, termasuk koma, hipoglikemia, hiperparasitemia dan kematian. Selain hal tersebut, TNF alfa juga menyebabkan pelepasan NO (Nitrit Oksida). Pelepasan NO (Nitrit Oksida) mengakibatkan kelainan neurologis karena mengganggu neurotransmitter.

c. Teori Permeabilitas Terdapat sedikit peningkatan permeabilitas vaskular pada malaria berat, namun Blood Brain Barrier (BBB) pada pasien dewasa dengan malaria serebral secara fungsional utuh. Penelitian pada anak – anak afrika dengan malaria serebral memperlihatkan peningkatan permeabilitas BBB (Blood Brain Barrier) dengan disrupsi endotel interseluler. Penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa dengan malaria serebral tidak memperlihatkan adanya oedem serebral. Namun pada anak – anak afrika, frekuensi oedem serebral lebih banyak terjadi, meskipun tidak secara konsisten ditemukan. Disebutkan pula, pembukaan tekanan lumbal pungsi pada pasien dewasa biasanya normal, namun meningkat > 80% pada anak dengan malaria serebral. Peningkatan tekanan intrakranial sebagian disebabkan oleh penyerapan eritrosit berparasit oleh otak.

10

Gambar 2. Platelet dan mikropartikel merupakan elemen patogenik pada malaria serebral

Berdasarkan gambar 2 diatas diketahui bahwa: Selama fase akut malaria serebral, terlihat adanya peningkatan level mikropartikel endotelial dalam plasma dari pasien mencerminkan aktivasi endotel secara luas dan atau terjadi perubahan, disebabkan karena peningkatan level TNF (Tumour Necrosis Factor). Secara in vitro, platelet dapat memperkuat ikatan antara erirosit berparasit (PRBC) dengan sel endotel dan menyebabkan molekul adhesi baru antara 2 tipe sel. Juga, platelet mampu menginduksi

perubahan

PRBC

monolayer

endotel,

terutama

dengan

meningkatkan permeabilitas dan mempromosikan apoptosis.

2.2.2

MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis yang didapatkan pada malaria serebral dibagi menjadi 2 fase, yaitu:11 a. Fase prodromal: gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala.

11

b. Fase akut: gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya komplikasi seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah, gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan kematian. Pada fase akut ini dalam pemeriksaan fisik akan ditemukan cornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal.

2.2.3

PENEGAKKAN DIAGNOSIS Penegakkan diagnosis malaria serebral adalah ditemukannya : a. Gejala klinik: trias malaria (demam, menggigil dan berkeringat), sakit kepala, gangguan mental, nyeri tengkuk, kaku otot dan kejang umum. b. Pemeriksaan fisik: 1) Sering dijumpai splenomegali dan hepatomegali. 2) Gangguan kesadaran atau koma (biasanya 24 – 72 jam)  dewasa GCS < 11 dan anak Blantyre coma score < 3. c. Pemeriksaan Penunjang 1) Pada pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dijumpai bentuk aseksual dari Plasmodium falciparum. 2) Tidak ditemukan infeksi lain. 3) Hipoglikemi, hiponatremi, hipofosfatemi, pleositosis sampai 80 sel/mikron3, limfosit sampai 15 sel/mikron3. 4) Analisa cairan serebrospinal  adanya peningkatan limfosit > 15/ul. 5) CT dan MRI  edema serebral.

2.2.4

DIAGNOSIS BANDING a. Meningitis Untuk membedakan meningitis bakterial dan malaria cerebral diperlukan hasil dari pemeriksaan laboratorium, diantaranya penemuan

12

plasmodium pada apusan darah, hitung leukosit pada CSS, kultur darah dan CSS, serta tes antigen bakteri pada CSS.12 b. Tifoid ensefalopati Pemeriksaan darah dapat menentukan jenis bakteri atau parasit yang menyebabkan ensefalopati yang di derita, baik akibat salmonella typhii maupun plasmodium.13 c. Tetanus Pada malaria dan tetanus yang terjadi pada anak sering menunjukkan gejala opistotonus. Hal tersebut harus dibedakan melalui anamnesis yang detail, seperti riwayat luka sebelumnya dan demam yang menyertai. pada tetanus terdapat riwat luka sebelumnya yang merupakan port de entry kuman Clostridium tetani. Riwayat demam hanya ditemukan pada 60% pasien tetanus. Pada malaria serebral gejala opistotonus biasanya dibarengi dengan keadaan koma (penurunan kesadaran), tidak seperti pada tetanus yang kesadarannya baik. d. Penyakit pembuluh darah otak (stroke hemoragik/nonhemoragik) Pada malaria serebral, demam timbul sebelum kelainan neurologik, sedangkan pada penderita stroke, demam timbul setelah kelainan neurologik dan biasanya dijumpai lateralisasi.12 e. Penyakit endokrin/metabolik (diabetes dan tiroid) Salah satu gejala malaria serebral adalah koma (penurunan kesadaran). Namun koma pada malaria serebral dan koma oleh penyebab lain harus dibedakan untuk penatalaksanaan. Koma diabetik dapat diketahui dari pemeriksaan gula darah. Koma hipotiroid dan krisis tiroid dapat diketahui dari gejala klinik yang lain.12

13

2.2.5

PENATALAKSANAAN Terapi yang diberikan untuk pasien malaria serebrum karena infeksi Plasmodium falciparum berdasarkan pada terapi ACT (Artemisin Combination Therapy) a. Pengobatan Lini – 1

Tabel 1. Terapi ACT Lini - 1 Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Ha ri

1

1–4

0- 1

2 – 11

bulan

bulan

Artesunate

¼

½

1

Amodiakuin

¼

½

Primakuin

--

Artesunate

Dosis tunggal

tahu

5–9

10



> 15

14

tahu

tahun

n

2

3

4

1

2

3

4

--

¾



2

2-3

¼

½

1

2

3

4

Amodiakuin

¼

½

1

2

3

4

Artesunate

¼

½

1

2

3

4

Amodiakuin

¼

½

1

2

3

4

n

tahun

2

3

Setelah pemberian Lini – 1, kemudian dipantau dari hari pertama pemberian sampai hari ke 28. Dikatakan gagal pengobatan Lini – 1, bila dalam 28 hari setelah pemberian obat: 1) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif atau 2) Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali. 3)

14

b. Pengobatan Lini – 2 Tabel 2. Terapi ACT Lini - 2 Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur

Ha ri

Dosis tunggal

0 – 11

1–4

5–9

10 – 14

> 15

Bulan

tahun

tahun

tahun

tahun

3x½

3x1

3 x 1½

3 x (2-3)

3 x 10 Kina

mg/kg BB

1 Doksisiklin

--

--

--

2 x 50mg

2 x 100mg

Primakuin

--

¾



2

2-3

3x½

3x1

3 x 1½

3x2

--

--

--

2 x 50mg

2 x 100mg

Dosis Tetrasiklin

--

--

--

Dosis Clindamycin

--

--

--

3 x 10 2 – Kina

mg/kg

3

BB Doksisiklin

2.2.6

4

x

4

mg/kg BB 2

x

10

mg/kg BB

4 x 250 mg 2

x

10

mg/kg BB

PENCEGAHAN a. Pemberian obat anti malaria secara teratur pada anak tiap jadwal vaksinasi rutin untuk mencegah komplikasi malaria dan anemia. b. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan c. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat14

15

d. Penegakan diagnosis secara dini14

2.2.7

KOMPLIKASI a. Kecacatan b. Defisit neurologis, misalnya kelemahan, paralisis flaccid, kebutan, gangguan bicara dan epilepsi15 c. Kematian14

2.2.8 PROGNOSIS3 a.

Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.

b.

Kegagalan fungsi organ Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.

c.

Kepadatan parasit Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count) semakin padat/ banyak jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.

d.

Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal) Pada malaria serebral kadar laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2 mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l memiliki prognosa yang fatal.

16

BAB III KESIMPULAN Malaria adalah penyakit infeksi parasit disebabkan Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita tidak imun seperti pendatang dan kehamilan. Malaria serebral merupakan komplikasi malaria yang sering menyebabkan kematian. World Health Organization (WHO) mendefinisikan malaria serebral sebagai infeksi Plasmodium falciparum yang disertai penurunan kesadaran/koma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang dan derajat penurunan kesadaran dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS). Sampai saat ini, patofisiologi malaria serebral masih belum dimengerti dengan baik terutama aspek biomolekuler. Terdapat beberapa hipotesis yaitu hipotesis mekanikal, permeabilitas, humoral, dan hipotesis lainnya. Sedangkan penanganan malaria saat ini menggunakan obat ACT (artemisinin base combination treatment), seirama dengan pedoman WHO.

17

Related Documents

Referat Malaria
April 2020 9
Malaria
June 2020 37
Malaria
November 2019 72
Malaria!!!
November 2019 58
Malaria
May 2020 40

More Documents from ""