Pembangunan Fisik di DKI Jakarta
DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi baik dari segi kependudukan, perekonomian, perkembangan sosial dan lain sebagainya. Pertumbuhan-pertumbuhan tersebut menuntut adanya infrastruktur pendukung yang memadai untuk menunjang segala kebutuhan yang ada. Kerumitan mengenai kebutuhan infrastruktur juga ditambah dengan adanya perkembangan socio-culture yang kompleks karena sebagai ibukota negara, Jakarta diisi oleh beragam suku, etnik, dan ras dari seluruh Indonesia bahkan negara asing. Penulis akan mencoba memaparkan beberapa sudut pandang poin analisis pembangunan infrastruktur baik yang sudah maupun yang sedang dilakukan di kota Jakarta, antara lain: 1. Pembangunan Infrastruktur Gedung dan Perumahan Pesatnya pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan jumlah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Sehingga melahirnya kebutuhan-kebutuhan sosial baru dengan jumlah yang banyak pula. Hal tersebut yang mendesak adanya pembangunan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan sosial itu, seperti gedung-gedung apartemen, rumah susun, perkantoran, pusat perbelanjaan, perumahan-perumahan, pusat hiburan, dan lain sebagainya. Sehingga tiap tahunnya Kota Jakarta pasti memiliki prasarana sosial untuk digunakan oleh masyarakat. Namun dengan dibangunnya infrastruktur sosial seperti gedung-gedung, perumahan, pusat perbelanjaan dan lain-lainnya, menimbulkan beberapa dampak lain, yang diantaranya: Semakin tingginya daya tampung Kota Jakarta yang menyebabkan bertambahnya tingkat kepadatan kota. Berkurangnya ruang terbuka hijau, dan daerah resapan air, yang kemudian berakibat terjadinya banjir disaat musim hujan. Digunakannya lahan dan tanah-tanah menyebabkan tingginya penyedotan air tanah, yang berakibat pada buruknya kualitas air tanah dan berkurangnya tingkat ketinggian tanah. Oleh sebab itu butuh kajian yang baik mengenai pembangunan infrastrukstur sosial ini terhadap daya lingkungan yang digunakan.
2. Pembangunan Jalan Tol dan Jalan Layang Pembangunan Jalan Tol dan Jalan Layang ditujukan untuk memecah atau mengurangi kemacetan yang terjadi di Kota Jakarta. Namun pembangunan infrastruktur jalan ini kerap mengabaikan aspek dan dampak lain yang akan timbul seperti semakin banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang tak terkontrol. Dampaknya terhadap lingkungan adalah semakin tingginya tingkat polusi dan apabila pembangunan jalan tidak memperhatikan sistem drainase yang baik maka akan menimbulkan dampak lain yaitu banjir. Oleh karena itu, pembangunan jalan haruslah diimbangi oleh pengendalian jumlah kendaraan bermotor dan perhatian untuk jalur hijau/penghijauan. 3. Reklamasi Pantai Utara Jakarta Reklamasi pantai utara Jakarta merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi keterbatasan lahan yang dihadapi oleh Kota Jakarta. Lahan yang diciptakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur sosial seperti perumahan, perkantoran, dan lain-lain. Namun masalah lain pun muncul seperti ancaman rob di kawasan pantai utara, rusaknya ekosistem dan habitat laut dan mangrove, pencemaran air laut. Sehingga dibutuhkan kajian khusus dan rumusan kebijakan berkelanjutan mengenai lahan hasil reklamasi ini terkait pengawasan atas pengelolaan lahan dengan memperhatikan keberlangsungan ekosistem dan lingkungan hidup di daerah reklamasi. 4. Pembangunan BKT (Banjir Kanal Timur) Pembangunan Banjir Kanal Timur merupakan upaya pemerintah Kota Jakarta dalam memecahkan permasalahan banjir secara umum dan di sisi timur Jakarta secara khusus. BKT juga ditujukan sebagai sarana konservasi air untuk menampung air tanah dan air baku. Selain itu BKT diwacanakan sebagai prasarana transportasi air publik untuk mengurangi kemacetan di jalan raya. Namun dari ketiga tujuan yang diwacanakan, wacana BKT sebagai prasarana transportasi publik kini tidak berjalan dengan semestinya. Selain sepi peminat, prasarana BKT tidak didukung dengan sarana transportasi yang nyaman dan memadai. Tetapi keberadaan BKT sudah mampu memecah banjir di kota Jakarta bagian timur. 5. Pembangunan Busway, MRT/Monorail
Pembangunan Busway, MRT/Monorail merupakan upaya pemerintah Kota Jakarta dalam mengadakan infrastruktur transportasi untuk memecah kemacetan. Pengadaan Busway sudah lebih dulu dilakukan di tahun 2004 dengan pembangunan secara bertahap hingga 12 koridor. Di tahun 2014 ini, pembangunan MRT yang termasuk didalamnya Monorail dilanjutkan setelah terhenti lebih dari 5 tahun. Infrastruktur transportasi ini ditujukan untuk menghubungkan masyarakat dari satu destinasi ke destinasi lain tanpa harus menggunakan kendaraan pribadi. Dengan begitu diharapkan akan menekan tingkat kepadatan transportasi di jalan raya, tingkat polusi udara, dengan biaya yang murah. Permasalahan dalam pengadaan infrastruktur ini lagi-lagi adalah tidak adanya pengawasan dan pengontrolan setelahnya. Dalam kasus busway, akibat kurangnya perawatan terhadap armada lama, banyak bus-bus yang rusak yang membahayakan penumpang. Kesimpulan Secara umum Kota Jakarta memiliki rencana pembangunan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan daerahnya cukup baik. Namun perencanaan dan pembangunan yang dilakukan tidak diimbangi dan dibarengi dengan pengawasan secara berkelanjutan terhadap infrastruktur yang dibangun. Sehingga infrastruktur yang ditujukan untuk memecahkan suatu permasalahan malah melahirkan masalah-masalah baru.