TUGAS MAKALAH FALSAFAT ILMU Perkembangan Ilmu dari Mitos – Legenda sampai Science Modern Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Ilmu dan Isu Kebumian
Disusun Oleh : Tiwi Oktarisma (270110180008) M.Rayhan Fadilah (270110180009) M.Fadli Ramsya Lubis (270110180107) Fadlurrahman Zaki (270110180185)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA.
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmar, karunia, serta taufik dan hidayahnya karena kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Filsafat Ilmu” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. SAW. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Prof. Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA. selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu UNPAD yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Filsafat Ilmu. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.
Bandung, 24 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................... 4 1.1
Latar Belakang ............................................................................ 4
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3
Tujuan........................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................ 6 2.1
Mitos - Legenda ........................................................................... 6
2.2
Perkembangan Sains Modern .................................................... 9
A. Kelemahan Sains Modern ........................................................... 10 B. Kelebihan Sains Modern ............................................................. 10 C. Metode Ilmiah Sains Modern ...................................................... 10 BAB III..................................................................................................... 16 3.1
Simpulan ..................................................................................... 16
3.2
Saran ........................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Sebab, hal ini terkait dengan kisah perjalanan peradaban dunia. Selain itu, dengan memahami sejarah ilmu pengetahuan, maka kita bisa memahami asal usul sebuah pemikiran dan belajar tentang hal yang baik dan buruk dari sejarah tersebut. Dengan demikian akan diperoleh sebuah konsep pengetahuan yang lebih baik dan terbaru demi meningkatkan pengetahuan manusia. Banyak kisah yang mewarnai sejarah perkembangan ilmu pengetahuan mulai dari kegagalan sampai penemuan – penemuan yang dianggap spektakuler. Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan tidak terpusat pada satu tempat saja melainkan menyebar dari Babylonia, Mesir, Cina, India, Irak, Yunani hingga ke daratan Eropa. Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Uraian sejarah perkembangan ilmu pengetahuan mengacu kepada pemikiran filsafat di Barat. Hal ini dapat mencerminkan perkembangan ilmu pengetahuan di barat secara utuh mampu mempengaruhi peradaban dunia. Diawali dari periode filsafat Yunani yang pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman Modern.
Namun, pada makalah ini kami akan menguraikan lebih dalam mengenai perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Yunani kuno hingga zaman Modern
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya. 1. Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Yunani kuno? 2. Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Modern?
1.3 Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Yunani Kuno. 2. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Modern.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Mitos - Legenda Masa Yunani Kuno. Pada tahap awal kelahirannya filsafat menampakkan diri sebagai suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa Yunani, baru sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada waktu itu, filsafat berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos). Pertanyaan Thales yang menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan biasa seperti apa rasa kopi ?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?, pertanyaan Thales yang merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot yang dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the world stuff ?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam, namun Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the basic principle of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan prinsip dasar alam semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud Kemudian silih berganti Filsuf memberikan jawaban terhadap bahan dasar (Arche) dari semesta raya ini dengan argumentasinya masing-masing. Anaximandros (610-540 S.M) mengatakan Arche is to Apeiron, Apeiron adalah sesuatu yang paling awal dan abadi, Pythagoras (580-500 S.M) menyatakan bahwa hakekat alam semesta adalah bilangan, Demokritos (460-370 S.M) berpendapat hakekat alam semesta adalah Atom, Anaximenes (585-528 S.M) menyatakan udara, dan Herakleitos (544484 S.M) menjawab asal hakekat alam semesta adalah api, dia berpendapat bahwa di dunia ini tak ada yang tetap, semuanya mengalir. Variasi jawaban yang dikemukakan para filsuf menandai dinamika pemikiran yang mencoba mendobrak dominasi mitologi, mereka mulai secara intens memikirkan tentang Alam/Dunia, sehingga sering dijuluki sebagai Philosopher atau akhli tentang Filsafat Alam (Natural
Philosopher), yang dalam perkembangan selanjutnya melahirkan Ilmu-ilmu kealaman. Diantara filsuf terkenal yang banyak mencurahkan perhatiannya pada kehidupan S.M), yang
manusia dia
sangat
cenderung
adalah menentang
mempermainkan
Socrates ajaran
(470-399 kaum
Sofis
kebenaran, Socrates berusaha meyakinkan
bahwa kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang objektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dia mengajukan pertanyaan pada siapa saja yang ditemui dijalan untuk membukakan batin warga Athena kepada kebenaran (yang benar) dan kebaikan (yang baik). Dari prilakunya ini pemerintah
Athena
menganggap Socrates sebagai penghasut, dan akhirnya dia dihukum mati dengan jalan meminum racun. Sesudah Socrates meninggal, filsafat Yunani terus berkembang dengan Tokohnya Plato (427-347 S.M), salah seorang murid Socrates. Diantara pemikiran Plato yang penting adalah berkaitan dengan pembagian relaitas ke dalam dua bagian yaitu realitas/dunia yang hanya terbuka bagi rasio, dan dunia yang terbuka bagi pancaindra, dunia pertama terdiri dari idea-idea, dan dunia ke dua adalah dunia jasmani (pancaindra), dunia ide sifatnya sempurna dan tetap, sedangkan dunia jasmani selalu berubah. Dengan pendapatnya tersebut, menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil
mendamaikan pendapatnya
Herakleitos
dengan
pendapatnya
Permenides, menurut Herakleitos segala sesuatu selalu berubah, ini benar kata Plato, tapi hanya bagi dunia Jasmani (Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga benar kata Plato, tapi hanya berlaku pada dunia idea saja. Dalam sejarah Filsafat Yunani, terdapat seorang filsuf yang sangat legendaris yaitu Aristoteles (384-322 S.M), seorang yang pernah belajar di Akademia Plato di Athena. Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru pribadinya Alexander Agung selama dua tahun, sesudah itu dia kembali lagi ke Athena dan mendirikan Lykeion, dia sangat mengagumi pemikiran-pemikiran Plato meskipun dalam filsafat,
Aristoteles mengambil jalan yang berbeda (Aristoteles pernah mengatakan-ada juga yang berpendapat bahwa ini bukan ucapan Aristoteles- Amicus Plato, magis amica veritas – Plato memang sahabatku, tapi kebenaran lebih akrab bagiku – ungkapan ini terkadang diterjemahkan bebas menjadi “Saya mencintai Plato, tapi saya lebih mencintai kebenaran”) Aristoteles mengkritik tajam pendapat Plato tentang idea-idea, menurut Dia yang umum dan tetap bukanlah dalam dunia idea akan tetapi dalam benda-benda jasmani itu sendiri, untuk itu Aristoteles mengemukakan teori Hilemorfisme (Hyle = Materi, Morphe = bentuk), menurut teori ini, setiap benda jasmani memiliki dua hal yaitu bentuk dan materi, sebagai contoh, sebuah patung pasti memiliki dua hal yaitu materi atau bahan baku patung misalnya kayu atau batu contoh tersebut hanyalah untuk memudahkan pemahaman, sebab dalam pandangan Aristoteles materi dan bentuk itu merupakan prinsip-prinsip metafisika untuk memperkukuh dimungkinkannya Ilmu pengetahuan atas dasar bentuk dalam setiap benda konkrit. Teori hilemorfisme juga menjadi dasar bagi pandangannya tentang manusia, manusia terdiri dari materi dan bentuk, bentuk adalah jiwa, dan karena bentuk tidak pernah lepas dari materi, maka konsekwensinya adalah bahwa apabila manusia mati, jiwanya (bentuk) juga akan hancur. Disamping pendapat tersebut Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak Logika yaitu suatu cara berpikir yang teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab akibat. Dia adalah yang pertama kali membentangkan cara berpikir teratur dalam suatu sistem, yang intisarinya adalah Sylogisme (masalah ini akan diuraikan khusus dalam topik Logika) yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan umum atas hal yang khusus (Mohammad Hatta, 1964). Abad Pertengahan. Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus berkembang dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan pemikiran manusia meskipun dengan corak dan titik tekan yang berbeda. Periode sejak meninggalnya Aristoteles (atau sesudah meninggalnya Alexander Agung (323 S.M) sampai menjelang lahirnya Agama Kristen oleh Droysen (Ahmad Tafsir. 1992)
disebut periode Hellenistik (Hellenisme adalah istilah yang menunjukan kebudayaan gabungan antara budaya Yunani dan Asia Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir Kuno). Dalam masa ini Filsafat ditandai antara lain dengan perhatian pada hal yang lebih aplikatif, serta kurang memperhatikan Metafisika, dengan semangat yang Eklektik (mensintesiskan pendapat yang berlawanan) dan bercorak Mistik. Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf terkenal seperti Al Kindi (801865 M), Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd (1126-1198), sementara itu di dunia Kristen lahir Filsuf-filsuf antara lain seperti Peter Abelardus (1079-1180), Albertus Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Mereka ini disamping sebagai Filsuf juga orangorang
yang
mendalami
ajaran
agamanya
masing-masing,
sehingga
corak
pemikirannya mengacu pada upaya mempertahankan keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam banyak hal terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar tidaknya suatu hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional). 2.2 Perkembangan Sains Modern Perkembangan sains sejak abad ke-18 relatif berlangsung dengan cepat yang ditandai oleh penemuan-penemuan serta teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli ilmuan dalam berbagai bidang ilmu yang dilandasai oleh eksperimen yang mereka yakini kebenarannya disamping itu perkembangan sains tersebut juga ditandai oleh makin banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan baru yang merupakan produk hasil-hasil penemuan yang makin mendalam. Untuk mewadahi berbagai macam sains yang mengalami perkembangan dengan cepat tersebut digunakan istilah sains modern. Oleh karena banyaknya cabang ilmu pngetahuan yang berkembang dari abad ke abad, tentu tidak akan mungkin menguraikan atau membahas perkembangannya satu per satu. Pada abad ke-20 berbagai penemuan dalam bidang teknologi sempat mengubah peri kehidupan masyarakat dengan adanya berbagai produk teknologi yang makin canggih. Produk teknologi
yang demikian ini sangat mendukung
perkembangan sains selanjutnya. Salah satunya ialah Tycho Brahe yang menekuni bidang astronomi dengan membuat alat-alat untuk melihat benda-benda angkasa. Mesti dipahami bahwa sains modern lahir dari semacam pemberontakan (revolusi ilmiah) terhadap dogma-dogma sebelumnya. Hal ini berawal dari ketidakpuasan terhadap metafisika tradisional yang dianggap tidak dapat menjawab berbagai kebutuhan dan tuntutan hidup manusia. Oleh karenanya, reaksi yang muncul dalam gerakan sains modern adalah kecenderungan untuk meninggalkan metafisika, dan beralih kepada pendewasaan rasio. Yang kemudian melahirkan filsafat dan sains modern. A. Kelemahan Sains Modern Sains modern pada awalnya adalah hasil pemberontakan terhadap otoritas teologi atau dogma-dogma dan ditambah kecenderungan rasio semata, sehungga perkembangannya hingga saat ini berjalan dengan hanya dua aspek, yaitu teoretis dan efisiensi tanpa memikirkan aspek keagamaan sebagai patron dari segi etika atau nilai-nilai keagamaan. B. Kelebihan Sains Modern Dengan aspek teoreti, perkembangan ilmu teori bisa berkembang pesat teknologi-taknologi yang bisa kita rasakan sekarang ini, dan dengan aspek efisiensi, pengaplikasian tekonologi dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai aktivitas kehidupan menjadi semakin praktis. C. Metode Ilmiah Sains Modern Sains modern memiliki cara tersendiri sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan yang benar, cara itu disebut metode ilmiah. Metode ilmiah, tidak lain adalah cara menghubungkan kejadian-kejadian secara sistematis. Unsur pertama berupa pengamatan, yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah, dan akan berakhir dengan pengamatan pula. Oleh karena itu, permulaan dan akhir ini hanya merupakan pembagian yang besifat nisbi.
Selain itu abad ke-20 merupakan abad yang dipenuhi dengan dinamika sejarah dan kehidupan. Sejumlah peristiwa besar yang melibatkan emosi dan pengaruh kuat terjadi pada abad ini. Dalam waktu hanya sekitar 30 tahun telah terjadi dua kali perang dunia yang melibatkan berbagai negara dan kawasan. Saat inipun dunia masih dibayang-bayangi ancaman perang dunia berikutnya. Kolonialisme dan imperialisme dalam berbagai bentuknya terjadi di banyak negara pada berbagai kawasan. Sekaligus upaya kemerdekaan suatu bangsa juga terus bergejolak bahkan hingga akhir abad ini. Keseluruhan peristiwa tersebut tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sains. Sejalan dengan dinamika politik tersebut, berbagai teori sains dan penemuan besar dihasilkan pada abad ini. Teori Evolusi Darwin menemui bentuk setelah mendapat dukungan Neo-Darwinisme abad 20. Teori fisika klasik ditumbangkan oleh Teori Relativitas Einstein. Konsepsi tentang atom dalam pandangan fisika dan kimia klasik diruntuhkan oleh Teori Kuantum yang dibangun oleh beberapa Teori Modern. Penemuan-penemuan genetika mendorong kemajuan biologi molekuler dan menggairahkan kembali pengembangan ilmu-ilmu biologi yang semula dianggap sudah hampir selesai. Teknologi yang kemudian berkembang semakin mempercepat laju perkembangan sains dan banyak merubah cara pandang dan prilaku manusia dalam kehidupan. Penemuan-penemuan listirk dan komunikasi, teknologi transportasi dan penerbangan antariksa, informatika dan sibernetika semakin memperdekat jarak dan memperpendek waktu tempuh kehidupan. Dunia kemudian seakan terbentuk menjadi sebuah kampung besar tanpa batas-batas demografis (The Borderless World). Beberapa Trend dan Fenomena Perkembangan Sains Abad ke-20: 1. Relasi Sains & Industri: Dominasi Teknologi dalam kehidupan dan Zona Mabuk Teknologi Sejak masa-masa revolusi industri, perkembangan sains didorong oleh kepentingan untuk pengembangan teknologi dan pemenuhan kebutuhan kehidupan yang mudah dan cepat. Penemuan-penemuan sains pada gilirannya segera diikuti dengan upaya untuk memproduksi teknologi yang berbasis
penemuan sains itu secara massal.. Namun kemudian, teknologi menjadi pisau bermata dua, yang tidak hanya memberi banyak manfaat, tetapi juga dampak negatif yang sulit dihindari. Manusia kemudian seakan sulit melepaskan diri dari jeratan teknologi, dan banyak kehilangan makna dari kehidupan dan teknologi itu sendiri. John Nasibitt mengungkap fenomena tersebut sebagai Zona Mabuk Teknologi yang dilematis. 2. Monopoli dan Imperialisma Pengembangan teknologi memungkinkan manusia melakukan ekspansi perekonomian melampaui batas-batas negara. Pemenuhan bahan baku industri dan perlunya daerah pasar bagi hasil-hasil industri menyebabkan perlunya perluasan pengaruh industri dan peran negara dalam menguasai berbagai faktor produksi. Nafsu kekuasaan turut menyelinap sehingga mendorong lahirnya monopoli dan imperialisme terhadap negara dan bangsa lain. Sebagai kelanjutan dari imperialisme yang telah berlangsung sebelumnya, imperilisme pada abad ke20 ditopang oleh kekuatan sains dan teknologi. 3. Relasi Sains dan Industri Militer (Peperangan) Perkembangan sains segera diikuti oleh riset-riset militer, untuk mencari kemungkinan pemanfaatan berbagai penemuan dan teori sains bagi kejayaan suatu negara dalam aspek militer. Perlombaan senjata memasuki jalur cepat dan didukung oleh para ilmuwan. Teori relativitas Einstein kemudian dikembangkan menjadi bom atom, dan digunakan pada perang dunia ke-2. Melengkapi senjata kimia dan biologis, selepas perang dingin, perlombaan senjata memasuki tahap yang lebih membahayakan dengan penemuan rudal dan nuklir. 4. Astrofisika dan Teori Penciptaan Alam Semesta Selama berabad-abad manusia mencari jawab dari pertanyaan tentang asal-usul alam semesta. Banyak model dan teori yang telah diajukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sampai awal abad ke-20 model alam semesta tak terbatas masih sangat populer. Menurut model ini, alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir. Alam semseta tidak pernah diciptakan dari tidak ada menjadi
ada, tidak pula akan hancur. Menurut teori ini, yang juga menjadi dasar dari filosofi materialis, alam semesta memiliki struktur yang statis. Namun, pada tahun 1920-an terjadi lompatan besar dalam bidang astronomi. Pada tahun 1922, seorang ahli Fisika Rusia, Alexandre Friedmann menemukan bahwa alam semesta tidak memiliki struktur yang statis. Berpijak pada teori relativitas Einstein, Friedmann menghitung bahwa sebuah impuls kecil saja dapat mengakibatkan alam semesta meluas atau mengkerut. Georges Lemaitre adalah orang yang pertama menyadari pentingnya hitungan ini. Hitungan ini membawanya sampai pada kesimpulan bahwa alam semesta memiliki awal dan terus menerus mengembang semenjak permulaan sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya. Dia juga menyatakan bahwa tingkat radiasi dapat digunakan sebagai ukuran akibat dari sesuatu itu. Pemikiran teoritis kedua ilmuwan tersebut, semakin penting manakala pada 1929 seorang astronom Amerika Edwin Hubble, dengan teropongnya, menemukan bahwa bintang-bintang memancarkan cahaya geser merah (red shift) tergantung pada jarak mereka. Dia menemukan bahwa cahaya bintang-bintang itu bergeser ke arah ujung merah spektrum , dan bahwa pergeseran itu berkaitan langsung dengan dengan jarak bintang-bintang dari bumi. Penemuan Hubble ini mengguncang teori steady state (keadaan tetap) dan memunculkan teori Big Bang. Penemuan-penemuan berikutnya memperkuat teori ini. Pada tahun 1948, George Gamov mengembangkan lebih jauh perhitungan Lemaitre dan menghasilkan gagasan baru mengenai alam semesta. Jika alam semesta terbentuk dalam sebuah ledakan besar yang tiba-tiba, maka harus ada sejumlah tertentu radiasi yang ditinggalkannya dari ledakan tersebut. Radiasi ini harus bisa dideteksi dan harus sama di seluruh alam semesta. Pada tahun 1965, bukti dari pengamatan dari dugaan Gamov ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson yang menemukan sebentuk radiasi yang selama ini tidak teramati dan disebut radiasi latar belakang kosmik; radiasi ini tidak seperti apapun yang berasal dari seluruh alam semesta karena luar biasa seragam. Radiasi ini tidak dibatasi dan tersebar merata di seluruh jagat raya. Kemudian, pada tahun 1989,
George Smoot dan tim NASA-nya meluncurkan sebuah satelit COBE (Cosmic background Emission Explorer) yang berhasil mendeteksi dan menegaskan tingkat radiasi yang dilaporkan oleh Penzias dan Wilson. COBE berhasil memotret sisa-sisa nyata dari Big Bang dan memaksa para ilmuwan untuk mengakui kebenaran teori Big Bang ini. 5. Penguatan Relasi Sains dan Agama (Spiritualisasi Sains) Teori evolusi telah menimbulkan banyak kontroversi di kalangan agamawan sejak kemunculan buku pertamanya The Origin of Species. Sejalan dengan berkembangnya pemikiran teori evolusi Darwin tersebut, di kalangan agamawan juga muncul reaksi sistematis yang semakin menguat. Hal ini ini juga sekaligus mendorong sebagian ilmuwan menginterpretasikan peran nilai dan moral agama dalam pengembangan sains. Kajian-kajian tentang relasi sains dan agama banyak bermunculan dan menjadi kajian interdisiplin tersendiri baik di Eropa maupun Amerika. Wacana kajian ini menjadi penting mengingat agama dan sains merupakan dua di antara kekuatan-kekuatan utama yang mempengaruhi nasib sejarah kemanusiaan dulu, kini, dan masa depan. Sebab, seperti ditengarai oleh Whitehead,” Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan sejarah ditentukan oleh sikap generasi sekarang terhadap hubungan antara agama dan sains. Di antara kajian penting dalam relasi sains dan agama ini terdapat karya penting dari Ian G. Barbour yang mencoba memetakan empat madzhab tentang hubungan sains dan agama: Konflik, Independensi, Dialog, dan Integrasi. Pemetaan yang dilakukan Barbour tersebut, meski mengandung simplifikasi, tampak cukup memadai untuk membaca lanskap isu, gagasan, usulan solusi yang terbentang dalam wacana seputar hubungan agama dan sains ini. Barbour kemudian menerapkan tipologi empat madzhab ini ke dalam disiplin–disiplin keilmuan yang sering memunculkan isu-isu krusial dalam konteks hubungan sains dan agama: evolusi, kosmologi, fisika kuantum, genetika, dan neurosains. Di
kalangan ilmuwan muslim sendiri muncul arus baru islamisasi sains dan pengetahuan dalam berbagai kerangka yang beragam.
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan A. Yunani Kuno sering diartikan dengan kebangkitan, peralihan, atau lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir. Zaman ini juga disebut dengan peralihan dan kebangkitan ketika kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi kebudayaan yang modern, dan pemikiran yang terbebas dari dogmadogma agama. B. Zaman ini sebenarnya sudah terintis mulai dari abad 15 M. Tetapi, indikator yang nyata terlihat jelas pada abad 17 M dan berlangsung hingga abad 20 M. Hal ini ditandai dengan ditandai dengan adanya penemuanpenemuan dalam bidang ilmiah.
3.2 Saran Sebagai seorang mahasiswa alangkah baiknya jika kita tidak melupakan ilmu serta sejarah yang telah ada, selain itu kita juga harus lebih memahami lagi tentang perkembangan ilmu dari zaman ke zaman
DAFTAR PUSTAKA
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar . Jakarta: Bumi Aksara, Muzairi, M.Ag, Filsafat Umum, (Yogjakarta: Teras, 2009). I.R.Poedjawijatna,Pembimbing
ke
Arah
Alam
Filsafat, (Jakarta:
PT
PEMBANGUNAN,1980). Adib, Muhammad, FILSAFAT ILMU ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, DAN LOGIKA ILMU PENGETAHUAN, (Yogyakarta:PUSTAKA PELAJAR, 2010).