Nama NIM Kelas
: Sari Kristina Putri : P17220181015 : D3 1A
Mekanisme Adaptasi Stres Menggunakan LAS dan GAS 1. Komponen Fisiologis Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres : a.
Sindrom Adaptasi Lokal (LAS) Stres sifatnya universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan stress yang sama, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respons terhadap tekanan. LAS mempunyai karakteristik yaitu : Respons yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh. Dua respons setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi. Respons refleks nyeri adalah respons setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respons ini adalah adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjutan. Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk menstimulasinya. Respons adalah berjangka pendekdan tidak dapat terus menerus. Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
b. Sindrom Adaptasi Umum (GAS) GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respons neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut : Alarm Reaction (AR) tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan
individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor.
State of Resistance (SR) Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
State of Exhausthing (SE) Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksi cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang penuh ketegangan.