RESUME PSAK 30: AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK 73: SEWA PSAK 72: PENDAPATAN DARI KONTRAK DENGAN PELANGGAN
DOSEN PENGAMPU Grace Widijoko, MSA., Ak. DISUSUN OLEH Gilang Wimana Ajeng Purwandani Annisa Zulfaa Puspitarini M Naufal Nurfachrizal Amalia Afindaningrum
165020301111046 165020301111074 165020301111082 165020307111012 165020307111014
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI MALANG 2018
PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA Latar Belakang Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang "Perijinan Usaha Leasing". Sejak saat itu dan khususnya sejak tahun 1980 Jumlah perusahaan sewa guna usaha dan transaksi sewa guna usaha makin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barangbarang modal dunia usaha. Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaan swasta nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna usaha sebagai alternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di Indonesia, disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan. Perluasan cara-cara pembiayaan tersebut sejalan dengan definisi leasing atau sewa guna usaha sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut diatas yang menyatakan: "Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaranpembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama" . Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/ KMK.013/1 988 tanggal 20 Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam pasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini: a.
Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Finance lease maupun Operating lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
b.
Finance lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, di mana Penyewa Guna Usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
c.
Operating lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha di mana Penyewa Guna Usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha.
d.
Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa Guna Usaha (lessor) . " Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah pengertian dasar sewa guna usaha di
Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa guna usaha untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada hakekatnya merupakan usaha sewamenyewa biasa. Namun demikian, dengan terbukanya kemungkinan bagi perusahaan sewa guna usaha untuk memperluas bidang usahanya yang mencakup baik sewa guna usaha pembiayaan (finance lease) maupun sewamenyewa biasa (operating lease) maka dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untukmenyediakan standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi sewa guna usaha sesuai dengan karakteristik serta ruang lingkup yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Kebutuhan ini terutama lebih dirasakan pentingnya mengingat selama ini belum ada ketetapan tentang status hukum maupun perlakuan akuntansi yang jelas mengenai transaksi sewa guna usaha. Di samping itu, meskipun kegiatan sewa guna usaha di negara-negara maju relatif lebih dikenal dan berkembang, perlakuan akuntansi atas transaksi sewa guna usaha ternyata masih terbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang senantiasa menjadi obyek pertentangan. Masalah-masalah yang dihadapi dalam hubungan ini serta perkembangan akuntansi sewa guna usaha diikhtisarkan dalam Lampiran. Jenis – Jenis Sewa Guna Usaha Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis sewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut, adalah sebagai berikut: 2.1 Finance lease (Sewa Guna Usaha Pembiayaan) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi obyek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala di mana Jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga
perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan sewa guna usaha. 2.2. Operating lease {Sewa-Menyewa Biasa) Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, Jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggungjawab atas biayabiaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan. 2.3 Sales-Type Lease (Sewa Guna Usaha Penjualan) Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease) di mana dalam Jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu. 2.4
Leveraged Lease Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa
guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat dilaksanakan sebagai berikut: 3.1 Sewa Guna Usaha Langsung (Direct Lease) Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal yang menjadi obyek sewa guna usaha sehingga atas permintaannya perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal tersebut.Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan
pembiayaan melalui sewa guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi.
3.2 Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Leaseback) Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha (pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndicated Lease) Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna usaha. Sewa guna usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau karena faktor-faktor lain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha akan ditunjuk sebagai koordinator sehingga penyewa guna usaha cukup berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk melaksanakan segala sesuatu yang menyangkuttransaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan transaksi ini dapat dilakukan baik melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan dan penyewaan kembali. STANDAR AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA Dasar Pertimbangan Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 /KMK.013/1998 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan demikian, selama jangka waktu sewa guna usaha, hak milik (legal title) atas aktiva yang disewagunausahakan tetap berada pada perusahaan sewa guna usaha meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa guna usaha tanggung jawab atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa guna usaha. Terlepas dari ketentuan tersebut,/ditinjau dari aspek akuntansi, paragraf 35 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi (economic substance) dari suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (legal form). Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta resiko yang melekat pada kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai
perolehan suatu aktiva dan terjadinya kewajiban (capital lease) bagi penyewa guna usaha, dan suatu penjualan atau pembiayaan (finance lease) bagi perusahaan sewa guna usaha. Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan resiko yang melekat pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease) antara perusahaan sewa guna usaha dengan penyewa guna usaha. Tujuan Pernyataan ini dirumuskan berdasarkan beberapa alasan berikut ini: (a)
Diperlukan ketegasan tentang perlakuan dan pelaporan transaksi sewa guna usaha yang dapat mengungkapkan status aktiva yang disewagunausahakan baik bagi perusahaan sewa guna usaha maupun penyewa guna usaha.
(b)
Perlu adanya pedoman tentang keseragaman perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha sehingga data keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dianalisis dan ditafsirkan dengan mudah oleh semua pihak yang berkepentingan.
(c)
Dengan meluasnya transaksi sewa guna usaha di Indonesia setelah kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, maka perlu diatur pengungkapan yang layak dalam standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai laporan keuangan.
Kriteria Pengelompokan Transaksi Sewa Guna Usaha Berhubung dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah asas makna ekonomi, maka suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi penyewa guna usaha atau finance lease bagi perusahaan sewa guna usaha apabila dipenuhi semua kriteria berikut ini: (a)
Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang disewagunausaha pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
(b)
Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang disewa gunausaha serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha (full payout lease).
(c)
Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi sewa guna usaha dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease).
Perlakuan Akuntansi oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor) 4.1
Finance lease
1.
Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai penanaman neto sewa guna usaha. Jumlah penanaman neto tersebut terdiri dari Jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangi dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan simpanan jaminan (security deposit).
2.
Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan harga perolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
3.
Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala (periodic rate of return) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha.
4.
Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
5.
Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa Guna Usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
4. 2 1.
Operating lease Barang modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
2.
Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam Jumlah yang tidak sama setiap periode.
3.
Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam Jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4.
Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.
Perlakuan Akuntansi oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) 5.1 1.
Capital Lease Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
2.
Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha.
3.
Aktiva yang disewagunausaha harus diamortisasi dalam Jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
4.
Kalau aktiva yang disewagunausaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
5.
Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
6.
Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewagunausaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.
5. 2 Sewa Menyewa Biasa (Operating lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam Jumlah yang tidak sama setiap periode. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha 6.1 1.
Finance lease Aktiva dilaporkan berdasarkan urutan likuiditasnya, kewajiban dilaporkan berdasarkan urutan jatuh temponya tanpa mengelompokkan ke dalam unsur lancar dan tidak lancar (unclassified balance sheet).
2.
Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus dilaporkan dalam neraca dengan rincian sebagai berikut:
Piutang Sewa Guna Usaha
Rp xxxxx
Nilai Sisa Yang Terjamin -
xxxxx
Pendapatan Sewa Guna Usaha Yang Belum Diakui-
(xxxxx) Simpanan Jaminan -
(xxxxx) -------------- Penanaman Netto Sewa Guna Usaha
Rp xxxxx
Penyisihan Piutang Sewa Guna Usaha yang Diragukan
(xxxxx) --------------
Jumlah Penanaman Neto
Rp xxxxx =======
3.
Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan.
4.
Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh masing-masing pihak secara proposional sesuai dengan penyertaannya.
5.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai halhal sebagai berikut:
o
Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
o
Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
o
Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban perusahaan sewa guna usaha kepada penyewa guna usaha.
o
Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga.
o
Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
6.2
Operating lease
1.
Barang modal yang disewagunausahakan dilaporkan berdasarkan harga perolehan setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya.
2.
Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari aktiva tetap yang tidak disewagunausahakan.
3.
Perhitungan rugi laba harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (singlestep). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok pendapatan.
4.
Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari penyusutan aktiva yang tidak disewagunausahakan .
5.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai halhal sebagai berikut: o
Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
o
Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
o
Sifat dari simpanan jaminan (jika ada) o
Aktiva yang disewagunausahakan
yang dijaminkan kepada pihak ketiga. o
Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Penyewa Guna Usaha 7.1
Capital Lease
1.
Aktiva yang disewagunausaha dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang bersangkutan harus disajikan terpisah dari kewajiban lainnya.
2.
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai halhal sebagai berikut: o
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
o
Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan dalam tahun berjalan.
o
Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
o
Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
o
Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha (major covenants).
7.2
Operating lease
Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan mengenai hal-hal sebagai berikut: o Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan yang dibebankan sebagai biaya sewa. o
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dilakukan paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya.
o
Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha.
o
Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback.
o
Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha (major covenants).
PSAK 73: SEWA PSAK yang digantikan:
PSAK 30 Sewa ISAK 8 Penentuan Apakah suatu Perjanjian Mengandung suatu Sewa ISAK 23 Sewa Operasi – Insentif ISAK 24 Evaluasi Substansi Beberapa Transaksi yang Melibatkan Bentuk Legal Sewa ISAK 25 Hak atas Tanah
Tanggal Efektif 1 Januari 2020 Pokok Pengaturan Penyewa disyaratkan untuk mengakui aset hak-guna (right-of-use assets) dan liabilitas sewa.Terdapat 2 pengecualian: 1. sewa jangka-pendek dan 2. sewa yang aset pendasarnya (underlying assets) bernilai-rendah. Pesewa mengklasifikasikan sewanya sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan dan mencatat kedua jenis sewa tersebut secara berbeda. Masa Sewa Entitas menentukan masa sewa sebagai periode sewa yang tidak dapat dibatalkan serta periode yang dicakup oleh opsi untuk memperpanjang sewa, jika penyewa cukup pasti untuk mengeksekusi opsi tersebut, dan periode yang dicakup oleh opsi untuk menghentikan sewa, jika penyewa cukup pasti untuk tidak mengeksekusi opsi tersebut. Transaksi jual dan Sewa Balik Sewa mensyaratkan agar jika penjual–penyewa mengalihkan aset, yang memenuhi persyaratan PSAK 72, kepada pembeli–pesewa dan menyewa aset tersebut kembali dari pembeli–pesewa, maka baik penjual–penyewa maupun pembeli–pesewa mencatat kontrak pengalihan dan sewa dengan menerapkan paragraf 99-103 RUANG LINGKUP SEWA Sewa mengatur bahwa seluruh sewa termasuk sewa aset hak-guna dalam sub sewa masuk dalam ruang lingkup PSAK 73, kecuali:
1. Sewa dalam rangka eksplorasi atau penambangan mineral, minyak, gas alam, dan sumber 2. 3. 4. 5.
daya serupa yang tidak dapat diperbarui; Sewa aset biologis (PSAK 69) Perjanjian konsesi jasa (ISAK 16); Lisensi kekayaan intelektual (PSAK 72) Hak yang dimiliki oleh penyewa dalam perjanjian lisensi (PSAK 19) untuk item seperti film, rekaman video, karya panggung, hak paten dan hak cipta.
IDENTIFIKASI SEWA 1. Suatu kontrak merupakan, atau mengandung, sewa jika kontrak tersebut memberikan hak untuk mengendalikan penggunaan aset identifikasian selama suatu jangka waktu untuk dipertukarkan dengan imbalan (PP09-PP31). 2. Jangka waktu dapat dideskripsikan sebagai jumlah penggunaan aset identifikasian misal unit produksi. 3. Entitas menilai kembali kontrak jika syarat dan ketentuan kontrak berubah PENGECUALIAN PENGAKUAN Penyewa dapat memilih untuk tidak menerapkan persyaratan dalam paragraf 22–49 untuk: (par 6) sewa jangka-pendek; dan sewa yang aset pendasarnya bernilai-rendah (sebagaimana dideskripsikan dalam paragraf PP03–PP08). Jika paragraf 06 diterapkan untuk sewa jangka pendek, maka penyewa mempertimbangkan sewa tersebut sebagai sewa baru untuk tujuan Pernyataan ini, jika: 1. Terdapat perubahan masa sewa (sebagai contoh, penyewa mengeksekusi opsi yang sebelumnya tidak termasuk dalam penentuan masa sewanya). 2. Pemilihan sewa jangka-pendek dibuat berdasarkan kelas aset pendasar yang terkait dengan hak guna. 3. Kelas aset pendasar adalah pengelompokan aset pendasar dengan sifat dan penggunaan yang serupa dalam operasi entitas. 4. Pemilihan untuk sewa yang aset pendasarnya bernilai rendah dapat dilakukan atas dasar sewa-per-sewa Akuntansi Penyewa 1. Model Akuntansi Tunggal Penyewa mengakui aset dan liabilitas untuk seluruh sewa dengan masa sewa lebih dari 12 bulan, kecuali aset pendasarnya bernilai-rendah.
Penyewa disyaratkan untuk mengakui aset hak-guna yang merepresentasikan haknya untuk menggunakan aset pendasar sewaan dan liabilitas sewa yang merepresentasikan
kewajibannya untuk membayar sewa. 2. Pengukuran Penyewa mengukur aset hak-guna dengan cara yang serupa dengan aset nonkeuangan lain (seperti aset tetap) dan liabilitas sewa dengan cara yang serupa dengan liabilitas keuangan
lainnya. Penyewa mengakui penyusutan aset hak-guna dan bunga atas liabilitas sewa, dan juga mengklasifikasi pembayaran kas untuk liabilitas sewa menjadi bagian pokok dan bagian bunga dan menyajikannya dalam laporan arus kas dengan menerapkan PSAK 2: Laporan
Arus Kas. 3. Teknik Pengukuran Aset dan liabilitas yang timbul dari sewa pada awalnya diukur berdasarkan nilai kini. Pengukuran tersebut termasuk pembayaran sewa yang tidak dapat dibatalkan (termasuk pembayaran terkait-inflasi), dan juga termasuk pembayaran yang akan dilakukan pada periode opsional jika penyewa cukup pasti untuk mengeksekusi opsi perpanjangan sewa atau tidak mengeksekusi opsi penghentian sewa. 4. Pengakuan dan Pengukuran Awal Mengakui aset hak-guna dan liabilitas sewa Mengukur aset hak-guna pada biaya perolehannya. Mengukur liabilitas sewa pada nilai kini pembayaran sewa yang belum dibayar pada tanggal permulaan. Pembayaran sewa didiskontokan dengan menggunakan suku bunga implisit dalam sewa jika suku bunga tersebut dapat ditentukan. Entitas dapat menggunakan suku bunga pinjaman inkremental penyewa jika suku bunga implicit dalam sewa tidak dapat ditentukan. 5. Pengukuran Selanjutnya Mengukur aset hak-guna dengan menerapkan model biaya, kecuali entitas menerapkan
model pengukuran lain; dan Mengukur liabilitas sewa untuk merefleksikan bunga atas liabilitas sewa, sewa yang telah dibayar, dan penilaian kembali atau modifikasi sewa atau pembayaran sewa tetap secarasubstansi revisian serta mengukur kembali liabilitas sewa untuk merefleksikan perubahan
pembayaran sewa 6. Modifikasi Sewa Sewa mensyaratkan agar penyewa mencatat modifikasi sewa sebagai sewa terpisah jika 2 kondisi terpenuhi a. Penyajian dan Pengungkapan untuk Penyewa o Sewa mencakup persyaratan pengungkapan untuk penyewa. o Penyewa perlu menerapkan pertimbangannya dalam menentukan informasi yang akan diungkapkan untuk mencapai tujuan dalam menyediakan dasar bagi
pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak sewa terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas penyewa. b. Prinsip pengakuan o Sewa secara substansial melanjutkan persyaratan akuntansi untuk pesewa yang telah diatur sebelumnya dalam PSAK 30: Sewa. o Pesewa tetap mengklasifikasikan sewanya sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan dan mencatat kedua sewa tersebut secara berbeda. 7. Penyajian dan Pengungkapan untuk Penyewa Sewa mensyaratkan agar aset pendasar sewa operasi disajikan dalam laporan posisi
keuangan sesuai dengan sifat aset pendasar tersebut Mensyaratkan pengungkapan informasi yang memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai dampak sewa terhadap laporan keuangan pesewa, khususnya pengungkapan tambahan bagi pesewa tentang eksposur risiko pesewa terutama terkait risiko nilai residual.
CONTOH: PT. Anggrek melakukan kontrak sewa peralatan selama 3 tahun. Pembayaran sewa per tahun adlah Rp20 juta; Rp 24 juta dan Rp 28 juta. Tidak ada opsi membeli dan insentif lain dalam kontrak. Bunga implisit sebesar 4,235% sehingga nilai kini dari sewa sebesar Rp 66 juta. Jurnal yang dibuat adalah : Aset hak guna 66 juta Liabilitas sewa
66 juta
Beban bunga 2,796 juta Liabilitas sewa 2,976 juta Beban depresiasi 22 juta Aset hak guna
22 juta
Liabilitas sewa Kas
20 juta
20 juta