PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK) 1. LATAR BELAKANG Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan memnpunyai norma yang sama (Stuart dan Laraia, 2001) dalam (Kliat, 2004 ). Anggota kelompok mungkin dating dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaanya,
seperti
agresif,
takut,
kebencian,
kompetitif,
kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Keliat, 2004). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam bebagai interaksi yang terjadi dalam kelompok (Keliat, 2004). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada kelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang mal adaptif. Tindakan keperawatan yang ditujukan pada sistem klien, baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat merupakan upaya menyeluruh dalam menyelesaikan masalah klien. Terapi aktivitas kelompok merupakan terapi modalitas keperawatan untuk ditujukan pada kelompok klien dengan masalah yang sama. Terapi aktivitas kelompok yang dikembangkan adalah sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, dan orientasi realita (Keliat, 2004). Atas dasar itu, kelompok melakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi (halusinasi) dengan harapan klien dapat mengontrol halusinasinya dan dapat beraktivitas tanpa ada halusinasi yang mengikutinya.
2. TUJUAN 1. Tujuan Umum Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami 2. Tujuan Khusus a. Klien dapat membina hubungan saling percaya b. Klien dapat mengenal halusinasi c. Klien dapat mengontrol halusinasi d. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
3. LANDASAN TEORI 1. Definisi Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik atau histrik (maramis, 2009). Halusinasi adalah tanggapan (persepsi) panca indra tanpa adanya rangsangan (stimulus) dari luar diri (eksternal, stuart, 2001). Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata. Halusinasi
pendengaran
adalah
persepsi
yang
salah
dari
indra
pendengaran, tanpa sumber rangsangan eksternal, seolah-olah mendengar suara manusia, hewan, suara mesin yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata (stuart dan sunden, 1995). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan
aktivitas
yang
menggunakan
aktivitas
mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi dalam 5 sesi, yaitu: 1) Sesi I : Klien mengenal halusinasi 2) Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik 3) Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain 4) Sesi IV : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal 5) Sesi V : Mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
2. Proses terjadinya masalah a. Faktor predisposisi (pencetus) 1) Biologis Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologist yang maladaptif baru mulai di pahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut : a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal, dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmiter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada
anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut di dukung oleh otopsi (post-mortem). 2) Psikologis Keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3) Sosial budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam, dan kehidupan yang terisolasi di sertai stress. b. Faktor presipitasi Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (keliat, 2006). Menurut stuart (2001), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : 1) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk di interpretasikan. 2) Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 3) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. c. Tanda dan gejala Menurut stuart dan sundeen (1995), sesorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu : 1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai. 2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara. 3. Gerakan mata abnormal. 4. Respon verbal yang lambat. 5. Diam. 6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan. 7. Bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu. 8. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain 9. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
3. Tahapan halusinasi : Menurut stuart (2001) tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu : a. Fase I Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asik sendiri. b. Fase II Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. c. Fase III Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
4. Jenis halusinasi Menurut stuart (2007) jenis halusinasi terdiri dari 5 jenis, yaitu : a. Pendengaran Mendengar suara-suara atau kegaduhan bahkan sampai pada bercakap-cakap dan tertawa sendiri, marah tanpa ada sebab cenderung telinga kearah tertentu klien mendengar perkataan bahkan klien disuruh untuk melakukan sesuatu yang berbahaya. b. Pengelihatan Melihat bayangan, cahaya, gambar geometris, gambar kartun, menunjukkan kearah tertentu dan ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas. Bayangan biasanya menyenangkan atau menakutkan seperti melihat hantu atau monster. c. Penghidu Mencium bau-bauan tertentu seperti bau darah urin, dan feses terkadang bau yang menyenangkan. d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. e. Perabaan Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit dan rasa seperti tersentrum listrik.
5. Rentang respon halusinasi Rentang respon neurobiologis Respon adaptif
respon
maladaptif
1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi konsisten dengan pengalaman 4. Perilaku sesuai 5. Hubungan sosial harmonis
1. Kadang proses piker terganggu 2. Ilusi 3. Emosi berlebihan/berkurang 4. Perilaku tidak biasa 5. Menarik diri
1. Gangguan proses piker (waham ) 2. Halusinasi 3. Kerusakan proses 4. Perilaku tidak terorganisir 5. Isolasi sosial
(Stuart dan Laraia, 2007) Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon neurobiologi dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren
2. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada didalam maupun diluar dirinya. 3. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama. 4. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang berlaku. 5. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama. 6. Proses pikir kadang tergantung (ilusi) : yaitu manifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indera yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah di alami sebelumnya. 7. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu manifestasi perasaan atau efek keluar berlebihan atau kurang. 8. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau berbudaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh normanorma sosial atau budaya umum yang berlaku. 10. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. 11. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi. 6. Pohon masalah Resiko tinggi mencedrai diri, orang lain, dan lingkungan defisit perawatan diri
Perubahan
persepsi
sensori
halusinasi malas beraktivitas
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
koping individu
koping keluarga (Stuart dan Laraia, 2007)
7. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji a. Masalah keperawatan 1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi b. Data yang perlu dikaji
:
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Data subjektif : pasien mengatakan dengan keluhan ± 1,5 tahun pasien mulai mengalami gangguan jiwa, pernah dibawa kedukun, pernah dipasung ± 1 bulan karena pasien mengganggu lingkungan. Data objektif : klien mengamuk, dan melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya. 2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi Data subjektif : klien mengatakan masih mendengar suara-suara bisikan di telinga nya, pasien mendengar suara bisikan pulang dan pasien mengatakan ingin cepat pulang. Data objektif : klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu, klien selalu membawa barang-barangnya karena mau cepat pulang. 8. Diagnosa keperawatan
Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Isolasi sosial
Harga diri rendah
Resiko perilaku kekerasan
Defisit perawatan diri
D. KRITERIA ANGGOTA KELOMPOK Anggota kelompok dalam kegiatan ini, adalah klien yang mengalami perubahan sensori persepsi: Halusinasi. E. PROSES SELEKSI
Klien yang ikut dalam terapi adalah klien yang sudah mengenali halusinasinya, TAK membuat klien merasakan bahwa ada klien lain yang juga mengalami hal yang sama dengan dirinya sehingga klien tidak merasa sendiri. F. STRUKTUR KELOMPOK 1. Tempat Pelaksanaan Dilaksanakan di ruang Rehabilitasi RS Jiwa Tampan 2. Waktu Dilaksanakan pada, Hari/tanggal : Kamis/ 20 April 2017 3. Jumlah Anggota 9 orang klien dengan Halusinasi 4. Alat Bantu -
Infokus
-
Laptop
-
Sound system
-
Kertas
-
Pensil
5. Perilaku yang diharapkan: Klien dapat mengikuti TAK hingga selesai, dan dapat lebih membantu klien dalam mengontrol halusinasinya.
G. PENGORGANISASIAN Leader
:
Hardi Panca Putra, S. Kep
Co. leader
:
Hendra Wahyudi, S. Kep
Fasilitator
:
Indra Saputra, S. Kep Rahma Riza Saputri, S. Kep Riki Nanda Pratama, S. Kep Andre Wirawan, S. Kep Muhammad Arifin, S. Kep
Observer
:
Siti Nurhotimah, S. Kep Septiadi Purnama, S. Kep
H. DESKRIPSI TUGAS Leader
:
1. Mengkoordinir seluruh kegiatan 2. Memimpin kegiatan 3. Memimpin diskusi
Co. leader
:
1. Membantu mengkoordinir seluruh kegiatan 2. Membantu memimpin seluruh kegiatan 3.
Fasilitator
:
Menggantikan leader apa bila ada halangan
1. Memotivasi anggota dalam perkenalan kelompok 2.
Memotivasi anggota dalam ekspesi perasaan
pada kegiatan
TAK
3. Membimbing kelompok selama kegiatan dan diskusi 4. Membantu leader dalam melaksanakan tugas 5. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah yang berkaitan dengan waktu, tempat dan jalannya acara Observer
:
Melaporkan hasil pengamatan kepada leader dan
semua anggota kelompok sebagai self evaluasi kelompok. I. KEGIATAN 1. Setting tempat : a. Terapis dank lien duduk bersama dalam lingkaran b. Tempat tenang dan nyaman
: Leader
: CO. leader
: Observer
: Fasilitator
: Klien
2. Persiapan : a. Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien yang mengalami perubahan sensori persepsi: Halusinasi b. Membuat kontrak dengan klien c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan 3. Proses Aktivitas dibagi dalam 5 bagian, yaitu : mempersiapkan stimulus nyata sehari-hari, stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, serta stimulus nyata yang mengakibatkan harga diri rendah. Aktivitas stimulus nyata sehari-hari : 1) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi : mengenal halusinasi
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi : dengan cara menghardik 3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi : dengan melakukan kegiatan 4) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi : dengan bercakap-cakap 5) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi : dengan patuh minum obat.