Pro dan Kontra Terhadap Penggunaan Hermeneutika dalam Kajian al-Qur’an, Tafsir, dan Hadis oleh : Ismail Ahmed (11160340000071)
Akhir-akhir ini, berbagai serangan pemikiran-pemikiran liberal, yang berasal dari para orientalis maupun orang-orang Islam yang terpengaruh oleh pemikiran barat, baik di bidang hukum, tafsir, hadis, dan lain sebagainya semakin banyak terjadi. Dalam bidang tafsir dan hadis, misalnya, muncul ilmu baru yang digunakan dalam penafsiran terhadap al-Qur’an, yaitu ilmu hermeneutika.1 Ilmu yang pada mulanya digunakan untuk menafsirkan Bibel ini dicoba untuk dapat digunakan pula menafsirkan berbagai kitab suci, terutama al-Qur’an. Selain itu, para pemikir kontemporer -khususnya- juga mencoba untuk menggunakan ilmu ini untuk memahami hadis Nabi saw. Namun, penggunaan hermeneutika dalam penafsiran al-Qur’an dan Hadis – khususnya- tidak senantiasa mendapat respon yang baik di kalangan pemikir Muslim. Hingga saat ini, penggunaan hermeneutik dalam kajian al-Qur’an dan Hadis masih menjadi perdebatan hebat di kalangan pemikir Muslim itu sendiri. Di antara mereka ada yang menerima secara keseluruhan -seperti Fazlur Rahman, Muhammad Syahrur, Nasr Hamid Abu Zaid, Mohammed Arkoun, Nurkholis Madjid, dan Yusuf Qardlawi-, ada yang menolak secara keseluruhan, dan ada juga yang menerima sebagian dan atau menolak sebagian-seperti Muhammad Quraish Shihab2-.3 Dan berikut penulis akan memaparkan argumen-argumen yang dijadikan pegangan oleh golongan yang pro dan golongan yang kontra dengan penggunaan hermeneutika dalam kajian al-Qur’an dan Hadis. Di antara argumen-argumen yang dipegang oleh golongan yang pro terhadap penggunaan hermeneutika dalam kajian al-Qur’an dan Hadis adalah -sebagaimana- yang disampaikan oleh Hassan Hanafi yang menyatakan bahwa hermeneutika bukan hanya sebuah teori penafsiran dan pemahaman semata, tetapi lebih dari itu, hermeneutika merupakan ilmu yang -juga- menjelaskan proses penerimaan wahyu sejak perkataan sampai tingkat kenyataan, hermeneutika mencoba untuk menggambarkan pemikiran Tuhan kepada manusia. Hal tersebut menjadi penting, karena untuk dapat memahami teks dengan tepat sangat diperlukan kritik historisnya, agar keaslian sebuah teks dapat terjamin. Dan mengetahui keaslian teks akan dapat memberi kemudahan terhadap proses penafsiran dan akan mampu menghasilkan pemahaman yang tepat. Karena semua teks belum tentu terbebas dari ketidakaslian dan pergeseran yang diakibatkan oleh -salah satunya- kepentingan ideologis dan atau politis.4 Selain itu, ada beberapa argumen lain yang dipegang oleh golongan yang pro terhadap penggunaan hermeneutika dalam kajian al-Qur’an dan Hadis, yaitu: Pertama, asumsi kuat terhadap tafsir konvensional yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan konteks sekarang, sehingga perlu diganti dengan hermeneutik.5
1
Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutik dan Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm.vii. 2 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), cet. ke-3, hlm. 427. 3 Sahiron Syamsuddin pada pengantarnya dalam buku Kurdi,dll, Hermeneutika Al-Qur’an Dan Hadis, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010). 4 Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991),hlm.1 dalam Khudori Soleh, Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 70-71. 5 Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutik dan Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm.7.
Kedua, pola penafsiran yang tidak hanya memberi perhatian lebih terhadap teks, tetapi juga sangat mempertimbangkan konteks yang melingkupi teks tersebut, seperti konteks sosial dan psikologi. Sehingga -dinilai- dapat menghasilkan penafsiran yang lebih sesuai dengan perkembangan waktu.6 Ketiga, tujuan penggunaan hermeneutika bukanlah untuk mendesakralisasi al-Qur’an atau bahkan- mengubah al-Qur’an. tetapi justru untuk menyegarkan penafsiran terhadap alQur’an, sehingga al-Qur’an dapat menjadi lebih kontekstual dan selalu sesuai dengan perkembangan zaman.7 Adapun argumen-argumen yang dipegang golongan yang kontra terhadap penggunaan hermeneutika dalam kajian al-Qur’an dan Hadis antara lain adalah sebagai berikut: Secara historis, hermeneutika merupakan tradisi Kristen, Barat, dan filsafat, yang tentunya mengandung nilai-nilai dari ketiga tradisi tersebut. Sehingga dengan pasti- akan bertentangan dengan nilai-nilai Islam.8 Pergeseran wilayah kajian hermeneutika yang pada mulanya berkutat pada kajian teologis menjadi kajian filsafat, dan ketika hal itu terjadi, maka hermeneutika tidak bisa dikatakan lagi sebagai metode interpretasi kitab suci. Sehingga apabila ia tetap dipakai untuk menafsirkan kitab suci, maka dicurigai akan merusak sendi-sendi agama, karena agama akan disub-ordinasikan di bawah filsafat.9 Metodologi penafsiran yang dimiliki umat Islam, yaitu Ulum al-Qur’an dan Ilmu Tafsir al-Qur’an, dinilai masih sangat relevan untuk digunakan dalam studi Islam, sementara hermeneutika -dinilai- tidak sesuai, terlebih dalam studi tafsir yang sudah berjalan mapan dalam Islam.10 Perbedaan antara al-Qur’an dengan Bibel yang sangat kontras. Di mana alQur’an merupakan kitab suci yang final, tetap, dan tidak akan berubah, karena keotentisitasannya yang dijamin terjaga. Sedangkan Bibel itu sangat berbalik terbalik dengan al-Qur’an. Sehingga al-Qur’an tidak memerlukan hermeneutika.11 Hermeneutik akan berdampak pada munculnya paham relativisme tafsir, dan hal tersebut akan sangat berbahaya, di antaranya adalah dapat menghilangkan keyakinan dan kebenaran akan finalitas Islam, dan juga akan berdampak terhadap finalitas dan ketetapan dalam hukum Islam. Hukum Islam menjadi tidak pasti, karena akan senantiasa dapat diubah dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.12 Hermeneutika akan berdampak terhadap dekonstruksi konsep wahyu, karena sebagian- golongan yang pro dengan hermeneutika sudah memasuki wilaya yang sangat rawan, yaitu wilayah keotentisitasan al-Qur’an. mereka mulai mempersoalkan dan menggugat otentisitas al-Qur’an yang -diyakini- terjaga Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial,(Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 2527. 7 Reflita, “ Kontroversi Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir: Menimbang Penggunaan Hermeneutika dalam Penafsiran al-Qur’an”. Jurnal Ushuluddin. Vol. 24. No. 2., Juli-Desember 2016, hlm. 140. 8 Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial,(Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 32. 9 Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial,(Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 33. 10 Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial,(Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 34. 11 Adnin Armas, “Tafsir al-Qur’an atau Hermeneutika al-Qur’an”, majalah Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, hlm. 38-45 dalam Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial,(Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 34. 12 Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutik dan Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm.20. 6
13
sebagai kitab yang “Lafzhan wa ma’nan min Allah” (lafazh dan makna dari Allah swt.)13 Aliran dalam metode hermeneutika yang banyak akan menimbulkan banyak pula pertanyaan, seperti aliran mana yang akan diambil untuk diterapkan dalam penafsirkan al-Qur’an? mengapa aliran itu yang diambil? Apakah aliran itu dapat menjamin dapat menunjukkan pengertian yang sebenarnya mengenai al-Qur’an?. Dan hal itu tentu akan menjadi polemik tersendiri jika diterapkan pada al-Qur’an, karena keobjektivannya yang masih dipertanyakan.14
Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutik dan Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm.31. 14 Ugi Suharto, “Apakah al-Qur’am Memerlukan Hermeneutika” dalam Reflita, “ Kontroversi Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir: Menimbang Penggunaan Hermeneutika dalam Penafsiran al-Qur’an”. Jurnal Ushuluddin. Vol. 24. No. 2., Juli-Desember 2016, hlm. 144.