KEPEMIMPINAN DAN KEWIRAUSAHAAN
TOKOH PEMIMPIN DENGAN GAYA KEPEMIMPINANYA DISUSUN OLEH
NUR FITRIANTY ANNISA TAFSIR 105830002515
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
A. DIKTATOR
Adolf Hitler Sosok kepemimpinan Hitler dimata rakyat Jerman dan Dunia Internasional dikenal
sebagai pemimpin yang bergaya otokratis dan diktator. Hitler menggunakan suatu pendekatan dengan cara memanfaatkan keadaan ekonomi yang buruk (karena inflasi yang besar-besaran sehingga mengakibatkan adanya hutang terhadap Amerika, dalam kredit jangka pendek). Yang membuat kebijakan adanya kredit jangka pendek Amerika adalah Pemerintahan Weimar, yang disebut sebagai kemerosotan Weimar. Dengan adanya hutang tersebut sudah dibayar lunas, maka masyarakat kembali hidup mewah, tetapi disisi lain banyak warga yang merasakan kesengsaraan. Dengan adanya kejadian ini maka banyak rakyat yang tidak setuju dengan kemrosotan Weimar ini, dan ingin kembali hidup lama yang sederhana, (bergabung dengan masuk Ke NAZI kecil), ini terjadi pada tahun 1920 an. Hitler meyakini adanya hukum seleksi alam atau hukum rimba. Yang kuat memaksakan kehendaknya itu adalah hukum alam. Obsesi Hitler adalah keunggulan pihak yang paling kuat. Hitler mengatakan bahwa ” Dia Seorang yang kuat.” Dia dapat menyelesaikan krisis ekonomi di puncak sebuah partai dinamis yang berjanji menghancurkan musuh dalam negeri jerman dan membangun kembali negara jerman dalam persatuan nasional. Perjalanan Hitler sudah mengalami jatuh bangun berkali-kali tetapi dia masih tetap bertahan dengan cara berkampanye baru dan orisinil, (Dia menggunakan tema dalam kampanye Pilpres pada tahun 1932 dengan Semboyan “Hitler di atas Jerman”, dia berkeliling dengan pesawat ke 20 kota dalam waktu 7 hari.). Meskipun seorang Hitter kalah, tetapi Hitler tetap menganggap dirinya adalah seorang pemimpin alternative Jerman. Di mata Internasional, kekuasaan Hitler diraih bukan melalui kemenangan besar dalam pemilihan umum. Namun ia takkan menjadi Kanselir Reich seandainya pada bulan Januari 1933 ia tidak memimpin partai terkuat. Pada pemilihan umum untuk Reichstag yang terakhir di era Republik Weimar pada tanggal 6 November 1932, partai Nazi kehilangan dua juta suara dibandingkan dengan hasil pemilu pada tanggal 31 Juli 1932. Sebaliknya partai komunis berhasil mendapat tambahan 600.000 suara, sehingga mencapai angka magis 100 kursi Reichstag. Sukses Partai Komunis Jerman (KPD) itu memperbesar kekhawatiran akan perang saudara. Rasa takut itulah sekutu terkuat Hitler, terutama di kalangan elite kekuasaan yang konservatif. Berkat
rekomendasi kalangan tersebut kepada Hindenburg pada tanggal 30 Januari 1930, Hitler diangkat oleh Presiden Reich itu sebagai kanselir yang memimpin kabinet yang mayoritas anggotanya berhaluan konservatif. Hitler mengangkat Jerman dari kegagalan ekonomi. Pertumbuhan industri Jerman sangat cepat dan memangkas jumlah pengangguran secara signifikan. Pekerjaan sipil seperti pembangunan transportasi dan infrastruktur , puluhan bendungan , industri otomotif Volkswagen untuk menyediakan kendaraan murah bagi rakyat Jerman. Menurunnya angka pengangguran ini menjadi wajar , karena disaat bersamaan, Hitler juga melakukan pembangunan militer besar-besaran dan merobek Perjanjian Versailles yang mengebiri militer Jerman. Secara keseluruhan Hitler berhasil mengangkat kepercayaan diri bangsa Jerman yang terpuruk karena kalah Perang Dunia I. Oleh karena itu , rakyat Jerman masih mendukung Hitler , walau Hitler mulai melakukan praktek kekerasan terhadap lawan politiknya dan juga permulaan didirikannya kamp konsentrasi. Hitler menawarkan sebuah jam tangan emas bagi para bawahannya yang bisa menghentikan kebiasaan merokok mereka. Ketika Hitler bunuh diri, sebagian besar perwira militer di bunkernya langsung menyalakan rokok dan menghisap rokok untuk meredakan ketegangan, karena saat itu Berlin sudah dikepung tentara merah Uni Soviet. Walaupun orang menganggapnya Diktator yg bisa berbuat apa saja, tetapi Hitler hanya memiliki uang sejumlah 180,000 Reichmark saja di dalam tabungannya. Itu semua didapatkannya dari penjualan buku dan gajinya sebagai Reichchancelor selama 12 tahun. Dia tidak pernah mengambil sepeser pun uang negara dan menkontribusikan apapun yang dia punya untuk Reich Ketiganya. Sebenarnya pengelolaan hitler sangat baik dalam memegang tampu kekuasaan jerman dengan bukti ia mampu mengentaskan jerman dari kebobrokan, dalam hal ini tidak akan terjadi jika ia salah memilih bawahannya dan ia selalu menjaga hubungan terhadap anak buahnya dengan baik. Ada sebuah contoh, Hitler pernah berkunjung ke rumah jendral bawahanya hanya untuk menonton video koleksinya. Dampak dari hubungan antara Hitler dengan bawahannya tersebut membuat ia semakin kharismatik dan loyalitas bawahan terhadap fuhrer-nya semakin tinggi dan dapat dilihat dari saat akhir kehancuran Jerrman saat Hitler melakukan bunuh diri di tempat persembunyiannya dan berita itu tersebar hingga pasukanya mengetahuinya, banyak
pasukanya yang ikut melakukan bunuh diri sehingga saat itu banyak terjadi bunuh diri massal. Dalam segi ekonomi yang membuat negaranya hancur adalah sifat megalomania yang ingin menguasai seluruh daratan eropa karena perlawanan dari negara-negara yang melawannya. Andai sifat itu tidak ada, mungkin Jerman yang dulu hingga kini bisa menjadi Negara Super Power dengan kekuatan ekonomi dan militernya.
B. PARTISIPASI
Joko Widodo
Jokowi menjadi seorang pigur pemimpin yang dianggap mampu memberikan alternatif pilihan serta memiliki rekam jejak yang dianggap mampu mewakili apa yang sebenarnya yang di idam-idamkan khalayak ramai selama ini, sehingga kehadiran Jokowi di panggung politik pemilihan Gubernur Jakarta serta menjadi buah bibir diberbagai perbincangan masyarakat Indonesia bagaikan sebuah oase ditengah apatisme masyarakat yang selama ini telah merasa muak dan bosan melihat tingkah laku para elit politik yang hanya sibuk sendiri dengan politik pencitraan, mementingkan diri sendiri serta kelompoknya dan tidak mampu berempathy terhadap jeritan hati nurani rakyat. Ruang kosong yang berbentuk kerinduan atau harapan yang tidak mampu di isi oleh pemimpin lainnya ini merupakan peluang yang berusaha dimasuki oleh pasangan Jokowi melalui pendekatan kecerdasan emosional (emotional intelligence / EI), yaitu memancing tumbuhnya perasaan positif dari dalam diri masyarakat Jakarta sebagai konstituennya. Pigur Jokowi bagaikan sebuah resonance - sumber sifat-sifat positif- yang mampu menggerakkan masyarakat untuk mengeluarkan aspirasinya. Model yang dipergunakan oleh Jokowi ini merupakan sebuah terobosan baru untuk meretas kemapanan cara berpikir para elit politik yang terpelihara dengan baik selama ini, dan dalam hal ini Jokowi dapat dilihat secara kasat mata mampu mempergunakan kecerdasan emosional tersebut untuk menyelami isi perasaan masyarakat yang sesungguhnya (ber-empathy), dan berusaha menempatkan diri serta perasaannya sebagaimana perasaan masyarakat
sebenarnya, artinya tidak cukup hanya ber-simpati tetapi harus mampu ber-empathy. Berempathy dalam hal ini berarti mampu memahami perasaan masyarakat dan mampu memproyeksikan perasaannya sesuai dengan perasaan masyarakat. Dalam teori manajemen, kemampuan mempergunakan kecerdasan emosional ini disebut dengan model primal leadership, yaitu sebuah model kepemimpinan yang dibangun berdasarkan pendekatan sistem neurologi yang melalui riset mengenai otak diperoleh pengetahuan baru yang mengatakan bahwa suasana hati dan tindakan seorang pemimpin memiliki dampak signifikan kepada orang-orang yang dipimpinnya, dan penelitian tersebut membuktikan seorang pemimpin yang cerdas secara emosi akan mampu menginspirasi, membangkitkan gairah dan antusiasme serta membuat orang lain termotivasi dan berkomitmen. Sejarah telah banyak mencatat bahwa pemimpin besar yang mampu menggerakkan orang yang dipimpinnya adalah seorang pemimpin yang mampu menyelami perasaan rakyatnya, mampu membangkitkan semangat dan memberikan inspirasi baik itu melalui pikiran, perkataan dan tindakannya maupun melalui visi dan ide-ide yang dikemukakannya. Sehingga untuk menjadi seorang pemimpin besar tidak cukup dengan hanya mengandalkan kharisma dan pencitraan tetapi harus mampu melibatkan emosi. Kecerdasan emosi ini bagi seorang pemimpin bersifat primal -yang utama- atau memiliki fungsi sangat penting dalam sebuah kepemimpinan karena melalui kemampuan mempergunakan kecerdasan emosi ini seorang pemimpin akan mampu menggerakkan emosi orang-orang yang dipimpinnya terutama untuk menggerakkan emosi kolektif ke arah yang positif. Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi mumpuni akan dianggap berhasil apabila mampu mendorong emosi masyarakat ke arah postif, antusiasme, dan berkomitmen, dan seorang pemimpin pecundang umumnya hanya mengandalkan kemampuannya mendorong orang lain ke arah negative thingking, kebencian dan kecemasan. Seorang pemimpin yang mampu mengembangkan perasaan positif maka pemimpin tersebut akan menjadi resonansi (resonance), yaitu pemimpin yang mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang-orang yang dipimpinnya dan menggerakkan perasaan mereka ke arah emosi positif. Kata resonansi (resonance) berasal dari bahasa latin resonare yang artinya “menggemakan”, sedangkan
menurut Oxford English Dictionary arti resonance adalah “penguatan atau pemanjangan suara melalui pemantulan” atau “melalui getaran yang selaras”. Jadi kepemimpinan yang resonan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kepemimpinan yang mampu memantulkan bunyi untuk menggerakkan nada emosi positif orang yang dipimpinnya yang terlihat ketika seorang pemimpin mampu membuat getaran yang selaras secara emosional dan berada pada gelombang yang sama didalam perasaan yang sama. Salah satu tanda pemimpin yang resonan adalah ketika seorang pemimpin mampu menjadikan pengikutnya bervibrasi dengan energi semangat dan antusiasme pemimpin dan ketika seorang pemimpin mampu menciftakan perekat yang mengikat orang yang dipimpin kedalam sebuah cita-cita atau visi bersama, dan inilah satu lagi contoh terpenting dalam model primal leadership. Model primal leadership inilah yang telah lama hilang dari tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini, dan bagaikan sebuah kerinduan yang telah lama tidak terobati dalam atmosfir kehidupan politik Bangsa Indonesia. Keberhasilan Jokowi sebagai Walikota Solo yang dianggap mampu memimpin masyarakat Solo dengan metode merakyat, mengatasi masalah rakyat dengan mempergunakan kaca mata rakyat serta kedekatan dirinya dengan perasaan masyarakat Solo menjadi sebuah contoh model kepemimpinan yang mengandalkan kecerdasan emosional dalam arti keterampilan kepemimpinan yang mengandalkan kemampuan memproyeksikan diri pemimpin kedalam perasaan yang sedang dialami oleh masyarakat.