Prinsip Komunikasi Perawatan Faliatif.doc

  • Uploaded by: Leonardh Nadoo
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Prinsip Komunikasi Perawatan Faliatif.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,967
  • Pages: 22
PRINSIP KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN PALIATIF

Disusun Oleh : Kelompok II Agustina Gusti Raiy

(C1814201195)

Fransiska Dias Paginta

(C1814201204)

Idawanti Rema

(C1814201207)

Laurensia Bangun

(C1814201209)

Leonardus

(C1814201211)

Rano Jemi Yakob

(C1814201226)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS MAKASSAR 2018

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Prinsip Komunikasi dalam keperawatan paliatif” ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Paliatif Program S1 Khusus Tahun 2018. Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Dalam penyusunan Makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada pembaca, kiranya berkenan memberi kritikan dan saran yang bersifat membangun dengan maksud meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya selanjutnya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bernilai bagi pembaca dalam mengembangkan ilmu serta pengetahuan dalam bidang keperawatan di masayang akan datang.

Makassar, September 2018

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?. Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi

kebutuhan

biologis-psikologis-sosiologis-spritual

(APA,

1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak

mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus. Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Kata kehilangan dan berduka telah sering kita dengar dalam kehidapan sehari-hari. Rasa kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama kehidupannya. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Kehilangan dapat berupa kehilangan yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata merupakan kehilangan terhadap orang atau objek yang dapat dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami individu. Kehilangan yang dirasakan merupakan kehilangan yang sifatnya unik berdasarkan individu yang mengalami kedukaan. Berduka merupakan reaksi emosional

terhadap

kehilangan.

Masa

kehilangan

dan

sering

dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan paliatif? 2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik? 3. Bagaimana prinsip komunikasi terapeutik? 4. Apa yang dimaksud dengan keadaan terminal? 5. Bagaimana prinsip komunikasi dalam setiap tahap pasien terminal? C. Tujuan Penulisan 1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan keperawatan paliatif. 2. Mahasiswa mampu memahami dan

menjelaskan

tentang

komunikasi terapeutik. 3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prinsip komunikasi terapeutik 4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang keadaan terminal

5. Mahasiswa

mampu

memahami,

menjelaskan,

dan

mendemonstrasikan prinsip komunikasi dalm keperawatan paliatif.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan Paliatif Perawatan paliatif

adalah

pendekatan

yang

bertujuan

memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, baik fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).

Sasaran kebijakan pelayanan paliatif adalah seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia. Untuk pelaksana perawatan paliatif terdiri dari dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya. Sedangkan Institusiinstitusi terkait, misalnya: Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota, RS pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah perawatan/hospis, fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan kultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement). Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah.(KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007). Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan dirumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif. Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri. Prinsip dari perawatan palliative care adalah menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan keluarga pasien, dukungan untuk caregiver, palliative care merupakan acces yang competent dan compassionet, mengembangkan professional dan social support

untuk

pediatrik

palliative

care,

melanjutkan

serta

mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan. B. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam memberikan

asuhan

keperawatan,

komunikasi

terapeutik memegang peranan penting untuk membantu pasien dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi tidak dapat dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibtkan aktivitas fisik, mental,

disamping

juga

dipengaruhi

latarbelakang

sosial,

pengalaman,usia, pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Pada

komunikasi

dasarnya

professional

komunikasi yang

terapeutik

mengarah

pada

merupakan tujuan

yaitu

penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. 2. Tujuan Komunikasi Terapeutik Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. 3. Fungsi Komunikasi Terapeutik Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien untuk dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapipada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien.

4. Prinsip Komunikasi Terapeutik Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik antara lain: a. Klien harus menjadi fokus utama interaksi b. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik c. Membuka diri digunakan dalam interaksi d. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari e. Kerahasiaan klien harus dijaga f. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman g. Implementasi intervensi berdasarkan teori h. Memelihara interaksi yang tidak menilai dan dihindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan member nasehat. i. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan

kembali

pengalamannya secara rasional. Menurut “Carl Rogers” prinsip komunikasi terapeutik : a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri (menghayati, memahami dirinya serta nilai yang dianutnya). b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap paling menerima, percaya dan menghargai c. Perawat harus memahami, menghayati nilai-nilai yang dianut pasien

d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, perilaku sehingga mampu memecahkan persoalannya tanpa ketergantungan dengan orang lain. f. Perawat harus mampu menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi g. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. h. Mampu menentukan batas waktu yang

sesuai

dan

dapat

mempertahankan konsistennya. i. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. j. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. k. Mampu berperan sebagai role mode l. Mendapat kepuasan jika mampu menolong orang lain secara manusiawi m. Berpegang pada etika profesi n. Bertanggungjawab, baik pada diri sendiri maupun orang lain. 5. Teknik Komunikasi Terapeutik Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut: a. Mendengar(Listening) Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan kepada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bilaapa yang disampaikan klien perlu

diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi atau psikologis klien. b. Pertanyaan terbuka (Broad opening) Teknik ini memberi kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya sesuai kehendak klien tanpa membatasi, contoh :”Apa yang sedang saudara pikirkan?”, “Apa yang akan kita bicarakan hari ini?”. Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, perawat

member

dorongan

dengan

cara

mendengar

atau

mengatakan “saya mengerti apa yang saudara katakan”. c. Mengulang (Restarting) Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien. Misalnya :Ooh jadi saudara tadi malam tidak bisa tidur karena….” d. Klarifikasi Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh

:“Dapatkah

anda

menjelaskan

kembali

tentang….?”.

Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat dan klien. e. Refleksi Refleksi merupakan reaksi perawat klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat, dan refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. f. Memfokuskan

Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas. Contoh : Klien :”petugas kesehatan yang ada di RS ini berkurang perhatian kepada pasiennya”. Perawat:”Apakah saudara sudah minum obat?”. g. Membagi persepsi Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan member informasi. Contoh “Anda tertawa tapi saya rasa anda marah kepada saya”. h. Identifikasi tema Mengidentifikasi latarbelakang masalah yang dialami klien yang muncul

selama

percakapan.

Gunanya

untuk

meningkatkan

pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting. Misalnya: “Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latarbelakang masalahnya?”. i. Diam (Silence) Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah menganjurkan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien misalnya: klien :”Saya jengkel kepada suami saya”. Perawat: ”Diam(memberi kesempatan)”. Klien :”suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya pasti marah”. j. Informing Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas yang dialami klien. Klien :”Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? padahal saya sudah minum obat, kira-kira kenapa yah suster? Perawat :”Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena

ada proses infeksi, dehidrasi atau karena metabolisme tubuh yang meningkat. k. Saran Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya :”Kita tadi sudah cukup banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak napas, salah satunya karena merokok, kami berharap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok. C. Keadaan Terminal Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Jadi, keadaan terminal adalah keadaan dimana seseorang tidak ada lagi harapan untuk sembuh karena adanya suatu penyakit kronis. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah giveup (menyerah) (White, 2002). Menurut Yosep iyus (2007,175), Tahap-tahap pasien terminal terdiri dari 5 tahap yaitu 1. Menolak (Denial). Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak. 2. Marah (Anger). mengancam

Kemarahan

kehidupannya

terjadi dengan

karena segala

kondisi hal

yang

pasien telah

diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. 3. Menawar (Bargaining). Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. 4. Kemurungan (Depresi). Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

5. Menerima atau pasrah (Acceptance). Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksireaksinya

atau

rencana-rencana

yang

terbaik

bagi

dirinya

menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat. Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut : 1. Tahap Denial Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi : a. Listening  Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan observasi komunikasi non verbal.  Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan suasana tenang. b. Silent  Duduk bersama pasien dan

mengkomunikasikan

minat

perawat pada pasien secara non verbal.  Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya. c. Broad opening  Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.  Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan

cara

mananyakan

tentang

kondisinya

atau

prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaanperasaannya. 2. Tahap Anger

Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening dimana perawat berusaha dengan sabar mendengarkan

apapun

yang

dikatakan

pasien

lalu

diklarifikasikan. Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka. Memberi perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri. Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan

menjelang

kematian.

Akan

lebih

baik

bila

kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman. 3. Tahap Depresi a. Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas. b. Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian harusnya diklarifikasi. Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien. 4. Tahap Bargaining Teknik komunikasi yang dapat digunakan adalah : a. Focusing yaitu dengan membantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting yang diingin dibicarakan, dan ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna

b. Sharing perception yaitu pasien menyampaikan sesuatu dan perawat dengan kemampuannya untuk meluruskan hal tersebut. Perawat juga mendengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya. 5. Tahap Acceptance Teknik komunikasi yang digunakan adalah a. Informing yaitu membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien. b. Broad opening yaitu dengan mengkomunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapanharapannya. c. Focusing yaitu membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan

damai.

dibutuhkan

Kepada pengertian

keluarga bahwa

dan pasien

teman-temannya telah

menerima

keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan.

BAB III TINJAUAN KASUS Skenario Seorang pasien atas nama Tn. V berusia 22 tahun di rawat sebuah RS. Dia masuk RS karena mengeluh demam,mual, dan sariawan. Oleh dokter ia dinyatakan bahwa ia mengidap penyakit HIV-AIDS dan masa hidupnya sudah tidak lama lagi. Saat ini perawat dan dokter ingin memberitahukan kepada pasien dan keluarganya tentang diagnosa tersebut sehingga tim medis memberikan perawatan paliatif agar pasien dapat menjalani masa akhir hidupnya dengan tenang. Adegan I Tampak 3 perawat dan dokter sedang berdiskusi di nurse station. Dan dokter mengatakan bahwa perawat harus memberitahukan kepada keluarga pasien untuk bertemu dengan dokter di sebuah ruangan. Dan perawat pun pergi ke kamar pasien. Pasien tampak istirahat di tempat tidur, sementara ibu dan kakak pasien duduk disamping tempat tidur. (Kamar pasien kemudian diketuk oleh perawat yang hendak masuk ruangan) Perawat : Selamat pagi (sambil tersenyum) “Selamat pagi suster” jawab tiga orang dalam ruangan itu serentak disertai senyum Perawat: (sambil berjalan kearah pasien lalu memegang pundak pasien) bagaimana keadaanya dek? Apa masih merasa mual? Pasien :Iya suster, masih sering merasa mual, demam dan sariawan suster

Perawat: Kalau begitu jangan terlalu banyak bergerak dek dan banyak minum air. Pasien: Iya suster Perawat kemudian menghampiri ibu pasien yang sedang duduk di samping tempat tidur. Dan dengan suara pelan perawat berbicara kepada ibu pasien Perawat: Oh ya kebetulan tadi ibu dipanggil ke ruangan dokter untuk membicarakan tentang penyakitnya adek. Mungkin sekitar 10 menit. Apa ibu bisa ikut saya? Ibu pasien : Iya suster(sambil menoleh ke kakak pasien). Nak jaga dulu adekmu saya mau ke ruangan dokter sebentar. Kakak pasien: Iya bu. Nanti saya jaga Perawat: Mari ibu, saya antar ke ruangan dokter. Ibu: iya suster (Ibu dan perawat keluar) Adegan II (Perawat mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan dokter diikuti oleh ibu pasien) Perawat: Selamat pagi dokter. Ini ibunya Tn. V Dokter: (Mengangguk)” silahkan duduk bu( sambil tersenyum) (Dokter tampak mengeluarkan hasil laboratorium). Begini bu, Apa anak ibu sudah lama sering mengeluh demam, mual dan sariawan? Ibu pasien: Iya dokter, sampai-sampai kalau demam suhunya bisa sampai 39 C, tapi tidak mau dibawa ke rumah sakit untuk periksa. Dokter: Ibu harus bersabar, ini sudah ada hasil laboratoriumnya (sambil menunjukkan hasil laboratorium) Ibu: (Ekspresi cemas) anakku sakit apa dok? Dokter: Ibu yang sabar yah, anak ibu menderita penyakit HIV-AIDS dan menurut perkiraan medis usia anak ibu tidak lama lagi. Ibu: Ya, Tuhan anakku, tidak mungkin(air mata tampak mengalir ke pipinya. Dokter: Ibu tenang ya, ibu harus sabar, kami tahu bagaimana perasaan ibu saat ini. Perawat: (memegang pundak ibu) “iya ibu harus kuat demi anak ibu” Ibu: Tapi saya tidak sanggup untuk sampaikan hal ini ke anak saya, sedangkan ia terus bertanya tentang penyakitnya.

Perawat: Tenang ibu nanti saya bantu untuk sampaikan ke anak ibu tentang penyakitnya. Dokter: Iya ibu, nanti susternya membantu ibu. Kami juga akan tetap merawat anak ibu. Ibu pasien: Iya dokter kalau begitu saya permisi dulu dok.(ekspresi sedih) (Perawat dan ibu pasien keluar dari ruangan dokter dan menuju k ruangan pasien) Adegan III Pasien: Bagaimana bu?Apa yang dikatakan dokter?(Sambil menatap ke arah mata ibunya yang terlihat merah dan sembab)”kenapa ibu menangis, apa yang dokter katakan?Saya sakit apa?(Pasien tampak cemas dan tidak sabar) Kakak pasien: Sakit apa adek saya suster? Pasien: Suster, saya sakit apa?(sambil bangun dari tempat tidur) Suster: (Sambil mengelus-elus kepala pasien dengan tatapan penuh perhatian)Adek tenang dulu. Adek jangan sedih karena masih ada ibu sama kakak yang selalu menjaga adek. Sebenarnya dokter sudah memberitahukan kepada ibu kalau adek menderita penyakit HIV-AIDS. Tapi adek jangan sedih karena kami tetap akan merawat dan mendampingi kamu. Pasien: (Tersentak dan tampak seolah-olah tidak percaya)Apa suster? HIV-AIDS ?saya tidak percaya, suster pasti bohong(sambil menangis dan berteriak) tidak mungkin saya menderita penyakit HIV-AIDS. (Ibu pasien masih terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa. Air matanya terus mengalir. Dan kakak pasien juga ikut menangis) Perawat: Sabar dek. Berdoa saja kepada Tuhan.(sambil menoleh kearah ibu pasien)”kalau begitu saya permisi dulu bu nanti saya tetap memantau keadaan adek. Ibu pasien: Iya suster. Terima kasih Setelah beberapa menit, perawat II dan III masuk ke ruangan pasien. Perawat: Selamat siang. Saya mau mengukur tanda-tanda vital adek yah Ibu pasien: Iya suster. Silahkan suster

Perawat: (sambil mendekat ke arah pasien) dek saya ukur dulu yah suhu dan tekanan darahnya. Pasien: (Hanya mengangguk) Perawat: Mengapa adek diam saja? Perawat :(Setelah selesai melakukan tindakan) apa ada yang ingin adek ceritakan atau bagaimana? Pasien: Begini suster kenapa saya bisa terkena penyakit HIV-AIDS sedangkan saya tidak pernah melakukan hubungan seks? Perawat: Adek HIV-AIDS itu tidak hanya tertular melalui hubungan seks tapi bisa juga karena terkena percikan darah atau transfusi darah dari pasien HIV-AIDS. Pasien: Oh iya suster. Saya dulu pernah menolong teman saya yang kecelakaan dan memang pada saat itu saya tidak tahu kalau dia menderita penyakit HIV-AIDS. Pas sampai di RS baru teman saya itu dinyatakan positif HIV-AIDS. Perawat: Oh iya dek. Mungkin itu penyebabnya. Jadi adek harus sabar, banyak berdoa yah. Mungkin masih ada yang adek harapkan dari keluarga atau perawat? Pasien: Iya suster. Bisakah penyakit yang saya alami saat ini tidak diberitahukan kepada orang lain? Ibu pasien: Ibu tidak akan memberitahukan kepada orang lain nak. Perawat: Oh iya. Kami semua tidak akan memberitahukan kepada orang lain dek tentang hal ini. Pasien: Bisakah juga saya pulang dulu ke rumah untuk beberapa jam saja supaya saya bisa menghilangkan stress saya suster? Perawat: Iya dek, nanti setelah keadaan adek agak membaik. Apa kah masih ada yang ingin diceritakan dek? Pasien: Sudah tidak ada suster. Perawat: Jadi bagaimana perasaannya saat ini? Pasien; Iya suster sekarang ini saya mulai sadar bahwa apa yang saya alami ini mungkin sudah kehendak Tuhan. Jadi sekarang saya pasrah dan berserah saja kepada Tuhan.

Perawat: Iya dek semuanya kan sudah Tuhan atur. Jadi kita hanya bisa menjalani saja dan tetap rajin berdoa. Kami juga akan mengundang pendeta untuk datang mendoakan adek. Pasien: Iya suster. Terima kasih. Perawat: Ibu usahakan yah supaya ruangannya tidak terlalu ribut supaya adek bisa istirahat. Ibu pasien: Iya suster. Nanti saya usahakan Perawat: Kalau begitu saya permisi dulu bu. Nanti saya datang lagi untuk memantau keadaan adek. Ibu pasien: Iya suster. (Perawat pun keluar dari ruangan pasien)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri. Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Contohnya seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obatobatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa

datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan sebagai pribadi dan keluarganya B. Saran 1. Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi, yang ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. 2. Perawat harus memahami komunikasi terapeutik pada pasien penyakit terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien, sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. 3. Perawat harus mampu memahami teknik-teknik komunikasi terapeutik,

yang

ditandai

dengan

menyadari

pentingnya

kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. 4. Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan penyakit terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial yang unik. 5. Perawat harus mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal, sehingga membantu pasien untuk meraih kembali martabatnya. 6. Perawat harus mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal, sehingga dapat dirawat dengan respek dan perhatian penuh. 7. Perawat harus mengetahui peran dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal, sehingga mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan

mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. 8. Perawat mampu memahami teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.

DAFTAR PUSTAKA http://www.jurnal.stikes-aisyiyah.ac.id/index.php/gaster/article/view/58/55 di akses pada tanggal 22 September 2018.

Related Documents


More Documents from "ISLAMIAH"