BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya arus globalisasai yang berkembang pesat di segala bidang, membawa perubahan pada perilaku gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan gaya hidup masyarakat tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular. Salah satunya adalah Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Muhammad, 2012). Chronic Kidney Disease, (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Badan Kesehatan Dunia menyebutkan pertumbuhan penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya.Di Amerika Serikat, kejadian dan prevelensi gagal ginjal meningkat di tahun 2014. Data menunjukan setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialysis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140 dalam satu juta orang (Indonesian et al., 2015). Di Amerika pasien dialysis lebih dari 500 juta orang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci.Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Hasil survei yang dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan ada sekitar 12,5 % dari populasi atau sebesar 25 juta penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal (Indonesian et al., 2015) Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi
1
penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 5574 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur β₯75 tahun (0,6%). (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Cronic Kidney Disease (CKD). 2. Tujuan Khusus : a. Mampu mengetahui tentang pengertian mengenai masalah yang berhubungan dengan Cronic Kidney Disease (CKD). b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Cronic Kidney Disease (CKD). c. Mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan Cronic Kidney Disease (CKD). d. Mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan Cronic Kidney Disease (CKD). e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Cronic Kidney Disease (CKD).
2
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Chronic kidney desease (CKD) adalah struktur dan fungsi ginjal yang abnormal >3 bulan, klasifikasi CKD termasuk individu sehat berdasarkan: cause (etiologi CKD), kategori glomerular filtration rate (GFR) dan kategori albuminuria (CGA). (KDIGO 2012) Chronic kidney desease (CKD) adalah adanya kerusakan ginjal (terdeteksi ekskresi albumin >30mg/ hari atau ekivalen dengan penurunan fungsi ginjal (estimasiglomerolus filtration rate/ eGFR <60 ml/ menitselama 3 bulan atau lebih). Kerusakan struktur dan penurunan fungsi ginjal selama 3 bulan untuk membedakan CKD dari acute kidney disease (AKI). (KDIGO 2012)
2. Anatomi Fisiologi Ginjal
a. Anatomi ginjal Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari kolumna tulang belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri agak terletak agak superior dibanding ginjal kanan. Permukaan anterior ginjal diselimuti oleh lambung, pancreas, jejejnum dan sisi fleksi kolon kiri. Permukaan superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal. Posisi dari kedua ginjal didalam rongga abdomen dipelihara oleh dinding peritoneum, kontak dengan organ-organ visceral, dan 3
dukungan jaringan penghubung. Ukuran setiap ginjal orang dewaasa adalah panjang 10 cm, lebar 5,5 cm, sisi sempit 3 cm dengan berat setiap ginjal berkisar 150 gr. Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluhpembuluh darah ginjal dan drainase uretee melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup kapsula ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal. Korteks ginjal merupakana lapisan bagian dalam sebelah luar yang bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medulla ginjal terdiri atas 6-18 piramid ginjal. Bagian dasar pyramid bersambungan dengan korteks dan diantara pyramid dipisahkan oleh jaringan kortikal yang disbeut kolum ginjal. Nefron, ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal dimana apabila dirangkai akan mencapai panjang 145 KM(85mil). Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahp dimana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sediit dari pada usia 40 tahun. Penurunan fungsi ini tidak mengancam jiwa Karen perubahan adaptif sisa nefron dalam mengeluarkan produks sisa yang tepat.Nefron terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang dimana cairan yang difiltrasi diubah mennjadi urine dalam perjalan menuju pelvis ginjal.Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke duktus-duktus pengumpul lain untuk membentuk duktus yang lebih besar. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranatomis, mempunyai tekanan hidsrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dibungkus 4
dalam kapsula Bowman.Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir kedalam kapsula bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal cairan yang mengalir ke ansa henle yang masuk kedalam renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Binding/ikatan cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, oleh sebab itu disebut sebagai bagian tipis dari ansa henle. Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian yang pendek yang sebenarnya merupakan plak pada dindingnya dan dikenal sebagai medula macula densa. Setelah macula densa cairan memasuki tubulus distal, yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus proksimal. Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus ruktus dan tubulus kolingentes kortikal, yang menuju ke duktus kolingentes tunggal yang besar yang turun ke medula dan bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara progresif yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papilla renal. Meskipun setiap nefrom mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat perbedaan, tergantung dari berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak diluar korteks disebut nefron kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya menembus kedalam medulla dengan jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal nefron bertanggung jawab terhadap: (1) reabsorbsi seluruh substrat organic yang masuk tubulus, (2) reabsorbsi 90% lebih dari air yang di filtrasi, dan (3) sekresi air dan produk sisa ke tubulus yang hilang saat proses filtrasi. Kira-kira 20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medulla dan disebut dengan nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masul sengat dalam ke medulla. Pada beberapa tempat semua berjalan menuju ujng papilla renal.Struktur vaskularyang menyuplai nefron jukstamedular juga 5
berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh system tubulus dikelilingi oleh jaringan kapieler peritubular yang luas. Pada nefrom kortikal, seluruh system tubulus dikelillingi oleh jaringan kapiler peritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteiol eferen panjang akan meluas dari glomerulus turun kebawah menuju medulla bagian luar an kemudia membagi diri menjadi kapiler-kepiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah menuju medula dan terletak berdampingan dengan ansa Henle. Seperti ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya kedalam vena kortikal b. Fungsi ginjal : 1. Sebagai tempat mengatur air 2. Sebagai tempat mengator garam dalam darah 3. Sebagai tempat mengatur keseimbangan asam basa darah 4. Sebagai tempat ekskresi dan kelebihan garam 5. Sekresi urin dan mekanisme kerja ginjal Glomerulus berfungsi sebagai saringan. Setiap menit, kira-kira satu liter darah yang mengandung 500 cc plasma mengalir melalui semua glomerulus dan sekitar 100 cc (10%) disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Namun, sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan dan tetap tinggi dalam darah. Cairan yang disaring yaitu filtrate glomerulus, kemudian mengalir melalui tubulus renalis dan sel-selnya menyerap smeua bahan yang diperlukan tubuh serta membuang yang tidak diperlukan. Dalam keadaan normal semua glukosa dan sebagian besar air diabsorbsi kembali, sedangkan produk buangan di keluarkan. Factor yang mempengaruhi sekresi adalah filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.
6
Berikut ini adalah jumlah cairan yang disaring dan dikeluarkan oleh NO
Bahan
Disaring
Dikeluarkan
1
Air
1500 liter
11/2 liter
2
Garam
1700 gram
15 gram
3
Glukosa
170 gram
0 gram
4
Urea
50 gram
30 gram
glomerulus setiap hari :
Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut atau terbawa dalam urine. Berat jenis plasma (tanoa protein) adala 1010. Bila ginjal mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air) maka berat jenisnya kurang dari 1010. Bila ginjal memekatkan urine, maka berat jenis unrine lebih dari 1010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berta jenis tertinggi.
3. Etiologi Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis, akan tetapi apapun sebabnya respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan penurunan fungsi Ginjal bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal. a. Penyakit dari ginjal. 1) Penyakit pada saringan (glomerulus); glomerulonephritis 2) Infeksi kuman; pyelonephritis, ureteritis. 3) Batu ginjal; nefrotiliasis 4) Kista di ginjal ; polcystis 5) Trauma langsung pada ginjal
7
6) Keganasan pada ginjal 7) Sumabatan; batu, tumor, penyempitan/struktur.
b. Penyakit umum dari luar ginjal. 1) Penyakit sistemik; diabetes mellitus dan hipertensi. 2) Dyslipidemia 3) SLE 4) Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis 5) Preeklamsia 6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar) 7) Obat- obatan . (Arif Mutaqin)
4. Manifestasi Klinis A. Gangguan pada sistem gastrointestinal 1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil guanidine serta sembabnya muosa usus. 2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau amonia. 3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik. B. Kulit 1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penmbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
8
2) Ekimosis akibat gangguan hematologi. 3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat. 4) Bekas-bekas garukan karena gatal. C. Sistem Hematologi 1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis sumsum tulang akibat hipertiroidism sekunder. 2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia. D. Sistem saraf dan otot 1) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu digerakkan. 2) urning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki. 3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang. 4) Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas proksimal. E. Sistem kardiovaskuler 1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron. 2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat penimbunan cairan hipertensif. 3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan klasifikasi metastasik.
9
4) Edema akibat penimbuna cairan. F. SiStem Endokrin 1) Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki akibat testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wnita tibul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai amenore. 2) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. 3) Gangguan metabolisme lemak. 4) Gangguan metabolisme vitamin D. G. Gangguan Sistem Lain 1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis fibrosia dan klasifikasi metastasik. 2) Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil metabolisme. 3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia. (Suy0no, 2001)
5. Klasifikasi CKD Gagal ginjal kronik menurut price, 2005: 913 dibagi 3 stadium : -
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium ini kadar kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urin yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
-
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak ( GFR besarnya 25% dari normal ). Pada tahap ini blood urea
10
nitrogen (BUN) mulai meningkat dan kreatinin serum meningakat. Pada stadium ini mulai timbul gejala-gejala nocturia dan polyuria (akibat gangguan pemekatan ). Nocturia (berkemh di malam hari) didefinisikan sebagai gejala pengeluaran urin waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam hari. Nocturia disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan urin diurnal normal sampai tinkatan tertentu d imalam hari. Polyuria berarti peningkatan volume urin secara terus menerus. Pengeluaran urin normal sekitar 1500ml per hari dan berubah ubah sesuai dengan jumlah cairan yang diminum polyuria akibat insufisiensi ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun polyuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3liter/hari. -
Stadium 3 : penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) urenia. ESRD terjadi apabila sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya 10% dari nilai normal dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum akan meningkat sangat mencolok sebagai respon terhadap GFR yang mengalami penurunan. Pada ESRD pasien mulai mengalami gejala-gejala yang cukup parah karna ginjal sudah tidak sanggup lagi untuk mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit pada tubuh. a. Berdasarkan pada kategori GFR, GFR (Stage G) dibedakan menjadi 6. Pasien dengan ckd diklasifikasikan dalam kategori GFR supaya mendapat pengelolaan lebih khusus. G1
: GFR > 90 mL/min per 1,73 m2
G2
: GFR 60 β 89 mL/min per 1,73 m2
G3a
: GFR 45 -59 mL/min per 1,73 m2
G3b
: GFR 30-44 mL/min per 1,73 m2
G4
: GFR 15-29 mL/min per 1,73 m2 11
G5
: GFR < 15 mL/min per 1,73 m2
Rumus Cockcroft- Gault untuk menghitung estimasi GFR CCr (ml/min) =
(140 β umur) π₯ ππ π΅π΅ Cr (mg/dl)π₯ 72
(Bila pada wanita x 0.85) b. Berdasarkan kategori albuminuria (1B) albuminuria (Stage A) dibedakan menjadi 3 kategori yaitu normal, high (microalbuminuria) dan very high (microalbuminuria , stage nefrotik) albuminuria. A1
: ACR < 30 mg/g (< 3,4 mg/mmol)
A2
: ACR 30-299 mg/g (3,4-34 mg/mmol)
A3
: ACR >300 mg/g (>34 mg/mmol)
Dalam penentuan staging CKD dengan menambah albuminuria pada staging GFR (KDIGO) yang sudah di publikasikan. Dengan ditambahkan albuminuria ternyata mortalitas dan komplikasi serta progresi CKD, ESRD lebih
tinggi
disbanding
pasien
kelompok
GFR
sama
tanpa
albuminuria,secara independen albuminuroia maningkatkan resiko progresi CKD. Resiko CKD meningkat bila nilai urine ACR >30 mg/g, meskipun nilai GFR > 60 mL/min per 1,73 m2, hal ini menandakan suatu kidney demage.
12
6. Patofisiologi Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Patatofisiologi gagal ginjal kronis dimulia pada fase awal gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomelurus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urune tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorbsi dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa enghadapi tugas 13
yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini nampaknya berkaitan dengan tuntutan paa nefron-nefron yang ada untu meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukn jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurng. Pelepasan renin akan meningkat bersma dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan
tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma, kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastic dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingg akan terjdi sindroma uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
Respon Gangguan pada CKD a. Ketidakseimbangan cairan Mula-mula
ginjal
kehilangan
fungsinya
seingga
tidak
mampu
memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan caian yang berlebih (polyuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi
karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan
kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotic diuretic, menyebabkan seseorang memnjadi dehidrasi. Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomelurus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan denga retensi air dan natrium. b. Ketidakseimbangan natrium
14
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada GGK yang berat kesimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium. Orang yang sehat dapat pula meningkat diatas 500 mEq/ hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit maka ekskresi natrium kurang dari 25 mEq/hari, maksimaml eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari. c. Ketidakseimbangan kalium Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka hyperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kallium berhubungan
dengan
sekresi
aldosterone.
Selama
urine
output
dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hyperkalemia terjadi karena pemasukan yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi) atau hiponatremia. Hyperkalemia juga merupakn karakteristik dari tahap uremia. Hypokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi akan menyebabkan ekskresi kalium meningkat. Jika hypokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat; HCO3 menurun dan natrium bertahan. d. Ketidaksimbngan Asam-Basa 15
Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya penuruna keskresi H+ sebanding dengan penuruan GFR. Asam yang secar terus menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan
bikarbonat
memperberat
ketidakseimbangan.
Sebagian
kelebihan hydrogen di buffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya osteodistrofi. e. Ketidakseimbangan Magnesium Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara progresifdalam
ekskresi
urine
sehingga
menyebabkan
akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada hipermagnesiemia dapat mengakibtakan henti napas dan jantung. f. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone yang menyebaban ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi kalsium dari tulang dan depresi reabsorbsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25% dari normal hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy. g. Anemia Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut ; 1) Kerusakan produksi eritopoietin. 2) Masa hidup sel darah merah pendek Karena perubahan plasma. 3) Peningkatan
kehilangan
sel
darah
merah
karena
ulserasi
gastrointestinal, dialysis dan pengambilan darah untuk pemerikasaan laboratorium. 4) Intake nutrisi yang tidak adekuat 16
5) Defisiensi folat 6) Defeisensi iron/zat besi 7) Peningkatan hormo paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun. h. Ureum Kreatinin Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah indicator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
7. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratoriumer 1) Laju Endap Darah (LED) : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah. 2) ureum dan kretainin: meninggi, biasanya perbandingan ureum kreatinin kurang lebih 20:1. 3) Hiponatermi : terjadi karena kelebihan cairan. Hyperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis. 4) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK. 5) Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang. 6) Hipoalbuminemia
dan
hipokolesterolemia;
umumnya
disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein. 7) Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer). 17
8) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase. 9) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3, PCO2 yang menurun semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal b. Pemeriksaan diagnostic lainnya 1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita tidak berpuasa. 2) Intravena pielografi (IVP) untuk menilai system pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini memiliki resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya; usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat. 3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, uerete proksimal, kandung kemih dan prostat. 4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal. 5) EKG untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hyperkalemia).
8. Penatalaksanaan 1. Terapi Konservatif Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
a. Tujuan terapi konservatif : 1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi. 2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia. 18
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal. 4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. b. Prinsip terapi konservatif : 1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal. (a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik. (b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi. (c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit. (d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani. (e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi. (f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat. (g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat. 2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat (a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular. (b) Kendalikan terapi ISK. (c) Diet protein yang proporsional. (d) Kendalikan hiperfosfatemia. (e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%. (f) Terapi hIperfosfatemia. (g) Terapi keadaan asidosis metabolik. (h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi konservatif sesuai dengan gejala yang muncul : 1) Asidosis metabolic :
19
(a) Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) : (b) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari. (c) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat< atau sama dengan 20 mEq/L. 2) Anemia Indikasi tranfusi darah pada klien CKD : (a) HCT < atau sama dengan 20 % (b) Hb < atau sama dengan 7 mg5 (c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure. Komplikasi tranfusi darah pada klien dengan CKD : (a) Hemosiderosis (b) Supresi sumsum tulang (c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hyperkalemia (d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV (e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal. 3) Kelainan Kulit Beberapa pilihan terapi : (a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme (b) Terapi lokal : topikal emmolient (tripel lanolin) (c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan Pemberian obat : (a) Diphenhidramine 25-50 P.O (b) Hidroxyzine 10 mg P.O 4) Kelainan Neuromuskular 20
Terapi pilihannya : (a) HD reguler. (b) Obat-obatan : Diasepam, sedatif. (c) Operasi sub total paratiroidektomi. 5) Hipertensi Program terapinya meliputi : (a) Restriksi garam dapur. (b) Diuresis dan Ultrafiltrasi. (c) Obat-obat antihipertensi. 2. Terapi pengganti Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). a) Dialisis yang meliputi : (1) Hemodialisa Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, Indikasi HD adalah : (a) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. (b) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat data bahwa : - Hiperkalemia > 3,5 - 5,5 mg/lt - Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2 - Kegagalan terapi konservatif (c) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema 21
paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg % (d) Kelebihan cairan (e) Mual dan muntah hebat (f) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum ) (g) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah ) (h) Sindrom kelebihan air (i) Intoksidasi obat jenis barbiturate.
(2) Dialisis Peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular,
pasien-pasien
yang
cenderung
akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
b) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal. 22
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu : 1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah. 2) Kualitas hidup normal kembali 3) Masa hidup (survival rate) lebih lama Komplikasi :(biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
9. Komplikasi Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah : a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit berlebih. b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron. d. Anemia akibat penurunan eritropoitin. e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik. f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh. g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan. h. Malnutrisi
karena
anoreksia,
mual,
dan
muntah.
23
B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian 1) Identitas Pasien 2) Keluhan Utama Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gellisah sampapi penurunan kesadaran, tidak selera makan, mual muntah, mulut teras kering, rasa lelah nafa berbau (ureum) dan gatal pada kulit. 3) Riwayat Kesehatan Sekarang Kaji onset pneurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya sesak napas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan memndapat pengobatan apa. 4) Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi system perkemihan yang berulang, penyakit DM, dan hipertensi sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumetasikan. 5) Psikososial Adanya perubahan struktur fungsi tubuh dan adnya tindakan dialysis akan menyebabkan penderita akan mengalami gangguan pada gangguan gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri dan gangguan peran pada keluarga.
2424
b. Pengkajian Pola Gordon 1) Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan Persepsi terhadap penyakit : Biasanya persepsi klien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kecemasan yang tinggi.Biasanya klien mempunyai kebiasaan merokok alkohol dan obat-obatan dalam kesehari-hariannya. 2) Pola Nutrisi/Metabolisme - Pola makan
:biasanya terjadi peningkatan berat badan
cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah. - Pola Minum :Biasanya Klien Minum Kurang Dari kebutuhan tubuh akibat rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan ammonia). 3) Pola Eliminasi - BAB : biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi. - BAK ; biasanya terjadi penurunan frekuensi urine <400 ml/hari sampai anuria, warna urine keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning pekat. 4) Pola aktivitas /latihan Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu dan biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain. 5) Pola Istirahat Tidur Biasanya klien mengalami gangguan tidur, gelisah karena adanya nyeri panggul, sakit kepala dan kram otot/kaki (memburuk pada malam hari). 6) Pola kognitif dan Presepsi Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini pada tingkat ansietas sedang sampai berat. 7) Pola Peran dan Hubungan Biasanya klien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya sehari-hari, karena perawatan yang lama. 25
8) Pola Seksual dan Reproduksi Biasanya terdapat masalah seksual berhubungan dengan penyakit yang diderita 9) Pola Presepsi diri/ Konsep diri Biasanya mengalami kurang percaya diri,merasa terkekang,tidak mampu menerima perubahan, merasa kurang memiliki potensi. 10) Pola koping toleransi stress Biasanya klien mengalami factor stress finansial, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, ansietas, takut, mudah tersinggung, marah, perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif. 11) Pola keyakinan nilai Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
2. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi c. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang asupan makanan e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara oksigen yg dibutuhkan dan yang disediakan g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (misalnya daya gesek, tekanan, imobilitas fisik). h. Resiko cedera i. Resiko infeksi j. Ansietas
berhubungan
dengan
perubahan
status
kesehatan
26 26
3. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa keperawatan
NOC
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan
setelah dilakukan tindakan
NIC :
afterload.
keperawatan selama β¦ x 24jam
Cardiac Care
Batasan karakteristik :
diharapkan penurunan curah
a. Evaluasi adanya nyeri dada
a. Perubahan tekanan darah
jantung teratasi dengan:
b. Dyspnea
Kriteria hasil :
c. Edema
1. Tanda vital dalam rentang
d. Penurunan tekanan vena sentral
normal (TD, Nadi, Respirasi)
(central venous pressure, CVP)
2. Dapat mentoleransi aktivitas,
e. keletihan
tidak ada kelelahan 3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites 4. Tidak ada penurunan kesadaran 5. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fiisik
NIC
(intensitas, lokasi, durasi) b.Catat adanya distrimia jantung c. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output d.Monitor status kardivaskuler e. Monitor balance cairan f. Monitor adanya dyspnea, fatigue, takipneu, dan ortopneu g.Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan h.Anjurkan untuk menurunkan stress
27 27 44
Vital sign Monitoring : a. Monitor Td, Nadi, suhu, dan RR b. Catat adanya fluktasi tekanan darah c. Monitor jumblah dan irama jantung d. Monitor bunyi jantung e. Monitor pola pernafasan abnormal f. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit g. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 2.
Ketidakefektifan
pola
nafas
berhubungan setelah dilakukan tindakan
NIC :
dengan hiperventilasi
keperawatan selama β¦ x 24jam
Airway Management
Batasan karakteristik :
diharapkan ketidakefektifan pola
a. Posisikan
a. Pola napas abnormal
nafas teratasi dengan:
b. Perubahan ekskursi dada
Kriteria Hasil :
c. Penurunan tekanan inspirasi
1. Menunjukkan
d. Dispnea
yang
paten
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi b. Auskultasi suara nafas, catat
jalan
nafas
adanya suara tambahan
(klien
tidak c. Berikan
bronkodilator
28
28 44
bila
e. Pernapasan cuping hidung
merasa tercekik, irama nafas,
perlu
f. Ortopnea
frekuensi pernafasan dalam d. Atur
g. takipnea
rentang normal, tidak ada
mengoptimalkan
suara nafas abnormal)
keseimbangan.
intake
untuk
cairan
2. Tanda Tanda vital dalam e. Monitor respirasi dan status rentang
normal
(tekanan
O2
darah, nadi, pernafasan) 3. Bunyi nafas bersih, tidak ada takipnea dan ortopnea
Terapi Oksigen a. Pertahankan jalan nafas yang paten b. Atur peralatan oksigenasi c. Monitor aliran oksigen d. Pertahankan posisi pasien
Vital sign Monitoring a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR b. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan c. Monitor
TD,
nadi,
RR,
sebelum, selama, dan setelah
29 2944
aktivitas d. Monitor kualitas dari nadi e. Monitor frekuensi dan irama pernapasan f. Monitor suara paru g. Monitor
pola
pernapasan
abnormal h. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 3.
Kelebihan
volume
cairan
b/d
gangguan setelah dilakukan tindakan
NIC :
mekanisme regulasi
keperawatan selama β¦ x 24jam
Fluid management
Batasan karakteristik :
diharapkanKelebihan volume
a. Pertahankan catatan intake dan
a. Peningkatan tekanan vena sentral
cairan teratasi dengan:
b. Distensi vena jugularis
Kriteria Hasil:
c. Perubahan jenis urin d. Ketidakseimbangan elektrolit
1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu 3. Terbebas dari distensi vena
output yang akurat b. Pasang
urin
kateter
jika
diperlukan c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin ) d. Monitor status hemodinamik
jugularis, reflek hepatojugular
termasuk CVP, MAP, PAP,
(+)
dan PCWP 30
30 44
4. Memelihara tekanan vena bunyi sentral, tekanan kapiler
e. Monitor vital sign f. Monitor
indikasi
retensi
paru, output jantung dan vital
kelebihan
sign dalam batas normal
CVP, edema, distensi vena
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan 6. Menjelaskanindikator kelebihan cairan
cairan
/
(cracles,
leher, asites) g. Kaji lokasi dan luas edema h. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian i. Monitor status nutrisi j. Kolaborasikan
pemberian
diuretik sesuai indikasi k. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih
muncul
memburuk
Fluid Monitoring a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake
cairan 31
31 44
dan
eliminaSi b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia,
terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll) c. Monitor berat badan d. Monitor serum dan elektrolit urine e. Monitor serum dan osmilalitas urine f. Monitor
tekanan
orthostatik
dan
darah perubahan
irama jantung g. Catat secara akurat intake dan output h. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem
perifer
dan
penambahan BB i. Monitor tanda dan gejala dari 32
32 44
odema 4.
a.
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari setelah dilakukan tindakan
NIC :
kebutuhan tubuh b/d kurang asupan makanan
keperawatan selama β¦ x 24jam
Nutrition Management
Batasan karakteristik :
diharapkan ketidakseimbangan
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
a. berat badan 20% atau lebih dibawah nutrisi kurang dari kebutuhan
untuk
menentukan
rentang berat badan deal
tubuh teratasi dengan:
kalori
dan
b.
b. kurang minat pada makanan
Kriteria Hasil :
dibutuhkan pasien.
c.
c. ketidakmampuan memakan makanan
d.
d. kelemahan otot untuk menalan
e.
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidk ada tanda tanda malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan
b. Anjurkan
jumlah
nutrisi
pasien
yang
untuk
meningkatkan intake Fe c. Anjurkan
pasien
meningkatkan
untuk
protein
dan
vitamin C d. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi e. Berikan makanan yang terpilih
fungsi pengecapan dari
(sudah dikonsultasikan dengan
menelan
ahli gizi)
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
f. Ajarkan membuat
pasien 33 catatan
harian.
33 44
bagaimana makanan
g. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori h. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan nutrisi i. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi
yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring a. BB pasien dalam batas normal b. Monitor
adanya
penurunan
berat badan c. Monitor
tipe
dan
jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan d. Monitor lingkungan selama makan e. Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam makan f. Monitor
34
kulit
kering
perubahan pigmentasi
34 44
dan
g. Monitor turgor kulit h. Monitor mual dan muntah i. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht j. Monitor makanan kesukaan k. Monitor dan
pucat,
kemerahan,
kekeringan
jaringan
konjungtiva l. Monitor kalori
dan
intake
nuntrisi m. Catat
adanya
edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 5.
Konstipasi berhubungan dengan penurunan
setelah dilakukan tindakan
NIC :
motilitas traktus
keperawatan selama β¦ x 24jam
Constipation/Impaction
Batasan karakteristik :
diharapkan konstipasi teratasi
Management :
a. Perubahan pada pola defekasi
dengan:
a. Monitor
b. Feses keras dan berbentuk
kriteria hasil :
c. Mengejan pada saat defekasi
1. Mempertahankan bentuk feses b.Monitor dan pantau bising usus lunak setiap 1-3 hari 2. Bebas dari ketidaknyamanan
konstipasi
c. Monitor
tanda
dan
gejala
35
feses:
frekuensi,
konsistensi, dan volume
35 44
dan konstipasi 3. Mengidentifikasi
d.Identifikasi indicator
untuk mencegah konstipasi 4. Feses lunak dan berbentuk
factor
penyebab
dan konstribusi konstipasi e. Konsultasi
dengan
tentang
penurunan
dokter dan
peningkatan bising usus f. Kolaborasi pemberian laksatif g. Jelaskan
etiologi
dan
rasionalisasi tindakan terhadap pasien h.Jelaskan etiologi masalah dan pemikiran
tindakan
untuk
pasien i. Anjurkan pasien untuk diet tinggi serat 6.
Intoleransi
aktivitas
ketidakseimbangan
berhubungan antara
dengan setelah dilakukan tindakan
oksigen
NIC :
yg keperawatan selama β¦ x 24jam
Energy Management 36 pembatasan a. Observasi adanya
dibutuhkan dan yang disediakan
diharapkan intoleransi aktivitas
Batasan Karakteristik:
teratasi dengan:
klien
- Dispnea setelah beraktivitas
Kriteria Hasil :
aktivitas
- Keletihan
1.
- Ketidaknyamanan saat beraktivitas
Berpartisipasi dalam aktivitas b. Kaji fisik
tanpa
disertai
dalam
adanya
melakukan
factor
menyebabkan kelelahan
36 44
yang
- Respon tekanaan darah abnormal terhadap
peningkatan tekanan darah, c. Monitor nutrisi
aktifitas
nadi dan RR
- Kelemahan umum - Respon
frekuensi
terhadap aktivitas
2. jantung
abnormal
dan sumber
energi tangadekuat
Mampu melakukan aktivitas d. Monitor pasien akan adanya sehari hari (ADLs) secara
kelelahan fisik dan emosi
mandiri
secara berlebihan e. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
Activity Therapy a. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran
terapi yang tepat. b. Bantu
klien
mengidentifikasi
untuk aktivitas
37 yang mampu dilakukan
c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social d. Bantu untuk mengidentifikasi
37 44
dan mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk
aktivitas
yang diinginkan e. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek f. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai g. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 7.
Kerusakan
integritas
kulit
berhubungan setelah dilakukan tindakan
NIC
dengan faktor mekanik (misalnya daya gesek, keperawatan selama β¦ x 24jam
Pressure management
tekanan, imobilitas fisik).
a. Anjurkan
Batasan karakteristik: - Kerusakan integritas kulit
diharapkanKerusakan integritas
pasien
untuk
kulit teratasi dengan:
menggunakan pakaian yang
Kriteria Hasil:
longgar
1. Intregitas
kulit
yang
38
baik b. Jaga kebersihan agar tetap
- Gangguan permukaaan kulit
dipertahankan
(sensasi,
- Invasi struktur tubuh
elastisitas, temperatur, hidrasi, c. Monitor kulit akan adanya pigmentasi)
kemerahan
2. Perfusi jaringan baik 3. Menunjukkan
kering dan bersih
pemahaman
d. Monitor
aktivitas
mobilisasi pasien
38 44
dan
dalam proses perbaikkan kulit 4. Mampu melindungi kulit dan Insision site care mempertahankan kelembaban a. Membersihkan, memantau dan kulit
meningkatkan
proses
penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau strapel b. Monitor
kesembuhan
area
insisi c. Monitor
tanda
dan
gejala
infeksi area insisi d. Bersihkan area sekitar jahitan, strapel,menggunakan kapas steril
lidi
39
e. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program f. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak balut) sesuai program 8.
Resiko cedera
setelah dilakukan tindakan
NIC :
39 44
Factor-faktor resiko :
keperawatan selama β¦ x 24jam
Environment
ο· Eksternal :
diharapkan resiko cedera teratasi
(Managemen lingkungan) :
dengan:
a. Sediakan
a. Biologis (mis, tingkat imunisasi komunitas mikroorganisme) ο·
Kriteria hasil :
b. Nutrisi
1. Klien terbebas dari cedera
Internal :
2. Mampu memodifikasi gaya
a. Profil darah yang abnormal (penurunan Hb) b. Tingkat imunisasi dan komunitas c. Malnutrisi
hidup untuk mencegah injuri 3. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Management
lingkungan
yang
aman untuk panas b. Menghindari lingkungan yang berbahaya
(mis;
memindahkan perabotan) c. Memasang side reil tempat tidur d. Menyediakan
tempat
tidur
yang nyaman dan bersih e. Menempatkan saklar lampu di
tempat 40yang
mudah
dijangkau pasien f. Membatasi pengunjung g. Menganjurkan
keluarga
menemani pasien h. Berikan penjelasan kepada pasien
dan
keluarga
pengunjung
atau
adanya
perubahan status kesehatan
40 44
dan penyebab penyakit 9.
Resiko infeksi faktor berbungan dengan proses setelah dilakukan tindakan
Infection
control
(
control
invasive
keperawatan selama β¦ x 24jam
infeksi )
Faktor β faktor resiko :
diharapkan resiko infeksi teratasi
e. Bersihkan lingkungan setelah
a. Penyakit
kronis
(diabetes
meletus, dengan:
obesitas)
dipakai pasien lain f. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria hasil :
b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk 1. Klien bebas dari tanda dan g. Batasi pengunjung bila perlu menghindari pemanjanan pathogen c. Pertahanan
tubuh
primer
yang
gejala infeksi tidak 2. Mendeskripsikan
adekuat
penularan
d. Gangguan peristalsis e.
Kerusaka integritas kulit
penyakit,
yang ( pemasangan
kateter intravena dan proses invasive ) f. Merokok
h. Instruksikan proses
pengunjung untuk mencuci
faktor
tangan saat berkunjung dan
mempengaruhi
penularan
setelah meninggalkan pasien
serta i. Gunakan sabun antimikroba
penatalaksanaannya 3. Menunjukkan
pada
saat mencuci 41 tangan
kemampuan j. Cuci tangan sebelum dan
g. Pemajanan terhadap pathogen
untuk mencegah timbulnya
sesudah melakukan tindakan
h. Prosedur invasive
infeksi
keperawatan
i. Malnutrisi
4. Menunjukkan perilaku hidup k. Gunakan baju, sarung tangan sehat
sebagai alat pelindung l. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama pemasangan alat
41 44
m. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kemi n. Tingkatkan intake nutrisi o. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) p. Monitor tanda dan gejala sistemik dan local q. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase dan kondisi 42 luka / insisi bedah
r. Dorong
pasien
masukan
nutrisi
untuk yang
cukup,masukan cairan dan istirahat yang cukup s. Instruksikan
pasien
untuk
minum obat antibiotik sesuai dengan resep t. Ajarkan pasien dan keluarga
42 44
tentang
tanda
dan
gejala
infeksi dan cara menghindar dari infeksi u. Laporkan kecurigaan adanya infeksi 10.
Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
setelah dilakukan tindakan
Anxiety Reduction :
Batasan Karakteristik :
keperawatan selama β¦ x 24jam
a. Gunakan pendekatan dengan
ο·
diharapkan ansietas teratasi
menggunakan
1. Penurunan produktivitas
dengan:
komunikasi terapeutik
2. Gerakan yang irelven
Kiriteria Hasil :
3. Gelisah
1. Klien
Perilaku :
4. Melihat sepintas 5. Insomnia 6. Kontak mata yang buruk ο·
Fisiologis
ο·
merencanakan
harapan
dengan terhadap
jelas perilaku
pasien
2. Klien melaporkan tidak ada c. Jelaskan semua 43 prosedur dan gejala kecemasan secara fisik 3. Klien mampu mengidentifikasi dan
2. Peningkatan keringat
cemas
Simpatik
dapat
strategi koping yang efektif
1. Wajah tegang, tremor
3. Gemetar
b. Nyatakan
teknik
mengungkapkan
apa yang dirasakan selama prosedur
gejala d. Pahami
presektif
pasien
terhadap situasi stress
4. Mengidentifikasi, mengungkapkan
1. Anoreksia
menunjukan
teknik
2. Eksitasi kardiovaskuler
mengotrol cemas
e. Temani dan untuk
pasien
untuk
memberikan keamanan dan mengurangi takut f. Dengarkan keluhan pasien
43 44
3. Wajah merah
5. Vital sign dalam batas normal
4. Jantung berdebar β debar
6. Postur tubuh, ekspresi wajah, g. Identifikasi
5. Peningkatan frekuensi pernafasan dan pupil melebar ο·
bahasa aktivitas
tubuh
dan
tingkat
tingkat
kecemasan pasien
menunjukan h. Bantu
berkurangnya kecemasan
Kognitif
dengan penuh perhatian
pasien
situasi
mengenal
yang
bisa
1. Menyadari gejala fisiologis
menimbulkan kecemasan
2. Penurunan lapang presepsi
i. Dorong pasien dan keluarga
3. Penurunan kemampuan untuk belajar
untuk
mengungkapkan
4. Penurunan
perasaan,
ketakutan
kemampuan
untuk
memecahkan masalah 5. Ketakutan terhadap konsekwensi yang tidak spesifik 6. Cenderung menyalahkan orang lain
dan
presepsi j. Instruksikan
pasien
mengguanakan relaksasi
untuk teknik
44
k. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
44 44
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Chronic kidney desease (CKD) adalah struktur dan fungsi ginjal yang abnormal >3 bulan, klasifikasi CKD termasuk individu sehat berdasarkan: cause (etiologi CKD), kategori glomerular filtration rate (GFR) dan kategori albuminuria (CGA). Chronic kidney desease (CKD) adalah adanya kerusakan ginjal (terdeteksi ekskresi albumin >30mg/ hari atau ekivalen dengan penurunan fungsi ginjal (estimasi glomerolus filtration rate/ eGFR <60 ml/ menitselama 3 bulan atau lebih). Kerusakan struktur dan penurunan fungsi ginjal selama 3 bulan untuk membedakan CKD dari acute kidney disease (AKI).
B. Saran Kepada kita sebagai tenaga kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan terkhususnya kepada pasien dengan penyakit Gagal ginjal kronis hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu gambaran umum keadaan pasien dan rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk penanganan yang lebih optimal.
45 46
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, M., Butcher, H. K., dkk. (2013). Nursing Intervention classification (NIC). Jakarta:EGC Merriam, & WebsterβS. (2015). Diagnosis keperawatan (10 ed). (T.H.Herdman, & S. Kamitsutu, Eds.) Jakarta: EGC Moorhead, S., Jhonson, M., dkk. (2013). Nursing Outcome Batang) Classification (NOC). Jakarta: EGC Mutakin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika 62Karya Tukis Ilmiah (Asuhan Keperawatan pada Tn.K dengan CKD di ruang Melati RSUD (diakses pada tanggal 16 Mei 2018) http://www.e-skripsi.stikesmuhpkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=fstream&fid=1162&bid=1224 Nursing Outcomes classification (NOC), 5th Indonesian edition
46 47