Presus Tb

  • Uploaded by: Gadieh Kasih Chaniago
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presus Tb as PDF for free.

More details

  • Words: 8,892
  • Pages: 44
PRESENTASI KASUS TB PARU

Oleh Gadieh Kasih Muharrom Jr 1102014112 Tutor dr. Windhi Kresnawati Sp.A Moderator dr. Anies Nuringtyas Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

i

ii

BAB I STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : An. I.S Jenis kelamin : Laki-laki Tanggal lahir : 28 September 2003 Umur : 15 tahun Alamat : Kampung Lanji RT 003, RW 006 papanggo tanjung priuk Jakarta Utara Suku Bangsa Pendidikan Tanggal masuk

: Jawa : Tidak melanjutkan sekolah sejak SD kelas 5 : 24 Oktober 2018

B. ANAMNESIS Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 28 Oktober 2018 Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto dengan keluhan sesak nafas sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak tidak dipengaruhi aktivitas, tidak disertai mengi, dan tidak dipengaruhi posisi tidur. Pasien mengatakan sering demam, demam naik turun dan tidak disertai menggigil. Demam dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Pasein juga sering merasa lemas, nafsu makan berkurang. Pada bulan September, satu bulan SMRS, pasien mengaku meminum oplosan kemudian pasien mengalami muntah darah, tidak ada nyeri perut, dan tidak ada pusing. Satu minggu setelahnya, pasien muntah darah lagi, berwarna merah, kurang lebih setengah gelas air mineral. Kemudian dibawa RS Pulo Gandul saat itu diberi obat, keluarga pasien mengatakan tidak tahu nama obatnya tetapi keluarga pasien ingat obatnya berwarna merah setelah diberi terapi tersebut pasien sedikit lebih baik kemudian pasien dipulangkan. Pasien sehari-harinya merokok kurang dari satu bungkus perhari. Satu minggu setelah berobat dari RS Pulo Gandul pasien mengeluh batuk berdahak berwarna putih, setiap kali batuk keluar darah kental. Batuk seperti ini sudah dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Kemudian pasien ke RS Pulo Gandul lalu diberi obat lagi kemudian pasien di rontgen dan diambil darah, hasilnya pasien di diagnosis TBC. Setelah di 1

diagnosis pasien tidak mendapatkan terapi obat anti-tuberkulosis (OAT) dengan alasan pasien tidak memiliki badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), pasien hanya di beri obat simtomatik dan dokter menyarankan pasien untuk kontrol ke Puskesmas saja. Setelah dari RS Pulo Gandul, pasien mengalami sesak nafas, batuk, demam, dan penurunan pendengaran. Keluhan ini dirasakan satu hari setelah pasien sudah pulang dari RS Pulo Gandul. Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas namun hanya diberikan obat batuk untuk mengeluarkan dahaknya tetapi pasien dipulangkan dan tidak diberikan terapi apapun. Tiga hari setelah dari Puskesmas pasien mengalami sesak nafas dan batuk berdarah kembali. Pasien juga mengalami penurunan berat badan dan mengeluh berkeringat saat malam hari. BAB tiga kali sehari, setiap BAB kurang lebih 100cc berwarna hitam, konsistensi lunak, dan terdapat darah. BAK dalam batas normal lalu pasien langsung dibawa ke IGD RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 24 Oktober 2018. Dokter di IGD melakukan pemeriksaan rontgen lalu pasien disarankan untuk rawat inap di RSPAD Gatot Soebroto. Selama di rawat inap pasien menjalani pemeriksaan laboraturium hematologi rutin, kimia klinik, rontgen thorax, dan pemeriksaan mikrobiologi. Dari hasil pemeriksaan tersebut pasien di diagnosis TB paru. Dari hasil anamnesis keluarga pasien mengatakan bahwa di keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien tetapi tetangga pasien mengalami penyakit yang sama seperti pasien dan sudah menjalani pengobatan selama 4 bulan. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada Riwayat penyakit dalam keluarga yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang : Tidak ada Riwayat Kehamilan : Status obstetrik ibu pada saat mengandung pasien adalah G2A0P1. Usia kehamilan ibu adalah 38 minggu, selama kehamilan ibu tidak rutin melakukan antenatal care (ANC).

2

Riwayat Kelahiran : Tempat bersalin

: Rumah bersalin

Penolong

: Bidan

Cara persalinan

: Normal

Berat badan lahir

: 3200 gram (berat lahir cukup)

Panjang badan lahir

: 47cm

Masa gestasi

: 38 minggu

Keadaan setelah lahir

: Langsung menangis

Nilai APGAR

: Ibu lupa

Kelainan bawaan

: Tidak ada

Anak ke

: 2 dari 4 bersaudara

Riwayat Perkembangan: Motorik Kasar Menegakkan kepala

: 2 bulan

Membalikkan badan

: 4 bulan

Duduk

: 6 bulan

Merangkak

: 6 bulan

Berdiri

: 8 bulan`

Berjalan

: 12 bulan

Bahasa Babling

: 9 bulan

Bicara

: 16 bulan

Motor Halus dan Kognitif Menyusun kotak

: tidak diketahui

Mengancingkan baju

: tidak diketahui

Menggenggam benda

: tidak diketahui

Menulis

: 7 tahun

Membaca

: 7 tahun

Prestasi Belajar

: tidak diketahui

Kesan: tumbuh kembang sesuai usia

3

Riwayat Nutrisi : Usia (Bulan) 0-6 6-8 8 - 12 > 12

ASI/PASI dan takaran

Buah

Biskuit

Bubur

Nasi

ASI ASI ASI Susu formula takaran ibu

-

-

Susu + + -

Tim + -

lupa

Kesan : kualitas dan kuantitas pemberian nutrisi pasien cukup Jenis makanan Nasi Sayuran

Frekuensi 7 hari dalam seminggu @ 3-4 kali sehari @ 1 centong nasi 3 hari dalam seminggu @ 2 kali sehari @ 1 sendok sayur /

Daging

1 kali makan 2 hari dalam seminggu @ 1 kali sehari @ 1 potong / 1 kali

Ikan

makan 3 hari dalam seminggu @ 2 kali sehari @ 2 potong / 1 kali

Telur

makan (hanya ikan asin saja) 3 hari dalam seminggu @ 2 kali sehari @ 1 butir / 1 kali

Tahu Tempe Susu

makan Tidak pernah

4

Kesulitan makan : Pasien tidak menyukai tahu, tempe, dan ikan, kecuali ikan asin. Riwayat pribadi/sosial/lingkungan: Pasien adalah anak kandung anak ke 2 dari 4 bersaudara, pasien tinggal bersama dengan ibu nya. Rumah pasien berada di kawasan yang padat penduduk. Rumah pasien terdiri dari 1 lantai dengan ukuran 10 x 5. Ventilasi kurang baik dan rumah tidak mendapatkan pencahayaan matahari dengan baik. Rumah rutin dibersihkan. Pasien mengatakan tetangga dekatnya ada yang mengalami batuk lama dan sudah menjalani pengobatan selama 4 bulan.

Riwayat Imunisasi : Jenis Imunisasi Hepatitis B Polio BCG DTP

Usia Lahir Lahir 2 bulan -

HiB Campak Imunisasi Lain PCV Rotavirus Influenza MMR Tifoid Hepatitis A Varisela

-

-

-

-

-

-

-

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, tidak ada imunisasi tambahan. Riwayat Keluarga : Identitas (Orangtua/Wali)

Usia

AYAH Meninggal

IBU 47 tahun 5

Pernikahan ke 1 Usia saat menikah Tidak diketahui Pendidikan Tidak diketahui Pekerjaan Agama Islam Suku Bangsa Jawa Riwayat Penyakit Tidak diketahui Konsanguitas Tidak Anak ke 2 dari 4 bersaudara

Hubungan Ayah

1 17 tahun SD Pedagang sayur Islam Jawa Magh Tidak

Umur

Jenis

Kondisi

(Tahun) Tidak

Kelamin

saat ini

Keterangan

Laki-laki Meninggal diketahui Ibu 47 tahun Perempuan Sehat Kakak 21 tahun Laki-laki Sehat Pasien 15 tahun Laki-laki Sakit Adik ke-1 13 tahun Laki-laki Sehat Adik ke-2 5 tahun Laki-laki Sehat Angggota keluarga lain yang tinggal serumah: Tidak ada Masalah dalam keluarga : Tidak ada Perkembangan Pubertas: Perkembangan genital: Stadium 4 (Pembesaran lanjut dari penis dengan pertumbuhan lebar dan panjang. Pembesaran glans penis. Kulit sekitar skrotum menjadi lebih gelap Perkembangan rambut pubis: Stadium 4 (Rambut jenis dewasa, tetapi dalam daerah terbatas. Tidak ada penyebaran ke permukaan medial paha). Riwayat Alergi : Tidak ada Riwayat Operasi : Tidak ada C.

PEMERIKSAAN FISIS (dilakukan 28 Oktober 2018) Dilakukan di Ruang Perawatan IKA pukul 19.00 perawatan hari ke 4 Kesadaran : Compos mentis Keadaan umum : Tampak sakit sedang Status mental : Tenang Lingkar lengan atas

: 15 cm

Lingkar kepala

: 49 cm

Berat badan

: Berat tertinggi kapan (kg)

: 48 kg

Berat badan sekarang (kg)

: 34 kg

6

Berat badan masuk (kg)

: 33,5 kg

Tinggi badan Tekanan darah

: 155 cm : 120/60

Frekuensi nadi Frekuensi nafas

: 88 kali/menit, reguler, isi cukup, equal 4 ekstremitas : 20 kali/menit, tipe pernafasan thorakoabdominal, kedalaman

cukup : 36.8 oC (axilla)

Suhu Data Antropometri Berat badan = 34 kg Tinggi badan = 155 cm

Status Gizi : - Berdasarkan BB/U = 34 : 56 x 100% = 60% (berat badan kurang) - Berdasarkan TB/U = 155: 170 x 100% = 91% (Tinggi badan normal) - Berdasarkan BB/TB = 34 : 46 x 100% = 73% (Gizi kurang) Kesan : anak laki-laki usia menurut kurva CDC-NCHCS berdasarkan berat badan terhadap usia = berat badan kurang; tinggi badan terhadap usia = tinggi badan normal; berat badan terhadap tinggi badan = gizi kurang.

Kepala

: Normochepal, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut, ubun-ubun

besar sudah menutup Kulit

: Sawo matang, terdapat scar pada daerah deltoid sebelah kanan bekas

vaksin Wajah

: Simetris, ekspresi wajah normal, tidak dismorfik

Mata

: Kedudukan simetris, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, kornea

jernih, pupil bulat, isokor diameter 3 mm letak sentral, reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+). Hidung

: Bentuk normosepta, tidak ada nafas cuping hidung, tidak deviasi, tidak ada secret, tidak ada edema, mukosa tidak hiperemis, dan epitaksis tidak ada

7

Telinga

: Mengalami tuli konduktif, normotia, simetris, liang telinga lapang,

serumen (-/-), cairan (-/-), perdarahan (-/-) Hidung

: bentuk normal, pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada

Mulut

: Mukosa bibir lembab, bibir tidak sianotik, tonsil T1-T1, tidak

hiperemis, lidah normal, tidak kotor dan tidak deviasi, gusi tidak membesar Leher

: Kelenjar getah bening pada region oksipital, retroauricular,

submental, submandibula, supraclavicular, tidak membesar, trakea berada di tengah, tiroid tidak membesar Thoraks

: Normal, tidak tampak retraksi sela iga, spider nevi (-), tidak terdapat

lesi kulit, buah dada normal, simetris, ginekomastia ( - ) Paru-paru

Inspeksi

:

Kiri

Kanan

Palapasi

Kiri

Depan

Belakang

Simetris dalam keadaan statis

Simetris dalam keadaan statis

dan dinamis

dan dinamis

Simetris dalam keadaan statis

Simetris dalam keadaan statis

dan dinamis

dan dinamis

Sela iga normal, benjolan ( - ), Sela iga normal, benjolan ( - ), nyeri ( - ), fremitus normal

Kanan

Perkusi

nyeri ( - ), fremitus normal

Sela iga normal, benjolan ( - ), Sela iga normal, benjolan ( - ), nyeri ( - ), fremitus normal

nyeri ( - ), fremitus normal

Kiri

Sonor

Sonor

Kanan

Sonor

Sonor

Vesikuler, ronkhi ( - ),

Vesikuler, ronkhi ( - ),

wheezing ( - )

wheezing ( - )

Vesikuler, ronkhi ( - ),

Vesikkuler, ronkhi ( - ),

wheezing ( - )

wheezing ( - )

Auskultasi Kiri

Kanan

8

Jantung : Inspeksi

: Tidak terlihat pulsasi ictus cordis

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas atas: ICS II linea parasternalis sinistra Batas kanan: ICS IV linea parasternalis dextra Batas kiri: ICS V kira-kira 2 cm diatas garis axillaris anterior

Auskultasi

: BJ I-II normal, reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada,

keempat katup terdengar normal reguler Abdomen : Inspeksi

: Datar, simetris, tidak ada luka / sikatrik / perdarahan

Auskultasi

: Bising usus ada

Perkusi

: Timpani pada kuadran abdomen

Palpasi

: Supel, ada nyeri tekan kuadran kanan atas, hepar dan lien

tidak teraba, ginjal ballotement negatif, bimanual negative, nyeri ketuk CVA negatif Anus dan rectum : Tidak dilakukan (tidak ada indikasi) Genitalia : Tidak dilakukan (tidak ada indikasi) Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada kelainan bentuk dan posisi, tidak ada bengkak, deformitas, nyeri, tonus baik, CRT <2” Refleks : 



Refleks Patologis :  Refleks babinski : -/ Refleks Chaddoks : -/ Laseque : -/Rangsang Meningeal :  Kaku kuduk : Brudzinsky I :-

Refleks Oppenheim Refleks Gordon

: -/: -/-

Brudzinsky II Kernig

::-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil pemeriksaan Laboraturium Darah JENIS PEMERIKSAAN

HASIL 24-10-2018

29-10-18 9

Nilai Rujukan

HEMATOLOGI Hematologi lengkap Hemoglobin

8.7*

10.1*

13.0-16.0 g/Dl

Hematokrit

25*

32*

37-49 %

Eritrosit

3.5*

4.4*

4.5-5.3 juta/ µL

Leukosit

6920

6760

4.500-13.500 / µL

417000*

522000*

150.000- 400.000/ µL

Trombosit Hitung Jenis: 

Basofil

-

0

0-1 %



Eosinofil

-

0*

1-3 %



Batang

-

2

2-6 %



Segmen

-

79*

50-70 %



Limfosit

-

17*

20-40 %



Monosit

-

2

2-8 %

MCV

71*

73*

78-98 fL

MCH

25

23*

25-35 pg

MCHC

35

32

31-37 g/dL

RDW

-

16.00

11.5 -14.5%

Retikulosit hemoglobin

-

27.7*

28-35 pg

Ureum

12*

-

20-50 mg/dL

Kreatinin

0.6

-

0.5-1.5 mg/dL

Glukosa Darah (Sewaktu)

110

-

60-140 mg/dL

Natrium (Na)

132

-

132-145 mmol/L

Kalium (K)

3.6

-

3.1-5.1 mmol/L

Klorida (Cl)

90*

-

96-111 mmol/L

Bilirubin total

-

0.30

< 1.5 mg/dL

Bilirubin direk

-

0.20

< 0.3 mg/dL

Kimia Klinik

10

Bilirubin indirek

-

0.10

< 1.1 mg/dL

SGOT (AST)

-

20

< 35 U/L

SGPT (ALT)

-

10

< 40 U/L

Protein total

-

7.0

6- 8.5 g/dL

Albumin

-

3.2*

3.5- 5.0 g/dL

Globulin

-

3.8*

2.5-3.5 g/dL

Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Jenis Pemeriksaan

26 Oktober 2018

29 Oktober 2018 (pewarnaan BTA 2)

Mikrobiologi Pemeriksaan BTA 1  Jenis Bahan

Sputum

Sputum

 

Tanggal diperiksa

29 Oktober 2018

26 Oktober 2018

Hasil

Nilai Rujukan

Negatif

++ /positif 2

Negatif

Skoring TB:

Parameter Kontak TB

0 Tidak jelas

1 -

2 Laporan

3 BTA (+)

Skor 3

keluarga, BTA

(-)

/BTA tidak jelas / tidak tahu Uji

tuberculin Negatif

-

-

(mantouox) 11

Positif

3

Berat badan /

-

keadaan gizi

BB/TB

<90% Klinis

gizi -

atau

BB/U buruk

atau

<60%

BB/TB <70%

Demam

yang

1

-

≥ 2 minggu

-

≥ 3 minggu ≥ 1 cm, lebih

atau

BB/U <60% -

-

1

-

-

1 0

-

-

0

-

-

1

tidak diketahui penyebabnya Batuk kronik Pembesaran kelenjara limfe

dari KGB tidak

kolli,

nyeri

aksilla,

inguinal Pembengkakan

-

tulang / sendi panggul,

Ada pembengkakan

lutut

falang Foto thoraks

Normal

/ Gambaran

kelainan

sugestif

tidak jelas

(mendukung TB) Skor Total

10

Hasil Pemeriksaan Radiologi (25 Oktober 2018)

12

FOTO THORAX TOP LORDOTIK : -

Tampak infiltrat milier di apeks kedua paru.

-

Tampak cavitas di apeks paru kiri.

Kesan : 

Sugestif TB paru dengan komponen cavitas di apeks kiri

Hasil Pemeriksaan Radiologi (28 Oktober 2018)

13

FOTO THORAX AP : -

Jantung kesan tidak membesar.

-

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.

-

Trakea di tengah, kedua hillus suram.

-

Tampak infiltrate milier di kedua lapangan paru dan sebagian infiltrate noduler yang tersebar di lapangan paru.

-

Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip.

-

Kedua hemidiafragma licin.

-

Tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak.

Kesan : 

Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung.



Infiltrate milier di kedua lapangan paru, suspek TB paru milier.



Infiltrate noduler di paru kiri, DD/Tuberkuloma.

E. RESUME 14

Pasien laki-laki berumur 15 tahun dengan berat badan masuk 33,5 kg dan tinggi badan 155 cm, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari smrs. Keluhan disertai batuk, keringat malam, muntah, lemas dan penurunan berat badan dari 45 kg smrs sampai sekarang 34 kg. Pasien sering demam, demam naik turun dan tidak disertai menggigil. BAB didapatkan kurang lebih 100cc berwarna hitam, konsistensi lunak, dan terdapat darah. Pasien juga pernah muntah darah akibat minum oplosan. Pemeriksaan fisis kesadaran pasien compos mentis dengan keadaan umum tampak sakit sedang. Dari tanda-tanda vital didapatkan, tinggi badan 155 cm, tekanan darah 120/60 frekuensi nadi 88 kali/menit, reguler, isi cukup, equal 4 ekstremitas, frekuensi nafas 20 kali/menit, tipe pernafasan thorakoabdominal, kedalaman cukup, Suhu 36.8oC

(axilla).

Pada pemeriksaan lokalis pada bagian telinga terdapat penurunan pendengaran pada telinga kiri. Pada pemeriksaan mata terlihat konjungtiva pucat. Pada bagian abdomen didapatkan nyeri tekan kuadran kanan atas. Pada pemeriksaan kepala, mata, hidung, tenggorokan, leher, jantung, paru, dan ekstremitas hasilnya dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan skor TB didapatkan hasil 10. Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan Hb: 8,7 g/dL (24 Oktober 2018) dan 101 gr/dL (29 Oktober 2018); Ht: 25% (24 Oktober 2018), 32% (29 Oktober 2018); eritrosit 3,5 juta/ul (24 Oktober 2018), 4.4 juta/Ul (29 Oktober 2018); trombosit 417000/Ul (24 Oktober 2018), 522000/ul (29 Oktober 2018); pada pemeriksaan hitung jenis hanya dilakukan pada tanggal 29 Oktober saja, eosinophil 0%, segmen 79%, limfosit 17%, MCV 71 fL (24 Oktober 2018) dan 73 fL (29 Oktober 2018); MCH 25 pg normal (24 Oktober 2018) dan 23 pg (29 Oktober 2018); retikulosit hemoglobin 27,7 pg (29 Oktober 2018); Pemeriksaan laboraturium klinik: ureum 12 mg/Dl (24 Oktober 2018), klorida 90 mmol/L (24 Oktober 2018), albumin 3,2 g/dL (29 Oktober 2018), globulin 3,8 g/dL (29 Oktober 2018). Pemeriksaan bakteriologi sputum BTA didapatkan hasil ++/positif. Pada tes tuberkulin didapatkan hasil indurasi 12 mm. Hasil foto thorax didapatkan sugestif TB paru dengan komponen cavitas di apeks kiri. Foto thorax AP didapatkan kesan infiltrate di kedua lapangan paru, susp tb paru milier dan infiltrat noduler di paru kiri. F. DIAGNOSIS BANDING - TB Paru - Keganasan - Pneumonia G. DIAGNOSIS KERJA -Tb Paru H. ANJURAN PEMERIKSAAN 15

- BTA sputum - Darah lengkap - Foto Thorax AP dan lateral kanan - Skoring TB - Pemeriksaan SGOT/SGPT - konsul THT I. PENATALAKSANAAN Medikamentosa: Cairan : -

O2 1-2 L/hr D5 ¼ s 1000ml / 24jam Inj. Cefotaxime 3 x / gr (IV) 4 Paracetamol 3 x 500 mg p.o Ambroxol 3 x 30 mg p.o B6 2x 1 OAT : 2HRZE-4RH

-

INH 1 x 300 mg p.o RIF 1 x 450 mg p.o PZA 2 x 500 mg p.o ETB 2 x 1000 mg p.o Prednison 3 – 2 – 2 tab p.o

Non-medikamentosa:  Nutrisi : Makan biasa 1875 kcal/24 jam - Karbohidrat : 55/100 x 1875 = 258 gr /hari - Protein : 10/100 x 1875 = 187,5 gr /hari - Lemak : 35/100 x 1875 = 562,5 gr /hari  Pendekatan Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), yang meliputi: - Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana - Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis - Pengobatan dengan OAT dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat -

(PMO) Kesinambungan ketersediaan OAT dengan mutu terjamin Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantuan dan evaluasi



program penanggulangan TB Asuhan gizi : berperan penting dalam keberhasilan pengobatan TB. Tanpa asuhan gizi yang baik, pengobtan TB tidak akan mencapai hasil optimal. J. KOMPLIKASI Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut: 1.

Komplikasi dini: pleuritik, efusi pleura, empyema, laryngitis. 16

2.

Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat. Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptysis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya.

K. PROGNOSIS Qua ad vitam Qua ad fuctionam

: bonam : dubia ad bonam

Qua ad sanationam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP

S:

O:

28 Oktober 2018

29 Oktober 2018

Batuk berdahak berwarna hijau, sesak berkurang,

Demam tidak ada. Batuk ada tapi tidak ada darah,

keringat malam masih ada, demam tidak ada.

dada teraba sakit bila batuk

KU: Tampak sakit sedang

KU: Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Kesadaran : compos mentis

TD = 110/75 mmHg

HR = 80 x/menit

Suhu = 36,8o C

HR = 64 x/menit

RR = 32 x/menit

SpO2 = 99%

Suhu = 36,4 o C

Kepala : normocephali

RR = 22 x/menit

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

SpO2 = 98%

ikterik

Kepala : normocephali, UUB terbuka, datar

THT : telinga normotia, tidak ada sekret, tidak ada napas cuping hidung

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya langsung positiv/positiv,

Leher : tidak terdapat KGB

reflek cahaya tidak langsung positiv/positiv

Thoraks : simetris kanan dan kiri, tidak ada

THT :normotia, tidak ada sekret, tidak ada napas

retraksi

cuping hidung

Cor : Bunyi jantung I dan II murni, reguler, tidak

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

ada murmur, tidak ada gallop

Mulut : lembab, tidak sianosis, tidak ada sekret

Pulmo : suara napas vesikuler, tidak ada ronki, tidak ada wheezing

Thoraks : simetris, tidak ada retraksi Cor : Bunyi jantung I dan II murni, reguler, tidak

Abdomen: supel, bising usus positif normal, terdapat nyeri tekan pada lumbal dextra. tidak ada

ada murmur, tidak ada gallop Pulmo : suara napas vesikuler positiv/menurun,

organomegali Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, CRT <

17

ronki negativ/positiv, wheezing negativ/negativ

2 detik

Abdomen: supel, bising usus positif normal, tidak ada organomegali Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, CRT < 2 detik

A:

Bronkopneumonia

Bronkopneumonia

Hemoptoe susp TB Paru / TB Milier

Hemoptoe susp TB Paru / TB Milier

Anemia ec infeksi kronis

Anemia ec infeksi kronis

Dd : Defisiensi bes

Dd : Defisiensi bes

Gastritis

Gastritis

Gizi kurang

Gizi kurang Gangguan pendengaran

P:

-

-

O2 1-2 L/hr D5 ¼ s 1000ml / 24jam Inj. Cefotaxime 3 x / gr (IV) 4 Paracetamol 3 x 500 mg p.o Ambroxol 3 x 30 mg p.o Atasi nyeri perut / dyspepsia : - Ambroxol 3 x 30 mg p.o - Inhalasi: 3 x/hari Nacl 5,4 Ml Venitoin 2 amp Bisolvon 15-30 (H-6) - Dexanta oksida 3 x 10 Ml - Makan biasa 1800 kkal Terapi OAT : - INH 1 x 30 mg (PO) - RIF 1 x 450 mg (PO) - PZA 2 x 500 mg (PO) - ETB 2 x 500 mg (PO) - Prednison 3 - 2 – 2 tab PG

IVFD D5 ¼ s 1000ml / 24 jam Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr IV Terapi OAT : - INH 1 x 300 mg p.o - RIF 1 x 450 mg p.o - PZA 2 x 500 mg p.o - Prednisone 3 - 2 -2 tab p.o Terapi Gastritis : - Dexanta 3 x 10 ml p.o - Omz 1 x 20 mg p.o Terapi Batuk : - Ambroxol 3 x 30 mg p.o - Inhalasi 3 x/hari - Nacl 5fml - Fentolin 1/mpv L/resep - Bisolvan 15 – 30 tts - Makan biasa 1800kkal - Cek GDT, Retikulosit, dan Hb - Rapid, OQ/PT/Kimia Darah - Konsul THT

30 Oktober 2018

S O

31 Oktober 2018

Pasien mengatakan dada kanan sedikit sakit,

Pasien mengatakan masih batuk, pendengaran

abdomen sakit (lumbal dextra), batuk masih ada

masih berkurang

KU = Tampak sakit sedang Kesadran = compos mentis

KU : tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Suhu : 36,3 o C

Suhu : 36,6o C

HR : 92 x/menit

HR : 68 x/menit

18

RR : 28 x/menit SpO2 : 99% Kepala : Normocephal Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+/+) THT : Normotia, NCH tidak ada, tidak ada secret, pendengaran berkurang Leher : tidak teraba KGB Thoraks : simestris Cor : BJ I-II murni regular Pulmo : suara navas vesicular, tidak ada ronki dan wheezing Abdomen :terdapat nyeri tekan pada lumbal

RR : 24 x/menit SpO2 : 99% Kepala : Normocephal Mata : Konjutiva anemis, tidak ada edema palpebra THT : telinga normotia, tidak keluar cairan, pendengaran masih berkurang Hidung : NCH tidak ada, tidak keluar sekret, tenggorokan T1-T1

dextra, bising usus positif Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

Mulut :bibir pucat, tidak sianosis Leher : tidak teraba KGB Thoraks : kedua dada simetris Cor : Bj I-II murni regular Pulmo : suara navas vasikular, tidak ada suara tambahan Abdomen : nyeri tekan umbilicus, bising usus positif Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

A

TB milier on OAT Anemia ec inflasi kronik Gastritis / dyspepsia Gizi kurang Tuli konduktif

TB paru / milier Anemia ec inflasi kronik Gastritis / dyspepsia Gizi kurang Tuli konduktif

P

Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr IV OAT : INH 1 x 300 mg po PZA 2 x 500 mg po RIF 1 x 450 mg po ETB 2 x 500 mg po Prednison 3 - 2 -2 tab po Gastritis / Dyspepsia : Dexanta 3 x 10 ml Omzl 1 x 20 mg po Batuk : Ambroxol 3 x 300 mg po Inhalasi 3 x /hari Nacl 7Ml Bisolvan 15 – 30 Ventalin 1 resp

OAT : INH 1 x 300 mg po PZA 2 x 1000 mg po RIF 1 x 450 mg po ETB 2 x 1000 mg po Prednison 3 - 2 -2 tab po Gastritis / Dyspepsia : Omz 1 x 20 mg po Antasida 3 x 20 mL po

19

Nb: 1800 kkal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokais infeksi primer. Terdapat perbedaan antara infeksi TB dengan sakit TB. Seorang anak yang positif terinfeksi TB belum tentu menderita sakit TB. Pasien sakit TB perlu mendapat terapi obat antituberkulosis (OAT), sedangkan infeksi TB tanpa sakit TB tidak memerlukan terapi OAT. Pada kelompok resiko tinggi pasien infeksi TB tanpa sakit TB, perlu mendapatkan profilaksis. Etiologi Mikroorganisme penyebab tuberkulosis pada manusia adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri pleomorfik, batang gram positif lemah dengan panjang 2 sampai um. Mikrobakteria bersifat tahan asam , yaitu mampu membentuk kompleks mikolat yang stabil dengan pewarna arylmethane. Istilah basil tahan asam digunakan sebagai nama lain mikrobakteria. Mikrobakteria tumbuh lambat dan waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan kuman ini di media sintesis biasanya tiga sampai enam minggu. Tes sensistivitas obat membutuhkan waktu tambahan 4 minggu. Pertumbuhan kuman dapat terdeteksi dalam satu hingga tiga minggu dalam media cair tertentu menggunakan radiolabeled nutrients. Metode polymerase chain reaction (PCR) dari spesimen klinis digunakan berbagai laboraturium untuk diagnosis cepat. Epidemiologi Pada tahun 2000, terdapat 8,3 juta kasus baru TB di dunia dan 10,7% diantaranya terjadi pada anak-anak: 75% kasus TB anak tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, TB terjadi pada 23 orang per 100.000 anak. Sebagian besar anak dengan infeksi dan penyakit tuberkulosis memperoleh kuman M. tuberculosis dari orang dewasa yang infeksius.

20

Manifestasi Klinis Infeksi tuberkulosis yang menggambarkan fase asimtomatik dari infeksi M. tuberculosis, juga dikenal sebagai tuberkulosis laten. Uji tuberkulin memberikan hasil positif namun pemeriksaan radiologis dada normal dan tidak didapatkan tanda-tanda atau gejala penyakit. Penyakit tuberkulosis terjadi ketika terdapat tanda dan gejala klinis atau hasil pemeriksaan radiologis dada tidak normal. Isitilah tuberculosis biasanya menggambarkan penyakit. Interval waktu antara tuberkulosis laten dan awitan penyakit dapat beberapa minggu atau bertahun-tahun kemudian pada orang dewasa. Pada anak-anaka tuberkulosis biasanya berkembang sebagai komplikasi dini dari infeksi primer, dan kadang sulit membedakan antara infeksi dengan penyakit. Tuberkulosis paru primer: Pada bayi dan anak biasanya asimtomatik. Seringkai penyakit bermanifestasi sebagai uji tuberkulin yang positif dengan kelainan yang minimal pada foto toraks paru seperti adanya infiltrat dengan limfadenopati hillus atau kompleks Ghon. Malaise, demam tidak tinggi, eritema modosum, atau gejala akibat pembesaran kelenjar getah bening dapat terjadi setelah berkembangnya hipersensitivitas tipe lambat. Efusi pleura TB: dapat meneyrtai infeksi primer, biasanya menggambarkan respons imun terhadap kuman tuberkulosis dan terjadi paling sering pada anak yang lebih besar atau remaja. Pemeriksaan cairan pleura menunjukkan limfositosis dan peningkatan kadar protein, namun cairan pleura biasanya tidak mengandung basil tuberkulosis. Biopsi pleura mungkin diperlukan untuk memperoleh konfirmasi diagnosis dengan ditemukannya granuloma dan organisme tahan asam. Tuberkulosis paru reaktivasi: biasa ditemukan pada remaja dan khas pada orang dewasa dengan tuberkulosis, umumnya terbatas pada segmen apeks dari lobus paru atas atau segmen superior dari lobus paru bawah. Biasanya terdapat limfadenopati dan tidak ada infeksi ekstratorakal oleh kerena adanya reaksi hipersensitivitas. Hal ini adalah manifestasi dari perluasan sekunder dari infeksi primer. Penyakit stadium lanjut berhubungan dengan kavitas dan penyebaran kuman di endobronkial. Gejala yang ditimbulkan antara lain demam, keringat malam, malaise, dan penurunan berat badan. Batuk produktif dan berdarah biasanya terjadi pada keadaan adanya kavitas dan erosi bronkus. Perikarditis tuberkulosis: Biasanya terjadi ketika kuman dari paru atau pleura menyebar ke permukaan kontinu dari perikardium. Pengumpulan cairan dengan infiltrasi 21

limfosit terjadi di ruang perikardium. Inflamasi persisten dapat mengakibatkan respon imun selular dengan pecahnya granuloma ke dalam perikardium dan terjadi perikarditis konstriktif. Selain terapi anti mikroba, perikarditis Tb ditatalaksana dengan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi. Limfadenopati: Sering ditemukan dalam penyakit TB paru primer. Lokasi limfadenitis ekstratorakal paling sering adalah di sekitar leher, supraklavikula dan submandibula. Pembesaran kelenjar dapat menyebabkan tekanan pada struktur di sekitarnya. Tuberkulosis milier adalah penyebaran hematogen generalistaa ke berbagai organ. TB milier bermanifestasi sebagai demam, malaise umum,

penurunan berat badan, limfadenopati,

keringat malam, dan hepatosplenomegali. Pneumonitis bilateral difus sering ditemukan dan dapat terjadi meningitis. Foto toraks dada memperlihatkan infiltrat milier bilateral dengan gambaran infeksi luas. Uji tuberkulin dapat non-reaktif sebagai akibat anergi. Biopsi hati dan sumsum tulang dapat berguna untuk penegakkan diagnosis. Meningitis tuberkulosis: Paling sering terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun dan dalam 6 bulan

sejak infeksi primer. Basil TB yang mneyebar ke selaput otak selama

infeksiprimer akan bereplikasi, dan menimbulkan respons inflamasi. Kondisi ini memiliki awitan tiba-tiba, diawali dengan demam tinggi, nyeri kepala, dan perubahan kepribadian ringan. Perkembangan infeksi selanjutnya menyebabkan meningitis di basal dengan kelainan pada syaraf kranial dan bermanifestasi sebagai iritasi meningeal dan selanjutnya meningkatkan tekanan intrakranial, perubahan status mental, dan koma. Computed tomography

(CT) scan menunjukkan hidrosefalus, edema, radio lusen pada daerah

periventrikular, dan infrak. Analisis cairan serebrospinal menujukkan pleositosis (50-500 leukosit/mm3), yang pada awal perjalanan penyakit dapat berupa limfosit atau leukosit polimorfonuklear. Kadar glukosa rendah, dan protein meningkat secara bermakna. Basil tahan asam sering tidak dijumpai dalam cairan serebrospinal baik dari pemeriksaan rutin maupun melalui prosedur pewarnaan fluoresensi. Walaupun kultur kuman TB merupakan diagnosis standar, namun PCR dari M. Tuberculosis berguna untuk mengkonfirmasi meningitis. Regimen pengobatan untuk meningitis TB biasanya pada umumnya terdiri dari empat antituberkulosis dan kortikosteroid Tuberkulosis skeletal: disebabkan karena penyebaran hematogen atau perluasan langsung dari perkijuan nodus limfoid. Hal ini biasanya merupakan keadaan yang kronik dengan awitan tiba-tiba yang dapat diduga sebagai osteomielitis kronik akibat 22

Staphylococcus aureus. Pemeriksaan radiologis menunjukkan destruksi korteks. Biopsi dan kultur penting utuk penegakkan diagnosis yang tepat. Tuberkulosis tulang punggung, pott’s disease, merupakan tempat paling sering terkena diikuti tulang panggul dan jari tangan dan kaki (dactylitis). Bentuk lain tuberkulosis adalah tuberkulosis abdomen yang terjadi akibat menelan bahan infeksius. Komplikasi ini relatif jarang ditemukan di negara maju di mana dilakukan pemeriksaan terhadap tuberkulosis bovine pada ternak sapi. Peritonitis TB berhubungan dengan TB abdomen dan memiliki manifestasi klinis demam, anoreksia, asites, dan nyeri abdomen. Tuberkulosis urogenital adalah komplikasi lambat dan jarang ditemukan pada anak. Gejala penyakit ini adalah disuria, frekuensi, urgensi, hematuria, dan piuria steril. Faktor resiko 

Faktor resiko infeksi TB: kontak TB positif, daerah endemis, kemiskinan, lingkugan yang tidak sehat (sanitasi yang tidak baik).



Faktor resiko sakit TB: faktor usia (anak berusia ≤ 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi; terkait imunitas yang belum sempurna), malnutrisi, kondisi immunocompromised (HIV, keganasan, transpalntasi organ), serta sosial ekonomi rendah dan lingkungan padat.

Patogenesis Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (< 5 um) akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau 23

tengan, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2 – 12 minggu, biasanya berlangsung selama 4 – 8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas selular. Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, ploriferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular medicated immunity, CMI). Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan meyebabkan penumonia atau pleuritis fokal. Jika terjadi proses perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mancair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat 24

terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-value machanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi diding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obetruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di organ tersebut masih tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru dewasa.

25

Diagnosis TB Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu: 1. Konfirmasi bakteriologis TB 2. Gejala Klinis yang khas TB 3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TB) 4. Gambaran foto toraks sugestif TB Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama. Diagnosis TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.6 Anamnesis  Nafsu makan menurun  Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun tanpa penyebab yang jelas  Demam subfebris yang berkepanjangan, terutama jika berlanjut hingga 2 minggu 26

 Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksilla, inguinal, atau tempat lain  Keluhan respiratoris berupa batuk kronis lebih dari 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze  Keluhan gastrointestinal, seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku Pemeriksaan Fisik Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan yang khas pada pemeriksaan fisis. Demam subfebris terjadi hampir sebagian besar kasus. Pemeriksaan antropometri menunjukkan status gizi kurang. Temuan yang lebih spesifik dapat diperoleh jika TB mengenai organ tertentu, seperti:  TB tulang ditemukan gibus, kifosis, paraparesis, atau parapelgia.  TB kelenjar ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening multipel yang berkonfluens tanpa disertai nyeri tekan.  TB meningitis ditandai adanya kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain.  TB kulit (skrofuloderma) terdapat ulkus kulit dengan skinbridge yang umumnya terjadi di daerah leher, aksila, atau inguinal  TB mata ditemukannya konjungtivitis fliktenularis (bintik putih di limbus yang sangat nyeri) Uji tuberculin biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk, atau baru menderita campak. Pengukuran BB/U atau BB/TB. Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.

27

Keterangan:

a. Jika skor total ≥ 6 → diagnosis TB dan obati dengan OAT b. Jika skor total < 6, dengan uji tuberkulin positif atau ada kontak erat → diagnosis TB dan obati dengan OAT c. Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat → observasi gejala selama 2-4 minggu, bila menetap, evaluasi ulang kemungkinan diagnosis TB atau rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Pemeriksaan Penunjang a. Uji tuberculin Uji tuberculin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberculin dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1 ml tuberkulin PPD secara intrakutan di bagian volar lengan dengan arah suntikan memanjang lengan (longitudinal). Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 (2 TU). Reaksi diukur 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasi tranversal diukur dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, termasuk cantumkan 0 mm jika tidak ada indurasi sama sekali. Indurasi ≥ 10 mm dinyatakan positif. Indurasi ≤ 5 mm dinyatakan negatif, sedangkan indurasi 5-9 mm 28

meragukan dan perlu diulang, dengan jarak waktu minimal 2 minggu. Hasil positif uji tuberculin menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberculin belum tentu menyingkirkan diagnosis TB. Cara melakukan dan pembacaan hasil uji tuberkulin

b. Foto toraks Foto toraks merupakan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB pada anak. Terdapat tujuh gambaran radiologis sugestif TB, yaitu pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi segmen/lobus paru, milier, kavitas, efusi pleura, atelectasis, atau kalsifikasi. c. Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan ditengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB. d. Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting untuk menentukan diagnosis TB, baik pada anak maupun dewasa. Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak berusia lebih dari 5 tahun, HIV positif, dan gambaran kelainan paru. Cara mendapatkan sputum anak: 29

a. Berdahak; pada anak lebih dari 5 tahun biasanya sudah dapat mengeluarkan sputum/dahak secara langsung dengan berdahak. b. Bilas lambung; Bilas lambung dengan NGT dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-turut pada pagi hari. c. Induksi sputum; Induksi sputum relative aman dan efektif untuk dikerjakan pad anak semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk melakukan metode ini. Beberapa pemeriksaan bakteriologis TB: a. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau specimen lain (cairan tubuh atau jaringan biopsi) sebaiknya dilakukan minimal 2 kali yaitu sewaktu dan pagi hari. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-PagiSewaktu (SPS), S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium. b. Tes cepat molecular (TCM) TB 1) Saat ini beberapa teknologi

baru

telah

dikembangkan

untuk

dapat

mengidentifikasi kuman Mycobacterium tuberculosis dalam waktu yang cepat (kurang lebih 2 jam), antara lain pemeriksaan Line Probe Assay (misalnya Hain 30

Genotype) dan NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) (misalnya Xpert MTB/RIF). Xpert MTB / RIF assay merupakan deteksi cepat Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan resistensi rifampisin dengan metode real time PCR, dengan gabungan sensitivitas 89% untuk TB paru pada orang dewasa. Dalam penelitian Hasan, et al (2017), sensitivitas pemeriksaan pada anak adalah 88,9% dan spesifitas 95%. 2) Pemeriksaan TCM dapat digunakan untuk mendeteksi kuman Mycobacterium tuberculosis secara molecular sekaligus menentukan ada tidaknya resistensi terhadap Rifampicin. Pemeriksaan TCM mempunyai nilai diagnostic yang lebih baik daripada pemeriksaan mikroskopik sputum, tetapi masih dibawah uji biakan. Hasil negative TCM tidak menyingkirkan diagnosis TB. c. Pemeriksaan biakan Baku emas diagnosis TB adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan biakan (dari sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura maupun biopsy jaringan). Pemeriksaan biakan sputum dan uji kepekaan obat dilakukan jika fasilitas tersedia. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasien TB ekstra paru, TB anak dan TB BTA negatif. Jenis media untuk pemeriksaan biakan yaitu: 1. Media padat: hasil biakan dapat diketahui 4-8 minggu 2. Media cair: hasil biakan dapat diketahui lebih cepat (1-2 minggu), tetapi lebih mahal

31

Tatalaksana Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis (pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). Beberapa hal penting dalam tata laksana TB Anak adalah: 1. Obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh diberikan sebagai monoterapi 32

2. Pengobatan diberikan setiap hari 3. Pemberian gizi yang adekuat 4. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditata laksana secara bersamaan A. Obat yang digunakan pada TB anak 1. Obat anti tuberculosis (OAT) Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA negative menggunakan paduan INH. Rifampisin, Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan.

33

B. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC) Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum obat, panduan OAT disediakan dalam bentuk KDT (kombinasi dosis tetap) / FDC (fixed dose combination). Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Keterangan: R; Rifampisin; H:Isoniazid; Z: Pirazinamid. 1. Bayi dibawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke RS.

34

2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan dengan berat bdan saat itu. 3. Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan ideal (sesuai umur). 4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus). 5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable). 6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan. 7. Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/KgBB/hari. 8. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer. C. Nutrisi Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi, lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malutrisi seperti edema atau muscle wasting. Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika tidak memungkinkan dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TB dapat diatasi. Air susu ibu tetap diberikan jika anak masih dalam masa menyusui. Pencegahan Diagnosis penyakit TB pada anak sangat sulit, karena gejala umumnya yang tidak khas dan sulit untuk mendapatkan spesimen diagnostik. Oleh karena itu, upaya deteksi dini dan terapi ang adekuat merupakan bagian terpadu dari upaya promotif-preventif. Imunisasi BCG hingga saat ini masih dilakukan, walau oleh sebagian kalangan efektivitasnya diragukan. Asupan gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan anak terhadap risiko infeksi dan sakit TB. Upaya pelacakan tidak boleh diabaikan. Bila tenaga medis menemukan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif maka lacak sentrifugal harus dilakukan, yaitu mencari orang terutama anak yang memiliki kontak erat dengan pasien tersebut, untuk mencari kemungkinan apakah orang tersebut telah terinfeksi atau bahkan sakit TB. Deteksi infeksi TB dilakukan dengan menggunakan uji tuberkulin cara Mantoux. Pada anak yang didiagnosis TB, lacak sentripetal juga harus dilakukan, yaitu mencari orang dewasa sebagai sumber penularannya. 1. Vaksinasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)

35

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberi perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier), yang sangat mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80 % terhadap tuberkulosis. Pemberian vaksinasi BCG sangat bermanfaat bagi anak, sedangkan bagi orang dewasa manfaatnya masih kurang jelas.6 Di Indonesia, vaksin BCG merupakan vaksin yang diwajibkan pemerintah. Vaksin BCG juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau tidak ada skar), imigran, komunitas travelling, dan pekerja di bidang kesehatan yang belum divaksinasi (tidak ada catatan atau skar). Setelah vaksinasi, papul (bintik) merah yang kecil timbul dalam waktu 1-3 minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk sembuh. Biarkan tempat vaksinasi sembuh sendiri dan pastikan agar tetap bersih dan kering. Jangan menggunakan krim atau salep, plester yang melekat, kapas atau kain langsung pada tempat vaksinasi. Vaksinasi BCG tidak terlepas memberikan efek samping, maka perlu diketahui bahwa vaksin ini tidak dianjurkan pada seseorang yang mengalami penurunan status kekebalan tubuh dan uji tuberkulin positif. Vaksin BCG dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain. Misalnya Dtap/IPV/Hib. Saat memberikan vaksin BCG, imunisasi primer lain juga diberikan. Lengan yang digunakan untuk imunisasi BCG jangan digunakan untuk imunisasi lain selama minimal 3 bulan, agar tidak terjadi limphadenitis. Imunisasi BCG terbaik diberikan pada usia 2-3 bulan karena pada bayi usia < 2 bulan sistem imun anak belum matang. Pemberian imunisasi penyokong (booster) tidak dianjurkan. Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu: a. Bayi terlahir dari ibu TB BTA positif Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui plasenta, cairan amnion maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua kondisi tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan. b. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak dianjurkan diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian apakah bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak. 2. Skrining dan Manajemen Kontak 36

Skrining dan manajemen kontak adalah kegiatan investigasi yang dilakukan secara aktif dan intensif untuk menemukan 2 hal yaitu anak yang mengalami paparan dari pasien TB BTA positif, dan orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi anak yang didiagnosis TB. Latar belakang perlunya investigasi kontak : a. Konsep infeksi dan sakit pada TB. b. Anak yang kontak erat dengan sumber kasus TB BTA positif sangat berisiko infeksi TB dibanding yang tidak kontak yaitu sebesar 24,4-69,2 %. c. Bayi dan anak usia < 5 tahun, mempunyai risiko sangat tinggi untuk berkembangnya sakit TB, terutama pada 2 tahun pertama setelah infeksi, bahkan pada bayi dapat terjadi sakit TB dalam beberapa minggu. d. Pemberian terapi pencegahan pada anak infeksi TB, sangat mengurangi kemungkinan berkembangnya sakit TB. e. Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB dengan BTA positif dan semua kasus anak yang didiagnosis. 3. Pemberian profilaksis INH Sekitar 50-60 % anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10 % dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian profilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB. Proilaksis primer diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif (+), namun pada evaluasi dengan tidak didapatkan indikasi gejala dan tanda klinis TB. Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan, dengan pemantauan dan evaluasi minimal satu kali per bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai dan anak belum atau tidak terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada anak dengan kontak erat TB yang imunokompromais seperti pada HIV, keganasan, gizi buruk dan lainnya, proilaksis INH tetap diberikan meskipun usia di atas 5 tahun. Profilaksis sekunder diberikan kepada anak-anak dengan bukti infeksi TB (uji tuberkulin atau IGRA positif) namun tidak terdapat gejala dan tanda klinis TB. Dosis dan lama pemberian INH sama dengan pencegahan primer. Profilaksis INH 10mg/kg BB dengan rentang dosis 7-15mg/kgBB diberikan pada anak balita dan anak imunokompromais di segala usia yang kontak erat dengan pasien TB BTA positif. 37

BAB III ANALISIS KASUS 38

Interpretasi Kasus Pasien An. IS laki-laki 15 tahun didiagnosis dengan TB Paru berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini ditemukan hal-hal yang mendukung diagnosis ini, yaitu: Anamnesis Batuk lebih dari tiga minggu disertai demam naik turun lebih dari dua minggu. Batuk tidak berdahak disertai darah. Terkadang ada rasa sesak. Pasien merasa lemas dan mengalami penurunan berat badan 14,5 kg sejak sebulan yang lalu dan disertai keringat malam. Pasien juga mengalami penurunan pendengaran sejak di rawat di RSPAD Gatot Soebroto. Tidak ada riwayat mimisan, maupun gusi berdarah. Pasien juga tidak perna ke daerah endemis. Pada kasus TB diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, Departemen Kesehatan (DEPKES), tahap awal penemuan Tb dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala: batuk berdahakan lebih dari 3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu, dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari dua minggu. Gejala diatas sesuai dengan gejala yang dirasakan pasien. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit, tekanan darah 120/60, suhu 36,8 ºC. Pada pemeriksaan antropometri berat badan, tinggi badan dan satus gizi pasien menujukkan gizi kurang. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru dalam batas normal, tidak ditemukan kelainan. Tidak ditemukan adanya penonjolan tulang belakang. Tapi pada bagian abdomen ditemukan nyeri tekan kuadran kanan atas. Pada pemeriksaan fisik untuk kasus TB menurut buku kapita selekta edisi IV, selain daripada adanya gejala batuk dan demam, pemeriksaan antropometri juga dapat memperkuat diagnosis TB. Pada pemeriksaan antropometri pasien, BB= 34. TB= 155 dengan menguunakan kurva CDC menunjukkan status gizi pasien kurang. Karena pada pasien TB, gizi kurang dapat terjadi akibat nafsu makan yang berkurang dan akhirnya penurunan berat badan. 39

Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan BTA menunjukkan hasil ++ /positif. Pada pemeriksaan uji tuberkulin didapatkan indurasi 12 mm pada pemeriksaan dengan memakai skor tb didapatkan skor 10 dan pada hasil foto thorax lordotik didapatkan kesan sugestif TB paru dengan komponen cavitas di

apeks kiri. Foto thorax AP didapatkan kesan infiltrate di kedua lapangan paru susp tb paru milier dan infiltret noduler di paru kiri. Dari pemeriksaan penunjang diatas pemeriksaan BTA menujukkan hasil positif yang artinya diagnosis pasti TB. Jika hasil negative belum menyingkirkan diagnosis TB. Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, Departemen Kesehatan (DEPKES), pemeriksaan BTA merupakan pemeriksaan utama pada pasien TB. Menurut buku Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak, pemeriksaan bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting untuk menentukan diagnosis TB baik pada anak maupun dewasa. Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak berusia lebih dari 5 tahun dan gambaran kelainan paru luas. Pada anak yang lebih dari 5 tahun biasanya sudah dapat mengeluarkan sputum / dahak secara langsung dengan berdahak. Hal ini sesuai dengan pasien yaitu sudah berumur lebih dari 5 tahun dan sudah bisa disuruh untuk mengeluarkan dahak. Pada pemeriksaan penunjang uji tuberkulin menunjukkan hasil 12 mm dimana jika hasil tes tuberculosis ≥ 10mm dinyatakan positif adanya infeksi bukan menujukkan ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, jika uji tuberkulin negatif, belum tentu menyingkirkan diagnosis TB. Pada skor TB didapatkan hasil skor 12 dimana jika skor TB ≥ 6 maka diagnosis TB dan obati dengan OAT. Salah satu dari skor TB adalah menilai hasil foto thorax. Hasil foto thorax pasien menujukkan sugestif TB paru dengan komponen cavitas di apeks kiri yang berarti semakin kuat diagnosis TB paru pada pasien. Tatalaksana Pada tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah Obat Anti Tuberculosis (OAT); 2RHZE/4RH Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol untuk pengobatan fase intensif dan untuk fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid. Menurut Kemenkes RI pada Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksan TB Anak, pengobatan Tb Paru adalah 2RHZE/4RH pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan (4 bulan). Pada tahap Diperlukan juga evaluasi pengobatan tiap bulannya dengan pemeriksaan fungsi hepar, karena adanya efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin, seperti gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal serta demam. 40

DAFTAR PUSTAKA 1. Subuh M.H, Waworuntu W. Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB pada

anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.

41

2. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Behrman R. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Canada: Elsevier; 2015. 3. Tanto K, L. Frans, H. Sonia, P. Eka Adib, 2014, Kapita Selekta Kedoteran, Media

Aesculapius, Jakarta. 4. Aditama, TY., et al. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 5. Graham, S., et al. 2014. Guidance For National Tuberculosis Programmes On The

Management Of Tuberculosis In Children Second Edition. World Health Organization 2014.

42

Related Documents

Presus Tb
August 2019 29
Presus Gadieh Tb 1.doc
August 2019 26
Presus Melatiku.pptx
May 2020 18
Presus Skabies.docx
December 2019 20
Presus Devi.docx
May 2020 16
Presus Baru.docx
April 2020 13

More Documents from "Zidna"

Presus Gadieh Tb 1.doc
August 2019 26
Presus Tb
August 2019 29
Mematikan Autorun
April 2020 13
Teori Sfft
October 2019 35