Presus Devi.docx

  • Uploaded by: Devi Fitri Aryani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presus Devi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,788
  • Pages: 32
PRESENTASI KASUS TUBERKULOSIS PARU, GIZI SANGAT KURANG PADA LAKI – LAKI USIA 54 TAHUN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN YANG KURANG TERHADAP PENYAKITNYA, TINGGAL DI RUMAH TIDAK SEHAT, DAN TIDAK BERPHBS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Puskesmas Tegalrejo

Disusun oleh: Devi Fitri Aryani 20174011090

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019

HALAMAN PENGESAHAN TUBERKULOSIS PARU, GIZI SANGAT KURANG PADA LAKI – LAKI USIA 54 TAHUN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN YANG KURANG TERHADAP PENYAKITNYA, TINGGAL DI RUMAH TIDAK SEHAT, DAN TIDAK BERPHBS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Puskesmas Tegalrejo

Disusun Oleh: Devi Fitri Aryani 20174011090

Telah dipresentasiakan pada tanggal 14 Maret 2019 Dosen Pembimbing Fakultas

Dosen Pembimbing Puskesmas

dr. Iman Permana, M.Kes., Ph.D.

dr. Nadia

Mengetahui, Kepala Puskesmas Tegalrejo

dr. Prie Aka Mahdayanti

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus ini dengan judul : “ Tuberkulosis paru, gizi sangat kurang pada laki – laki usia 54 tahun dengan tingkat pengetahuan yang kurang terhadap penyakitnya, tinggal di rumah tidak sehat, dan tidak berphbs”

Presentasi kasus home visit ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Keluarga di Puskesmas Ngampilan. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama ini dalam penulisan presentasi kasus ini, antara lain: 1. dr. Iman Permana, selaku dokter pembimbing klinik stase Ilmu Kedokteran Keluarga yang telah memberikan masukan dan pertimbangan guna menyempurnakan penulisan presentasi kasus. 2. dr. Prie Aka Mahdayanti, selaku kepala Puskesmas Tegalrejo, dan dr. Utri, dr.Nadia, dr. Atika, dan dr. Nadia selaku dokter pembimbing puskesmas yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan mulai dari persiapan, penyusunan hingga penulisan presentasi kasus. 3. Seluruh karyawan Puskesmas Tegalrejo yang telah membantu kelancaran dalam penulisan presentasi kasus. 4. Pasien Tn. P dan keluarga yang telah bersedia menjadi pasien dan meluangkan waktunya untuk home visit. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari

3

bahwa presentasi kasus ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini. Semoga laporan kepaniteraan klinik kedokteran keluarga ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.

Yogyakarta, 13 Maret 2019 Penulis

Devi Fitri Aryani

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3 DAFTAR ISI ........................................................................................................... 5 BAB I ...................................................................................................................... 6 A.

IDENTITAS PASIEN .............................................................................. 6

B.

ANAMNESIS ........................................................................................... 6

C.

ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT (ILLNESS) .............................. 9

D.

PEMERIKSAAN FISIK ......................................................................... 10

E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................... 13

F. DIAGNOSIS KLINIS ................................................................................ 13 G.

PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA........................................... 13

H.

RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR .......................................... 17

I.

INDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) ....... 19

J.

FOOD RECALL 24 JAM .......................................................................... 20

K.

DIAGNOSIS HOLISTIK ....................................................................... 20

L.

PENGELOLAAN KOMPREHENSIF ................................................... 20

BAB II ................................................................................................................... 22 BAB III ................................................................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

5

BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. P

Usia

: 54 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Bener

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pedagang

Status Perkawinan

: Menikah

Pendidikan Terakhir : SD Kunjungan Puskesmas: 06 Maret 2019 Kunjungan Rumah I : 10 Maret 2019 Jaminan Kesehatan

: BPJS

B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama

:

Kontrol TB 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku sering batuk-batuk semenjak 6 bulan yang lalu, batuk berdahak tidak kental berwarna putih, selain itu pasien juga mengeluhkan sesak nafas, timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, dan berat badan dirasakan turun terus menerus (dari 50 kg menjadi 35 kg). Pasien mengaku kontak dengan pasien batuk lama dan batuk darah,

6

yaitu tetangga sebelah rumah. Karena batuk yang tak kunjung sembuh, akhirnya pasien memeriksakan diri ke RS Paru Respira dan dianjurkan untuk foto rontgen dada, kemudian pasien dirujuk ke puskesmas tegalrejo sesuai KTP domisili. Disana pasien mendapat obat rutin selama 6 bulan. Saat ini pasien datang ke puskesmas tegalrejo untuk mengambil obat rutin. Berat badan dirasa mulai naik 3 kg sejak 2 bulan lalu, menjadi 38 kg. Keluhan batuk dirasakan makin berkurang dan jarang, sesak nafas tidak ada. Namun saat ini pasien mengeluhkan nyeri dada kiri, nyeri dada dirasakan terus menerus, tidak diperberat ketika aktivitas atau dipereda dengan istirahat. Keluhan dada berdebar-debar, nyeri kepala, mual, muntah disangkal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu 

Riwayat penyakit jantung

: disangkal



Riwayat stroke

: disangkal



Riwayat diabetes mellitus

: disangkal



Riwayat tuberculosis

: disangkal



Riwayat HT

: disangkal



Riwayat asma dan alergi

: disangkal



Riwayat penyakit kronis lainnya : disangkal



Riwayat neoplasma

: disangkal



Riwayat operasi

: disangkal



Riwayat trauma

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

7



Riwayat hipertensi

: Ayah dan ibu pasien mengalami

hipertensi 

Riwayat penyakit jantung

: tidak diketahui



Riwayat stroke

: disangkal



Riwayat diabetes mellitus

: disangkal



Riwayat tuberculosis

: disangkal



Riwayat asma dan alergi

: disangkal



Riwayat penyakit kronis lainnya : disangkal



Riwayat neoplasma

: disangkal

5. Riwayat Personal Sosial 

Pendidikan Pasien menjalani pendidikan terakhir SD



Perkawinan dan keluarga Pasien menikah satu kali pada tahun 1983. Pasien dikaruniai 5 anak. Pasien mengaku hubungannya dengan anak – anak, menantu, dan cucunya sangat baik. Keluarga mendukung dan peduli dalam kesehatan pasien dan mendukung pasien untuk merubah gaya hidupnya.



Pekerjaan dan Penghasilan Saat ini pasien sudah tidak bekerja. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai pedagang siomay dan membatu sang istri yang menyiapakan bahan dagangannya. Namun semenjak sakit pasien tidak lagi

8

berdagang keliling, tugasnya digantikan oleh pegawainya berjumlah 4 orang. 

Sosial Pasien mengaku bahwa lingkungan masyarakat sekitarnya sangat baik, meskipun sejak sakit pasien tidak aktif dalam kegiatan dikampungnya lagi.



Gaya Hidup Pasien riwayat merokok sejak menikah hingga januari 2019, pasien dahulu merokok hingga 1 bungkus perharinya, saat ini pasien sudah tidak merokok lagi.

6. Review Anamnesis Sistem:  Sistem saraf pusat

: demam (-), pusing (-)

 Sistem kardiovaskuler

: nyeri dada (+), rasa berdebar (-)

 Sistem respirasi

: sesak napas (-), batuk (+), pilek (-)

 Sistem sensori

: disangkal

 Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), obstipasi (-)  Sistem Urinari

: dysuria (-)

 Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot (-) gerakan sendi terbatas (-)

C. ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT (ILLNESS) Illness merupakan keadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat dari penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari 4 komponen berupa perasaan, ide atau pemikiran, harapan pasien terhadap

9

penyakit yang dialami, dan efek penyakit terhadap fungsi atau kehidupan sehari – hari pasien. Tabel 1.1. Komponen Illness Tn. P No

Komponen

Pasien Pasien mengaku sudah lebih bisa menerima atau

1

Perasaan

legowo dalam menghadapi sakitnya. Pasien selalu berusaha mematuhi konsumsi obat Pasien berpikir bahwa keadaannya atau penyakitnya sekarang terjadi akibat kebiasaan merokoknya, dan tertular dari tetangga sebelah rumahnya. Meski

2

Ide/Pemikiran

demikian pasien tidak merasa marah terhadapnya, dan lebih berpikir bahwa sakit ini datangnya dari Allah SWT. Awalnya pasien merasa sedikit terbebani dengan kewajiban minum obat

3

4

Efek terhadap

Pasien mengaku aktivitasnya menjadi terbatas dirumah

fungsi

karena takut dianggap sebagai sumber penyakit Pasien berharap penyakitnya dapat sembuh dan bisa

Harapan

beraktivitas seperti semula.

D. PEMERIKSAAN FISIK 

Keadaan umum

: Baik



Kesadaran

: Compos Mentis



Tanda-tanda vital 

Tekanan darah

: 120/80 mmHg



Nadi

: 88x/menit, reguler, isi, dan tegangan cukup



Suhu badan

: 36,7 C



Pernapasan

: 25x/menit

10







Antropometri 

Tinggi badan

: 156cm



Berat badan

: 38 kg



Indeks massa tubuh: 15,61 kg/m2



Status gizi

: Severe thinnes

Pemeriksaan Umum Kulit

: sianosis (-), ikterik (-)

Kelenjar limfe

: tak teraba membesar

Otot

: eutrofi (+), tonus baik (+)

Tulang

: tidak ada deformitas, krepitasi (-)

Sendi

: tanda peradangan (-)

Pemeriksaan khusus  Kepala Bentuk kepala

: normocephal

Rambut

: berwarna hitam

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor reflek cahaya (+/+), lensa : jernih/jernih. Pemeriksaan oftalmoskop : tidak dilakukan

Telinga

: Otorhea (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), epistaksis (-/-), deviasi septum (-)

11

Mulut dan gigi

: mukosa bibir kering (-), faring hiperemis (-), caries gigi (+), gigi berlubang (+), gigi banyak kehitaman dan banyak yang sudah ompong

 Leher Kelenjar tiroid

: Tidak membesar

Kelenjar limfonodi

: Tidak membesar, nyeri tekan (-)

JVP

: Tidak meningkat

 Thorax Paru Inspeksi

: Simetris saat dinamis dan statis, retraksi (-)

Palpasi

: Ketinggalan gerak(-), Vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler, RBK (+) minimal, wheezing (-)

Jantung Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba, kuat angkat cukup

Perkusi batas jantung  Kanan atas

: SIC II linea parasternalis dextra

 Kanan bawah

: SIC IV linea parasternalis dextra

 Kiri atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

 Kiri bawah

: SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : S1 – S2 ireguler, bising jantung (-), gallop (-)

12

 Abdomen Inspeksi

: cembung, distensi (-), jejas (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran, massa(-)

Perkusi

: timpani, nyeri ketok costovertebra (-/-)

 Ekstremitas : - Tampak akral hangat (+) capillary refill <2 detik, sianosis (-), edema (-), sensibilitas menurun pada kedua kaki, reflek fisiologis +/+, reflex patologi (-/-), pulsasi (+), ROM baik -Eutrofi (+) pada kedua kaki. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Rontgen dada : (7 Januari 2019) Tampak opasitas fibroinfiltrat di apeks pulmo dextra dan perihilar pulmo sinistra Kesan TB pulmo bilateral F. DIAGNOSIS KLINIS TB paru kasus baru Gizi sangat kurang DD : Pneumonia. G. PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA

13

1. Genogram Keluarga (family genogram) HT

ç Ny. S

Tn. W

Ny. S

Tn. S

Tn. W Tn. W Tn. W Tn. S Tn. J

Ny. W

Tn. B

H TB

C

Tn. P 54 th

Ny. S 49 th

T

Tn. Pr 34th

An. L 14th

Tn. T

Ny. V 33th

Tn. A 32th

Tn. T 30th

Ny. I Sdr.T 27th 25 th

An. T

An.A 6 th

Keterangan : Laki-laki Wanita Meninggal Satu rumah

C : Care giver D : Decision Maker TB : Tuberkulosis HT : Hipertensi

1. Family life cycle : Pasien termasuk dalam kategori 6 yaitu keluarga dengan anak anak dewasa muda

14

2. Family Map

Anak 2

Tn. P

Ny.S

Anak ke 5

3. Family Life Line Tabel.1.2.Tabel Family Life Line Tahun

Usia

Kejadian

Severity of Illness

1983

19 th

Mulai merokok

Factor resiko

2018

55th

Kontak TB

2018

55 th

Batuk 6 bulan

2019

55 th

Terdiagnosis TB

Faktor resiko

4. Family APGAR Score Tabel.1.3. Skoring APGAR Keluarga Hampir

APGAR Keluarga

Selalu (2)

1. Saya merasa puas karena saya dapat meminta pertolongan kepada

15



Kadang –

Hampir

kadang

tidak

(1)

pernah (0)

2.

3.

4.

5.

keluarga saya ketika saya menghadapi permasalahan Saya merasa puas dengan cara keluarga saya membahas berbagai hal dengan saya dan berbagi masalah dengan saya Saya merasa puas karena keluarga saya menerima dan mendukung keinginan – keinginan saya untuk memulai kegiatan atau tujuan baru dalam hidup saya Saya merasa puas dengan cara keluarga saya mengungkapkan kasih sayang dan menanggapi perasaan – perasaan saya, seperti kemarahan, kesedihan dan cinta Saya merasa puas dengan cara keluarga saya dan saya berbagi waktu bersama









Keterangan klasifikasi APGAR: 8 – 10 : sangat fungsional (high functional family) 4 – 7 : disfungsional sedang (moderate dysfunctional family) 0 – 3 : disfungsional berat (severe dysfunctional family) Total Skor 8 Kesimpulan : termasuk keluarga sangat fungsional 5. Family SCREEM Tabel.1.4. Skoring Family SCREEM ASPEK Sosial

Cultural

SUMBER DAYA

PATOLOGI

Hubungan pasien dengan tetangga Sejak sakit pasien tidak mengikuti baik kegiatan rutin dikampungnya lagi Pasien tidak mempercayai mitos tertentu terutama mengenai penyakitnya sekarang, terutama tentang terapi penyakitnya dengan bantuan dukun, dll.

16

Religius

Pasien adalah seorang muslim yang taat dan rajin beribadah wajib sehari – hari seperti sholat 5 waktu serta melaksanakan rukun islam sebagaimana mestinya Sejak sakit, istrinya lah yang

Economy

bekerja sebagai tulang punggung keluarga Pasien hanya bersekolah hingga

Education

SD Medical

- Pasien memiliki jaminan kesehatan yang dapat mengcover biaya berobat - Akses ke pelayanan kesehatan (puskesmas) mudah dan dekat - Pasien rutin control dan rutin minum obat

H. RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR 1. Kondisi rumah Lokasi rumah berada di Bener, Tegalrejo, Yogyakarta. Rumah pasien berdiri di tanahmilik pribadi dengan luas sekitar 35 m2 (5x7 meter) menghadap ke utara, yang ditempati 4 orang. Terletak di kawasan padat penduduk, terdapat halaman. Rumah pasien berdiri dibawah bangunan lain, untuk mencapai rumahnya harus menuruni tangga yang curam menuju lantai dasar dimana digunakan untuk tinggal. Bangunan permanen, tembok sebagai pembatas langsung dengan rumah tetangga dan tidak berjarak. Atap rumah terbuat dari genteng. Lantai terbuat dari keramik.

17

Pasien tinggal serumah bersama anak pertamanya, anak kelimanya, dan istrinya. Kebersihan rumah relatif baik, barang tertata rapi walaupun ada beberapa barang yang tertumpuk di sudut rumah. Pembagian ruangan : Terdapat tiga kamar tidur, ruang keluarga sekaligus ruang tamu terletak di depan tanpa meja dan kursi, terdapat TV . Ruangan tersebut berada di lantai dasar. Kamar mandi dan dapur pasien berada di lantai atas. Kondisi bak mandi, ember penampung air, jamban, dan dapur kurang bersih. Sanitasi dasar : Kebutuhan air sehari-hari menggunakan air sumur dengan alat pemompa mesin. Pembuangan limbah jamban ditampung dalam septic tank. Air yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga jernih, tidak berasa, dan tidak berbau. Pencahayaan dan ventilasi : Pencahayaan dan ventilasi pada ruangan kurang. Ruangan tampak kurang pencahayaan karena sinar matahari terhalang tembok Lingkungan sekitar rumah Rumah pasien tersebut berada di daerah perkotaan dan kawasan padat penduduk. Jarak rumah pasien dengan rumah di depannya hanya 1,2 meter dan rumah – rumah sangat berhimpitan, jalanan di sekitar rumah tidak cukup dilewati mobil hanya bisa dilewati motor. Rumah pasien bersebelahan dengan sungai.

18

2. Denah rumah

dapur

Kamar tidur Kamar tidur

Kamar mandi

Kamar tidur

I. INDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) Tabel.1.5. Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat No.

Indikator PHBS

Jawaban

1

Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

-

2

Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 – 6 bulan

-

3

Menimbang berat badan balita setiap bulan

-

4

Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan

5

Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6

Menggunakan jamban sehat

Ya tidak Ya

Melakukan pemberantasan sarang nyamuk di rumah dan 7

tidak lingkungannya sekali seminggu

8

Mengkonsumsi sayuran dan/atau buah setiap hari

9

Melakukan aktivitas fisik atau olahraga

10

Tidak merokok

Ya Tidak Ya

Kesimpulan : Rumah tangga tidak ber-PHBS

19

K. DIAGNOSIS HOLISTIK 1. Diagnosis Psiko-Sosial dan Kultural-Spiritual Seorang pria berusia 54 tahun dengan keluarga fungsional, tinggal dirumah tidak sehat, dan tidak berPHBS. 2. Diagnosis Holistik TB Paru kasus baru dengan gizi sangat kurang pada pasien laki-laki berusia 54 tahun, tinggal dirumah tidak sehat, dan tidak berPHBS.

J. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF 1. Upaya Promotif a.

Edukasi pasien dan keluarga mengenai TB paru dan pengobatannya.

b. Edukasi etika batuk c. Edukasi untuk tidak meludah disembarang tempat d. Rajin membersihkan rumah, menjemur bantal, guling, dan Kasur e. Edukasi tentang penggunaan genting kaca 2. Upaya Preventif a. Edukasi kepatuhan minum obat b. Edukasi untuk mempertahankan tidak merokok dan memberi informasi manfaat berhenti merokok

3. Upaya Kuratif a) Farmakologis R/ 4 FDC No XXVII S 1 dd 3 tab

20

R/ Vitamin B6 No IX S 1 dd 1

b) Non farmakologis -

Diit tinggi kalori tinggi protein

-

Berhenti merokok dan menghindari asap rokok

4. Upaya Rehabilitatif Belum diperlukan 5. Upaya Paliatif Belum diperlukan

21

BAB II ANALISIS KASUS

Kasus ini mengenai seorang laki-laki berusia 54 tahun dengan TB paru pada kasus baru yang terdiagnosis sejak Januari tahun 2019. Pada saat kunjungan rumah, keluhan yang dirasakan pada pasien yaitu batuk sudah jauh lebih membaik, sesak nafas disangkal, namun pasien mengalami nyeri dada kiri yang tidak diperberat dengan aktivitas maupun diperingan dengan istirahat. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Pemeriksaan fisik pada saat kunjungan rumah menunjukkan tanda vital pasien terutama tensinya masih tinggi yaitu 120 sistolik dan 80 diastolik, dengan pemeriksaan paru-paru didapatkan suara tambahan RBK (+) minimal bunyi Cor S1S2 normal. Sementara dari pemeriksaan penunjang rontgen radiologi didapatkan gambaran TB paru bilateral. Saat digali pada kegiatan homevisit, pasien ini tidak memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai penyakitnya. Pasien mengetahui mengenai penyakitnya, namun tidak mengetahui faktor risiko, dan komplikasi. Pengetahuan yang baik ini meliputi penularan, kepatuhan minum obat dan upaya perbaikan gizi yang didukung oleh keluarga untuk proses kesembuhan pasien. Pasien mulai berusaha memperbaiki pola makan baik dari segi jumlah maupun apa yang dikonsumsinya.

22

Untuk hal yang belum diketahui pasien adalah terkaitan kelembapan udara yang tinggi mendukung pertumbuhan kuman TB. Seiring dengan penyesuaian diri pasien, disertai dukungan keluarga dan lingkungan sekitar pasien dapat mencapai tahap penerimaan dan menjalani hariharinya dengan baik. Seluruh perangkat penilaian keluarga hasilnya baik dan keluarga pasien merupakan keluarga sangat fungsional. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga 1. Primary Care: pasien telah datang ke puskesmas sebagai tujuan pengobatan pertamanya setelah mendapat rujukan dari RS paru Respira. 2. Personal Care: pelayanan yang diberikan memberikan kenyamanan pada pasien. 3. Holistic Care: aspek klinis dan psikososial pasien terus dipertahankan. 4. Comprehensive care: penatalaksanaan promotif, preventif,dan kuratif telah dilaksanakan pada pasien ini 5. Continuing care: memonitor keadaan pasien dan mencatatnya dalam rekam medis, sehingga perkembangan pasien dapat selalu dipantau secara berkelanjutan. 6. Emphasis on Preventive Medicine: pencegahan penyakit pada kasus ini dilakukan dengan memberikan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien. 7. Patient-centered Care, Family Focused and Community-oriented Care: eksplorasi mengenai aspek disease dan illness pada pasien dan keluarga serta dilakukannya penilaian fungsi keluarga. 8. Collaborative Care: kolaborasi antara dokter, farmasi, petugas TB dan psikolog dibutuhkan dalam pemberian edukasi mengenai penyakit pasien untuk menjaga semangat pasien dalam menyelesaikan pengobatannya selama 6 bulan

23

24

BAB III TINJAUAN PUSTAKA TUBERKULOSIS A. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. B. Patogenesis Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni ditempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

25

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

26

pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolapskonsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread ). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial

27

di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenic generalisata akut (acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed) . Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. C. Terapi Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1. Prinsip pengobatan 28

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: 

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan



Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment ) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).



Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif) a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan 2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan : 1) 2 RHZE / 4 RH atau 2) 2 RHZE / 4R3H3 atau 3) 2 RHZE/ 6HE. Paduan ini dianjurkan untuk 1) TB paru BTA (+), kasus baru 2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh

29

paru) Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi b. TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB). c. TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi 1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB) 2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal 3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru d. TB Paru kasus putus berobat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : 1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal. 2) Pasien menghentikan pengobatannya 2 bulan: Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif,

30

lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal. o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal. o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur resistensi) terhadap OAT.

31

DAFTAR PUSTAKA 1.

Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium

Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20. 2.

Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of

Tuberculosis JAMA 1995 ; 273 : 220-26. 3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23. 4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3 –7.

32

Related Documents

Presus Melatiku.pptx
May 2020 18
Presus Skabies.docx
December 2019 20
Presus Devi.docx
May 2020 16
Presus Baru.docx
April 2020 13
Presus - Psikotik.docx
December 2019 28

More Documents from "Yoga Ajie Laksono"