PRESENTASI KASUS
PEB PADA MULTIGRAVIDA HAMIL PRETERM DALAM PERSALINAN KALA I FASE AKTIF LAMA
DISUSUN OLEH: SARAH AZZAHRO
G 99172150
DWI PRATIKA ANJARWATI
G 99172064
ANAK AGUNG SAGUNG WIKAN P K
G 99172035
MADE LARASHATI PUTRI W
G99181041
PEMBIMBING : dr. NURDIANASARI, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2019
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Presentasi kasus dengan judul:
PEB PADA MULTIGRAVIDA HAMIL PRETERM DALAM PERSALINAN KALA I FASE AKTIF LAMA Hari, tanggal :
,
Januari 2019
Oleh : SARAH AZZAHRO
G 99172150
DWI PRATIKA ANJARWATI
G 99172064
ANAK AGUNG SAGUNG WIKAN P K
G 99172035
MADE LARASHATI PUTRI W
G99181041
Mengetahui dan menyetujui, Pembimbing Presentasi Kasus
dr. NURDIANASARI, Sp.OG NIP. 19801222 200801 2 018
2
BAB I PENDAHULUAN Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara.Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), daninfeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.7 Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik. Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Penyebab preeklampsia/eklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Banyak teori yang menerangkan namum belum dapatmemberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan adalah iskemia plasenta. Namun teori ini tidak dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan kondisi ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya preeklampsia/eklampsia
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia 1. Definisi Preeklampsia diartikan sebagai suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal, ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi spesifik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Penyakit ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya,
misalnya
pada
mola
hidatidosa
(Sarwono,
2010).
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multi sistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri (Cleveland,2018) Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal (Angsar , 2003). 2. Etiologi Penyebab
preeklampsia/eklampsia
sampai
sekarang
belum
diketahui secara pasti. Banyak teori yang berusaha menjelaskan etiologi namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Meskipun etiologi terjadinya preeklampsia sampai sekarang belum jelas namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklampsia, yaitu (Wibowo,2009) : a. Teori genetik Dari
hasil
penelitian
dapat
diduga
preeklampsia
merupakan
penyakit yang dapat diturunkan secara resesif (disebut teori
4
resesif).
Preeklampsia
riwayat
keluarga
dapat
terjadi
preeklampsia,
pada
seperti
penderita
ibu
dengan
penderita
atau
saudara perempuan penderita (Artikasari, 2009) b. Teori imunologik Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan karenaadanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi trofoblas dari lisis oleh sel NKibu. HLA-G juga akan membantu invasi trofoblas pada jaringan desidua ibu. PadaPreeklampsia terjadi penurunan HLAGsehingga konsepsi tetapberjalan tapisel-sel trofoblast tidak bisa melakukan invasi ke dalam arterispirales agar berdilatasi. Beberapa hal yang berkaitan denganteori ini antara lain bahwa beberapa wanita denganpreeklampsia/eklampsia dalamserum
danadanya
mempunyai aktivasi
kompleks
sistem
imun
komplemen
padapreeklampsia/eklampsia diikuti dengan proteinuria (Artikasari, 2009). c. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel Ischemia plasenta pada preeklampsia terjadi karena pembuluhdarah yang mengalami dilatasi hanya terjadi pada arterispirales di decidua, sedang pembuluh darah di daerahmyometrium yaitu arteri spirales dan arteri basalis tidakmelebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologikinvasi spirales,sehingga
sel
trofoblast
arteri
ke
spirales
dalam menjadi
lapisan menurun
otot
arteri
tonusnya
danakhirnya melebar. Pada preeklampsia invasi sel-sel trofoblastini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggidan seolaholah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkanpembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darahplasenta sehingga terjadi iskemia plasenta.Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atauoksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga
5
disebut toxaemia. Radikal bebas akanmengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak endotelpembuluh darah.Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan disfungsi endoteldan berakibat sebagai berikut: 1) Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai vasodilatorkuat menurun 2) Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi tromboksan sebagaivasokonstriktor kuat 3) Perubahan endotel glomerolus ginjal 4) Peningkatan permeabilitas kapiler 5) Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit oksida (NO) 6) Peningkatan faktor koagulasi 3. Faktor Risiko Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yangberpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik,
kelainan
vaskuler
antifosfolipidantibodi
dan
dan
nefropati.
jaringan
ikat),
Faktor-faktor
sindrom
resiko
lain
dihubungkandengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin (Angsar, 2009): a. Faktor Kehamilan 1) Abnormalitaskromosom 2) Mola hidatidosa 3) Hidrops fetalis 4) Kehamilan ganda 5) Donor oosit atau inseminasi donor 6) Anomali strukturkongenital 7) ISK 8) Kehamilan multipel
6
b. Faktor spesifik Maternal 1) Primigravida 2) Usia > 35 tahun atau <20 tahun 3) Ras kulit hitam 4) Riwayat Preeklampsia padakeluarga 5) Nullipara 6) Preeklampsia pada kehamilansebelumnya 7) Jarak antar kehamilan >10 tahun 8) Obesitas sebelum kehamilan(Indeks masa tubuh > 30 kg/m2) 9) Merokok 10) Diabetes Mellitus tergantung insulin 11) Penyakit Ginjal 12) Hipertensi Kronik 13) Kondisi
medis
khusus:
DM,HT
Kronik,
PenyakitGinjal,
trombofilia 14) Stress psikis 15) Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid syndrome) c. Faktor spesifik Paternal 1) Partner lelakiyang pernahmenikahi wanitayang kemudianhamil danmengalamipreeklampsia 2) Paparan terbatas terhadap sperma 3) Primiparitas 4. Patofisiologi Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriolae pada tubuh mengalami spasme,maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. (Gibbons dkk, 2010). Sedangkan kenaikan berat badan dan oedem yang disebabkan oleh penimbunan air yangberlebihan dalam ruang interstisial belum diketahui sebabnya, mungkinkarena retensi garam dan air. Proteinuria dapat
7
disebabkan oleh spasmearteriolae sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Castro, 2004).Patogenesis terjadinya preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut (Bari, 2000): a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan sensitivitas vaskuler Pada preeklampsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yangmenyebabkan
pembuluh
terhadapbahan-bahan
darah
vasoaktif
menjadi
sangat
(vasopresor),
peka
sehingga
pemberianvasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi.Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi
namunpadapreeklampsia
prostasiklin
yang
menyebabkan
terjadi
penurunan
berakibatmeningkatnya
menurunnyasintesis
kadar
tromboksan
angiotensin
II
yang
sehingga
pembuluh darah menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan bahanvasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi. b. Hipovolemia Intravaskuler Pada
kehamilan
normal
terjadi
kenaikan
volume
plasma
hinggamencapai 45%, sebaliknya pada preeklampsia terjadi penyusutan volumeplasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal.
Menurunnya
volume
plasma
menimbulkan
hemokonsentrasi dan peningkatanviskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ pentingmenjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahanbahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunanperfusi ke dalam
jaringan
utero-plasenta
mengakibatkan
oksigenasi
janinmenurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation /IUGR), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.
8
c. Vasokonstriksi pembuluh darah Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetapmeskipun curah
jantung
meningkat,
hal
ini
terjadi
karena
adanya
penurunantahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi
peningkatan
kepekaan
terhadap
bahan-bahan
vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan vasoaktif dalam tubuh
dengan
cepat
menimbulkan
vasokonstriksi.
Adanya
vasokonstriksi menyeluruh pada sistempembuluh darah artiole dan pra kapiler sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi terhadap
kejadian
hipovolemik.
Sebab
jika
tidakterjadi
vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalamsyok kronik. Pada preeklampsia berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia. (Sofian,2011). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklampsia terjadi gangguan perfusi dari sistem uteroplasenta. Bila halini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akanmelepaskan angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara generalsehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan (Sofie dkk, 2005). Ternyata, hipovolemia dan hipoksia
jaringan
intravascular
dapat
pula
coagulation)
disebabkan
yang
oleh
dapatterjadi
DIC(disseminated akibat
pelepasan
tromboplastin karena terdapat jejas pada sel endotel pembuluhdarah uterus.Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang membentukglomerulus, maka dapat terjadi endotheliosis glomerular yang menyebabkan peningkatanperfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat ditemukanproteinuria. Vasokonstriksi kapilerkapiler dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu,dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensidari Na dan air
sehingga
pada
pasien
preeklampsia
terjadi
oedem.Kelainan
trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancamnyawa.
9
Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrositdapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisisdengan cepat (Sarwono, 2010a). 5. Klasifikasi Preeklampsia
termasuk
kelainan
hipertensi
dalam
kehamilan.Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain: hipertensi kronis, Preeklampsia , superimposed eklampsia pada hipertensi kronis dan hipertensi gestasional. Hipertensi kronik adalah peningkatan tekanan darah yang timbul sebelum kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau menetap setelah 12 minggu post-partum. Sebaliknya, Preeklampsiadidefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria yangmuncul setelah usia kehamilan 20 minggu. Eklampsia, komplikasi beratpreeklampsia adalah munculnya kejang pada wanita dengan preeklampsia.Kejang eklampsia
relatif
jarang
dan
muncul
<1%
wanita
dengan
eclampsia(Sastrawinata, 2003). Superimposed
preeklampsia
pada
hipertensi
kronik
ditandai
denganproteinuria (atau dengan peningkatan tiba-tiba level protein jika sebelumnyasudah ada proteinuria), peningkatan mendadak hipertensi (dengan asumsitelah ada proteinuria) atau terjadi sindroma HELLP (Bari, 2000).Hipertensi gestasional didiagnosa jika terjadi kenaikan tekanan darahtanpa proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan darahkembali normal dalam 12 minggu post-partum. Seperempat wanita denganhipertensi gestasional mengalami proteinuria dan belakangan berkembangmenjadi preeklampsia (Bari, 2000). Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: a. Pre eklampsia ringan 1) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; ataukenaikan sistolik ≥ 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik ≥ 15 mmHg.
10
2) Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan denganjarakperiksa 1 jam, sebaiknya 6 jam. 3) Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan ≥ 1kgper minggu. 4) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateteratau mid-stream. b. Pre eklampsia berat 1) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg. 2) Proteinuria ≥ 5 gram/liter. 3) Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam. 4) Adanya
gangguan
serebral,
gangguan
visus
menetap
(penurunankesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur). 5) Nyeri epigastrium. 6) Terdapat oedem paru dan sianosis. 7) Trombositopenia berat (<100.000 sel/mm 3 ) atau penurunan trombositdengan cepat 8) Kerusakan
hepatoseluler:
Peningkatan
kadar
alanin
dan
aspartataminotransferase 9) Oligohidramnion, pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat, atauabrupsi plasenta 10) Sindroma HELLP Klasifikasi pre-eklampsia lain, yaitu (Bari, 2003): a. Genuine pre-eklampsia Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Esbach)
11
b. Superimposed pre-eklampsia Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem. Biasanya disertai hipertensi kronis sebelumnya (Bari, 2003). 6. Diagnosis Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai denganadanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik denganaktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanyahipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organlainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran.Dengan adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangankejang, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan (Saifudin dkk, 2006). Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalahgejala-gejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif danobyektif. Gejala subyektif, antara lain: nyeri kepala frontal, gangguan visualdan nyeri
epigastrium.
Sedangkan
gejala
obyektif,
antara
lain:
hiperefleksia,eksitasi motorik, dan sianosis (Artikasari, 2009) 7. Diagnosis Banding (Sarwono, 2009) a. Hipertensi kronik b. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia c. Hipertensi gestasional d. Eklampsia e. Epilepsi 8. Penanganan a. Manajemen Ekspektatif atau Aktif (POGI, 2016) 1) Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia tanpa Gejala Berat a) Manajemen
ekspektatif
direkomendasikan
pada
kasus
preeklampsia tanpa gejala berat denganusia kehamilan
12
kurang dari 37 minggu dengan evaluasi maternal dan janin yang lebihketat b) Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat. c) Evaluasi ketat yang dilakukan adalah: •
Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
•
Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
•
Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
•
Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam seminggu)
13
•
Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan dopplervelocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan
2) Perawatan Ekspektatif Pada Preeklampsia Berat a) Manajemen
ekspektatif
direkomendasikan
pada
kasus
preeklampsia berat dengan usiakehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin stabil. b) Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga direkomendasikan untukmelakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal
14
c) Bagi
wanita
yang
preekklamsia
melakukan
berat,
perawatan
pemberian
ekspektatif
kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin d) Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat
inapselama
melakukan
perawatan
ekspektatif b. Pemberian Magnesium Sulfat Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanyaadalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darahperifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagaiantihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptorN-metil-D-aspartat (NMDA) di otak,
yang
apabila
menyebabkanmasuknya
teraktivasi kalsium
ke
akibat
asfiksia,
dalam
neuron,
dapat yang
mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang (Marzane, 2009) c. Pemberian Antihipertensi Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan-sedang (tekanandarah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih kontroversial. European Society of Cardiology (ESC)guidelines 2010 merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpaproteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala ataukerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun. Pada keadaan lain, pemberianantihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥ 150/95 mmHg. Obat anti hipertensi yang kerap digunakan pada ibu hamil antara lain adalah (Hanifa dkk, 2006):
15
1.
Calcium Channel Blocker Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan vasodilatasi denganmenghambat masuknya kalsium ke
dalam
sel.
Berkurangnya
resistensi
perifer
akibat
pemberiancalcium channel blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan
efeknya
pada
sirkulasi
vena
hanyaminimal.
(Chunningham,2009) Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak dekadeterakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi (Haryono,2004). Penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan labetalolintravena, kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilatorarteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi
urin.Dibandingkan
dengan
labetalol
yang
tidak
berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipinmeningkatkan indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat. Regimen yangdirekomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30mg (Angsar,2009) 2.
Metildopa Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah obat antihipertensiyang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejaktahun 1960,
metildopa
mempunyai
safety
margin
yang
luas
(palingaman).Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengandosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk danmenetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaanmetildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. (Angsar ,2010)
16
9. Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul akibat PEB diantaranya adalah (Sarwono, 2010b): a. Impending Eclampsia Preeklampsia berat dapat mengarah menjadi impending eclampsiadan menjadi eklampsia. Menurut Organization Gestosis, impending eclampsia adalah gejala-gejala oedema, protenuria, hipertensi disertaigejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara lain: nyeri kepala,gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antaralain hiperefleksia, eksitasi motorik dan sianosis (Angsar, 2003). Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan padaliver dalam bentuk kemungkinan (Angsar, 2003): 1) Perdarahan subkapsular 2) Perdarahan periportal sistem dan infark liver 3) Edema parenkim liver 4) Peningkatan pengeluaran enzim liver Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkankegagalan dari kemampuan sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat(ke otak) dan menimbulkan berbagai bentuk kelainan patologis sebagaiberikut (Angsar, 2003): 1) Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah 2) Iskemia yang menimbulkan infark serebal 3) Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis 4) Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina 5) Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula oblongata b. Sindroma HELLP Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler
(peningkatan
enzim
hati
(SGPT,SGOT),
gejalasubjektif (cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium),
17
hemolisisakibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuhdan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesitrombosit
di
dinding vaskuler),
kerusakan
tromboksan
(vasokonstriktorkuat), lisosom (Manuaba, 2007). c. Perdarahan otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia (Angsar, 2003).Dari metaanalisis 4 penelitian menunjukkan
wanita
dengan
preeklampsia
memiliki
risiko
strokesebesar 1,81 (95% CI 1,45 – 2,27) dan DVT (RR 1,19; 95% CI 1,37 – 2,33) dibandingkan kontrol. d. Gagal ginjal Kelainan
berupa
endoteliosis
glomerulus
yaitu
pembengkakansitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yanglainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal(Angsar, 2003). e. Hipoalbuminemia f. Ablasio retina Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsungsampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi padaretina. Hal
ini
merupakan
tanda
gawat
akan
terjadi
apopleksia
serebri(Angsar, 2003). g. Edema paru Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahankarena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru (Angsar, 2003) h. Solusio plasenta Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akutdan lebih sering terjadi pada preeklampsia (Angsar, 2003) i. Hipofibrinogenemia Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala (Angsar,2009).
18
j. Hemolisis Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut(Angsar, 2003). k. Prematuritas, IUGR dan kematian janin intrauterin 10. Prognosis Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 – 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2–48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, di samping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat
mendapat
pertolongan.
Kematian
ibu
biasanya
karena
perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intrauterin (Artikasari, 2009).
19
BAB III STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS 1. Identitas Penderita Nama
: Ny. S
Umur
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sruweng, Kebumen
Status Perkawinan
: Kawin
Tanggal Masuk
: 1 Januari 2019
No RM
: 3644xx
2. Keluhan Utama PEB dalam persalinan kala I fase aktif lama 3. Riwayat Penyakit Sekarang Seorang G3P2A0, usia 41 tahun, dengan usia kehamilan 36+1 minggu datang rujukan dari bidan dengan keterangan G3P2A0 usia kehamilan 36+1 minggu dengan PEB inpartu kala I fase aktif lama. Pasien merasa hamil 8 bulan lebih. Gerakan janin masih dirasakan. Kencengkenceng teratur sudah dirasakan, lendir darah
(+), air kawah belum
dirasakan keluar, nyeri kepala depan (-), mual muntah (-),nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur (-) sesak (-). Pasien mengatakan tekanan darah mulai naik sejak satu bulan terakhir dengan tekanan darah 150/90mmHg dan merasa kaki bengkak sejak usia kehamilan 5 bulan. Pasien sudah pembukaan 6 sejak jam 22.00 (31 Desember 2018). 4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat perdarahan saat hamil
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat hipertensi kehamilan sebelumnya: disangkal
20
Riwayat diabetes mellitus
: disangkal
Riwayat sakit ginjal
: disangkal
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi obat/ makanan
: disangkal
5. Riwayat Haid Menarche
: 12 tahun
Lama menstruasi
: 5-7 hari
Siklus menstruasi
: 28 hari
6. Riwayat Obstetri Hamil I
: Laki-laki, 16 tahun, BBL 2500 gram, spontan, aterm, di rumah
Hamil II
: Laki laki, 12 tahun, BBL 2700 gram, spontan, aterm di rumah
Hamil III
: Hamil sekarang
HPMT : 22 April 2018 HPL
: 27 Januari 2019
UK
: 36+1 minggu
7. Riwayat Perkawinan Menikah 1x usia pernikahan 17 tahun. 8. Riwayat KB KB
: (+) suntik
B. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis a. Keadaan Umum : sedang, compos mentis, gizi kesan cukup b. Tanda Vital
:
Tensi
: 160/100 mmHg
Nadi
: 107x/menit
Respiratory Rate
: 20x/menit
Suhu
: 36,40C
21
c. Kepala
: mesocephal
d. Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT
: discharge (-/-)
f. Leher
: kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorak
:
1) Cor Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: Bunyi Jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
2) Pulmo Inspeksi
: pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi
: sonor // sonor
Auskultasi
: suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), wheezing (-/-)
h. Abdomen Inspeksi
: Dinding perut > dinding dada, distended gravid (+), striae gravidarum (+)
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal IU, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, kepala sudah masuk panggul, HIS (+), DJJ (+) 152x reguler, TFU : 27 cm, Taksiran Berat Janin 2170 gram.
i.
Genital
: Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, Pembukaan 6 cm, kulit ketuban (+), AK (+), STLD (+), kepala di Hodge II
22
j. Ekstremitas oedema
: akral dingin
-
-
-
-
+
+
-
-
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG (1/1/2019) Janin tunggal, Intrauterine, DJJ (+), 152x/menit, reguler FB : BDP : 9,24 cm ≈ 37+4 mg HC : 31,23 cm ≈ 35 mg AC : 32,52 cm ≈ 36+3 mg FL : 6,66 cm ≈ 34+2 mg EFBW 2783 gram Plasenta insersi di corpus grade II Air ketuban kesan cukup Tak tampak kelainan kongenital mayor Kesan janin saat ini dalam keadaan baik
2. Cardiotocografi ( 1/1/201) Baseline
: 150
Variabilitas
: 5-10
Akselerasi
: (+)
Deselerasi
: (-)
Fetal movement
: (+)
Kontraksi
: (+)
NST kategori
:I
23
3. LABORATORIUM (1/1/2019 5:37): Hb
:14,1 g/dL
Hct
:41 %
AL
: 19 ribu/ul ( )
AT
: 267 ribu/ul
AE
: 4,4 juta/ul
Golongan Darah: O Kimia Klinik GDS
: 105 mg/dl
Hepatitis HbsAg
: non reaktif
Urine Protein
: ++/positif 2
D. SIMPULAN Seorang G3P2A0 , 41 tahun, UK 36+1 minggu. Riwayat obstetri dan fertilitas baik, nyeri kepala di depan (-) nyeri ulu hari (-) mual muntah (-). Tekanan darah 160/100 mmHg. Teraba janin tunggal intrauterine, memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, kepala sudah masuk panggul, his (+), DJJ (+) 152 x/ menit reguler, TFU 27 cm≈ 2170gr, pembukaan 6 cm, KK (+), AK (+), STLD (+).
E. DIAGNOSIS AWAL PEB pada multigravida hamil preterm dalam persalinan kala I fase aktif lama.
F. PROGNOSIS Dubia
24
G. TERAPI
Lanjut persalinan pervaginam
Protab PEB : o O2 3 lpm o IVFD RL 12 tpm o Inj MgSO4 20% 4 gr initial dose dilanjutkan dengan 1gr/jam selama 24 jam o Nifedipine 3x10mg o Awasi KU/VS/ Tanda-tanda impending eklampsi dan eklampsia/ DJJ
Evaluasi 2 jam jika tidak maju stimulasi dengan oksitosin 10 IU 4 tpm
H. FOLLOW UP 1. Evaluasi tanggal 1/1/19 pukul 08.00 WIB G3P2A0, 41 tahun, Keluhan
: kenceng (+)
Keadaan umum : baik, compos mentis Vital sign
: Tekanan darah :138/88 mmHg Nadi
: 90x/mnt
RR : 18x/mnt Suhu : 36,60C
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax
: c/p dalam batas normal
Abdomen
: supel, nyeri tekan (-), DJJ (+) 145x, HIS (+) 23x/10’/40-50”
Genital
: pembukaan 6, portio tebal kesan oedem (+), KK (+), kepala di Hodge II, STLD (+)
Diagnosis
: PEB pada multigravida hamil preterm dalam persalinan kala I fase aktif
Terapi
:
Stimulasi persalinan dengan oksitosin 10 IU 4 tpm
25
Protab PEB : O2 3 lpm IVFD RL 12 tpm Inj MgSO4 20% 1gr/jam selama 24 jam (mulai pukul 06.00 selesai pukul 06.00 2/1/19) Nifedipine 3x10mg Awasi KU/VS/ tanda impending dan eklampsia/ DJJ
2. Evaluasi tanggal 1/1/19 pukul 19.30 WIB G3P2A0, 41 tahun, Keluhan
: kenceng (+), Stimulasi botol 1 habis
Keadaan umum : baik, compos mentis Vital sign
: Tekanan darah :157/93 mmHg Nadi
: 88x/mnt
RR : 20x/mnt Suhu : 36,60C
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax
: c/p dalam batas normal
Abdomen
: supel, nyeri tekan (-), DJJ (+) 148x, HIS (+) 3x/10’/50”
Genital
: pembukaan 6, portio oedem (+), KK (+), kepala di Hodge II, STLD (+)
Diagnosis
: PEB pada multigravida hamil preterm dalam persalinan kala I fase aktif dalam stimulasi oksitosin
Terapi
:
Stimulasi persalinan dengan oksitosin 10 IU 20 tpm botol ke 2
Protab PEB : O2 3 lpm IVFD RL 12 tpm Inj MgSO4 20% 1gr/jam selama 24 jam (mulai pukul 06.00 selesai pukul 06.00 2/1/19) Nifedipine 3x10mg
Awasi KU/VS/ tanda impending dan eklampsia/ DJJ
26
3. Evaluasi tanggal 2/1/19 pukul 01.30 WIB G3P2A0, 41 tahun, Keluhan
: kenceng (+) , stimulasi botol ke 2 habis
Keadaan umum : baik, compos mentis Vital sign
: Tekanan darah :147/88 mmHg Nadi
RR : 20x/mnt
: 90x/mnt
Suhu : 36,60C
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax
: c/p dalam batas normal
Abdomen
: supel, nyeri tekan (-), DJJ (+) 142x, HIS (+) 23x/10’/40-50”
Genital
: pembukaan 6, portio tebal kesan oedem (+), KK (+), kepala di Hodge II, STLD (+)
Diagnosis
: PEB pada multigravida hamil preterm dalam persalinan kala I fase aktif gagal induksi
Terapi
:
Pro SCTP-em + MOW
Protab PEB : O2 3 lpm IVFD RL 12 tpm Inj MgSO4 20% 1gr/jam selama 24 jam (6 jam post op) Nifedipine 3x10mg Awasi KU/VS/ tanda impending dan eklampsia/ DJJ
LAPORAN OPERASI Prosedur Pelaksanaan tindakan SCTP-EM : 1. Prosedur operasi rutin 2. Pasien dibaringkan di meja operasi dalam keadaan narkose 3. Dilakukan toilet medan operasi, dipasang duk steril 4. Dilakukan insisi secara linea mediana 5. Setelah peritoneum parietale dibuka tampak uterus gravid
27
6. Plika vesika uterina dibuka bentuk semilunare 7. Segmen bawah rahim di insisi bentuk semilunar diperdalam secara tumpul , kulit ketuban dipecah 8. Tangan operator memegang kepala janin, dikeluarkan kepala terlebih dahulu diikuti punggung dan kepala, asisten mendorong fundus uteri 9. Bayi dilahirkan per abdominal jenis kelamin laki-laki, berat lahir 2690 gram, anus (+), kelainan kongenital (-), Apgar skor 4-5-7 10. Plasenta dilahirkan lengkap bentuk cakram ukuran 20x20x1,5 cm 11. Bloody angle di klem, tidak ada perdarahan 12. Segmen bawah rahim dijahit jelujur, tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonealisasi 13. Dilakukan tubektomi bilateral 14. Dilakukan penjahitan dinding abdomen lapis demi lapis sampai dengan kutis 15. Operasi selesai 16. Perdarahan durante operasi 300 cc 17. Kondisi ibu sampai dengan selesai operasi baik.
Evaluasi tanggal 2 Januari 2019 pukul 10.25 WIB Lahir bayi laki-laki dengan BB 2690 gr, Apgar Skor 4-5-7 Evaluasi tanggal 2 Januari 2019 pukul 10.35 WIB Lahir plasenta lengkap ukuran 20x20x1,5 cm
4. Instruksi Post OP -
Awasi KU/VS/Tanda perdarahan
-
BU (+) flatus (+) minum sedikit-sedikit
-
Terapi :
Inj ceftriaxone 2 gr/24 jam
Inj ketorolac 30mg/8jam
MgSO4 20% 1gr/jam selama 24 jam (6 jam post op jam 17.00)
Drip oksitosin 1 amp + methergyn 1 amp
28
Etabion 2x1
Awasi KU/VS/ BC / tanda impending
5. Instruksi 2 jam post OP (2/1/19 13.00) P3A0, 41 tahun, Keluhan
: nyeri bekas operasi (+), ASI (-)
Keadaan umum : baik, compos mentis Vital sign
: Tekanan darah :145/80 mmHg Nadi
: 86x/mnt
RR : 20x/mnt Suhu : 36,40C
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax
: c/p dalam batas normal
Abdomen
: supel, BU(-) nyeri tekan (-), kontraksi baik, TFU setinggi pusat, tampak luka operasi tertutup perban.
Genital
: perdarahan (-), lochia (+)
Diagnosis
: Post SCTP + MOW ai gagal induksi pada PEB multipara h preterm DPH 0
Terapi
:
Inj ceftriaxone 2 gr/24 jam
Inj ketorolac 30mg/8jam
MgSO4 20% 1gr/jam selama 24 jam (6 jam post op jam 17.00)
Drip oksitosin 1 amp + methergyn 1 amp
Etabion 2x1
Awasi KU/VS/ BC / tanda impending
29
BAB IV ANALISIS KASUS
Seorang G3P2A0, usia 41 tahun, dengan usia kehamilan 36+1 minggu datang rujukan dari bidan dengan keterangan G3P2A0 usia kehamilan 36+1 minggu dengan PEB inpartu kala I fase aktif lama. Pasien merasa hamil 8 bulan lebih. Gerakan janin masih dirasakan. Kenceng-kenceng teratur sudah dirasakan, lendir darah (+), air kawah belum dirasakan keluar, nyeri kepala depan (-), mual muntah (-),nyeri ulu hati (-), penglihatan kabur (-) sesak (-). Riwayat obstetri pasien baik, pasien rutin kontrol kehamilan di bidan. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah tensi tinggi dan pembukaan jalan lahir. Keluhan nyeri kepala, mual dan muntah serta nyeri ulu hati di sangkal yang berarti pasien tidak mengalami tanda-tanda impending eklampsia . Dari anamnesis sudah didapatkan kenceng-kenceng teratur, lender darah (+) tetapi air kawah belum dirasakan keluar. Dari HPMT pasien pada tanggal 22 April 2018, dapat diketahui usia kehamilan pasien 36+1 minggu yang berarti pasien hamil preterm karena usia kehamilannya masih kurang dari 37 minggu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg. Tekanan darah pasien yang tinggi masuk ke kriteria diagnosa preeklamsia berat yaitu tekanan darah ≥ 160 mmHg untuk sistolik atau ≥ 110 mmHg untuk diastolik. Sebelumnya pasien mengaku belum pernah mengalami tekanan darah tinggi, namun saat pemeriksaan kehamilan di bidan satu bulan terakhir pasien mengaku tekanan darahnya naik. Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan inspeksi mata tidak didapatkan konjungtiva anemis ataupun sklera ikterik. Pemeriksaan pulmo suara dasar vesikuler (+/+), tidak didapatkan suara tambahan. Pemeriksaan jantung didapatkan bunyi jantung I-II, reguler. Pada pemeriksaan palpasi abdomen teraba supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterin, memanjang, punggung di kiri dan presentasi kepala sudah masuk panggul. TFU 27 cm, his (+), DJJ (+) 152x/menit. Pada pemeriksaan genital vulva dan urethra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, pembukaan 6 cm, kulit ketuban (+), AK (+),
30
STLD (+), kepala di Hodge II. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan adanya oedem (+) pada kedua tungkai. Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan penunjang, Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb (14,1 g/dl), hematokrit (41%), eritrosit (4,4 x106/uL), leukosit (19 ribu/uL) dan trombosit (267 ribu/ uL). Pemeriksaan protein urin didapatkan hasil +2. Dari pemeriksaan laboratorium tersebut diagnosis preeklampsia berat dapat ditegakkan. Dari hasil USG didapatkan: tampak janin tunggal intrauterine, memanjang (presentasi kepala, punggung di kiri), DJJ (+) 152x dengan Fetal biometri BPD : 9,24 cm ≈ 37+4 mg; HC : 31,23 cm ≈ 35 mg ; AC : 32,52 cm ≈ 36+3 mg ; FL : 6,66 cm ≈ 34+2 mg, EFBW : 2783 gram, tampak plasenta insersi di corpus uteri grade II, air ketuban kesan cukup, tak tampak jelas kelainan kongenital mayor. Dapat disimpulkan kondisi janin baik dengan posisi memanjang presentasi kepala. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini didiagnosis dengan PEB pada multigravida hamil preterm kala I fase aktif. Terapi utama pada pasien ini adalah dilanjutkan persalinan pervaginam, evaluasi 2 jam apabila tidak ada pembukaan maka diberikan stimulasi dengan oksitosin intravena. Setelah evaluasi selama 2 jam, ternyata tidak ada kemajuan pembukaan sehingga pasien diberikan stimulasi oksitosin botol 1. Setelah botol 1 habis, ternyata pembukaan masih sama yaitu pembukaan 6 sehingga dilanjutkan stimulasi oksitosin botol kedua. Ketika botol kedua habis, tidak didapatkan kemajuan pembukaan persalinan sehingga induksi stimulasi dinilai gagal dan janin harus dilahirkan perabdominal dengan operasi section caesaria. Selain itu, pasien diberi tatalaksana sesuai dengan protab PEB yaitu oksigenasi dengan nasal kanul 3 liter per menit, infus ringer laktat 12 tetes per menit, injeksi MgSO4 20% 4 gr dalam 15 menit (initial dose) dan injeksi MgSO4 20% 1 gr/jam selama 24 jam (maintenance dose), serta pemberian nifedipin 3x10mg karena tekanan darah pasien ≥ 160/110 mmHg. Oksigenasi diberikan pada pasien agar mengurangi rasa sesak, serta memastikan oksigenasi jaringan pada tubuh memadai. Infus Ringer Laktat diberikan dengan tiga tujuan: maintenance, resusitasi, dan pencegahan
31
komplikasi. Sebagai maintenance, infus RL
diberikan untuk meningkatkan
preload jantung. Pada preeklampsia berat, sering ditemukan vasopasme pada pembuluh darah perifer dan peningkatan tekanan pembuluh darah perifer. Pemberian infus RL akan menurunkan tekanan darah perifer, peningkatan cardiac output, dan peningkatan perfusi oksigen ke jaringan. Selain itu, pemasangan infus dapat memberi akses langsung ke intravena agar dapat memberikan obat secara cepat. Sebagai resusitasi, infus RL diberikan karena pasien dengan preeklampsia berat dapat berisiko terjadinya hipovolemia karena abruptio placenta dan komorbiditas lain yang dapat menyebabkan perdarahan masif pada pasien. Selain itu, efek resusitasi yang ingin dicapai meliputi perbaikan gangguan pembekuan, dan perbaikan kapasitas perfusi oksigen ke jaringan. Sebagai pencegah komplikasi, infus RL diberikan untuk mencegah komplikasi preeklampsia berat, salah satunya adalah gangguan ginjal.Pada pasien dengan preeklampsia berat, sering ditemukan adanya oligouria karena berbagai faktor (prerenal dan renal). Pemberian cairan RL akan mengatasi oliguria tersebut, dan dengan pemberian infus RL, dapat diamati balance cairan lebih ketat, karena umumnya pasien dengan preeklampsia berat ditatalaksana pula dengan magnesium sulfat. Pemberian obat hipertensi kerja cepat diberikan karena terdapat hipertensi berat pada pasien (tekanan darah >160-170/100-110 mmHg).Pemberian obat hipertensi harus diberikan secara intravena jika ditemukan tekanan darah sistolik melebihi 180 mmHg. Target penurunan tekanan darah pada pasien dengan preeklampsia berat adalah <150/100 mmHg, atau 25% penurunan dari MAP saat itu.Obat yang menjadi pilihan terapi adalah nifedipin oral, hidralazin intravena, dan labetalol. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella (+), laju nafas 16-20x per menit, dan jumlah urin minimal 30 cc dalam 4 jam. Selama pemberian MgSO4, urine output pasien harus dikontrol dengan cara pemasangan kateter dan dihitung balance cairannya. Hal ini dimaksudkan agar pada pasien ini keseimbangan elektrolit tetap terjaga dan tidak terjadi hipermagnesia.MgSO4 yang diberikan
32
berfungsi sebagai profilaksis kejang, tokolitik, antihipertensi dan diuretik.Apabila pasien mengalami keracunan MgSO4 maka dapat diberikan antidotum seperti kalsium glukonas.
33
DAFTAR PUSTAKA Angsar MD (2003). Hipertensi Dalam Kehamilan Edisi II . FK-UNAIR, pp: 1019 Angsar MD (2009). Hipertensi Dalam Kehamilan Edisi II . Surabaya: FKUNAIR, pp 10-19 Angsar MD (2010). Hipertensi dalam Kehamilan dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 530-561 Artikasari K (2009). Hubungan antara Primigravida dengan Angka Kejadian Preeklampsia/Eklampsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode 1 Januari–31 Desember 2008 Bari A (2003). Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI. Jakarta Bari A, Andriaanzs G, Gulardi HW, Djoko W (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo Buku Acuan Nasional (2001). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Castro CL (2004). Chapter 15. Hypertensive disorders of pregnancy. In: Essentialof
Obstetri
and
Gynecology
.
4th
Ed.
Philadelphia:
Elseviersaunders, p: 200Cleveland (2007). Fetal Distress. Cleveland: Department of Patient Education and Health Information. Diakses di http://www.clevelandclinic.org/health/healthinfo/docs/3800/3896.asp?ind ex=12401 pada November 2018 pukul 21.53 WIB. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong (2009). Obsetri William . Edisi 23. Jakarta: EGC. Gibbons L, Belizán JM, Lauer JA, Betrán AP, Merialdi M, Althabe F (2010). The Global Numbers and Costs of Additionally Needed and Unnecessary Caesarean Sections Performed per Year: Overuse as a Barrier to Universal Coverage . World Health Report 34
Hanifa W, Abdul BS, Trijatmo R (2006) Ilmu Bedah Kebidanan . Edisi pertama.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Haryono (2004). Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal . Surabaya:Himpunan Kedokteran Fetomaternal Jayakusuma A (2005). Sindroma HELLP Parsial Pada Kehamilan Prematur . FK–UNUD.25 – 43 Manuaba IBG (2007). Pengantar Kuliah Obstetri . Jakarta: EGC, pp 401-31 Marzanie, Hanifa, Kurniawati D (2009). Obgynacea. Yogyakarta Neville F, Hacker J, George Moore (2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates POGI (2016). Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi 2. Semarang: Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI Saifuddin AB, dkk (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternaldan Neonatal.Jakarta: YBPSP, pp: M37-9 Sarwono P (2008). Hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Sarwono P (ed). Ilmu Kebidanan . Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sarwono Prawirohardjo Haram K, Svendsen E, dan Abilgaard U (2009). The Sindroma HELLP: clinicalissues and management: a review. BMC Pregnancy and Childbirth , 9: 8 Sarwono P (2010a). Ilmu Bedah Kebidanan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sarwono P (2010b). Ilmu Kandungan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sastrawinata S (2003). Obstetri Patologi . Jakarta: EGC Sofian A (2011). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Edisi 3 Jilid 1 . Jakarta: EGC, pp: 143-149 Sofie RK, Johanes CM, Jusuf SE (2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi . Bandung: Rumah Sakit Hasan Sadikin Wibowo B (2009). Preeklampsia dan eklampsia. Dalam: Ilmu Kebidanan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 281-299
35