Portofolio Hepatoma Noni.docx

  • Uploaded by: Noni Minty Belantric
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Portofolio Hepatoma Noni.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,077
  • Pages: 27
PORTOFOLIO

HEPATOMA

Presentan dr. Noni Minty Belantric

Pendamping dr. H.M.Suaidi

PROGRAM DOKTER INTERNSIP RS BHAYANGKARA INDRAMAYU 2016

Borang Portofolio No. ID dan Nama Peserta :

dr. Noni Minty Belantric

No. ID dan Nama Peserta:

RS Bhayangkara Indramayu

Topik :

Hepatoma

Tanggal Kasus :

13 Oktober 2016

Nama Pasien :

Tn. Ibrohim

Tanggal Presentasi : Tempat Presentasi :

Nomor RM :

052635

Pendamping :

dr. H.M.Suaidi

RS Bhayangkara Indramayu

Objektif Presentasi :  Keilmuan

 Keterampilan

 Penyegaran

 Tinjauan Pustaka

 Diagnostik

 Manajemen

 Masalah

 Istimewa

 Neonatus Deskripsi : Tujuan :

 Bayi

 Anak

 Remaja

 Dewasa

 Lansia

Nyeri perut kanan atas yang memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Menentukan penyebab, memberikan terapi yang tepat, dan memberikan edukasi

Bahan

pada keluarga pasien.  Tinjauan  Riset

 Kasus

 Audit

Bahasan : Cara

Pustaka  Diskusi  Presentasi dan Diskusi

 Email

 Pos

Membahas : Data Pasien

 Bumil

Nama :

Tn. Ibrahim

No. Reg:

LAPORAN KASUS

Identitas pasien Nama

: Tn. Ibrahim

Alamat

: Kandanghaur

Umur

: 57 Tahun

Pekerjaan

: Petani

Jenis kelamin : Laki-Laki

Masuk RS

: 13 Oktober 2016

ANAMNESIS (Autoanamnesis) Tn. Ibrahim, pria berumur 57 tahun masuk bangsal A Lantai II RS Bhayangkara Indamayu pada tanggal 13 Oktober 2016 perawatan hari pertama, pasien datang dengan :

Keluhan Utama :

Nyeri perut kanan atas yang memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

± 4 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas, awalnya nyeri perut dirasakan sesekali dan ringan, namun semakin hari semakin bertambah nyeri. Nyeri perut yang dirasakan seperti diremas – remas, menetap dan tidak menjalar. Nyeri dirasakan walau sudah diberikan makan.Nafsu makan pasien menurun. Perut terasa penuh, mual (+), kembung (+), muntah (-). Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan ± 20 kg dalam waktu 4 bulan ini. BAK bewarna seperti teh pekat. BAB lancar dan tidak ada keluhan. ± 4 hari SMRS, pasien merasakan nyeri perut kanan atas yang semakin berat. Pasien merasakan perut kanan atas mengeras dan terasa menyesak keatas sehingga dada terasa sesak, pasien tidak merasakan ada suara ngik saat bernafas. Batuk (-), demam (-), sulit menelan (-). Pasien kemudian berobat ke poli dalam RS

Bhayangkara Indamayu, di USG oleh dokter Muslim,Sp.PD didiagnosis hepatoma dan disuruh mondok.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Hipertensi dan penyakit jantung (-) Riwayat DM (-) Riwayat stroke (-) Riwayat Sakit kuning disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit dan keluhan yang sama Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit kuning

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan : Pasien bekerja sebagai seorang petani. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus / hari sejak ± 10 tahun yang lalu, namun sejak 2 tahun terakhir pasien menghentikan kebiasaan merokoknya. Riwayat minum alkohol disangkal. Riwayat transfusi darah (+) saat ± 1 tahun yang lalu diakibatkan pasien dirawat atas indikasi kurang darah karena operasi batu empedu. Riwayat penggunaan obat – obatan serta jarum suntik narkotika disangkal

PEMERIKSAAN UMUM : (13 Oktober 2016) - Kesadaran

: Komposmentis

Tinggi Badan

: 160 cm

- Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Berat Badan Sehat

: 66 Kg

- Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Berat Badan Sakit

: 46 Kg

- Nadi

: 92 x/menit

IMT : 17.96 (Underweight)

- Pernafasan

: 24 x/menit

- Suhu

: 36,5 C

Kepala : Mata

0

: Cekung (-)

Konjungtiva

: Anemis (-/-)

Sklera

: Ikterik (+/+)

Pupil

: Bulat, isokhor 3mm/3mm

Bibir

: Kering (-)

Leher

: KGB tidak membesar., JVP normal

Thoraks : Paru – Paru Inspeksi

: Gerakan dada kiri dan kanan simetris

Palpasi

: Vokal fremitus dada kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi

: Ictus Cordis terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra SIK V

Perkusi

: Batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal

Auskultasi

: Bunyi Jantung I dan II dalam batas normal

Abdomen Inspeksi

: Perut tampak datar, venektasi (-), spider naevi (-)

Auskultasi

: Bising usus dalam batas normal (±12x/menit)

Palpasi

: Hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae dekstra, konsistensi padat, permukaan tidak rata, berbenjol – benjol, tepi tumpul, tidak mobile. Nyeri tekan (+) di region hipokondrium dekstra. Splenomegali SII-SIII,

Perkusi

: Timpani (+) pada semua regio kecuali hipokondrium dekstraepigastrium perkusi pekak, shifting dullness (-)

Ekstremitas : Kulit tampak menguning, udem tungkai (+/+), pitting oedema (+/+), akral hangat, CRT < 2’, palmar eritem (-)

Pemeriksaan Penunjang :

13 Oktober 2016 Pem.Lab Rutin Hb

10.6 gr/dl

Leukosit

5400 /uL

Hematokrit

31.0 %

PLT

90.000 /uL

RBC

342.000/mm3

MCV MCH MCHC Pem. Kimia Darah Glu

99 mg/dl

Chor Ureum

24

Creatinin

0,9

Uric Acid AST ALT

Pem. HbSAg

Pemeriksaan USG

Reaktif

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Rontgen

Resume : Tn.Ibrohim umur 57 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas memberat sejak 4 hari SMRS.Nyeri seperti diremas – remas, tidak menjalar dan semakin bertambah hari demi hari. Nafsu makan pasien munurun. Perut terasa penuh , mual dan kembung. Penurunan Berat badan pasien ± 3 bulan sebanyak ± 20 kg. Pasien merasa perut kanan atas mengeras dan menyesak keatas. Pasien diketahui memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus sehari sejak ±10 tahun yang lalu dan memiliki riwayat pernah transfusi darah ± 1 tahun yang lalu atas indikasi anemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan IMT pasien underweight,sklera ikterik, dari palpasi abdomen didapatkan hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae dekstra, konsistensi padat, permukaan tidak rata, berbenjol – benjol, tepi tumpul, tidak mobile, nyeri tekan di regio hipokondrium dekstra. Pada perkusi ditemukan pekak pada regio hipokondrium- epigastrium dekstra. Splenomegali SII-SIII.Pada ekstremitas kulit tampak menguning, udem pada tungkai (+/ +) , pitting oedema (+/+). Pada pemeriksaan serologis HbSAg pasien reaktif

Diagnosis Kerja Utama : Hepatosplenomegali ec Susp Hepatoma

Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan : -

Pemeriksaan fungsi hati (SGOT,SGPT, Albumin, Globulin)

-

Pemeriksaan AFP

-

Biopsi

Hati

dan

dilakukan

pemeriksaan

histopatologi

Penatalaksanaan: Non Farmakologis: -

Tirah Baring total

-

Diet makanan lunak, tidak merangsang,. Dilakukan berangsur-angsur namun sering.

Farmakologis : -

IVFD NaCl:Liparin:D5=1:1:1

-

Curcuma 3 x 1mg

-

Liparin 3x1 tab

FOLLOW UP Perawatan hari ke -1 (14 Oktober 2016) Tanggal

Subjektif

14 Oktober

Perut begah dan Kesandaran CM menyesak, nafsu

Objektif

Assesment

Planning

Hepatosplenomegali IVFD NaCl:Liparin:D5=1:1:1

TD : 110/90 mmHg

2016

ec susp Hepatoma makan tidak ada

HR: 98 x/min Liparin 3x1 RR: 20 x/min -Curcuma 3 x 1mg Mata: sclera ikterik (+/+) Leher : KGB (-/-)

Thoraks : dbn Abdomen : hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi keras, splenomegali SII-SIII Ekstremitas : Tampak menguning. Pitting oedema

tungkai (+/+)

15 Oktober

Perut begah dan Kesandaran CM menyesak

Pasien pulang atas

TD : 100/90 mmHg

2016

permintaan sendiri HR: 82 x/min RR: 22 x/min Mata: sclera ikterik (+/+) Leher : KGB (-/-) Thoraks : dbn Abdomen : hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, tepi tumpul, konsistensi keras, splenomegali SII-SIII Ekstremitas : Tampak menguning. Pitting oedema tungkai (+/+)

Tinjauan Pustaka

1 Definisi Kanker hati (hepatocellular carcinoma/HCC) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma)(1). Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya(2).

2 Epidemiologi

Kanker hati adalah merupakan kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker yang mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang menderitanya dalam waktu satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira 430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Sekitar 80% dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan). (1) HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita HCC banyak pada lakilaki (sua hingga empat kali) dari pada perempuan. Masih belum jelas apakah ini berhubungan

dengan rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko HCC, seperti virus hepatitis dan alkohol.

3 Faktor Resiko a.

Infeksi Hepatitis B

Beberapa bukti menunjukan adanya peran infeksi viris hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker hati, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Pasienpasien dengan virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun, datang dari suatu studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan pegawai-pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-studi ini, penyelidik-penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi diantara pegawai-pegawai yang mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis B kronis. Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker(2). b.

Infeksi Hepatitis C

Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-

pasien ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang menjadi sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun. Pada pasien-pasien virus hepatitis C, faktor-faktor risiko mengembangkan kanker hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, kenaikkan tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di Amerika) virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih akhir ini tidak mendukung penemuan ini. Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak dimasukkan secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui, bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak langsung dari kanker hati. Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut hidup dan reproduksi tanpa pengendalianpengendalian normal, yang adalah apa yang terjadi pada kanker(4). c. Sirosis Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.

Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini, bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding dengan yang pada bentuk-bentuk lain sirosis(4). d. Alkohol Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alcohol (>50-70gr/hari dan berlangsung lama) yang kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara) yang telah berkembang. Adalah selama regenerasi yang aktif ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol dihentikan. Alkohol menambah pada risiko mengembangkan kanker hati pada pasien-pasien dengan infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis. e. Aflatoxin B1 Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahanperubahan (mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsifungsi penekan tumor yang penting dari gen. f. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon wanita (estrogens)

dan

steroid-steroid

pembentuk

protein

(anabolic)

dihubungkan

dengan

pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang ramah/jinak yang mungkin

mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada beberapa individuindividu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi kanker. Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan dalam industri plastik, dapat menyebabkan hepatic angiosarcomas yang tampak beberapa tahun setelah paparan.

4 Patogenesis Mekanisme karsinogenesis belum dipahami sepenuhnya. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran sel hati yang di induksi oleh cidera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi ongkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi gen supresor tumor p53 dan ini menunjukan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis. Infeksi HBV berhubungan dengan kelainan kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA didalam kromosom sangat bervariasi. Integrasi ini sering menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, delesi, dan rekombinasi. Perubahan ini menyebabkan hilangnya gen-gen supresi tumor.

5 Karateristik Klinis Di Indonesia, penderita hepatoma banyak pada usia median usia antara 50-60 tahun, dengan predominasi laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar 2-6:1. Manifestasi klinis sangat bervariasi, dari asimptomatik hingga gejala dengan tanda yang jelas disertai gagal hati. Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan.

Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa. Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di kuadran kanan atas abdomen dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas, dengan atau tanpa demam. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, (2).

6 DIAGNOSIS Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%(4). A. Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu (1,2,3) : 1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg/mL. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC. B. Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima. Kriteria diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conferece (1) : 1. Kriteria sito histologi 2. Kriteria non invasive (khusus untuk pasien dengan sirosis hati) : a. Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-Spiral/Angiografi): -

Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

b. Kriteria kombinasi : 1 cara imaging dengan kadar AFP serum : -

Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

-

Kadar AFP serum ≥ 400 µg/ml

C. Stadium penyakit (2) 1. Stadium HCC sistem Okuda ada 4 berdasarkan kriteria, yaitu Ukuran tumor (< atau > 50% hati) , Asites (ada atau tidak), Bilirubin (< atau > 3mg/dl), Albumin (< atau > 3mg/dl). 

Okuda I



Okuda II : Positif 1 atau 2



Okuda III : Positif 3 atau 4

: tidak ada kriteria

2. Sistem stadium TNM (Tumor-Nodul-Metastase) 

Stadium I

: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah

satu segment tetapi bukan di segment I hati. 

Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri



Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.



Stadium IV : - Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati. - atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) - atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)

- atau vena cava inferior - atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

7 Pemeriksaan Penunjang 1. Alphafetoprotein Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa HCC 60% – 70%, artinya hanya pada 60% – 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% – 40% penderita nilai AFP nya normal. Peningkatan dapat ditemukan juga pada nekrosis sel hati karena hepatitis B kronik.Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma. (3) Nilai normal AFP adalah 10 µg/l . Nilai 180 µg/l, menunjukan adanya primer hepatoma. Peningkatan ini harus diperiksa lagi 2-3 minggu kemudian. 2. AJH (aspirasi jarum halus) Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. 3. Gambaran Radiologi Hepatoma ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul(3). 4. Ultrasonography (USG) Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat terlihat

jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. 5. CT Scan Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. 6. Angiografy Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya. 7. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.

8. PET (Positron Emission Tomography) Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).

8 Penatalaksanaan Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirosis hati(4,5). Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati. 1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi. Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang. Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai

makanannya maka sel-sel kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh. Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satusatunya dokter yang berkompentensi dan yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih tertinggal di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous (disuntikkan melalui pembuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%. 2. Tindakan Non-bedah Hati Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut. Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah: a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE) Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah baru (neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery. Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding

artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati dan tak berkembang lagi. Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%. b. Infus Sitostatika Intra-arterial. Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini. Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang diinsert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 – 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.

c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI) Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm. Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong tetapi tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan. d. Terapi Non-bedah Lainnya Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya. 3. Tindakan Transplantasi Hati Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati

dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien (3).

KESIMPULAN

1. Hepatoceluler carcinoma (HCC) atau hepatoma adalah suatu tumor ganas primer pada hati yang paling sering ditemukan. 2. Faktor risiko hcc adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, obat-obat terlarang dan sirosis. 3. Gejala klinis HCC adalah sakit perut pada bagian kanan atas, rasa penuh, bengkak di perut kanan, nafsu makan berkurang dan rasa lemas. 4. Diagnosis HCC ditegakkan dapat ditegakkan menurut criteria Barcelona EASL conference, PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia). 5. Stadium HCC dapat ditentukan dengan sistem Okuda dan TNM. 6. Pemeriksaan HCC terdiri dari laboratorium, biopsi, radiologi imaging berupa USG, CT Scan, MRI, dan PET. 7. Pengobatan HCC meliputi tindakan bedah hati digabung dengan tindakan radiologi, tindakan non bedah hati dan transplantasi hati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budihusodo, Unggul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi IV. Jakarta: Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Harrison’s. 2005. Principles of Internal Medicine, 16th Edition. USA: McGraw-Hill. 3. Kuntz, Erwin. Kuntz, Hans Dieter. 2006. Hepatology Principles and Practice. 2nd Edition. Germany: Springer. 4. Lindseth GN. 2005. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta : EGC 5. Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 hal : 428. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Related Documents


More Documents from "vera sembiring"