Pohon Sukun Berkembang Biak Dengan Cara.docx

  • Uploaded by: Sunarti Sulaiman
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pohon Sukun Berkembang Biak Dengan Cara.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,510
  • Pages: 5
Pohon Sukun Berkembang Biak Dengan Cara Sukun berkembang buak dengan tunas adventif. Penjelasan: Sukun dengan nama ilmiah Artocarpus altilis merupakan tumbuhan dalam genus Artocarpus (nangkanangkaan). Sukun berkembang biak dengan tunas adventif. Dan pengembangbiakan sukun hanya dapat dilakukan secara vegetatif dengan beberapa cara yaitu: mencangkok, okulasi, penyapihan tunas akar alami, stek akar, stek batang, stek pucuk dan kultur jaringan.

Sukun (pohon) Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Timbul dan keluwih beralih ke sini. Untuk pelawak bernama Timbul, lihat Timbul Suhardi. Untuk yang lain, lihat sukun (disambiguasi) Sukun

Buah sukun

Klasifikasi ilmiah Kingdom:

Plantae

Filum:

Magnoliophyta

Kelas:

Magnoliopsida

Ordo:

Rosales

Famili:

Moraceae

Genus:

Artocarpus

Spesies:

A. altilis Nama binomial Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

Sukun adalah nama sejenis pohon yang berbuah. Buah sukun tidak berbiji dan memiliki bagian yang empuk, yang mirip roti setelah dimasak atau digoreng. Karena itu, orang-orang Eropa mengenalnya sebagai "buah roti" (Ingg.: breadfruit; Bld.: broodvrucht, dll.). Sukun sesungguhnya adalah kultivar yang terseleksi sehingga tak berbiji. Kata "sukun" dalam bahasa Jawa berarti "tanpa biji" dan dipakai untuk kultivar tanpa biji pada jenis buah lainnya, seperti jambu klutuk dan durian. "Moyangnya" yang berbiji (dan karenanya dianggap setengah liar) dikenal sebagai timbul, kulur (bahasa Sunda), atau kluwih (bahasa Jawa), kulu (bahasa Aceh), kalawi (Minang). Di daerah Pasifik, kulur dan sukun menjadi sumber karbohidrat penting. Di sana dikenal dengan berbagai nama, seperti kuru, ulu, atau uru. Nama ilmiahnya adalah Artocarpus altilis.

Daftar isi      

1 Pemerian 2 Hasil dan kegunaan 3 Penyebaran dan ekologi 4 Lihat pula 5 Bahan bacaan 6 Pranala luar

Pemerian Pohon sukun (atau pohon timbul) umumnya adalah pohon tinggi, dapat mencapai 30 m, meski umumnya di pedesaan hanya belasan meter tingginya. Hasil perbanyakan dengan klon umumnya pendek dan bercabang rendah. Batang besar dan lurus, hingga 8 m, sering dengan akar papan (banir) yang rendah dan memanjang. Bertajuk renggang, bercabang mendatar dan berdaun besar-besar yang tersusun berselang-seling; lembar daun 20-40 × 20–60 cm, berbagi menyirip dalam, liat agak keras seperti kulit, hijau tua mengkilap di sisi atas, serta kusam, kasar dan berbulu halus di bagian bawah. Kuncup tertutup oleh daun penumpu besar yang berbentuk kerucut. Semua bagian pohon mengeluarkan getah putih (lateks) apabila dilukai. Perbungaan dalam ketiak daun, dekat ujung ranting. Bunga jantan dalam bulir berbentuk gada panjang yang menggantung, 15–25 cm, hijau muda dan menguning bila masak, serbuk sari kuning dan mudah diterbangkan angin. Bunga majemuk betina berbentuk bulat atau agak silindris, 5-7 × 8–10 cm, hijau. Buah majemuk merupakan perkembangan dari bunga betina majemuk, dengan diameter 10–30 cm. Forma berbiji (timbul) dengan duri-duri lunak dan pendek, hijau tua. Forma tak berbiji (sukun) biasanya memiliki kulit buah hijau kekuningan, dengan duri-duri yang tereduksi menjadi pola mata faset segi-4 atau segi-6 di kulitnya. Biji timbul berbentuk bulat atau agak gepeng sampai agak persegi, kecoklatan, sekitar 2,5 cm, diselubungi oleh tenda bunga. Sukun tidak menghasilkan biji, dan tenda bunganya di bagian atas menyatu, membesar menjadi 'daging buah' sukun.

Hasil dan kegunaan

Pohon timbul, Artocarpus altilis yang berbiji.

Buah timbul muda untuk sayuran.

Buah sukun (tak berbiji) merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat di pelbagai kepulauan di daerah tropik, terutama di Pasifik dan Asia Tenggara. Sukun dapat dimasak utuh atau dipotongpotong terlebih dulu: direbus, digoreng, disangrai atau dibakar. Buah yang telah dimasak dapat diirisiris dan dikeringkan di bawah matahari atau dalam tungku, sehingga awet dan dapat disimpan lama. Di pulau-pulau Pasifik, kelebihan panen buah sukun akan dipendam dalam lubang tanah dan dibiarkan berfermentasi beberapa minggu lamanya, sehingga berubah menjadi pasta mirip keju yang awet, bergizi dan dapat dibuat menjadi semacam kue panggang. Sukun dapat pula dijadikan keripik dengan cara diiris tipis dan digoreng. Sukun dapat menghasilkan buah hingga 200 buah per pohon per tahun. Masing-masing buah beratnya antara 400-1200 gr, namun ada pula varietas yang buahnya mencapai 5 kg. Nilai energinya antara 470670 kJ per 100 gram. Tidak mengherankan bila sukun menarik minat para penjelajah Barat, yang kemudian mengimpor tanaman ini dari Tahiti ke Amerika tropis (Karibia) pada sekitar akhir 1780an untuk menghasilkan makanan murah bagi para budak di sana. 

Daging buah yang telah dikeringkan dapat dijadikan tepung dengan kandungan pati sampai 75%, 31% gula, 5% protein, dan sekitar 2% lemak.



Daunnya dapat dijadikan pakan ternak. Kulit batangnya menghasilkan serat yang bagus yang pada masa lalu pernah digunakan sebagai bahan pakaian lokal. Getahnya digunakan untuk menjerat burung, menambal (memakal) perahu, dan sebagai bahan dasar permen karet. Kayu sukun atau timbul berpola bagus, ringan dan cukup kuat, sehingga kerap digunakan sebagai bahan alat rumah tangga, konstruksi ringan, dan membuat perahu.

 

Timbul, kulur, atau kluwih (yang berbiji) lebih banyak dipetik tatkala muda, untuk dijadikan sayur lodeh, sayur asam, atau ditumis dengan cabai. Biji timbul yang tua juga kerap direbus, digoreng, atau disangrai untuk dijadikan camilan.

Penyebaran dan ekologi

Keripik sukun (paling kiri)

Asal usul sukun diperkirakan dari kepulauan Nusantara sampai Papua. Mengikuti migrasi suku-suku Austronesia sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, tanaman ini kemudian turut menyebar ke pulau-pulau di Pasifik. Diperkirakan pada masa perdagangan rempah di akhir zaman Majapahit, sukun menyebar ke Jawa dari Maluku. Karena pengaruh kolonisasi bangsa-bangsa Eropa, sukun ini lalu menyebar ke barat antara tahun-tahun 1750-1800 ke Malaysia, India, Srilangka, Mauritius, dan pada 1899 tiba di Afrika. Kini sukun telah menyebar luas di berbagai belahan dunia terutama di lingkar tropis. Sukun menyukai iklim tropis: suhu panas (20-40˚C), banyak hujan (2000–3000 mm pertahun) dan lembap (lengas nisbi 70-90%), dan lebih cocok di dataran rendah, di bawah 600 m dpl., meski dijumpai sampai sekitar 1500 m dpl. Anakan pohon lebih baik tumbuh di bawah naungan, namun kemudian membutuhkan matahari penuh untuk tumbuh besar. Meskipun kebanyakan kultivarnya akan tumbuh dengan baik pada tanah-tanah aluvial yang subur, dalam dan berdrainase baik, akan tetapi variasi kemampuannya sangat besar. Maka ada varietas-varietas yang tumbuh baik di tanah berawa, tanah kapur, tanah payau dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa daun sukun yang telah tua dan gugur, dapat digunakan untuk pengobatan tradisional pembesaran prostat, menurunkan gula darah, serta pengobatan gagal ginjal. Namun hal ini belum dilakukan penelitian lebih lanjut.

PEMBIBITAN SUKUN Dalam kegiatan pembibitan sukun ada beberapa teknik pembiakan vegetatif yang dapat dilakukan:  Pemindahan tunas akar alami Secara alami pohon sukun berkembang biak dengan tunas akar. Untuk merangsang tumbuhnya tunas akar alami dapat dilakukan dengan cara melukai akar yang menjalar di permukaan tanah menggunakan parang. Setelah tunas tumbuh sekitar 30 cm sudah dapat dipindahkan ke media dalam polybag/pot. Bibit hasil sapihan ini dipelihara di persemaian sampai siap tanam.

 Pencangkokan Teknik mencangkok dilakukan untuk mendapatkan bibit dalam jumlah terbatas. Untuk memperoleh hasil yang baik maka ranting yang dicangkok harus ranting yang baru dan belum produktif (menghasilkan buah). Cara pencangkokan tanaman sukun adalah sebagai berikut: Kulit ranting dikupas sekitar 3 -5 cm dan bagian kambium pada permukaan luka dibersihkan dan dikeringkan selama sehari. Mengolesi luka bagian atas dengan zat pengatur tumbuh seperti rootone F. Menutup seluruh luka dengan campuran tanah dan kompos atau dengan media lain yang telah disemprot insektisida. Membungkus media dengan sabut kelapa atau plastik serta diikat kuat sehingga cangkok tidak goyah. Pelaksanaan yang baik adalah pada musim hujan sehingga media cangkok cukup lembab untuk pertumbuhan akar. Pengambilan hasil cangkokan dilakukan setelah cangkok berakar dengan baik yaitu setelah berumur 23 bulan. Pengambilan dilakukan dengan cara memotong pangkal cabang yang dicangkok dengan gergaji. Hasil cangkokan segera ditanam pada media tanah di persemaian dan diberi naungan/peneduh.  Stek akar. Teknik stek akar dilakukan untuk memperoleh bibit dalam jumlah yang besar karena bahan yang digunakan dapat diperoleh dalam jumlah banyak serta pelaksanaannya cukup mudah dan biayanya relatif murah. Pohon induk sebaiknya berumur sekitar 20 tahun biasanya lebih berhasil dibanding pohon yang muda. Pengambilan akar dilakukan dengan menggali akar kemudian dipotong sepanjang 0,5 – 1 m.. Apabila pengambilan bahan stek dilakukan di tempat yang jauh dari lokasi persemaian maka stek dijaga supaya tidak kering dibungkus menggunakan pelepah pisang atau karung goni yang basah. Akar sukun dipotong-potong menjadi stek akar sepanjang 10 – 15 cm dengan diameter rata-rata 1-2 cm. Bagian stek yang lebih muda (ujung akar) ditandai dengan dipotong miring. Hal ini akan memudahkan dalam penanaman stek supaya tidak terbalik. Posisi stek di tanaman tegak dengan kedalaman penanaman sekitar setengah bagian dari panjang stek. Setelah ditanam segera dilakukan penyiraman kemudian bedengan ditutup dengan sungkup plastik. Setelah satu bulan dalam bedengan, stek akar mulai menumbuhkan tunas. Pada bulan ketiga akar sudah tumbuh namun daunnya masih berwarna kekuningan. Pada saat ini sungkup plastik sudah dapat dibuka secara bertahap agar bibit tidak layu dan 1-2 minggu kemudian sungkup sudah dapat dibuka sepenuhnya.  Stek pucuk. Teknik stek batang atau stek pucuk dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan bibit yang terlalu lama dalam polibag atau memanfaatkan tunas-tunas yang tumbuh pada stek akar. Bak stek dilengkapi dengan sungkup plastik dan naungan sarlon untuk mengurangi intensitas cahaya matahari. Bahan tanaman berupa tunas/trubusan pada stek akar dan tunas-tunas yang tumbuh dari tanaman yang ada di persemaian (kebung pangkas). Panjang stek kira-kira 10 cm dimana satu stek mempunyai 1-2 helai daun yang kemudian dipotong 2/3 bagian. Pemotongan bagian pangkal stek dilakukan dibawah mata tunas. Sebelum ditanam pangkal diberi larutan hormon tumbuh. Penyiraman rutin harus dilakukan untuk mencegah kekeringan. Intensitas penyiraman dilakukan minimal 2 kali sehari yaitu pagi (jam 08.00-10.00) dan sore (jam 14.00-16.00).

Related Documents


More Documents from ""

Bab I.docx
December 2019 24
Bab Iii Fix.docx
December 2019 24
Proposal Isi.docx
December 2019 24
Sampul.docx
December 2019 19