BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Pendidikan termasuk kebutuhan yang penting bagi kehidupan manusia masyarakat suatu Bangsa, untuk itu pendidikan diharapkan mampu membentuk manusia yang berkualitas dan mandiri, serta memberikan dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat Indonesia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini merupakan hal yang penting dan harus dipikirkan dengan adanya pendidikan dapat membentuk kepribadian manusia yang beradab dan beriman serta dapat membentuk manusia berilmu. Tujuan pendidikan disebut juga dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3, “pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak yang baik, berilmu, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab". (Depdiknas, 2003). Tujuan pendidikan memuat tentang nilai yang baik, luhur dan indah untuk kehidupan. Tujuan pendidikan berfungsi memberikan arah kepada sesuatu yang ingin dicapai oleh setiap kegiatan pendidikan. ( Umar Tirtaraharjdja, 2010). Pelaksanaan kegiatan pembelajaran merupakan inti aktivitas pendidikan. oleh karena itu perlu mendapat perhatian serius agar dapat melibatkan peserta didik secara aktif dan dapat menjadi interaksi antara peserta didik dengan guru Begitu gitu pula antara peserta didik dengan peserta atau multi interaksi maka
1
2
guru harus menguasai berbagai model pembelajaran, guru juga harus mampu memilih model yang tepat sesuai dengan materi, tingkat kemampuan peserta didik, lingkungan dan kondisi sekolah. Fenomena yang sering terjadi dalam dunia pendidikan khususnya di dalam kelas adalah kebiasaan guru yang masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam setiap semesternya yang membuat siswa tidak lagi bersemangat dan fokus dalam belajar. Permasalahan yang lain adalah kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran seperti hanya mendengarkan dan mencatat apa yang dijelaskan oleh gurunya, sibuk melakukan kegiatannya sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru dan lain lain. Oleh sebab itu di perlukan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk terlibat langsung pada aktivitas pembelajaran dan mampu membimbing peserta didik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan model pembelajaran dalam proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik salah satunya adalah model Talking Stick.
Tipe Talking Stick adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang merupakan pembelajaran dalam kelompok, menggunakan tongkat sebagai penunjuk individu dalam kelompok yang mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan atau pernyataan, tayangan bahan ajar yang disampaikan oleh guru. Selain itu model Talking Stick ini diharapkan dapat merubah paradigma guru dalam pembelajaran, yaitu dari guru sebagai pusat belajar agar beralih ke pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
3
Penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe Talking Stick ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya dari Dewi (2018) dengan “ judul Pengaruh Model Talking Stick dalam Pembelajaran Biologi Materi Sistem Pencernaan Pada Manusia Terhadap Hasil Belajar Kognitif dan Afektif Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 5 Sungkai Utara” menujukan rata-rata nilai pretes siswa pada kelas eksperimen adalah 32,7 dan postes 63,7. Sedangkan untuk kelas kontrol nilai pretes 42,7 dan postes 53,7. Hasil uji t menunjukkan bahwa diperoleh hasil sig. 0,034 < 0,05 sehingga H1 diterima artinya rata-rata hasil belajar IPA dengan menggunakan model Talking Stick lebih dari rata-rata hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Fidmatan (2016) dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Materi Pencemaran Lingkungan Kelas X Di SMA Yapis Manokwari”, dengan kesimpulan bahwa Hasil belajar kognitif siswa pada siklus I mencapai 69,57% meningkat menjadi 82,61% pada siklus II, atau mengalami peningkatan sebesar 13.04% sehingga memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan hasil observasi awal oleh peneliti di MA. Muhammadiyah Bantaeng didapatkan data dari guru Biologi, menjelaskan bahwa kurangnya keaktifan siswa didalam mengikuti proses pembelajaran, dan juga di perlukannya model pembelajaran yang dapat meningkatkan semangat belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik MA. Muhammadiyah Bantaeng.
4
Berdasarkan latar belakang diatas calon peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian untuk mengatasi permasalah di MA. Muhammadiyah Bantaeng, dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X MA. Muhammadiyah Bantaeng”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimanakah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X MA. Muhammadiyah Bantaeng ? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick kelas X MA. Muhamadiyah Bantaeng. D. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang di harapkan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan akurat tentang kemampuan peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick pada siswa kelas X MA. Muhammadiyah Bantaeng.
5
2. Manfaat praktis Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain : a.
Bagi Sekolah Dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
b.
Bagi guru Dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat di terapkan dalam menyajikan materi pelajaran untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar peserta didik.
c.
Bagi peserta didik Dapat meningkatkan hasil belajar dan semangat melalui model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick
d.
Bagi peneliti lain Dapat menambah dan meningkatkan pemahaman peneliti tentang model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA , KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Model Pembelajaran a. Pengertian Model pembelajaran sebagai suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur atau langkah-langkah yang sistematis dalam mengolah pengalaman belajar sehingga para siswa dapat mencapai kompetensi tertentu (Usman bakar, 2006:). Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
konseptual
yang
melukiskan
prosedur
sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar ( Agus suprijono, 2009: ). 2. Model Pembelajaran Kooperatif Teori
yang
mendasari
pembelajaran
kooperatif
adalah
teori
konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivise dalam belajar adalah suatau pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi
7
dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Menurut Slavin dalam Rusman ( 2012), pembelajaran kooperatif mendorong siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dalam model pembelajaran kooperatif guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai pengalaman langsung dalam menerapkan ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide – ide mereka sendiri. Model pembelajaran kooperatif tentu saja bukan hal baru. Para guru sudah menggunakannya
selama
bertahun-tahun
dalam
bentuk
kelompok
laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya. Namun, penelitian terakhir di Amerika dan beberapa Negara lain telah menciptakan metode-metode pembelajaran kooperatif yang sistematik dan praktis yang ditujukan untuk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan kelas, pengaruh penerapan metode-metode ini juga telah didokumentasikan dan telah diaplikasikan pada kurikulum pengajaran yang lebih luas (Slavin Robert. E, 2005:). a. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
8
Menurut Mulyadina (Trianto, 2007 :10), karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu : 1. Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran yang ditentukan oleh keberhasilan tim. 2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran koopiratif fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. ini misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu dan lain sebagainya. 3. Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu, ini misalnya yang pintar perlu membantu yang kurang mampu.
9
4. Keterampilan Bekerja Sama Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk langsung berinteraksi dan berkornunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif ( Wina Sanjaya, 2006 : ). b. Prinsip – prinsip Pembelajaran Kooperatif Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu : 1.) Prinsip ketergantungan positif (Positive Interdependence) Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung pada usaha yang dilakukan anggota kelompoknya.
2.) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)
10
Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. 3.) Interaksi Tatap Muka (Face To Face Promation Interaction) Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberi informasi. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4.) Partisipasi dan Komunikasi (Participation Communication) Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai hasil bakal mereka dalam kehidupan masyarakat kelak ( Wina Sanjaya, 2006 : ). c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Setiap model atau metode pelajaran dalam pelaksanaannya sebaiknya mengikuti langkah-langkah pelaksanaannya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Langkah-langkah atau fase-fase model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.1 Langkah –langkah model pembelajaran kooperatif
11
Fase Tingkah Laku Guru
Menyampaikan semua tujuan yang ingin
Fase 1 : Present goals and set
dicapai
selama
pembelajaran
dan
memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2 : Present Information
Menyajikan
informasi
kepada
siswa
Menyajikan informasi
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3 : Organize student into
Guru
menjelaskan
learning teams
bagaimana
kepada
caranya
siswa
membentuk
Mengorganisasikan peserta didik kelompok belajar dan membantu sikap kedalam tim-tim belajar
kelompok agar melakukan tradisi secara efisien.
Fase 4 : Assist team work and guru membimbing kelompok-kelompok study
pada saat mereka mengerjakan tugas
Membantu kerja tim belajar
mereka
Fase 5 : Tes on the material
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Mengevaluasi
materi yang telah dipelajari atau masingmasing
kelompok
mempersentasikan
hasil kerjanya. Fase 6 : Provide the materials
Guru
mencari
cara-cara
untuk
Memberikan penghargaan
menghargai upaya atau hasil belajar individu atau kelompok (Agus Suprijono, 2009 ).
12
3. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick Model Talking Stick merupakan salah satu model yang menekankan pada keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan pendapat. Metode ini dapat memberikan motivasi kepada siswa supaya belajar aktif dalam memahami dan menemukan konsep, sehingga siswa mampu menghubungkan soal dengan teori yang ada, misalnya pada bagian contoh soal yang merupakan bagian dari bahan belajar siswa dapat digunakan untuk menggambarkan teori, konsep dari materi pembelajaran yang dibahas dalam diskusi antara siswa dengan guru. Model Talking Stick merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh siswa dengan menggunakan tongkat. Pembelajaran dengan model ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. (Agus Suprijono, 2010 ). Talking Stick adalah model yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah maka harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila seseorang ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan
13
berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke pimpinan rapat. Dalam bidang pendidikan Talking Stick termasuk salah satu model pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD/MIN, SMP/MTS, SMA/MAN/SMK. Selain melatih berbicara, model ini akan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa aktif. Model pembelajaran Talking Stick salah satu model pembelajaran yang kooperatif. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya (Isjoni, 2010: ). Model pembelajaran Talking Stick merupakan model pembelajaran yang menggunakan alat berupa tongkat sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Tongkat tersebut digilirkan pada siswa dan bagi siswa mendapatkan tongkat sesuai dengan aba-aba dari guru, maka siswa diberi pertanyaan oleh guru dan harus dijawab. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Talking Stick adalah tongkat sebagai alat bantu guru estafet secara bergiliran yang harus menjawab mendapat pertanyaan guru. Setelah menjelaskan
14
pengertian model pembelajaran tersebut, tentu model pembelajaran Talking Stick mempunyai langkah-langkahnya. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model Talking Stick yaitu sebagai berikut: 1. Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 5-6 orang. 2. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm. 3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pegangannya. 4. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wacana. 5. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajarinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup wacananya. 6. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. 7. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan. 8. Guru memberikan kesimpulan. 9. Guru melakukan penilaian, baik secara kelompok maupun individu. 10. Guru menutup pembelajaran.
15
Menurut Aris Shoimin (2014 ) Di Dalam model pembelajaran Talking Stick, model ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kekurangan dan kelebihan dari model Talking Stick sebagai berikut : 1. Kelebihan model Talking Stick a. Menguji kesiapan siswa b. Melatih siswa membaca dan memahami materi dengan cepat c. Memacu siswa agar lebih giat belajar d. Siswa berani mengemukakan pendapat 2. Kekurangan model Talking Stick a. Membuat siswa senam jantung b. Siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab c. Membuat siswa tegang d. Ketakutan akan pertanyaan yang diberikan guru Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking Stick dipakai sebagai tanda seseorang memunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran atau bergantian. 3. Hasil belajar a. Definisi Hasil Belajar Menurut Sudijono dalam Budi Tri Siswanto, (2016) Hasil belajar merupakan sebuah tindakan evaluasi yang dapat mengungkap aspek proses berpikir (Cognitive Domain) juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap (Affective Domain) dan aspek keterampilan (Psychomotor Domain) yang melekat pada diri setiap individu peserta didik.
16
Artinya melalui hasil belajar dapat terungkap secara holistik penggambaran pencapaian siswa setelah melalui pembelajaran. Menurut Slavin dalam Nurmahni Harahap ( 2014 ) Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh peserta didik setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Meningkatkan hasil belajar dibutuhkan usaha untuk mencapai hasil yang maksimal.
Dalam usaha
ini
tidak terlepas
dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya. Menurut Slameto secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu: 1. Faktor internal (faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar) yang terdiri dari: a) Faktor jasmani (kesehatan dan cacat tubuh) b) Faktor psikologi Faktor–faktor itu antara lain : intelegensi, perhatian, minat, bakat, kesiapan, motivasi, kematangan dan kemantapan.
17
c) Faktor kelelahan 2. Faktor Eksternal (Faktor yang ada diluar individu) terdiri dari: a) Faktor Keluarga Peserta didik yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. b) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. c) Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga berpengaruh terhadap belajar peserta didik. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya.(Slameto, 2013:). Berdasarkan pengertian di atas maka hasil belajar biologi peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor yang ada dalam diri peserta didik yang sedang belajar (internal) diantaranya faktor jasmani peserta didik, yakni proses belajar peserta didik akan terganggu jika kesehatan peserta didik merasa terganggu, selanjutnya faktor psikologis, intelegensi, minat dan perhatian peserta didik untuk belajar sangat mempengaruhi proses belajar dan
18
selanjutnya faktor kelelahan jika peserta didik merasa kelelahan dalam pembelajarannya maka proses belajar tidak akan terjadi dengan baik. Proses belajar juga dipengaruhi oleh faktor yang ada di luar peserta didik itu sendiri (eksternal) diantaranya faktor keluarga, suasana keluarga yang harmonis akan membawa peserta didik belajar dengan baik lain halnya dengan keluarga yang kurang harmonis akan menjadikan peserta didik kurang konsetrasi dalam proses belajar. Faktor lainnya yang berasal dari luar yaitu faktor sosial, metode yang dipakai pendidik dalam mengajar, keadaan gedung sekolah dan sebagainya sangat mempengaruhi peserta didik dalam proses pembelajaran. Faktor masyarakat juga mempengaruhi proses belajar karena peserta didik hidup dilingkungan masyarakat jadi kehidupan masyarakat yang ada di lingkungan peserta didik juga sangat mempengaruhi. B. Kerangka pikir Pada proses pembelajaran biologi, terkadang siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran yang monoton. Ditambah lagi jika siswa menerima mata pelajaran yang sulit siswa biasanya menjadi tidak bersemangat yang akhirnya berdampak pada hasil belajar yang menjadi rendah. Oleh karena itu, guru harus mencari model terbaru dalam proses pembelajaran untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang meningkatkan efektivitas belajar dan semangat belajar siswa dan salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick.
19
Adapun bagan kerangka pikir :
KONDISI AWAL
Kurangnya keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran Hasil belajar rendah
TINDAKAN
Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan 2 siklus yaitu siklus 1 dan siklus 2
KONDISI AKHIR
Peningkatan hasil belajar biologi
Gambar 1. Skema kerangka berpikir C. Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MA. Muhammadiyah Bantaeng
20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah menggunakan Penelitian Tindakan kelas (Classroom Action Reseach ). Jenis penelitian ini adalah salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki keadaan yang tidak atau kurang memuaskan dan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dikelas. Dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari dua siklus dan ada empat komponen yang dikenalkan dalam penelitian tindakan, yaitu (a) perencanaan ( Planning ), (b) Tindakan ( Action ), (c) Observasi ( Observing ) dan (d) Refleksi ( Reflecting ) yang hubungan dari keempat komponen tersebut di maknai menjadi satu siklus yang dimana dari komponen tersebut saling berhubungan. B. Tempat dan waktu Waktu penelitian ini berlangsung pada bulan Maret – Mei 2019 dimana penelitian ini akan dilaksanakan di MA. Muhammadiyah Bantaeng. C. Subjek Penelitian Peneliti memilih siswa kelas X sebagai responden dengan alasan : rendahnya hasil belajar siswa dan subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas X yang berjumlah 19 orang siswa yang masing-masing terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 8 perempuan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.
21
Tabel 3.1 distribusi jumlah peserta didik kelas X MA Muhammadiyah Bantaeng Jenis kelamin
Jumlah peserta didik 11
Laki- laki 8 Perempuan 19 Jumlah Sumber data : TU MA. Muhammadiyah Bantaeng
D. Variabel dan defenisi operasional variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar . Defenisi operasional variabel : 1. Model pembelajaran kooperatif Teori yang mendasari pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivise dalam belajar adalah suatau pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
22
2. Model pembelajaran Talking Stick Model Talking Stick merupakan salah satu model yang menekankan pada keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan pendapat. Metode ini dapat memberikan motivasi kepada siswa supaya belajar aktif dalam memahami dan menemukan konsep, sehingga siswa mampu menghubungkan soal dengan teori yang ada. 3. Hasil belajar Hasil belajar merupakan sebuah tindakan evaluasi yang dapat mengungkap aspek proses berpikir (Cognitive Domain) juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap (Affective Domain) dan aspek keterampilan (Psychomotor Domain) yang melekat pada diri setiap individu peserta didik. Artinya melalui hasil
belajar
dapat
terungkap
secara
holistik
penggambaran
pencapaian siswa setelah melalui pembelajaran. E. Prosedur penelitian Rancangan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan terdiri atas dua siklus, yaitu siklus pertama, siklus kedua dan siklus selanjutnya jika di perlukan. Gambaran umum yang dilakukan setiap siklus adalah : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat di jabarkan sebagai berikut.
23
PERENCANAAN
REFLEKSI
SIKLUS I
PELAKSANAAN
PENGAMATAN
PERENCANAAN
PERENCANAA N REFLEKSI PENGAMAT AN
SIKLUS II
PELAKSANAAN PELAKSANAAN
PENGAMATAN PENGAMATAN
Gambar 3.1 prosedur PTK Wardhani 2007 Secara rinci pelaksanaan penelitian untuk dua siklus ini sebagai berikut : siklus I dilaksanakan selama 2 kali pertemuan sebanyak 4 jam pelajaran ( 4 x 45 menit ). Satu kali pertemuan untuk proses belajar mengajar selama dua jam pelajaran ( 2 x 45 menit ) dan satu kali pertemuan untuk tes akhir siklus 1 sebanyak dua jam pelajaran ( 2 x 45 menit ). Siklus II dilaksanakan selama 2 kali pertemuan, sebanyak 4 jam pelajaran ( 4 x 45 menit ). Satu kali pertemuan untuk proses belajar mengajar selama 2 jam pelajaran ( 2 x 45 menit ), dan sau kali pertemuan untuk tes akhir siklus II sebanyak dua jam pelajaran ( 2 x 45 menit ).
24
Siklus I Siklus I dilaksanakan selama dua kali pertemuan yaitu selama ( 4 x 45 menit). Secara rinci prosedur pelaksanaan tindakan pada siklus ini dapat di jabarkan sebagai berikut : 1. Tahap Perencanaan 1) Mengembangkan silabus yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan di ajarkan. 2) Menyusun
perangkat
pembelajaran,
yaitu
Silabus,
RPP,
materi
pembelajaran, dan media pembelajaran. 3) Pengajar membuat instrument pedoman observasi untuk mengamati kondisi pembelajaran di kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. 4) Menyiapkan instrument tes akhir siklus I untuk mengetahui hasil belajar setelah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick 2. Tahap pelaksanaan tindakan Tabel 3.2 pelaksanaan metode pembelajaran Talking Stick No
Tahap Pelaksanaan Tindakan
1.
Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 5-6 orang.
2.
Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
3.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan
25
mempelajari materi pegangannya. 4.
Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wacana.
5.
Setelah
kelompok
selesai
membaca
materi
pelajaran
dan
mempelajarinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup wacananya. 6.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
7.
Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
8.
Guru memberikan kesimpulan.
9.
Guru melakukan penilaian, baik secara kelompok maupun individu
10. Guru menutup pembelajaran.
3. Tahap Pengamatan Pada tahap ini ada dua perlakuan yaitu observasi dan evaluasi. Pelaksanaan tahap observasi terhadap aktivitas peserta didik selama berlangsung proses belajar mengajar yang menggunakan lembar obsrvasi. Sedangkan pelaksanaan evaluasi dengan memberikan tes hasil belajar yang di lakukan pada akhir tindakan siklus I dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
26
4. Tahap Refleksi Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi terhadap hasil yang dicapai dalam tahap observasi dan evaluasi dikumpul kemudian dilakukan analisis dan refleksi. Refleksi dimaksudkan untuk melihat apakah rencana telah terlaksana secara optimal atau perluh dilakukan perbaikan, hasil analisis siklus I inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan siklus II dimana aspek-aspek yang dianggap bagus tetap dipertahankan, sedangkan kekuranganya menjadi pertimbangan dan revisi pada siklus berikutnya. Siklus II Pelaksanaan tindakan siklus II ini realtif sama dengan pelaksanaan tindakan pada siklus I. Namun pada pelaksanaan ini dilakukan pebaikan-perbaikan dari siklus I sehingga hasil belajar meningkat. Siklus ini dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan yaitu selama ( 4 x 45 jam ). Secara rinci prosedur tindakan pada siklus ini dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Tahap perencanaan 1) Mempersiapkan perangkat pembelajaran 2) Membuat rencana pembelajaran 3) Membuat lembar observasi untuk melihat ke aktifan peserta didik selama tindakan berlangsung 4) Membuat tes hasil belajar siswa siklus II sebagai alat evaluasi untuk melihat apakah apakah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berdasarkan materi yang di ajarkan pada siklus II
27
2. Tahap pelaksanaan tindakan Tabel 3.3 pelaksanaan model pembelajaran Talking Stick No
Tahap Pelaksanaan Tindakan
1.
Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 5-6 orang.
2.
Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
3.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pegangannya.
4.
Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wacana.
5.
Setelah
kelompok
selesai
membaca
materi
pelajaran
dan
mempelajarinya, guru mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup wacananya. 6.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
7.
Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
8.
Guru memberikan kesimpulan.
9.
Guru melakukan penilaian, baik secara kelompok maupun individu
10. Guru menutup pembelajaran.
28
3. Tahap pengamatan Pada tahap ini dilakukan observasi aktivitas peserta didik selama berlangsung proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar observasi. Melakukan evaluasi dengan memberi tes hasil belajar yang dilakukan pada akhir tindakan siklus II dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik. 4. Tahap refleksi Pada tahap ini hasil yang dicapai dalam tahap observasi dan evaluasi akan dianalisis dan merupakan hasil akhir pelaksanaan tindakan siklus II yang telah dilakukan. Kemudian melakukan refleksi dengan maksud untuk melihat apakah rencana telah terlaksana secara optimal atau perluh diadakan perbaikan. F. Sumber dan jenis data a. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini adalah para siswa dan guru b. Jenis data a) Data kualitatif yaitu data hasil observasi mengenai keaktifan ketika peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran b) Data kuantitatif yaitu data yang di peroleh dari tes hasil belajar peserta didik pada setiap siklus. G. Instrumen penelitian Adapun instrumen penelitian yang di gunakan adalah sebagai berikut ; a) Tes akhir, yaitu tes yang diberikan kepada peserta didik dengan tujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik yang diadakan
29
pada setiap siklus. Data hasil belajar biologi di peroleh melalui tes hasil dalam bentuk soal tes pilihan ganda sebanyak 20 item soal setiap siklus b) Pedoman observasi, yaitu bertujuan untuk memperhatikan bagaimana aktifitas peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran berlangsung. H. Tehnik pengumpulan data Adapun tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Observasi D ata tentang kondisi proses pebelajaran selama tindakan dilakukan dan diperoleh dengan menggunakan observasi baik secara langsung dan tidak langsung dengan beberapa indikator yang di amati
2.
Data tes hasil belajar Tes digunakan untuk memperoleh data pada siklus I dan siklus II yaitu untuk mendapatkan data tentang hasil belajar yang dicapai peserta didik selama proses pembelajaran baik kognitif maupun efektif
I. a.
Tehnik Analisis Data Analisis secara kualitatif Artinya data yang diperoleh dari pelaksanaan observasi akan dianalisis secara kualitatif
30
b.
Analisis secara kuantitatif Data hasil belajar siswa berupa berupa tes akan dianalisis dengan menggunakan skor yang berdasarkan penilaian acuan patokan, dihitung berdasarkan skor maksimal yang mungkin di capai oleh peserta didik. Untuk menghitung tes hasil belajar setiap siklus di gunakan rumus : Skor = skor pencapaian
x 100
Skor maksimal Nilai yang di peroleh dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang, kurang sekali. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori hasil belajar biologi adalah berdasarkan tehnik kategorisasi yang ditetapkan oleh sudjono 2011 : tabel 3.3 tehnik Kategori No
Presentase Tingkat penguasaan Kategori
Kategori
90 - 100
Sangat tinggi
75 - 89
Tinggi
55 - 74
Sedang
40 - 54
Kurang
0 – 39
Kurang sekali
1. 2. 3. 4. 5. ( sumber. Anas Sudijono, 2011 )
31
J.
Indikator keberhasilan Indikator keberhasilan penelitian ini dapat diketahui jika hasil belajar biologi memenuhi kriteria ketuntasan minimun ( KKM ) yang disudah ditetapkan oleh pihak sekolah yakni 70 dan siswa telah melaksanakan aktifitas yang direncanakan sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick pada siswa kelas X MA. Muhammadiyah Bantaeng.