Perpajakan Kelompok 2.docx

  • Uploaded by: Candra Wibowo
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perpajakan Kelompok 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,731
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) belaku sejak januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-undang nomor 36 Tahun 2008. Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalamn undang-undang PPh disebut wajib pajak. Undang-undang PPh menganut asas Materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak. Oleh karena itu dalam makalah ini kelompok kami menjabarkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pajak penghasilan dimana didalamnya termuat beberapa bahasan yaitu mengenai subjek pajak yang dikenakan dalam pajak penghasilan, objek pajak penghasilan serta mekanisme pemajakan dan pemungutan pajak penghasilan.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apakah Definisi Pajak Penghasilan ? 2. Apa Saja Subjek Pajak ? 3. Apa Yang Dimaksud Objek Pajak Penghasilan ? 4. Bagaimana mentukan Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap ? 5. Bagaimana Penghitungan Penghasilan Kena Pajak ? 6. Bagaimana Penghasilan Tidak Kena Pajak ? 7. Apa Saja Yang Perlu Dilakukan Penilaian Aset ? 8. Apakah Definisi Penyusutan dan Amortisasi ? 9. Bagaimana Tarif Pajak ? 10. Apa Saja Penghasilan Kena Pajak dan PPh yang Terhutang ? 11. Bagaimana Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan ?

1

1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui Definisi Pajak Penghasilan (Umum) 2. Untuk mengetahui Subjek Pajak 3. Untuk mengetahui Objek Pajak Penghasilan 4. Untuk mengetahui Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap 5. Untuk mengetahui Penghitungan Penghasilan Kena Pajak 6. Untuk mengetahui Penghasilan Tidak Kena Pajak 7. Untuk mengetahui Penilaian Aset 8. Untuk mengetahui Penyusutan dan Amortisasi 9. Untuk mengetahui Tarif Pajak 10. Untuk mengetahui Penghasilan Kena Pajak dan PPh yang Terutang 11. Untuk mengetahui Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan

2

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

B. SUBJEK PAJAK Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah: 1.

Orang pribadi;

Orang pribadi sebagai subjek dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun luar negeri Indonesia. 2.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggatikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang berarti dalam hal ini adalah status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. 3.

Badan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi, perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,BUMN/BUMD, badan usaha milik kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4.

Bentuk usaha tetap.

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (setaus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu (12) bulan, atau badan yang tidak didirikan

3

dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Subjek pajak dalam negeri dalam peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia terdiri dari: A. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia; atau 

Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.



rang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

B. Badan, yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 

Pembentukannya berdasarkan kemampuan perundang-undangan ;



Pembiayaan bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;



Penerimaannya dimasukan dalam anggaran Pemerintah pusat atau Pemerintahan Daerah; dan



Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.

C. Subjek Pajak Warisan Yaitu warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah: 1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; 2. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia.

4

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN Objek Pajak Penghasilan merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undangundang PPh. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. 3. Laba usaha. 4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta : a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota. c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha. d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh menteri keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

5

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala contoh leasing. 11. Keuntungan karena pembebasan utang kecuali yang diatur pada PP 130 Tahun 2000 (atas keuntungan karena pembebasan utang debitur kecil termasuk Kukesra, KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil dan hanya dapat dinikmati satu kali dalam satu tahun pajak sampai dengan jumlah Rp 350 Juta). 12. Keuntungan karena selisih kurs dengan mata uang asing. 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14. Premi Asuransi. 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah 18. Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 19. Surplus Bank Indonesia

D. OBJEK PAJAK BENTUK USAHA TETAP Bentuk Usaha Tetap ( BUT ) merupakan Wajib Pajak Luar Negri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dan kegiatan atau usaha di Indonesia yang kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan wajib pajak dalam negri yaitu mendaftarkan untuk memperoleh NPWP, menjadi pemotong, penyetor pajak yang dipotong dan melaporkannya, serta menghitung pajak yang terhutang dan menyampaikan SPT tahunan. Perbedaan Wajib Pajak Dalam Negri dengan BUT adalah WP DN dikenakan pajak atas penghasilan dari usaha dan kegiatan diseluruh dunia, sedangkan BUT hanya atas penghasilan dari usaha dan kegiatan di Indonesia saja. Berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 36 Tahun2008, Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai. Artinya tidak terbatas pada penghasilan yang diperoleh dari usaha dan kegiatan di 6

Indonesia tapi juga meliputi penghasilan BUT tanpa capital income dari Indonesia. 11 Maka penghasilan yang diperoleh dari deviden, bunga, royalti, dan sewa atas harta yang ada di Indonesia juga merupakan objek PPh BUT. 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha dan kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT-nya di Indonesia. 3. Penghasilan sebagai mana disebut dalam pasal 26 UU PPh yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghaasilan tersebut. Contoh BUT : Perusahaan dari China yang memenangkan tender pembangunan PLTU maka untuk membangun PLTU tersebut perusahaan dari China mendirikan BUT yang akan beroperasi selama pembangunan PLTU tersebut, setelah selesai maka BUT tersebut bubar dan mengajukan penghapusan NPWP.

E. PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto. Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak pada badan dihitung sebesar penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP badan )

= penghasilan netto

Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari penghasilan netto – PTKP

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP

Cara menghitung penghasilan kena pajak. Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri dan badan usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara: 1.

Menggunakan pembukuan

2.

Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan pembukuan, pembukuan

adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta 7

jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir pembukuan Untuk WP badan besar penghasilan kena pajak = penghasilan netto yaitu penghasilan bruto dikurangi PPH .

Penaghasilan Kena pajak ( WP badan) = Penghasilan Netto = Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh-PTKP

Untuk WP Orang Pribadi besar penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP

Penaghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi) = Penghasilan Netto-PTKP = Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh

Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk: 1.

Biaya secara langsung dan tidak langsung

2.

Penyusutan atas pengeluaran

3.

Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan

4.

Kerugian karna penjualan

5.

Kerugian selisih kurs mata uang asing

6.

Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia

7.

Biaya beasiswa,magang, pelatihan

8.

Piutang yang nyata

9.

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah diatur dengan

peraturan pemerintah 8

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan 11. Biaya pembangunan insprastruktur sosial 12. Sumbangan fasilitas pendidikan 13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan usaha tetap tidak boleh dikurangkan: 1.

Pembagian laba

2.

Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi

3.

Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali a. Cadangan piutang b.Cadangan untuk usaha asuransi c. Cadangan penjaminan d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan f. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat

4.

Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja

5.

Penggantian atau imbalan

6.

Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada pihak yang

mempunyai hubungan istimewa. 7.

Harta yang dihibahkan

8.

Pajak penghasilan

9.

Biaya yang dibebankan

10. Gaji 11. Sanksi administrasi 12. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek PPH 9

13. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan Netto. Untuk menghitung penghasilan kena pajak maka wajib pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan netto. Dimana penghasilan netto adalah besar penghasilan netto sama dengan besarnya (persentase) NPPN. Untuk Menghitung menentukan penghasilan netto perlu disempurnakan secara terus menerus dan di terbikan oleh direktur jendral pajak yang di tentukan mentri keuangan. Wajib pajak yang boleh menggunakan NPPN adalah WP orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1.

Predaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 Per tahun

2.

Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun buku

3.

Menyelenggarakan pencatatan

F. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang PPh dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. Penghasilan suami-istri dikenai pajak secara terpisah apabila: 1.Suami-istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; 2.Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau 3.Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.

10

Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai Pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan istri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa: 1.Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja, dan 2.Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

G. PENILAIAN ASET Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli asset yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan jika terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga berli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh asset tersebut seperti bea masuk, biaya pengangkutan, an biaya pemasangan.

H. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI PENYUSUTAN 1.

Pengertian Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aktiva dibebankan secara bertahap. Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan yaitu: a. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan b. Harta berwujud yang berupa bangunan Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu: a. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun b. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun 11

c. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun d. Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu: a. Permanen : masa manfaat 20 tahun b. Tidak permanen : bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. 2. Metode Penyusutan Asset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlakunya waktu. Jumlah yang dapat disusutkan, dialokasikan ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat asset dengan berbagai metode yang sistematis dan diterapkan secara konsisten atau taat asas, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan agar dapat menyediakan daya banding hasil afiliasi perusahaan dari period eke periode, penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut akuntansi komersial, yaitu: Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 UU PPh : a.

Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance

method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan b.

Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.

Penggunaaan metode penyusutan Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten). 3.

Kelompok Harta Berwujud Dan Tarif Penyusutan

Penurunan kelompok dan tariff penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada pasal 11 UU PPh sebagai berikut: Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan

Tarif Penyusutan

berdasarkan metode garis

berdasarkan metode saldo

lurus

menurun

12

I.Bukan Bangunan Kelompok 1

4 tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 tahun

12,50%

25%

Kelompok 3

16 tahun

6,25%

12,50%

Kelompok 4

20 tahun

5%

10%

20 tahun

5%

-

10 tahun

10%

-

II. Bangunan Permanen Tidak Permanen AMORTISASI 1.

Pengertian Amortisasi

Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut juga dengan Amortisasi. Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk dalam asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will, hak merk. Harta tak berwujud digolongkan menjadi: 1.

Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.

2.

Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun

3.

Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun

4.

Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun 13

2.

Metode Amortisasi

Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan amortisasi. 3.

Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud dan Tarif Amortisasi

Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tariff penyusutan terlihat sebagai berikut:

Kelompok Harta

Masa

Tak Berwujud

Manfaat

Tarif

Amortsasi

Tarif

Amortsasi

berdasarkan metode garis

berdasarkan metode saldo

lurus

menurun

Kelompok 1

4 tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 tahun

12,50%

25%

Kelompok 3

16 tahun

6,25%

12,50%

Kelompok 4

20 tahun

5%

10%

Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.

I. TARIF PAJAK 1.

Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajip pajak orang pribadi

dalam negeri adalah sebagai berikut Lapisan penghasilan kena pajak

Tarif pajak 14

Sampai dengan Rp.50.0000.000,00 Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan Rp 250.0000.000,00 Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp. 500.0000.000,00 Diatas Rp. 500.0000.000,00

2.

5% 15%

25 % 30%

Wajib pajak badan usaha dalam negeri dan bentuk usaha tetap a.

Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk wajib

pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap Adalah sebesar 28 % . b.

Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk wajib

pajak badan dalam negeri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25 % c.

Wajib pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40

% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya memperoleh tarif sebesar 5 % d.

Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaraan bruto sampai dengan

Rp.50.0000.000,00 mendapat fasilitas pengurangan tarif 50 % yang dikenakan atas penghasilan kenapajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00.

J. PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PPH YANG TERUTANG Penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tariff bagi wajib pajak dalam negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan dari penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g Undang-Undang pajak penghasilan. Rincian pasal-pasal ini sebagai berikut: 1. Pasal 4 ayat (2) penghasilan yang termasuk objek pajak. 2. Pasal 6 ayat (1) biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. 3. Pasal 6 ayat (2) kompensasi kerugian. 4. Pasal 7 ayat (1) penghasilan tidak kena pajak (PTKP). 5. Pasal 9 ayat 1 Biaya yang tidak diperkenankan sebagai objek pajak. 15

K. PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN 1. Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak yang meliputi: a.

Pembayaran sendiri oleh WP (PPh pasal 25) untuk setiap masa pajak.

Orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) wajib: a)

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

b)

Melaksanakan sendiri penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan yang

terutang dalam tahun berjalan. c)

Melaporkan penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dalam

tahun berjalan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan. b.

Pembayaran pajak melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga berupa kredit

pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak yang terutang selama tahun pajak, yaitu: 1)

Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan (PPh pasal 21

ayat 1) 2)

Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau lainnya(PPh

pasal 22 ayat 1) 3)

Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan dharta oleh orang

lain,jasa, hadiah , dan penghargaan (PPh pasal 23 ayat 1) 4)

Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri ( PPh pasal 24)

5)

Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas WP luar negeri ( PPh pasal 26

ayat 1) 6)

Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan

lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) untuk PPh 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.

16

BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN Pajak Penghasilan Umum adalah pajak yang mengatur ketentuan umum subjek pajak dalam maupun luar negeri, baik itu untuk wajib pajak orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, maupun BUT. Dengan objek pajak maupun pengecualiannya, semuanya telah diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang kemungkinan juga akan diperbaharui lagi dimasa mendatang, disesuaikan dengan kemajuan tingkat ekonomi masyarakat.

B. SARAN Semua pihak yang terlibat dalam pemungutan pajak diharapkan tetap menjalankan amanah dari masyarakat dengan sebaik-baiknya agar terciptanya lingkungan pajak yang bersih,terpercaya dan tentunya bebas dari korupsi.

17

DAFTAR PUSTAKA Resmi, Siti. (2013). Perpajakan. Yogyakarta:Salemba Empat Halim, Abdul. Dkk. (2014). Perpajakan. Jakarta:Salemba Empat

18

Related Documents


More Documents from "GABRIELAW ANGELIKA"