Perkutan Fix

  • Uploaded by: Inn Nule
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perkutan Fix as PDF for free.

More details

  • Words: 1,760
  • Pages: 11
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Obat adalah semua zat baik kimiawi, hewani maupun nabati, yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit. Kebanyakan obat yang digunakan dimasa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Dengan cara mencoba–coba, secara empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit. Obat yang pertama digunakan adalah obat yang berasal dari tanaman yang di kenal dengan sebutan obat tradisional (jamu). Obat tradisional adalah salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan selama berabad–abad untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit (FHI Ed. I). Berdasarkan bukti secara turun–temurun dan pengalaman (empiris), obat tradisional hingga kini masih digunakan masyarakat di Indonesia. Sebagai warisan budaya bangsa yang telah terbukti banyak memberi kontribusi pada pemeliharaan kesehatan. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia dengan air pada suhu 90 °C selama 15 menit. Sedangkan simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.

1

B. Rumusan Masalah 1.

Apa Pengertian dari Sediaan Infusa?

2.

Bagaimana Cara Penyarian dalam Pembuatan Sediaan Infusa?

3.

Bagaimana Cara Pembuatan Sediaan Infusa?

4.

Bagaimana Hal-Hal yang harus di Perhatikan dalam Pembuatan Sediaan Infusa?

5.

Apa Keuntungan dan Kerugian dari Metode Sediaan Infusa?

C. Tujuan 1.

Untuk Mengetahui Pengertian dari Sediaan Infusa.

2.

Untuk Mengetahui Cara Penyarian dalam Pembuatan Sediaan Infusa.

3.

Untuk Mengetahui Cara Pembuatan Sediaan Infusa.

4.

Untuk mengetahui Hal-Hal yang harus di Perhatikan dalam Pembuatan Sediaan Infusa.

5.

Untuk Mengetahui Keuntungan dan Kerugian dari Metode Sediaan Infusa.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Infusa Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia dengan air pada suhu 90 °C selama 15 menit (FI Ed. IV). Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk menyari kandungan zat aktif yang ada pada sediaan tanaman yang larut dalam air. Penyarian adalah peristiwa memindahkan massa zat aktif yang semula berada didalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986). Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk pembuatan obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain, umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :  Simplisia Nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan, diisolasi dari tanamannya.  Simplisia Hewani Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.

3

 Simplisia mineral atau pelican Simplisia mineral atau pelican adalah simplisia berupa bahan pelican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Fauzi, 2011).

B. Penyarian Penyarian merupakan peristiwa pemindahan masa zat aktif, yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Penyarian dipengaruhi oleh derajat kehalusan, dan perbedaan konsentrasi. Makin besar perbedaan konsentrasi, makin besar daya dorong tersebut hingga makin cepat penyarian. Makin besar serbuk simplisia maka makin panjang jarak, sehingga konsentrasi zat aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak. Serbuk yang terlalu halus akan mempersulit penyaringan sehingga butir-butir halus tadi membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan secara terus menerus, mendesak larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi keluar. Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:  Murah dan mudah diperoleh;  Stabil secara fisika dan kimia;  Bereaksi netral;  Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar;  Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki;  Tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat;  Diperbolehkan oleh peraturan (Depkes RI, 1986).

4

Cairan penyari yang digunakan adalah air, eter, etanol, atau campuran etanol. Etanol 70% adalah campuran dua bahan pelarut yaitu etanol dan air dengan kadar etanol 70%. Etanol tidak menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan penghambat kerja enzim. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang efektif (Anonim, 1979). Sedangkan pertimbangan air dipakai sebagai penyari adalah:  Mudah diperoleh dan murah;  Stabil;  Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar;  Tidak beracun;  Alamiah. Kerugian penggunaan air sebagai penyari adalah:  Tidak selektif;  Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak;  Untuk pengeringan diperlukan waktu lama (Depkes RI, 1986). Resep bentuk infusa pada waktu sekarang jarang diberikan karena:  Bentuk sediaan infusa tidak dapat disimpan lama;  Bentuk sediaan infusa masih dilihat dalam pemberian obat tradisional, segingga dipilih bentuk sediaan obat yang sudah terstandarisasi (Zaman, 1990).

5

C. Cara Pembuatan Infusa Menurut FI Ed. IV Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 °C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki. Infusa daun sena dan infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri disaring setelah dingin. Infusa daun sena, infusa asam jawa dan infusa simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Asam jawa sebelum dibuat infusa, dibuang dulu bijinya dan diremas dengan air hingga diperoleh massa seperti bubur, buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu. Pada pembuatan infusa kulit kina ditambhakan larutan asam sitrat P 10% dari bobot bahan berkhasiat, pada pembuatan infusa simplisia yang mengandung glikosida, antrakinon, ditambahkan larutan natrium karbonat P 10% dari bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain dan kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah ini, infusa yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10 % simplisia. Untuk pembuatan 100 bagian infusa berikut, digunakan sejumlah yang tertera. 

Kulit kina

: 6 bagian



Daun digitalis

: 0,5 bagian



Akar ipeka

: 0,5 bagian



Daun kumis kucing

: 0,5 bagian



Sekale kornutum

: 3 bagian



Daun sena

: 4 bagian



Temulawak

: 4 bagian

6

D. Hal-Hal yang harus di Perhatikan 1.

Jumlah simplisia Kecuali dinyatakan lain, infusa yang mengandung bahan tidak berkhasiat keras di buat dengan menggunakan 10% simpilisia.

2.

Derajat halus simplisia Yang digunakan untuk infusa harus mempunyai derajat halus sebagai berikut:  Serbuk 5/8

: akar manis, daun kumis kucing, daun sirih, daun sena;

 Serbuk 5/10

: dringo, kelembak;

 Serbuk 10/22

: laos, akar valerian, temulawak, jahe;

 Serbuk 22/60

: kulit kina, akar ipeka, sekale kornutum;

 Serbuk 85/120

: daun digitalis.

Derajat halus perlu diketahui untuk menentukan simplisia tersebut, dipotong–potong dengan ukuran sesuai derajat halusnya, selain itu dapat juga untuk menentukan alat penyaringnya, dengan flanell atau kapas (Anonim, 1979). 3.

Banyaknya air ekstrak Umumnya untuk membuat sediaan infusa di perlukan penammbahan air sebanyak 2 kali bobot simplisia. Air ekstrak ini perlu karena simplisia yang digunakan pada umumnya dalam keadaan kering. Banyaknya air yang dibutuhkan untuk infusa, yaitu:  Untuk simplisia segar adalah sejumlah infusa yang dibuat;  Untuk simplisia ½ kering adalah sejumlah infusa yang dibuat ditambah 1 kali berat simplisia;  Untuk simplisia kering adalah sejumlah infusa yang dibuat ditambah 2 kali berat simplisia (Anonim, 1979).

7

4.

Cara menyerkai Pada umumnya infusa di serkai selagi panas kecuali infusa simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infusa daun sena, infusa asam jawa, dan infusa simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas. Decocta Condurango di serkai dingin karena zat berkhasiatnya yang larut dalam keadaan panas akan mengendap dalam keadaan dingin. Infusa daun sena harus diserkai stelah dkingin karena infusa daun sena mengandung zat penyebab sakit perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam air dingin. Untuk asam jawa, sebelum dibuat infusa di buang bijinya dan diremas dengan air

hingga menjadi massa seperti bubur,

sedangkan buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu. Jika sediaan tidak di sebutkan derajat kehalusannya hendaknya diambil derajat kehalusan suatu bahan dasar yang kekentalannya sama atau sediaan galenik dengan bahan yang sama. 5.

Penambahan bahan–bahan lain Penambahan bahan–bahan lain dimaksudkan untuk menambah kelarutan, untuk menambah kestabilan, dan untuk menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain. Pada pembuatan infusa kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot bahan berkhasiat dan pada pembuatan infusa simplisia yang mengandung glikosa antrakuinon ditambahkan natrium karbonat 10% dari bobot simplisia (Syamsuni, 2006).

8

E. Keuntungan dan Kerugian 1. Keuntungan  Proses pembuatannya mudah dan cepat.  Alat yang diguanakan sederhana;  Biaya operasionalnya relatif rendah;

2. Kerugian  Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap kembali, apabila kelarutannya sudah mendingin, lewat jenuh;  Hilangkan zat-zat atsiri;  Adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama;  Ekstrak kurang

stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur

seingga tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam pada suhu kamar;  Kadang-kadang pada simplisia tertentu akan menghasilkan ekstrak yang berlendir, sehingga sulit dilakukan penyaringan.

9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1.

Infusa adalah metode penyarian dengan cara menyari simplisia dalam air pada suhu 90 °C selama 15 menit. Infusa juga merupakan penyarian yang umum dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif dalam air dari bahanbahan nabati, dimana akan menghasilkan sari atau ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, oleh sebab itu sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

2.

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan masa zat aktif, dimana penyarian dipengaruhi oleh derajat kehalusan, dan perbedaan konsentrasi.

3.

Cara pembuatan simplisia yaitu: simplisia dimasukkan kedalam panci ditambahnkan air secukupnya, lalu panaskan diatas penangas air hingga suhu mencapai 90 °C selama 15 menit.

4.

Hal-hal yang harus di perhatikan dalam pembuatan sediaan infusa, yaitu: jumlah simplisia, derajat halus simplisia, banyaknya air ekstrak, cara menyerkai, dan penambahan bahan–bahan lain.

10

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonseia. Anonim. 1979. Farmakope Indoensia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonseia. Anonim. 1995. Farmakope Indoensia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonseia. Anonim. 1986. Sediaan Galenika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonseia. Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fauzi, 2011 Zaman, 1990

11

Related Documents

Perkutan Fix
August 2019 21
Perkutan Fix.docx
August 2019 16
Fix
October 2019 76
Fix Fix Skaliii.docx
May 2020 43
Odira Energy Fix Fix
August 2019 59

More Documents from "Heru Juliawan"

Perkutan Fix
August 2019 21
Perkutan Fix.docx
August 2019 16
Afine Pentru Iarna Fara.docx
December 2019 12
June 2020 10
June 2020 12