Perilaku Pencegahan Hiv.docx

  • Uploaded by: rini yanti
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perilaku Pencegahan Hiv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 747
  • Pages: 3
PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA KELOMPOK WANITA PEKERJA SEKS DAN WARIA Bambang Murwanto 1) 1) Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang [email protected] Penyebaran : Pembinaan yang telah dilakukan tersebut melalui KPA Lampung Selatan diantaranya kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS) dan Waria dalam berperilaku terhadap pencegahan penyakit HIV/AIDS. 1. Karakteristik Informan. Karakteristik informan yang tergambarkan dari informan adalah mulai tamat SD sampai tamat SLTA. Sebagian besar informan hanya tamat SD (50%) dan sebgian kecil tamat SLTA (15%), umur informan antara 20 tahun-45 tahun, dengan mayoritas 20-30 tahun (60%) dan yang palin sedikit umur diatas 40 tahun (15%). Dengan latar belakang social ekonomi keluarganya sebagian besar petani dan miskin. 2. Sosiopsikologis. Keadaan sosiopsikologis digambarkan dengan proses pembentukan kelompok atau komunitas. Pada komunitas WPS terjadi secara spontan, dan informal misalnya dari SMS, karena rasa kebutuhan dipedulikan, solideritas teman, perasaan senasib dan akibat merasa minder di masyakat karena tidak ada yang mempedulikan mereka seperti komentar mereka pada Kotak 1 Demikian hal yang sama terjadi pada Komunitas Waria Dimulai dari kumpulkumpul merasa senasib. Kelompok Waria ini mereka beri nama “Gaila”. Dan tidak secara formal sehingga lebih cocok disebut “Paguyuban” (Kotak 2). Pada dasarnya mereka aktif dalam melaksanakan peranan dalam kelompok. Hal ini karena mereka mempunyai berbagai kepentingan, baik secara pribadi (solidaritas) maupun organisasi terutama dengan KPA, termasuk minta perhatian pemerintah. Karena ajang kumpul-kumpul selai untuk perluan KPA mensuplai kondom dan lubrikan, juga untuk ajang silatuhami, curhat, dsb. Dengan adanya KPA selain untuk mendapat informasi tentang HIV/AIDS dan mendapatkan jatah alat pencegahan penularan HIV/AIDS seperti kondom, lubricant, alat peraga, dan sebagainya. KPA juga menjadi tempat berkumpul mereka jika ada pertemuan yang diadakan oleh KPA sendiri. Namun yang lebih penting

bagi mereka adalah mereka sekarang mulai merasa ada yang mempedulikan mereka yaitu KPA. Peduli yang dimaksud adalah perhatian secara psikis. 3. Struktur Sosial. Semua kelompok baik Komunitas WPS maupun Waria mempunyai panutan. Untuk Komunitas WPS adalah Bunda Sully (Suliyati) yang merupakan mucikari mereka. Dari komunitas Waria adalah Zahri dengan julukan “Bunda Ratu” seorang penjangkau di KPA dan Syukur yang dijuluki “Madam” yang memiliki Salon Kecantikan dimana tempat sering komunitas Waria mangkal. Seorang petugas KPA pun Zakaria Anwar mereka menganggap sebagai panutan. Komunitas Waria keberadaannya di masyarakat sudah lebih terbuka atau dianggap hal yang biasa saja, terutama tetangga. Kecuali ada orang baru yang masih menganggapnya asing, itu pun dilihat dari ekspresi wajahnya bila pas berjumpa misalnya serombongan anak remaja yang kadang menggoda. pencegahan penyakit HIV/AIDS yang utama adalah dari para pengguna/pelanggan, sebagian dari mereka dalam kelompok Waria disebut “Kucing”, “Brondong”, tidak mau meng-gunakan kondom. Untuk kelompok WPS taktik mereka agar mereka mau adalah dengan menaikan tarif kencan mereka dua kali lipat. Bila tetap tidak mau menggunakan kondom, mereka berkomitmen tidak mau main dengan semboyan mereka “No Condom, No Sex”. Taktik kedua supaya nyaman menggunakan kondom adalah dengan dimasukan melalui mulut WPS yang bersangkutan. Pencegahan : Namun yang menarik adalah perilaku mereka sangat positif terhadap penanggulangan dan pencegahan penyakit HIV/AIDS. Misalnya semboyan “No Condom No Sexs” seolah menjadi jargon mereka sehari-sehari, karena hampir semua jawaban tentang pencegahan penyakit HIV/AIDS yang utama menajawab “dengan memakai kondom”, kemudian jarum suntik pengguna narkoba dan yang lainnya. Demikian juga terjadi pada WPS di Kota Manado, Sulawesi Utara, dimana mereka selalu menawarkan dan mewajibkan pelanggan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seks (Juliastika, dkk, 2011). Mereka juga mengerti tentang cara pencegahan yang disemboyankan oleh KPA yaitu “ABCDE” atau A berarti Abstenence (hindari hubungan seks), B artinya Being Faithful (setia pada pasangannya bila ingin berhubungan seks), C (Condom) menggunakan kondom bisa tidak bisa

setia pada pasangannya, D (Drugs) tidak mengkonsumsi narkoba, terutama dengan penggunaan jarum suntik (penasun), E (education) memberi penyuluhan pada teman sebaya (peer education) dan orang lain, setelah kita sendiri melakukannya, walaupun secara tidak lengkap karena keterbatasan bahasa Inggris sebagai akibat pendidikan mereka yang rendah. Namun bentuk aksi lain adalah peer education atau memberikan pengetahuan dengan teman sebayanya, seprofesinya, misalnya dengan menberi tahu koseling ke Klinik VCT bila mengalami keluhan-keluhan yang dicurigai penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Peranan peer education ini sangat penting juga terjadi Kota Pontianak (Suwarni, 2009). Sedangkan pengetahuan dan perilaku HIV/AIDS tidak mempunyai hubungan bermakna juga ditemui para WPS di Kota Manado (Juliastika, dkk., 2011), demikian pula hubungan pengetahuan dengan sikap. Untuk menjangkau para resiko tinggi yang belum terjangkau oleh KPA, Klinik VCT/PITC yang bersifat Mobile di lapangan bekerjasama dengan PT. ASDP Cab. Bakaukeni dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Kalianda, yaitu untuk menjangkau para supir truk, pedagang asongan, dan pekerja pelabuhan lainnya serta para narapidana. Secara singkat hubungan kerjasama penanggulangan HIV/AIDS di Lampung Selatan (di Kalianda dan Sekitarnya) .

Related Documents


More Documents from "Puput Fatimah"

April 2020 8
Tugas Kep Gerontik.doc
April 2020 15
Makalah_turbin_uap.docx
November 2019 51