Perbaikan Askep Kelompok.docx

  • Uploaded by: ss
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perbaikan Askep Kelompok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,333
  • Pages: 86
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesarea adalah tindakan operasi paling konservasif.

Indikasi

tindakan operasi obsetric dipertimbangkan dengan melihat adanya indikasi pada ibu, indikasi pada janin, indikasi profilaks dan indikasi vital ( Manuaba, 2010). Kelahiran dengan sectio caesarea merupakan prosedur pembedahan kedua yang paling sering dilakukan yang mencakup 20 – 25 % dari semua kelahiran di Inggris dan 28 % dari semua kelahiran di Amerika Serikat (Errol R. Norwitz, 2007). Perawatan pasien dengan Sectio Caesarea (SC) merupakan masalah yang rawan karena banyaknya komplikasi yang didapatkan baik pada ibu dan janin seperti aspirasi metabolisme pulmonary, infeksi pada luka, infeksi saluran kemih, cedera bladder atau bowel dan komplikasi akibat anastesi diantaranya adalah perubahan pola nafas, brakikardi maupun kelemahan fisik. Pada pasien Post SC perawatan yang utama adalah balance cairan dan pemenuhan kebutuhan dasar. Balance cairan harus selalu dimonitor karena pada pasien post SC banyak kehilangan cairan darah sehingga intake dan output diharapkan tetap seimbang untuk menghindari dehidrasi. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar sangat diperhatikan oleh perawat karena pada pasien post SC masih kondisi

immobilisasi.

Permasalahan

komprehensif dari perawat. Maka perawat kemampuan

sebagai yang

pelaksana

tersebut untuk

memerlukan perawatan yang

mengatasi

keperawatan dituntut

memadai

dalam

dalam

hal tersebut

peran

untuk memiliki

menanggulanginya diantaranya

kemampuan untuk membantu perawatan menurunkan tekanan darah, membantu

2

ADL (Activity DailyLiving) pasien, memberi pertolongan mental serta pendidikan pada pasien dan keluarga (Manuaba, 2010). Data BPS, statistic kesra dan BKKBN di Indonesia menunjukan : penyebab kematian ibu tahun 2007 meliputi, perdarahan 28%, pre eklamsia 24%, infeksi 11%, komplikasi perperinium 8%, abortus partus macet/lama 5% dan lain-lain 18% (Depkes RI, 2007). Salah satu indikasi dilakukan tindakan Sectio Caesarea adalah Preekalmpsia berat. Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri, sebab terjadinya masih belum jelas. Syndrome preeklampsia dengan hipertensi, oedema dan proteinuria sering tidak diperhatikan oleh wanita bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu yang singkat, jika tidak dilakukan tindakan yang tepat untuk mencegah hal tersebut akan muncul preeklampsia berat bahkan akan menjadi eklampsia. Gangguan hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab tertinggi kedua mortalitas ibu, setelah penyakit embolik, dan dijumpai dalam 12 – 12 % kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal. Gangguan hipertensi dalam kehamilan dikelompokkan menjadi hipertensi gestasional, preeklamsi, hipertensi kronis, dan preeklamsi kronis (Peter Muller,2011). Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dngan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asri Hidayat, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2018 didapatkan jumlah data ibu hamil yang dilakukan Operasi Sectio Caesarea

3

sebanyak 11 orang dalam waktu 10 hari, dan 10 dari 11 ibu tersebut dengan indikasi preeklampsi berat (PEB). Berdasarkan penjelasan di atas sehingga

kelompok

tertarik

untuk

melakukan asuhan keperawatan tentang ibu post SC dengan indikasi Preeklamsia berat di Ruang Kebidanan (KB) RSUP Dr.M.. Djamil Padang .

4

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan pasien Post Op Sectio Caesarea dengan indikasi preeklamsi berat berdasarkan pendekatan proses keperawatan di Unit Rawat Inap Kebidanan RSUP. Dr.M.Djamil Padang. 2. Tujuan Khusus : 1) Mengetahui konsep teori Post Op SC dengan indikasi pre eklamsi berat 2) Mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien Post Op SC dengan indikasi pre eklamsi berat 3) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien Post Op SC dengan indikasi pre eklamsi berat

5

6

BAB II KONSEP TEORITIS

A. KONSEP DASAR 1. SECTIO CAESAREA (SC) a.

Definisi Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Rustam Mochtar, 2009). SC adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1.000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (Manuaba, 2009). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. Operasi Sectio Caesarea mempunyai perjalanan sejarah yang panjang dan menarik, sering dihubungkan dengan nama Julius Caesar. Pada saat permulaan operasi Sectio Caesarea, luka operasinya tidak dijahit sehingga mengakibatkan kematian yang disebabkan perdarahan dan infeksi. Hal tersebut merupakan kejadian yang menakutkan karena berisiko kematian. Maka dari itu, operasi hanya dilakukan jika persalinan normal dapat membahayakan nyawa ibu dan janin. Namun dewasa ini, Sectio Caesarea jauh lebih aman daripada dulu, berkat kemajuan dalam antibiotika, transfusi darah, anastesi dan teknik operasi yang lebih sempurna. Saat ini, ada kecenderungan 6

melakukan operasi ini tanpa dasar indikasi yang cukup kuat. Sectio Caesarea menjadi pertolongan persalinan yang konservatif karena mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang rendah (Manuaba, 2001). Walau demikian, morbiditas maternal setelah menjalani tindakan Sectio Caesarea masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada peningkatan resiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses perawatan setelah pembedahan. Dari hasil penelitian Bensons dan Pernolls (2005), angka kematian pada operasi Sectio Caesarea adalah 40 – 80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan normal. Untuk kasus infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan pervagina (majalah Inspire Kids, 2009). b.

Indikasi Menurut Wiknjosastro (2010) operasi Sectio Caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan Sectio Caesarea, proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal (Dystasia) indikasi tersebut antara lain : 1) Pada ibu  Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidak seimbangan antar ukuran kepala dan panggul ), Disfungsi uterus, Distosia jaringan lunak, Plasenta previa, His lemah / melemah, Rupture uteri mengancam, Primi muda atau tua, Partus dengan komplikasi, Preeklampsi dan eklampsi, Problema plasenta.

7

2) Pada anak 

Janin besar, Gawat janin, Janin dalam posisi sungsang atau melintang, Fetal distress, Kalainan letak, Hydrocephalus.

c.

Kontra Indikasi Sectio Caesarea Pada umumnya sectio caesaria tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Wiknjosastro, 2006).

d.

Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea 1) Abdomen (sectio caesarea abdominalis)  Sectio caesarea transperitonealis SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira 10 cm. Kelebihan : Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal. Kekurangan :

Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena

tidak ada reperitonealis yang baik, Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan, SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim). 

SC ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal. Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.

8

Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah, Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, Perdarahan tidak begitu banyak, Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Kekurangan : Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak, adanya keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi. 2) Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut (Mochtar, 2005) antara lain sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (Transversal), sayatan huruf T (T insicion). e.

Prognosis Operasi Sectio Caesarea  Pada Ibu Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. 

Pada anak Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 % (Wiknjosastro, 2010).

9

f.

Komplikasi Operasi Sectio Caesarea Menurut Mochtar R (2005), Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain : 1) Infeksi puerperal (Nifas) Yaitu ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari, sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik. 2) Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka dan perdarahan pada plasenta bed. 3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi. 4) Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.

2. PREEKLAMPSIA (PEB) a. Definisi Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3). Preeklampsia

merupakan

sindrom

spesifik-kehamilan

berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90 mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya

10

dilakukan 2 kali selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam atau sama dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008). Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu yang relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007). b. Anatomi Fisiologi

Perubahan Fisiologi Wanita Hamil Segala perubahan fisik dialami wanita selama hamil berhubungan dengan beberapa sistem yang disebabkan oleh efek khusus dari hormon. Peru bahan ini terjadi dalam rangka persiapan perkembangan janin, menyiapkan tubuh ibu untuk bersalin, perkembangan payudara untuk pembentukan/produksi air susu selama masa nifas. (Salmah dkk, 2006, hal.47). a. Uterus Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus.Pada bulan-bulan 11

pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah advokat, agak gepeng.Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat dan pada akhir kehamilan kembali seperti semula, lonjong seperti telur. (Wiknjosastro, H, 2010, hal. 89) Perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri : a) Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri blum teraba b) Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek fundus uteri berada di belakang simfisis. c) Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus uteri 1-2 jari di atas simfisis pubis. d) Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan simfisis dengan pusat. e) Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat. f)

Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.

g) Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat. h) Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan prosessus xypoideus. i)

Kehamilan 36-38 minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah prosessus xypoideus.

j)

Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di bawah prosessus xypoideus. (Wiknjosastro, H, 2006. Hal. 90-91 dan Mandriwati, G. A. 2008. Hal. 90).

a.

Vagina Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon estrogen sehingga

tampak lebih merah, agak kebiru-biruan (livide).Tanda ini disebut tanda Chadwick. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 95)

12

b.

Ovarium Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai

terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu.Namun akan mengecil setelah plasenta terbentuk, korpus luteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Lambat laun fungsi ini akan diambil alih oleh plasenta. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal .95) c.

Payudara Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang akibat hormon

somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi belum mengeluarkan air susu. Areola mammapun tampak lebih hitam karena hiperpigmentasi. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 95) d.

Sistem Sirkulasi Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke

plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula.Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengancardiac output yang meninggi kira-kira 30%. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 96). e.

Sistem Respirasi Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh rasa sesak

nafas.Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus tertekan oleh uterus yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 96) f.

Traktus Digestivus

13

Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea) karena hormon estrogen yang meningkat.Tonus otot traktus digestivus juga menurun.Pada bulanbulan pertama kehamilan tidak jarang dijumpai gejala muntah pada pagi hari yang dikenal sebagai moorning sickness dan bila terlampau sering dan banyak dikeluarkan disebut hiperemesis gravidarum. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97) g.

Traktus Urinarius Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang

membesar sehingga ibu lebih sering kencing dan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan, namun akan timbul lagi pada akhir kehamilan karena bagian terendah janin mulai turun memasuki Pintu Atas Panggul. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97) h.

Kulit Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena

pengaruh hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung, dikenal sebagai kloasma gravidarum. Namun Pada kulit perut dijumpai perubahan kulit menjadi kebiru-biruan yang disebut striae livide. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97). i.

Metabolisme dalam Kehamilan Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga 15-20

%.Kelenjar gondok juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan pada kehamilan trimester akhir.Protein yang diperlukan sebanyak 1 gr/kg BB perhari untuk perkembangan badan, alat kandungan, mammae, dan untuk janin, serta disimpan pula untuk laktasi nanti. Janin membutuhkan 30-40 gr kalsium untuk pembentukan tulang terutama pada trimester ketiga.Dengan demikian makanan ibu hamil harus

14

mengandung kalsium, paling tidak 1,5-2,5 gr perharinya sehingga dapat diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk keperluan janin sehingga janin tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi sebanyak 800 mg untuk pembentukan haemoglobin dalam darah sebagai persiapan agar tidak terjadi perdarahan pada waktu persalinan. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 98) j.

Kenaikan Berat Badan Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adaptasi ibu

terhadap pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat badan adalah 4 kg dalam kehamilan 20 minggu, dan 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir) jadi totalnya 12,5 kg. (Salmah, Hajjah.2006. Hal.60-61) b.

Etiologi Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:  Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali  Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan kembar atau kehamilan mola.  Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.  Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama kehamilan. Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,

15

transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003), penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut: 1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim. 2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental. 3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon inflamasi dari kehamilan normal. 4. Faktor defisiensi nutrisi. 5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2009). a.

Invasi trofoblas abnormal Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling akibat invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal ini menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi dan distensi (Gambar 2.1). Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis mengalami vasokonstriksi relative. Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan bahwa keparahan defek invasi trofoblas pada arteri spiralis berkaitan dengan keparahan hipertensi (Cunningham, et al, 2007).

16

Gambar 2.1 Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas extravili, membentuk saluran di bawah villi yang melekat. Trofoblas extravillous menginvasi desidua dan masuk ke dalam artei spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah melebar (Cunningham, et al, 2007)

Gambar 2.2 Prerbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan preeclampsia. Tampak pada gambar bahwa pada preeclampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis relative menjadi lebih konstriksi. (Cunningham, et al, 2007) De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil dari sisi implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron. Mereka menemukan bahwa perubahan preeklampsi pada tahap awal termasuk kerusakan endotel, insudasi plasma ke dalam pembuluh darah, proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis medial. 17

Mereka menemukan adanya lipid yang trerakumulasi di dalam sel-sel miointima kemudian di dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid bersama sel inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis. Biasanya, pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi aneurisma dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi plasenta menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsi (Cunningham, et al, 2007)

Gambar 2.3 Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri, menunjukkan gambaran fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram skematik dari pembuluh darah). Kerusakan endotel menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi protein plasma dan foamy makrofag di bawah endotel. Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak panah yang melengkung, sedangkan anak panah yang lurus menunjukkan kerusakan endotel. b. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut;

18



Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida



Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.



Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil

konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu (Angsar, 2008). Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu, pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding pada normotensive (Angsar, 2008) c. Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses

19

inflamasi intravaskuler sistemik (Gambar 2.4). Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeclampsia timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria (Cunningham, 2007). Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeclampsia ini menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan preeclampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas yang berlebihan. Contoh antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol, vitamin C (asam askorbat), dan karoten (Angsar, 2008).

20

Gambar 2.4 Patogenesis hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007) d. Faktor Defisiensi Nutrisi Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk hati halibut, dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk mencegah preeclampsia (Angsar, 2008). Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-buahan dan sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan penurunan

21

tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan dengan preeclampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat atherosklerosis (Cunningham, et al, 2007). e. Faktor genetik Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11 sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47 persen dalam studi kembar. Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang mencakup hampir 1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen genetik untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita. Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan (Cunningham, et al, 2007).

22

FAKTOR RESIKO Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeclampsia berat, yaitu:  Primigravida, primipaternitas  Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.  Umur yang ekstrim.  Riwayat keluarga pernah preeclampsia/ eklampsia.  Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Angsar, 2008)  Resiko preeclampsia meningkat dari 4.3 % pada ibu hamil dengan BMI kurang dari 19,8 kg/m2 hingga 13,3% pada ibu hamil dengan BMI lebih dari 35 kg/m2  Faktor lingkungan juga memiliki kontribusi. Sebuah penelitian melaporkan bahwa ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi Colorado memiliki insiden preeclampsia yang tinggi. Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada kehamilan secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko hipertensi kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007).

23

c. Patofisiologi Dan Woc Patofisiologi Pre Eklamsi setidaknya berkaitan dengan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid pada pre eklamsi. Volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi ke unit janin utero plasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel – sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Ada beberapa indikasi dilakukan tindakan operasi sectio caesaria antaranya karena Pre Eklamsia, sebelum dilakukan tindakan operasi section caesaria perlu adanya persiapan, persiapan diantaranya yaitu premedikasi, pemasangan kateter dan anastesi yang kemudian baru dilakukan operasi. Dilakukannya operasi caesaria akan berpengaruh pada dua kondisi yaitu, Pertama, kondisi yang dikarenakan pengaruh anastesi, luka akibat operasi dan masa nifas, anastesi akan berpengaruh pada peristaltik usus, luka akibat operasi dan masa nifas, anastesi akan berpengaruh pada peristaltik usus, otot pernafasan dan kons pengaturan muntah. Sedangkan pada luka akibat operasi akan menyebabkan perdarahan, nyeri serta proteksi tubuh kurang. Pada masa nifas akan berpengaruh pada kontraksi uterus, lochea, dan laktasi. Kontraksi uterus yang berlebihan akan menyebabkan nyeri hebat. Sedangkan pada lochea yang berlebihan akan menimbulkan perdarahan. Pada masa laktasi progesterone dan esterogen akan merangsang kelenjar susu untuk mengeluarkan ASI. Kondisi kedua adalah kondisi fisiologis yang terdiri dari tiga fase yaitu taking in, taking hold, dan letting go. Pada fase taking in terjadi saat satu sampai dua hari post partum, sedangkan ibu sangat tergantung pada orang lain. Fase yang kedua terjadi pada 3 hari post partum, ibu mulai makan dan minum sendiri, merawat diri dan bayinya. Untuk fase yang ketiga ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri terhadap interaksi antar anggota keluarga (Prawiroharjo, 2012

24

d. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia antara lain: a. Komplikasi pada Ibu 1)

Eklamsia.

2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu. 3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver, Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis, peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas. 4) Solutio plasenta. 5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan. 6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria 7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan untuk sementara. 8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan. 9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat tidur saat serangan kejang.

25

10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan pembekuan darah. b.

Komplikasi pada Janin 1) Hipoksia karena solustio plasenta. 2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal. 3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD). 4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).

e. Manifestasi Klinis Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia.

26

Digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:  Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.  Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.  Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.  Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).  Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.  Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya

kapsula

Glisson

oleh

karena

nekrosis

hepatoseluler, iskemia, dan edema).  Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)  Edema paru-paru dan sianosis.  Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)  Trombositopenia (<100.000/mm3)  Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.  Sindrom HELLP. f. Klasifikasi Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut: a.

Pre eklamsia ringan Pre eklamsia ringan ditandai dengan: 1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.

27

Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam. 2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu. 3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream (aliran tengah). b. Pre eklamsia berat Pre eklamsia berat ditandai dengan: 1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. 2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter. 3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam . 4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium. 5) Terdapat edema paru dan sianosis 6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik. 7) Perdarahan pada retina. 8) Trombosit kurang dari 100.000/mm. `

Preeklampsia berat dibagi menjadi: a)

Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

b)

Preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-

gejala subjektif berupa :  Muntah-muntah  Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak  Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung  Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta. Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan – perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar, 2008).

28

g. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia yaitu sebagai berikut: a.

Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%). b)

Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).

c)

Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)

2) Urinalisis Ditemukan protein dalam urine. 3) Pemeriksaan Fungsi Hati a)

Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).

b)

LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.

c)

Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.

d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml) e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N= < 31 u/ml) f)

Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)

g) Tes Kimia Darah Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4 – 2,7 mg/dL 4) Pemeriksaan Radiologi 1)

Ultrasonografi (USG). Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

2)

Kardiotografi Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan bahwa denyut jantung janin lemah

29

h.

Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut : 1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah 2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia 3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin 4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:  Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya  Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu: -

Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya: kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi medikamentosa

-

Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

Penanganan di Puskesmas Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut : 1.

Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5, berikan SM 20 % 4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan SM 20 % 2 g iv pelan-pelan. Bila tidak tersedia berikan injeksi diazepam 10 mg iv

30

secara pelan-pelan selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan ulangi dosis yang sama. 2.

Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose di atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada glutea kiri dan kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tpm

3.

Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.

4.

Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah diberikan.

5.

Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.

6.

Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan infuse, dan tabung oksigen.

7.

Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.

Penanganan di rumah sakit Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya. Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009): a.

Pencegahan Kejang



Tirah baring, tidur miring kiri



Infus RL atau RD5



Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu : -

Loading / initial dose

: dosis awal

-

Maintenance dose

: dosis rumatan

31

 Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin Tabel 1. Tatacara Pemberian SM pada PEB Loading dose

Maintenance dose

SM 20 % 4 g iv pelan-pelan

-

SM 40 % 10 g im, terbagi pada

selama 5 menit

glutea kiri dan kanan -

SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30 tts/m 1. SM rumatan diberikan sampai 24 jam pada perawatan konservatif dan 24 jam setelah persalinan pada perawatan aktif

Syarat pemberian SM : -

Reflex patella harus positif

-

Respiration rate > 16 /m

-

Produksi urine dalam 4 jam 100cc

-

Tersedia calcium glukonas 10 %

Antidotum : Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut : 1. Sodium thiopental 100 mg iv 2. Diazepam 10 mg iv 3. Sodium amobarbital 250 mg iv 4. Phenytoin dengan dosis : -

Dosis awal 100 mg iv

-

16,7 mg/menit/1 jam

500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam b.

Antihipertensi •

Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126



Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam



Penurunan darah dilakukan secara bertahap : -

Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik 32

-

Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105 mmHg atau MAP < 125

c.

Diuretikum Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek : •

Memperberat penurunan perfusi plasenta



Memperberat hipovolemia



Meningkatkan hemokonsentrasi

Indikasi pemberian diuretikum : 1.

Edema paru

2.

Payah jantung kongestif

3.

Edema anasarka Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB dibedakan

menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif. a.

Perawatan konservatif 1.

Tujuan : •

Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang memnuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim



Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu

2.

Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia

3.

Pemberian anti kejang : Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose ( loading dose tidak diberikan )

4.

Antihipertensi Diberikan sesuai protokol untuk PER.

5.

Induksi Maturasi Paru Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.

6.

Cara perawatan : •

Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia



Menimbang berat badan tiap hari



Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya 33



Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur



Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase, Albumin serum dan faktor koagulasi



Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.

7.

Terminasi kehamilan •

Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm



Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan indikasi obstetrik

b.

Perawatan aktif 1.

Tujuan : Terminasi kehamilan

2.

Indikasi : (i). Indikasi Ibu : • Kegagalan terapi medikamentosa : -

Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi kenaikan tekanan darah persisten

-

Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah yang progresif

• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia • Didapatkan gangguan fungsi hepar • Didapatkan gangguan fungsi ginjal • Terjadi solusio plasenta • Timbul onset persalinan atau ketuban pecah (ii). Indikasi Janin • Usia kehamilan ≥ 37 minggu • PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial • NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8 • Terjadi oligohidramnion (iii). Indikasi Laboratorium • Timbulnya HELLP syndrome 3.

Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.

4.

Terminasi kehamilan :

34

Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut : (i) Pasien belum inpartu • Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila skor pelvik < 8 bisa dilakukan ripening dengan menggunakan misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6 jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya induksi, bila tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi kehamilan dilakukan dengan operasi sesar. • Indikasi operasi sesar : - Indikasi obstetrik untuk operasi sesar - Induksi persalinan gagal - Terjadi maternal distress - Terjadi fetal compromised - Usia kehamilan < 33 minggu (ii) Pasien sudah inpartu • Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf • Kala II diperingan • Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised, persalinan dilakukan dengan operasi sesar • Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi sesar

35

3. POST-PARTUM/NIFAS a.

Pengertian Nifas Masa nifas (peurperium) adalah pulihnya kembali mulai dari partus atau persalinan

selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya 6 – 8 minggu (Sinopsis Obstetri). Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini , saluran reproduktif anatominya kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (Obstetri William). b. Periode Masa Nifas 1.

Puerperium dini : Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan

2.

Puerperium intermedial : Yaitu Kepulihan menyeluruh alat–alat genetalia yang lamanya 6–8 minggu

3.

Remote Puerperium : Yaitu waktu yang diperlukan untuk putih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. (Sinopsis Obstetri)

c.

Inovasi Alat-Alat Kandungan 1.

Uterus : Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. TFU dan berat uterus menurut masa involusi

Involusi

TFU

Berat uterus

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

Uri lahir

2 jari bawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertengahan pusat symphisis

500 gram

2 minggu

Tidak beruba diatas symphisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 gram

2.

Bekas Implantasi Uri : Placenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kovum uteri dengan diameter 7,5 cm. sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm pada minggu keenam 2,4 cm dan akhirnya pulih.

3.

Perubahan pembuluh darah : Pembuluh darah yang besar menjadi mengecil dalam nifas karena setelah persalinan sudah tidak dibutuhkan lagi peredaran darah yang banyak.

36

4.

Perubahan pada cervix dan vagina : Beberapa hari setelah persalinan ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari pinggir” tidak rata tapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Vagina yang sangat di regang waktu persalinan lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke-3 post partum rugae mulai nampak kembali.

5.

Dinding perut dan peritoneum : Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu

6.

Saluran kencing : Dinding kandung kencing memperlihatkan oedema dan hyperaemia. kadang-kadang oedema dari trgonum, menimbulkan obstruksi dari urethra sehingga terjadi retensia urine kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah sehingga kandung kencing penuh atau sesudah masih tinggal urine residual. Sisa urine ini memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi akan normal kembali dalam waktu 2 mingu.

7.

Laktasi : Keadaan buah dada pada 2 hari sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung suatu. Melainkan colostrum, yaitu cara yang berwarna kuning.

8.

Luka-luka : Pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari

9.

Rasa sakit : Yang disebut after pains (merica atau mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Bila terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit dan anti mules.

10. Lochea : Adalah cairan secret yang berasal dari lovum uteri dan vagina dalam masa nifas a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik, caseosa lanugo dan meconium selama 2 hari pasca persalinan. b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan c. Lochea serosa : Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, d. Lochea alba : Cairan putih, setelah 2 minggu e. Lochea Purulenta : Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk f. Lochiostosis : Lochea tidak lancar keluarnya

37

11. Serviks : Setelah persalinan, bentuk servik agak mengaga. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan “kecil, setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui untuk 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari 12. Ligamen-ligamen : Ligament-ligamen dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi

karena

ligamentum

ratundum

menjadi

kendor.

(Sinopsis

Obstetri,1998:116) d. Perawatan Pasca Persalinan 1.

Mobilisasi dini (early mobilization) : Ibu nifas sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur 24-48 jam PP boleh segera miring ke kanan dan ke kiri setelah 2 jam melahirkan hari ke 2 duduk, ke 3 jalan-jalan. Keuntungan dari mobilisasi. a.

Melancarkan pengeluaran lochea. Mengurangi infeksi puerperium

b.

Mempercepat involusi alat kandungan

c.

Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan

d.

Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi Asi dan pengeluaran sisa metabolisme.

2.

Rawat gabung : Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu bisa lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan Asi sehingga kelancaran pengeluaran Asi lebih terjamin.

3.

Pemeriksaan Umum : Kesadaran penderita , Keluhan yang terjadi setelah persalinan

4.

Pemeriksaan Khusus a. Fisik : tekanan darah, nadi dan suhu b. Fundus uteri : TFU, kontraksi uterus c. Payudara : putting susu, pembengkakan atau stowing ASI pengeluaran ASI d. Pertun lochea : lochea rubra, lochea sanguilenta e. Luka jahitan apisiotomi : apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda – tanda infeksi (kolor, dolor, fungsiolesa dan pernanahan) f. Pemulangan parturien dan pengawasan ikatan: Parturien dengan persalinan berjalan lancar dan spontan dapat dipulangkan setelah mencapai keadaan baik dan tidak ada keluhan. Parturien dipulangkan setelah 2-3 hari dirawat. 38

Nasehat yang perlu diberikan saat pemulangan: a. Diet: makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori b. Miksi: hendak-hendak dapat dilakukan sendiri secepatnya. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi c. Defekasi: buang air harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan d. Perawatan payudara: dimulai sejak hamil supaya putting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai perscapan menyusui bayinya. e. Laktasi: bila bayi mulai disusui, isapan putting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofise produksi Asi akan > banyak. f. Kebersihan diri g. Istirahat h. Latihan Nasihat untuk ibu postnatal: a. Fisioterapi postnatal sangat baik bila diberikan b. Sebaiknya bayi disusui c. Kerjakan gymnastic sehabis bersalin d. Untuk kesehatan ibu, bayi dan keluarga sebaiknya melakukan kb. e. Bawalah bayi anda untuk memperoleh imunisasi

39

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS Pengkajian a. Identitas Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35 tahun b. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya, dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam). 2) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM. 3) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya. c. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan d. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya. e. Pola Aktivitas a. Aktivitas Gejala

:

Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat

badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-. Tanda : Pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka b. Sirkulasi Gejala : Biasanya terjadi penurunan oksigen.

40

c. Abdomen Biasanya TFU tergantung dari hari ke-berapa masa nifas pasien. Biasanya pada abdomen akan terlihat luka operasi post-sc, striae, dan linea nigra. d. Eliminasi Gejala : Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria e. Makanan / cairan Gejala : Biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan , muntahmuntah Tanda : Biasanya nyeri epigastrium, f. Integritas ego Gejala : Perasaan takut. Tanda : Cemas. g. Neurosensori Gejala : Biasanya terjadi hipertensi Tanda : Biasanya terjadi kejang atau koma h. Nyeri / kenyamanan Gejala : Biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala, ikterus, gangguan penglihatan. Tanda : Biasanya klien gelisah, i. Pernafasan Gejala : Biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki, Whezing, sonor Tanda : Biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising atau tidak. j. Keamanan Gejala : Apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.

41

k. Seksualitas Gejala : Status Obstetrikus l. Pemeriksaan Penunjang a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 4-6 jam b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml. c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu. d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak. e) USG: untuk mengetahui keadaan janin. f)

NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.

Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai berikut: a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik b.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleran aktivitas d.

perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia berat.

e. Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

ventilasi-perfusi

akibat

penimbunan cairan paru : adanya edema paru. f. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. h. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.

42

i. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan mengabsorpsi makanan. j. Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan intrakranial: kejang.

43

INTERVENSI KEPERAWATAN

No.

Diagnosa

NOC

NIC

Keperawatan 1

Nyeri akut b.d agen cidera fisik

Pengontrolan Nyeri 1. Menilai faktor penyebab

Manajemen nyeri Aktivitas : o Lakukan pengakajian

(3/5) 2. Recognize lamanya Nyeri (3/5)

nyeri secara komprehensif

3. Gunakan ukuran pencegahan (3/5) 4. Penggunaan mengurangi nyeri dengan non analgesic

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presifasi o Observasi reaksi

(3/5) 5. Gunakan tanda – tanda vital memantau perawatan (3/5) 6. Laporkan tanda / gejala

nonverbal dari ketidaknyamanan o Gunakan teknik

nyeri pada tenaga kesehatan

komunikasi terapeutik

professional (3/5)

untuk mengatahui

7. Gunakan catatan nyeri (3/5)

pengalaman nyeri

8. Gunakan sumber yang

pasien

tersedia (3/5) 9. Menilai gejala dari nyeri (3/5)

o Kai kultrul yang mempengaruhi respons nyeri

10. Laporkan bila nyeri

o Evaluasi pengalaman

terkontrol (3/5)

nyeri masa lampau o Evaluasi bersama

Tingkat Nyeri 1. Melaporkan nyeri (3/5)

pasien dan tim

2. Persentase tubuh yang

kesehatan lain tentang

dipengaruhi (3/5) 3. Merintih dan Menangis (3/5)

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

4. Lama episode nyeri (3/5)

44

o Bantu pasien dan

5. Ekspresi oral ketika nyeri (3/5)

keluarga untuk mencari dan

6. Ekspresi wajah ketika nyeri

menemukan dukungan o Kontrol lingkungan

(3/5) 7. Posisi tubuh melindungi (3/5)

yang dapat mempengarui nyeri

8. Gelisah (3/5)

seperti suhu ruangan

9. Kekuatan otot (3/5)

percahayaan dan

10. Perubahan frekuensi nafas

kebisingan o Kurangi faktor

(3/5) 11. Perubahan frekuensi nadi

presivitasi nyeri o Pilih dan lakukan

(3/5) 12. Perubahan tekanan darah

penanganan nyeri o Kaji tipe dan sumber

(3/5) 13. Perubahan ukuran pupil (3/5)

nyeri untuk menentukan intervesi

14. Keringat (3/5) 15. Hilang nafsu makan (3/5)

o Ajarkan tentang teknik nonformakologi o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri o Evaluasi keefektifan kontrol nyeri o Tingkatkan istrirahat o Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil o Monitor penerimaan pasien tentang manajement nyeri o Pemberian analgesik o Tentukan lokasi,

45

karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat o Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi o Cek riwayat alergi o Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu o Tentukan pilihan anagesik tergantung tipe dan beratnya nyeri o Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal o Pilih rute pemberian secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur o Monitor vitalsign sebelum dan sesudah pemberian nalgesik pertama kali o Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

46

o Evaluasi aktivitas analgesik tanda dan gejala Administrasi analgesic o Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat o Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi o Cek riwayat alergi o Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih dari Satu o Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan berat nyeri o Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal o Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur o Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic

47

pertama kali o Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat o Evaluasi evektivitas analgesic, tanda dan gejala 2

Penurunan curah

Keefektifan pompa jantung

Monitor tanda tanda vital

jantung b.d

Indicator :

Aktivitas :

perubahan

1. kecepatan jantung (3/5)

afterload :

2. toleransi aktivitas (3/5)

hipertensi

3. indeks jantung (3/5) 4. injeksi fraksi (4/5) 5. nadi perifer kuat (3/5) 6. ukuran jantung normal (5/5) 7. turgor kulit baik (4/5) 8. abnormal bunyi jantung tidak ada (5/5) 9. tidak ada keletihan yang berlebihan (4/5)

Status sirkulasi Indicator : 1.

Sistolik IER (2/5)

2.

Diastolic IER(2/5)

3.

Denyut nadi IER (2/5)

4.

Tekanan vena sentral IER (4/5)

5.

Tekanan rongga dada IER (4/5)

6.

Ortostatik hipotensi tidak ada (4/5)

7.

Denyut jantung IER (3/5)

48

o Monitor TD, nadi, suhu, dan RR o Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri o Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan o Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas o Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung o Monitor frekuensi dan irama pernapasan o Monitor pola pernapasan abnormal o Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit o Monitor sianosis perifer o Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) o Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign o Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen o Sediakan informasi untuk mengurangi stress

8.

Abnormal bunyi jantung tidak ada (5/5)

9.

Angina tidak ada (5/5)

10.

Gas darah IER (4/5)

11.

Bunyi nafas yang tidak normal tidak ada (5/5)

12.

Intake-output 24 jam seimbang (4/5)

13.

Perfusi jaringan perifer baik (4/5)

14.

Nadi perifer kuat (4/5)

15.

Nadi perifer simetris (4/5)

16.

Edema perifer tidak ada (4/5)

17.

o Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung o Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer o Minimalkan stress lingkungan Manajemen asama basa Aktivitas : o Memelihara jalan nafas yang baik

Distensi vena jugularis tidak ada (4/5)

o Amati status hemodinamika o Amati ABG (Artteri blood gases) o Amati kehilangan asam (mis:mual, muntah, diare, diuresisi) o Amati kehilangan bikarbonat (mis: drainase fistula, dan diare) o Posisikan pasien dalam status pernafasan yang adekuat (jalan nafas terbuka/meninggikan posisi tempat tidur) o Amati gangguan

49

pernafasan (tekanan O2 rendah dan PCO2 tinggi) o Perhatikan pola nafas o Amati pemakaian oksigen o Berikan dukungan pernafasn mekanik jika perlu o Kurangi pemakaian O2 o Amati status pernafasan o Berikan obat sesuai resep o Jaga kebersihan mulut o Beri tahu pasien tentang pentingnya keseimbangan asam basa 3

Hambatan

Toleransi terhadap aktivitas

Perawatan Tirah Baring

mobilitas fisik

1. Saturasi oksigen ketika

Aktivitas :

b.d intoleransi aktivitas

beraktivitas (3/5) 2. Frekuensi nadi ketika beratifitas (3/5) 3. Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas (3/5) 4. Tekanan darah sistolik ketika beraktifitas (3/5) 5. Tekanan darah diastolik ketika beraktivitas (3/5) 6. Warna kulit (3/5) 7. Hasil EKG (3/5)

50

o Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring o Hindari menggunakan kain linen kasur yang teksturnya kasar o Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering dan bebas kerutan o Letakkan meja disamping tempat

Tingkat Mobilitas

tidur berada dalam

1. Keseimbangan penampilan

jangkauan pasien o Tinggikan teralis

(3/5) 2. Posisi tubuh (3/5)

tempat tidur, dengan

3. Perpindahan otot (3/5)

cara yang tepat

4. Perpindahan sendi (3/5) 5. Perpindahan penampilan (2/5) 6. Ambulasi : berjalan (3/5) 7. Ambulasi dengan kursi roda (3/5)

o Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit o Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling tidak setiap 2 jam o Monitor kondisi kulit o Ajarkan latihan ditempat tidur dengan cara yang tepat o Bantu menjaga kebersihan o Aplikasikan aktivitas sehari-hari Terapi Latihan : Ambulasi Aktivitas : 1. Monitoring tanda vital sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan 2. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain untuk tipp dalam mobilisasi 3. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

51

4. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien. 5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

52

BAB III LAPORAN KASUS

PENGKAJIAN POSTNATAL

Nama Kelompok

: G1

Tanggal Pengkajian

: 10 Oktober 2018

A. IDENTITAS KLIEN Nama

: Ny. E

Umur

: 35 Tahun

Pekerjaan

: Perawat

Alamat

: jalan lubuk lintah

No. MR

: 01.02.9x.xx

Tanggal masuk

: 9 Oktober 2018

B. ALASAN MASUK Ny.E usia 35 tahun masuk KB Igd RSUP. Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 09 Oktober 2018 pukul 23.07 WIB. Satus obstetric G1P0A0H0. Usia kehamilan 31-32 minggu dengan diagnosa medis pre eklamsia berat. Pasien rujukan dari RSI Ibnu Sina Padang dengan alasan masuk tidak adanya fasilitas NICU di RS tersebut. Saat masuk ke IGD Ny. E dalam keadaan sadar, keadaan umum lemah, TTV didapatkan bahwa: TD: 180/110 mmHg, N: 120x/menit S: 36,5 C RR:20x/menit.

C. DATA KESEHATAN UMUM 1. Riwayat Kesehatan Saat ini Ny. E usia 35 tahun pasien KB RSUP. DR. M.Djamil Padang dengan post-sc indikasi PEB. Status obstetric P1A0H1. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat pada tanggal 10 oktober 2018, pasien mengeluhkan kepalanya pusing serta penglihatannya kunang kunang dan kabur, pasien mengatakan sering berkeringat dingin, pasien mengeluh lemas dan letih, pasien mengeluhkan nyeri bekas operasi SC, skala nyeri 6, 53

nyeri bertambah bila melakukan aktivitas, nyeri seperti di iris iris, dan nyeri terusmenerus. Pasien mengeluh lemas dan letih, Pasien mengatakan sesak, pasien mengeluhkan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri, pasien mengeluhkan sulit membolak balik posisi. Kondisi umum pasien, pasien tampak lemah, penglihatan berkunang-kunang dan kabur, pasien sering memegang kepalanya, pasien tampak meringis kesakitan, kedua tungkai tampak oedema, pasien terlihat lemas dan letih, pasien terpasang monitor dan terlihat adanya takikardia, pasien melakukan aktivitas dibantu oleh perawat dan keluarganya. TTV didapatkan: TD: 160/100 mmHg RR: 24x/menit S:36,5 C N:121x/menit. HR:121x/menit. 2. Riwayat Kesehatan Dahulu Klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang sama dengan yang dirasakannya sekarang tetapi klien mengatakan riwayat hipertensi didapatkan saat kehamilannya usia 26 minggu (1 bulan yang lalu). Klien juga mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit. a. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti Hipertensi, DM, Asma, Ginjal, Hepar, PEB, dll. b. Riwayat kehamilan dan persalinan dahulu No

Tahun

Jenis

Penolong

Persalinan

Jenis

Keadaan

Masalah

Kelamin

bayi

Kehamilan

Waktu lahir 1

2018

SC

Dokter

Laki-laki

Pengalaman menyusui : tidak ada

-

PEB

berapa lama : tidak ada

c. Riwayat Kehamilan Saat ini 1) Berapa kali periksa hamil Klien mengatakan selama kehamilan sudah melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak ±6x selama kehamilan. Masalah Kehamilan : PEB

54

2) Riwayat Persalinan a) Jenis persalinan : SC a/i : PEB Tgl/Jam : 10 Oktober 2018/ 00:00 WIB b) Jenis Kelamin Bayi : L, BB/PB : 1.350 gram/30 cm A/S: 4/5 c) Perdarahan : 200 cc d) Masalah dalam persalinan : tidak ada d. Riwayat Ginekologi Masalah ginekologi : Pasien mengatakan tidak ada memiliki riwayat penyakit gynekologi seperti tumor, kista, dan lain-lain. e. Riwayat Keluarga Berencana Tidak memiliki riwayat pemasangan KB. f. Riwayat Menstruasi 1) Usia Menarche : 13 tahun 2) Jumlah perdarahan: 2-3 kali mengganti pembalut dalam sehari dan pembalutnya penuh 3) Lamanya haid 5-6 hari D. Data Umum Kesehatan Saat Ini 1. Status Obstatrik : P1A0H1 2. Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos mentis BB/TB: 65Kg/155cm 3. Tanda-tanda vital : a. TD

: 160/100 mmHg

b. Suhu

: 36,5 C

c. pernafasan

: 24/ x/mnt

d. Nadi

: 110 x/mnt

4. Kepala leher a. Kepala : bentuk kepala normal, rambut hitam, penyebaran rambut normal, tidak terdapat lesi dikepala, tidak ada pembengkakan, kebersihan baik. b. Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, tidak ada

terlihat pembengkakan pada palpebra, tidak ada peningkatan tekanan bola mata, tidak ada nyeri tekan, fungsi penglihatan baik.

55

c. Hidung : Normal, septum nasi berada ditengah, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, fungsi penciuman baik. d. Mulut : Mukosa bibir terlihat kering, stomatitis tidak ada, tidak ada perdarahan pada gusi, lidah bersih, indera pengecapan baik. e. Telinga : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan, tidak ada perdarahan pada telinga, tidak ada gangguan fungsi pendengaran. f. Leher

: Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan kelenjar limfe, JVP dalam

batas normal, tidak ada bendungan vena jugularis. Masalah Khusus : tidak ada 5. Dada a. Jantung : I

: Ictus cordis tidak tampak

P

: Ictus cordis teraba

P

: Bunyi pekak pada konfigurasi normal

A

: BJ 1 dan 2 terdengar normal

b. Paru I

: : Tidak ada jejas, pengembangan dada simeteris, tidak terlihat menggunakan otot bantu pernafasan

P

: Nyeri tekan tidak ada, fremitus kanan sama dengan fremitus kiri

P

: Sonor seluruh lapang paru

A

: Vesikuler

c. Payudara

: Payudara terlihat besar, hiperpigmentasi pada areola, tidak ada

massa atau benjolan d. Pengeluaran ASI : ada e. Putting susu

: Putting susu menonjol

Masalah khusus

: tidak ada

6. Abdomen a. Involusi Uterus Fundus uterus : 2 jari dibawah pusat Kontraksi :Baik Posisi: tengah Kandung Kemih : tidak teraba (terpasang kateter) 56

Diastasis Rectus Abdominis : 5 x 2 cm Fungsi pencernaan : Bising usus 21 x/menit Masalah khusus : tidak ada 7. Perineum dan Genital a. Vagina : Integritas kulit (Baik) edema (-) memar (-) hematom (-) Perineum : utuh Tanda REEDA : Tidak ada R : Kemerahan : tidak E : bengkak : tidak E : echimosis : tidak D : Discharge : tidak ada A : Approximate : tidak b. Kebersihan

: Baik

c. Lochea

: rubra

Jenis/warna

: Rubra/ Merah

Konsistensi

: Cair

Bau

: khas

d. Hemorrhoid

: Tidak ada

Masalah Khusus : Tidak mengalami masalah 8. Eliminasi Kesulitan BAK

: Klien terpasang kateter

Kesulitan BAB

: Sejak operasi pasien belum BAB

Masalah khusus

: Tidak mengalami masalah

9. Ekstremitas a. Ekstremitas atas : edema : tidak Inspeksi

: tidak ada edema, kekuatan otot lemah

Palpasi

: varises : Tidak ada, CRT < 3 detik

b. Ektremitas Bawah

:

inspeksi

: terdapat oedema, kekuatan otot lemah,

Palpasi

: varises : Tidak ada, CRT < 3 detik

Refleks patella : (+1) 57

Masalah khusus : Kelemahan 10. Istirahat dan Kenyamanan a. Pola tidur

: kebiasaan tidur, lama 8 jam, frekuensi

: Tidur siang dan malam

Pola tidur saat ini : Tidak mengalami masalah b. Keluhan ketidaknyamanan : ya, lokasi : Abdomen bekas luka operasi sifat : Tidak menyebar, intensitas : Hilang timbul 11. Mobilisasi dan latihan Klien tidak melakukan mobilisasi dan latihan karena terhambat oleh kondisinya a. Tingkat mobilisasi : Klien melakukan aktivitas dibantu oleh perawat b. Latihan/senam : tidak ada Masalah khusus

: hambatan mobilitas fisik

12. Nutrisi dan Cairan a. Asupan Nutrisi

: ½-1 Porsi habis

b. Asupan Cairan

: Baik

Masalah khusus

: Tidak ada masalah

Nafsu makan : baik

DAFTAR MENU 24 JAM DI RUMAH SAKIT WAKTU

JENIS MAKANAN

JUMLAH

Nasi, ayam, sayur, susu,

1/2 Porsi habis

Nasi, ayam, sayur, susu,

1 Porsi habis

PAGI

SIANG

dan buah (RG II)

Nasi, sayur, lauk (RG II) MALAM

58

1 Porsi habis

13. Keadaan Mental a. Adaptasi psikologis : Klien berharap anaknya dalam keadaan sehat terus. b. Penerimaan terhadap kehamilan : Klien mengatakan senang dan menerima kehadiran kehamilannya saat ini, karena kehamilan ini adalah anak pertamanya yang ditunggu-tunggu. Masalah Khusus : tidak ada 14. Kemampuan menyusui : belum ada 15. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini : 10 Oktober 2018 a.

Dopamet

3 x 500 mg

(Po)

b.

Adalat oros

1 x 30 mg

(Po)

c.

Paracetamol

3 x 500 mg

(Po)

d.

SF

2x1

(Po)

e.

Vit C

3 x 50 mg

(Po)

f.

RL drip MgSO4 (8 gr) 20 tetes/menit

g.

Pronalges

1x1 tab

(rectal)

16. Hasil Pemeriksaan Penunjang Tanggal: 09 Oktober 2018 EKG : irama sinus takikardia, ireguler. Hasil Labor

Batas normal

PT : 9,5 detik

10,1-13,3 detik

APTT: 31,8 detik

33,0-43,2 detik

INR: 0,88

< 1,2

D-Dhimmer: 3275,12 ng/ml

< 500 ng/ml

Albumin: 3,2 g/dl

3,8-5,0 g/dl

Total protein: 6,1 g/dl

6,6-8,7 g/dl

Globulin: 2,9 g/dl

1,3-2,7 g/dl

Bilirubin total: 0,3 mg/dl

0,3-1,0 mg/dl

SGOT: 46 u/l

< 32 u/l

SGPT: 44 u/l

< 31

LDH: 544 u/l

240-480 u/l

HB : 12,9 g/dl

12-14 g/dl 59

Leukosit : 14.320/mm3

5000-10000/mm3

Hematokrit : 39 %

37-43 %

Trombosit : 116.000 /mm3

150.000-400.000/mm3

Eritrosit: 4,1 juta

4,0-4,5 juta

Protein: + satu

negatif

ANALISA DATA Data

Masalah Nyeri akut

Ds: 

Pasien mengatakan nyeri bertambah bila melakukan aktivitas



Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk



Pasien mengatakan nyeri di bekas operasi



Pasien mengatakan nyeri hilang timbul



Pasien mengatakan skala nyeri di rentang 6

Do: 

Pasien tampak meringis kesakitan



Terlihat luka bekas operasi ±15 cm



Luka ditutupi perban, keadaan

Agen cidera fisik : tindakan pembedahan

Pasien mengeluhkan nyeri pada bekas operasi SC



Etiologi

leukomed baik terlihat tidak ada noda darah dan kering TTV: TD: 160/100 mmHg RR: 23x/menit HR: 110x/menit.

60

Penurunan curah jantung

Ds : 

Perubahan afterload : hipertensi

Pasien mengeluhkan kepalanya pusing serta penglihatannya kunang kunang dan kabur



Pasien mengatakan sering berkeringat dingin



Pasien mengeluh lemas dan letih

Do : 

Pasien terpasang monitor



Pasien terlihat sering memegang kepalanya



Pasien terlihat lemas dan letih



EKG : irama sinus takikardia, ireguler, HR:121x/menit.



Oedema pada ektremitas bawah



TTV: TD: 160/100 mmHg RR: 24x/menit S:36,5 C



Trombositopenia (116.000)



Pasien mendapatkan terapi MgSO4 (8 gr) drip RL 20 tetes/menit Hambatan mobilitas fisik

Ds: 

Pasien mengeluh lemas dan letih,



Pasien mengeluhkan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri



Pasien mengeluhkan sulit membolak balik posisi

Do : 

Pasien terlihat lemas dan letih

61

Intoleran aktivitas



ADL dibantu oleh perawat

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN No.

1.

Diagnosa Keperawatan

Tanggal

TTD

Tanggal

ditegakkan

teratasi

10 oktober

14 oktober

2018

2018

Penurunan curah jantung

10 oktober

13 oktober

b.d perubahan afterload

2018

2018

10 oktober

11 oktober

2018

2018

Nyeri akut b.d agen cidera fisik (tindakan pembedahan)

2.

(hipertensi) 3.

Hambatan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas

62

TTD

INTERVENSI KEPERAWATAN

No.

Diagnosa

NOC

NIC

Keperawatan 1

Nyeri akut b.d



Pengontrolan Nyeri



agen cidera fisik

-

Menilai faktor penyebab (3/5)

Aktivitas :

-

Recognize lamanya Nyeri (3/5)

1. Lakukan pengakajian nyeri

-

Penggunaan mengurangi nyeri

secara komprehensif

dengan non analgesic (3/5)

termasuk lokasi,

Gunakan tanda – tanda vital

karakteristik, durasi,

memantau perawatan (3/5)

frekuensi, kualitas dan

Laporkan tanda / gejala nyeri

faktor presifasi

-

pada tenaga kesehatan professional (3/5)

Manajemen nyeri

2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

-

Gunakan catatan nyeri (3/5)

-

Gunakan sumber yang tersedia

komunikasi terapeutik

(3/5)

untuk mengatahui

-

Menilai gejala dari nyeri (3/5)

pengalaman nyeri pasien



Tingkat Nyeri

-

Melaporkan nyeri (3/5)

mempengaruhi respons

-

Merintih dan Menangis (3/5)

nyeri

-

Lama episode nyeri (3/5)

-

Ekspresi oral ketika nyeri (3/5)

-

Ekspresi wajah ketika nyeri (3/5)

-

Posisi tubuh melindungi (3/5)

-

Gelisah (3/5)

-

Kekuatan otot (3/5)

-

Perubahan frekuensi nafas (3/5)

-

Perubahan frekuensi nadi (3/5)

-

Perubahan tekanan darah (3/5)

3. Gunakan teknik

4. Kai kultrul yang

5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengarui nyeri seperti suhu ruangan percahayaan dan

63

-

Keringat (3/5)

-

Hilang nafsu makan (3/5)

kebisingan 8. Kurangi faktor presivitasi nyeri 9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri 10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervesi 11. Ajarkan tentang teknik nonformakologi 12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 14. Tingkatkan istrirahat 15. Monitor penerimaan pasien tentang manajement nyeri 16. Pemberian analgesik 17. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 18. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 19. Cek riwayat alergi 20. Tentukan pilihan anagesik tergantung tipe dan beratnya nyeri 21. Tentukan analgesik 64

pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 22. Monitor vitalsign sebelum dan sesudah pemberian nalgesik pertama kali. 2

Penurunan curah

Keefektifan pompa jantung

Monitor tanda tanda vital

jantung b.d

Indicator :

perubahan

-

kecepatan jantung (3/5)

afterload :

-

toleransi aktivitas (3/5)

hipertensi

-

nadi perifer kuat (3/5)

-

turgor kulit baik (4/5)

-

tidak ada keletihan yang

-

berlebihan (4/5)

-

-

-

Status sirkulasi Indicator : -

Sistolik IER (2/5)

-

Diastolic IER(2/5)

-

Denyut nadi IER (2/5)

-

Tekanan vena sentral IER

-

(4/5) -

Tekanan rongga dada IER -

(4/5) -

Denyut jantung IER (3/5)

-

Bunyi nafas yang tidak

-

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen Sediakan informasi untuk mengurangi stress Minimalkan stress lingkungan

normal tidak ada (5/5) -

-

Intake-output 24 jam

Manajemen asam basa

seimbang (4/5)

Aktivitas :

Perfusi jaringan perifer baik

- Memelihara jalan nafas yang baik

(4/5) -

Nadi perifer kuat (4/5) 65

- Amati status hemodinamika

-

Nadi perifer simetris (4/5)

-

Edema perifer tidak ada (4/5)

- Posisikan pasien dalam status pernafasan yang adekuat (jalan nafas terbuka/meninggikan posisi tempat tidur) - Amati gangguan pernafasan (tekanan O2 rendah dan PCO2 tinggi) - Perhatikan pola nafas - Amati pemakaian oksigen - Amati status pernafasan - Berikan obat sesuai resep - Jaga kebersihan mulut

Perawatan sirkulasi Aktivitas: - Lakukan penilaian dari sirkulasi keseluruhan ( ex: periksa detak jantung keseluruhan, edema, kapiler refill, warna, dan suhu dari ekstremitas) - Evaluasi edema secara keseluruhan - Monitor status cairan, pemasukan dan pengeluaran. 3

 Toleransi terhadap aktivitas

Hambatan mobilitas fisik b.d

-

intoleransi aktivitas

-

Perawatan Tirah Baring

Saturasi oksigen ketika

Aktivitas :

beraktivitas (3/5)

1. Hindari menggunakan

Frekuensi nadi ketika beratifitas 66

kain linen kasur yang

(3/5) -

teksturnya kasar

Frekuensi pernafasan ketika

-

beraktivitas (3/5)

bersih, kering dan bebas

Tekanan darah sistolik ketika

kerutan

beraktifitas (3/5) -

2. Jaga kain linen kasur tetap

3. Letakkan meja disamping

Tekanan darah diastolik ketika

tempat tidur berada dalam

beraktivitas (3/5)

jangkauan pasien

-

Warna kulit (3/5)

-

Hasil EKG (3/5)

tidur, dengan cara yang



Koordinasi Pergerakan :

tepat

-

Kecepatan gerakan (3/5)

-

Kemantapan gerakan (3/5)

-

Keseimbangan gerakan (3/5)

6. Monitor kondisi kulit

-

Gerakan yang diinginkan (3/5)

7. Ajarkan latihan ditempat

4. Tinggikan teralis tempat

5. Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit

 Tingkat Mobilitas

tidur dengan cara yang

- Keseimbangan penampilan (3/5)

tepat

- Posisi tubuh (3/5)

8. Bantu menjaga kebersihan

- Perpindahan otot (3/5)

Terapi Latihan : Ambulasi

- Perpindahan sendi (3/5)

Aktivitas : 1. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain untuk tipp dalam mobilisasi 2. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 3. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien. 4. Ajarkan pasien bagaimana

67

merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

IMPLEMENTASI KESEHATAN No. DX

IMPLEMENTASI

JAM

EVALUASI

Hari/tgl/jam 1

-

Melakukan pengkajian nyeri 18:00 S : secara komprehesif

Rabu/10/10/2018 -

Mengajarkan

wib

teknik

nafas

-

masih terasa nyeri - Pasien mengatakan

dalam -

- Pasien mengatakan

memberikan obat pronalges

mampu melakukan

melalui rectal 1 tab (10.00

teknik relaksasi

WIB)

nafas dalam untuk

memantau TTV

mengurangi nyeri - Klien mengatakan nyeri dirasakan akibat luka bekas operasi dan semakin parah ketika melakukan aktivitas - Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk - Klien mengatakan nyeri dirasakan tidak menyebar, hanya di sekitar bekas insisi 68

TTD

- Klien mengatakan nyeri sudah berkurang menjadi skala 5 - Klien mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul O: - Pasien masih terlihat meringis - TD : 140/90 mmHg - N: 115 x/menit - RR: 20x/menit - S: 36,5 C A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan - Lanjutkan pemberian analgesik (pronalges 1 tab melalui rectal) - Pantau TTV - Berikan terapi sesuai order dokter - Berikan evidence based practice : Tarik nafas dalam 2 Rabu/10/10/2018

-

Mengatur posisi pasien semi fowler, memberikan terapi O2 nasal kanul 3 L/menit

S: -

Pasien mengatakan nyaman dengan posisi semi fowler

69

-

Memonitor status pernafasan

-

Memantau TTV

lebih nyaman dan

-

Memberikan obat metildopa

rileks ketika

500 mg (po) pukul 18:00 WIB

diberikan terapi

Mengganti cairan infuse RL +

musik klasik via Hp

-

-

Pasien mengatakan

-

drip MGSO4 (8 gr) 20

Pasien mengatakan masih terasa pusing

tetes/menit Pukul 17:30 WIB -

Memberikan terapi music klasik pada pasien (Evidence

O: - Pasien terpasang O2 3 liter/menit

based practice) (15.00)

- Saturasi oksigen 95 - TD : 150/90 mmHg - Nadi : 115 x/i - RR : 21 x/i - T : 36,5 0c - Pasien terlihat tenang setelah diberikan terapi music klasik selama 20-30 menit via Hp A : Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan -

Pastikan jalan nafas yang baik

-

Pantau status pernaf asan

-

Lanjutkan terapi sesuai order dokter

-

Lanjutkan terapi music klasik via

70

Hp 20-30 menit 3

-

Rabu/10/10/2018

Membantu pasien dalam

22.00 S :

pemenuhan kebutuhan ADLs

WIB

-

klien mengatakan

sesuai kemampuan

sedikit lemas dan

-

Membantu mobilisasi bertahap

sulit bergerak

-

Meletakkan meja disamping

-

klien mengatakan

tempat tidur pasien agar berada

belum bisa bergerak

dalam jangkauan pasien

banyak -

klien mengatakan sudah berusaha miring kiri miring kanan

O: -

Klien tampak mampu miring kiri miring kanan

-

Aktivitas klien sebagian dibantu oleh perawat

A : Masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan -

Bantu pasien dalam pemenuhan ADLs

-

Jelaskan dan anjurkan tentang mobilisasi bertahap

71

1

-

-

Memberikan obat pronalges

masih terasa nyeri - Pasien mengatakan

(rectal) 1 tab -

S: - Pasien mengatakan

nafas dalam

Kamis, 11/10/2018

Mengajarkan teknik relaksasi 13:30

Memantau TTV

mampu melakukan teknik relaksasi nafas dalam - Klien mengatakan nyeri berkurang setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam - Klien mengatakan nyeri dirasakan akibat luka bekas operasi dan semakin parah ketika melakukan aktivitas - Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk - Klien mengatakan nyeri dirasakan tidak menyebar, hanya di sekitar bekas insisi - Klien mengatakan nyeri sudah berkurang menjadi skala 5 72

- Klien mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul O: - Pasien masih terlihat meringis - TD : 140/90 mmHg - N: 113 x/menit - RR: 20x/menit - S: 36,6 C A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan - Lanjutkan pemberian analgesik (pronalges 1 tab melalui rectal) - Pantau TTV - Berikan terapi sesuai order dokter - Lanjutkan pemberian evidence based practice : Tarik nafas dalam

73

2

-

Mengatur posisi pasien semi

S: -

Kamis,

fowler, memberikan terapi O2

11/10/2018

nasal kanul 3 L/menit

nyaman dengan

-

Memonitor status pernafasan

posisi semi fowler

-

Memantau TTV

-

Memberikan obat metildopa

rileks ketika

500 mg (po) pukul 18:00 WIB

diberikan terapi

Mengganti cairan infuse RL +

music klasik 20-30

drip MGSO4 (8 gr) 20

menit via Hp

-

-

tetes/menit Pukul 17:30 WIB -

Pasien mengatakan

Memberikan terapi music

Pasien mengatakan

O: - Pasien tampak tenang

klasik pada pasien (Evidence based practice) (16.00)

- Pasien terlihat tidak sesak - TD : 140/90 mmHg - N: 100 x/menit - RR: 20x/menit - S: 36,7 C A : Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan -

Pastikan jalan nafas yang baik

-

Pantau status pernaf asan

-

Lanjutkan terapi sesuai order dokter

-

Lanjutkan terapi music klasik via Hp 20-30 menit

74

3

-

S:

Membantu pasien dalam

-

Kamis,

pemenuhan kebutuhan ADLs

11/10/2018

sesuai kemampuan

sudah sedikit

membantu pasien saat

mampu bergerak

-

-

mobilisasi -

klien mengatakan

klien mengatakan

mengajarkan pasien tentang

sudah bisa makan

mobilisasi bertahap

dan minum sendiri -

klien mengatakan sudah mampu miring kiri dan miring kanan sendiri

O: -

Pasien terlihat sudah mampu melakukan aktivitas sendiri

A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan 1

-

Menganjurkan

Jumat,

relaksasi

12/10/2018

terasa nyeri -

-

teknik

nafas dalam saat

S: - Pasien mengatakan masih terasa nyeri

Memberikan obat pronalges

- Pasien mengatakan

(rectal) 1 tab

mampu melakukan

Memantau TTV

teknik relaksasi nafas dalam - Klien mengatakan nyeri berkurang setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam 75

- Klien mengatakan nyeri dirasakan akibat luka bekas operasi dan semakin parah ketika melakukan aktivitas - Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk - Klien mengatakan nyeri dirasakan tidak menyebar, hanya di sekitar bekas insisi - Klien mengatakan nyeri sudah berkurang menjadi skala 4 - Klien mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul O: - Pasien masih terlihat meringis - TD : 130/90 mmHg - N: 97 x/menit - RR: 21x/menit - S: 36,7 C A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan 76

- Lanjutkan pemberian analgesik (pronalges 1 tab melalui rectal) - Pantau TTV - Berikan terapi sesuai order dokter - Lanjutkan pemberian evidence based practice : Tarik nafas dalam 2

-

Jumat, 12/10/2018

Mengatur posisi yang nyaman

18:00 S : -

untuk pasien

Pasien mengatakan

-

Memonitor status pernafasan

nyaman dengan

-

Memantau TTV

posisi ini

-

Memberikan obat metildopa

-

Pasien mengatakan

500 mg (po) pukul 18:00 WIB

sudah merasa lebih

Mengganti cairan infuse RL +

baik O:

drip MGSO4 (8 gr) 20 -

-

tetes/menit Pukul 17:30 WIB

- TD : 130/90 mmHg

Memberikan terapi music

- Nadi : 91 x/i

klasik pada pasien (Evidence

- RR : 19 x/i

based practice) (16.00)

- T : 36,6 0c - Pasien tampak tenang A : Masalah teratasi P: Intervensi dihentikan

77

1

-

Menganjurkan

teknik

S: - Pasien mengatakan

Sabtu,

relaksasi

13/10/2018

terasa nyeri

nyeri sudah

Memberikan obat pronalges

berkurang

-

nafas dalam saat

- Pasien mengatakan

(rectal) 1 tab -

Memantau TTV

sudah melakukan teknik relaksasi nafas dalam - Pasien mengatakan nyeri dirasakan akibat luka bekas operasi - Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk - Pasien mengatakan nyeri dirasakan tidak menyebar, hanya di sekitar bekas insisi - Pasien mengatakan nyeri berada diskala 2-3 - Pasien mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul O: - Pasien terlihat agak tenang - TD : 130/90 mmHg - Nadi : 90 x/i 78

- RR : 18 x/i - T : 36,7 0c A : Masalah teratasi P : Intervensi dihentikan

79

BAB IV PEMBAHASAN

1. Konsep dasar Post Sectio Caesaria indikasi Pre Eklamsia Berat (PEB) Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Rustam Mochtar, 2009). Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertaiproteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu dikatakan mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan darahnya sebesar 160/100 mmHg dan disertai proteinuria +1. Ibu tidak mengalami edema. Dalam kasus ini ibu melahirkan dengan usia kehamilan tidak cukup bulan yaitu dalam kehamilan 31-32. Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeclampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena terjadi penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriole ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air. Pada pasien juga terjadi trombositopenia (116.000), hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan aktivasi platelet dan koaguulasi pletele akibat perlukaan pada pembuluh darah. Trombositopenia juga memudahkan terjadinya hemolisis dan fragmentasi eritrosit sehingga nilai MCH, MCV, dan MCHC, serta jumlah eritrosit juga terganggu (Giyanto, 2015)

80

2. Asuhan Keperawatan pada Ny.E Post Sectio Caesaria indikasi Pre Eklamsia Berat (PEB) di Ruang KR/ Kebidanan RSUP DR. M.DJAMIL Padang a. Pengkajian Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 Oktober 2018 didapatkan data bahwa pasien mengeluhkan kepalanya pusing serta penglihatannya kunang kunang dan kabur, pasien mengeluhkan sesak, pasien mengatakan sering berkeringat dingin, pasien mengeluh lemas dan letih, pasien mengeluhkan nyeri bekas operasi SC, skala nyeri 6, nyeri bertambah bila melakukan aktivitas, nyeri seperti di iris iris, pasien mengeluh lemas dan letih, pasien mengeluhkan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri, pasien mengeluhkan sulit membolak balik posisi. Kondisi umum pasien, pasien tampak lemah, penglihatan berkunang-kunang dan kabur, pasien sering memegang kepalanya, pasien tampak meringis kesakitan, pasien terlihat lemas dan letih, pasien terpasang monitor dan terlihat adanya takikardia, pasien melakukan aktivitas dibantu oleh perawat dan keluarganya. Ekstremitas bawah tampak bengkak. TTV didapatkan: TD: 160/100 mmHg RR: 23x/menit S:36,5 C N:121x/menit. P: Nyeri timbul saat melakukan aktivitas Q: Nyeri seperti di iris-iris R: Nyeri di bekas luka SC S: Skala nyeri 6 T: Nyeri terus menerus Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Wiknjosastro 2012, tandatanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama,

81

dimana tanda utamanya yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan pada Ny. E adalah hemoglobin : 10,3 g/dl, leukosit : 21.080/mm3, hematokrit : 30 %, trombosit : 98.000 /mm3, eritrosit: 3,22 juta, PT : 9,3 detik, APTT: 35,6 detik, D-Dhimmer: 4446,71 ng/ml, total protein: 4,5 g/dl, albumin: 2,4 g/dl, globulin: 2,1 g/dl, bilirubin total: 0,3 mg/dl, bilirubin direk: 0,1 mg/dl, bilirubin indirek: 0,2 mg/dl, SGOT: 32 u/l, SGPT: 22 u/l, LDH: 643 u/l, ureum darah: 37 mg/dl, kreatinin darah: 1,0 mg/dl. Tanda lain dari preeklampsia berat yang tidak dijumpai pada kasus ini adalah : a.

Oliguria, jumlah produksi urine < 500 cc / 24 jam yang disertai kenaikan

kadarkreatinin darah. Hal ini terjadi karena pada preeklampsia filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan dieresis menurun; padakeadaan lanjutdapat terjadi oliguria atau anuria. b.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen karena regangan

selaput hati oleh perdarahan/ edema atau sakit akibat perubahan pada lambung. c.

Edema paru dan sianosis. Edema paru merupakan penyebab utama kematian pada

penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini terjadi sebagai akibat dekompensasio kordis kiri. d.

Pasien tidak ada mengalami masalah pada jantung, ukuran jantung dalam batas

normal dan tidak ada bunyi tambahan pada jantung. Hal ini dapat terjadi karena pada pasien memang tidak ada memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, hipertensi dialami pasien ketika kehamilan saja. Sebelum hamil pasien mengatakan tekanan darahnya selalu dalam batas normal.

82

b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah : 1. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload akibat dari adanya hipertensi. Diagnosa penurunan curah jantung ditegakkan karena pada kasus pasien mengalami hipertensi atau tekanan darah yang melebihi normal. Pada pasien juga menunjukkan tanda-tanda lain seperti adanya takikardia yang terjadi akibat dari peningkatan TD pada pasien. Diagnose ini menjadi diagnose prioritas karena dapat mengancam nyawa pasien. Penilaian prioritas dalam penegakkan diagnose dapat menggunakan teori kebutuhan Maslow. 2. Nyeri akut b.d agen cidera fisik : tindakan pembedahan. Diagnosa ini ditegakkan karena pasien mengeluhkan nyeri pada luka bekas operasi. Pada pasien post sc akan ditemukan adanya nyeri. Hal ini terjadi akibat tindakan dari pembedahan, pasien hari pertama post-sc dan terlihat luka post sc ±15 cm. 3. Hambatan mobilitas fisik b.d intoleransi aktivitas. Diagnosa ini ditegakkan karena pasien mengalami kelemahan. Kelemahan ini dapat terjadi akibat pasien post sc dan belum cukup energy untuk melakukan aktivitas seperti biasa ditambah dengan penyakit PEB atau tekanan darah pasien yang tinggi sehingga fungsi tubuh belu berfungsi dengan baik.

c. Intervensi Keperawatan 1. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload akibat dari adanya hipertensi. -Monitor Tanda-tanda Vital -Perawatan jantung

Evidence based practice (EBP) yang kelompok gunakan pada kasus ini adalah terapi musik klasik. Menurut penelitian dari Eva (2018) tentang penatalaksanaan terapi musik klasik dengan masalah keperawatan gangguan penurunan curah jantung didapatkan hasil bahwa dari 5 orang, didapatkan hasil bahwa masalah penurunan curah jantung teratasi pada 1 subjek yang sesuai dengan kriteria hasil dan teratasi sebagian pada 4 subjek karena TD pada subjek penelitian menurun tetapi tidak dalam rentang normal. Hasil penelitian didapatkan TD dalam rentang 130160/80-90 mmHg. 83

Hasil penelitian, peneliti menemukan saat dilakukan terapi musik subjek penelitian merasakan rileks dan tampak nyaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tangahu (2015) yang menyatakan bahwa sebagian besar subjek penelitian terlihat rileks dan tenang saat mendengarkan terapi musik. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi penurunan curah jantung adalah terapi musik klasik, sesuai dengan intervensi Wilkinson (2015) yaitu berikan informasi tentang teknik penurunan stress, relaksasi. Peneliti melakukan tindakan selama 3 hari, karena terapi yang dilakukan secara rutin dapat memaksimalkan kerja terapi music dan mendapat hasil sesuai dengan keinginan, sehingga akan menstabilkan tekanan darah. Hal ini sesuai studi Asrin, Mulidah, Triyanto (2014) yang menyatakan lama hari terapi music terbanyak mencapai batas normal tekanan darah yaitu sebagian besar dilakukan selama 1 hari hingga 3 hari. Dilakukan dengan durasi 20-30 menit karena durasi yang lama membuat pasien rileks sehingga menekan stressor dan tekanan darah menurun. Hal ini sesuai dengan Triyanto (2014) yang menyatakan bahwa prosedur terapi musik dilakukan dengan durasi 20-30 menit. Hal ini didukung oleh penelitian Reuters Health (2008) yang menyatakan bahwa mendengarkan musik klasik 30 menit menurunkan tekanan darah. Terapi musik menurut Djohan (2009) adalah terapi musik sebagai sebuah aktivitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik dan kesehatan emosi. Prinsip kerja terapi musik yaitu terapi musik bersifat nonverbal, dimana dengan bantuan musik, pikiran klien dibiarkan mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang bahagia, membayangkan ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal yang dicitacitakan dan sesuatu yang diimpikan (Djohan,2006). Pemberian terapi musik dapat menurunkan hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang merupakan hormon stress (Djohan, 2006). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Tangahu (2015) yang membuktikan bahwa subjek penelitian mengalami penurunan tekanan darah disebabkan karena subjek penelitian menikmati musik klasik yang didengarkan dan membuat subjek penelitian merasa rileks. Pada kasus ini, juga didapatkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah pada pasien meskipun tidak dalam batasan normal, tetapi pasien juga mengatakan lebih rileks dan nyaman setelah diberikan terapi musik klasik. Dalam hal ini terapi musik klasik setidaknya dapat mengontrol TD dan meminimalkan terjadinya penurunan curah jantung pada pasien terlebih pasien yang mengalami pre eklamsia berat (PEB). 84

2. Nyeri akut b.d agen cidera fisik : tindakan pembedahan. -Manajemen nyeri -Pemberian analgesic

EBP (Evidence based practice) yang kelompok lakukan untuk meminimalkan nyeri pada kasus ini adalah teknik relaksasi nafas dalam. Dimana menurut penelitian yang dilakukan oleh Trullyen (2013) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pasien post-SC didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna. Skala nyeri yang dirasakan pasien pada penelitian sebelum intervensi adalah sangat nyeri dan setelah diberikan intervensi skala nyeri turun menjadi nyeri sedang. aesaria Menurut Teori Pengendalian Gerbang (gate control theory) oleh Melzack dan Wall (1965) yang dikutip Qittum (2008), mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuat pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Ernawati, dkk (2009) dalam penelitian sebelumnya pada mahasiswi Semarang bahwa nyeri disminore setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada responden sebagian besar pada skala 0 (nyeri ringan) sebanyak 70%. Pada kasus ini, selama pemberian intervensi tarik nafas dalamdidapatkan hasil terjadi penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi. Nyeri pasien semakin berkurang selama hari rawatan. Nyeri memang merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak emnyenangkan. Sifatnya sangat subektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2011).

85

3. Hambatan mobilitas fisik b.d intoleransi aktivitas. -Perawatan tirah baring -Bantuan Perawatan diri

Terapi preeklampsia berat menggunakan MgSO4 40% 20 cc dalam 500 cc larutan RL (drip 20 tetes/ menit) dalam kasus ini terbuktiefektif dalam mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian metildopa 500mg peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah pasien masih tinggi dan pasien tetap diberikan terapi MgSO4 pada hari ke-2 masih diberikan dan pasien masih menggunakan monitor untuk melihat perubahan tanda-tanda vital yang dapat membahayakan pasien. Pada hari ke-3 rawatan pasien sudah tidak lagi diberikan MgSO4 karena tekanan darah pada pasien sudah turun, tetapi pemberian metildopa tetap diberikan sampai tanggal 14 oktober 2018 dan pasien telah diawat di ruang rawat gabung KR/KB Kebidanan RSUP. Dr. M.DJamil Padang.

86

BAB V PENUTUP

A.

KESIMPULAN 1. Preeklampsia berat adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai proteinuria > 5 gr/24 jam atau oedem yang terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 2. Pada kasus, pasien rujukan dari RSI Ibnu Sina Padang datang dengan status obstetric G1P0A0H0 dengan kehamilan 31-32 minggu pada tanggal 9 oktober 2018 dan langsung melakukan section caesaria di RSUP Dr. M.Djamil Padang. Setelah melakukan persalinan, didapatkan tekanan darah pasien masih tinggi dan dirawat di HCU KB RSUP Dr. M.Djamil Padang. 3. Pasien mendapatkan terapi metildopa 500 gr dan MgSO4 40% drip 20 cc kedalam 500 cc RL untuk mengantisipasi adanya kejang. Pasien dipasang monitor untuk memantau status hemodinaik dan perubahan pada tanda vital. 4. Lochea pasien normal sesuai dengan hari nifas. Pasien dipindahkan ke ruang rawat gabung KB pada hari ke-3 rawatan, pasien tidak lagi mendapatkan terapi MgSO4.

B.

SARAN Diharapkan ibu hamil dan keluarga sedapat mungkin lebih sering kontak dengan tenaga kesehatan guna memperoleh informasi kesehatan yang bermanfaat agar tanda bahaya dalam kehamilan dapat segera dideteksi sehingga angka kejadian komplikasi bagi ibu dan bayi dapat diminimalisir demi tercapainya status kesehatan yang baik bagi ibu dan bayi pada masa kehamilan, nifas, dan menyusui.

87

Related Documents

Perbaikan'.docx
December 2019 40
Perbaikan Zu.docx
May 2020 16
Perbaikan Beton
September 2019 35

More Documents from "meri yusnita"

June 2020 14
Readmeam2r.pdf
June 2020 3
Teaching Rhythm.docx
June 2020 9
Swimming Scientifically Taug
November 2019 19
Nadhiyaa
June 2020 8