Peradilan Konstitusi Di Sepuluh Negara.docx

  • Uploaded by: Arlein Oktaviani Queenita Latief
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peradilan Konstitusi Di Sepuluh Negara.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,033
  • Pages: 27
PERADILAN KONSTITUSI DI SEPULUH NEGARA

Untuk memenuhi tugas meresume buku Mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dan Praktik

Disusun Oleh :

NAMA

:

DIMAS BAGUS SANTOSO

NIM

:

140710101082

KELAS

:

B

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER JEMBER SEMESTER GENAP 2015/2016

BAB I MAHKAMAH KONSTITUSI AUSTRIA

1.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Negara yang dapat dianggap pelopor dalam pembentukan Mahkamah

Konstitusi di Eropa adalah Austria yang mengadopsi ide pembentukannya dalam UUD 1920. Proses pendewasaan sistem ketatanegaraan mulai berlangsung pada masa berlakunya konstitusi 1848. Perubahan itu sendiri berlangsung ketika Konstitusi 1948 memuat rangkaian ketentuan yang mengatur hak asasi manusia. Pada tahun 1849, Reich Constitution dibentuk menggantikan konstitusi 1948. Namun peristiwa itu tidak dapat berlangsung secara konsisten. Karena melalui hak veto yang dimiliki oleh kaisar reichstog (parlemen) kemudian dibubarkan. Perkembangan selanjutnya, sejak perang di Italia mengakibatkan jatuhnya Lombardy, kondisi finansial kian lama kian mengkhawatirkan. Akhirnya pada 1851 ditetapkan sebagai konstitusi baru sebagai wujud konkret upaya perubahan intensif sistem ketatanegaraan. Berselang kurang lebih sembilan tahun lamanya, Diploma Oktober ditetapkan oleh kaisar pada 1860. Tidak lama setelah itu, Konstitusi 1867 (Dezemberverfassung) diberlakukan secara paralel atas kekaisaran Austria dan Hungaris. Sepanjang periode ini keberadaan Konstitusi tahun 1867 menciptakan ekspektasi atas kenegaraan yang lebih demokratis. Pada masa ini terbentuklah kekuasaan kehakiman yang mandiri, dimana pengadilan ini dapat mengendalikan seluruh kebijakan administratif. Pengadilan ini adalah Pengadilan

Tata

Usaha

Negara

(verwaltungsgerichtshof).

Akan

tetapi,

verwaltungsgerichtshof secara kongkrit baru dapat menyelenggarakan seluruh kewenangannya pada tahun 1876. Setelah berlangsung hampir setengah abad lamanya, lahir konstitusi Australia yang ditetapkan pada tahun 1920. Konstitusi yang merupakan rancangan dari Hans Kelsen adalah satu-satunya hukum dasar Austria yang paling memenuhi syarat. Karena dalam konstitusi tersebut, sistem demokrasi perwakilan, jaminan atas hak asasi manusia dan berlakunya prinsip pemisahan kekuasaan memperoleh

suatu kepastian. Sebab itu, timbul gagasan untuk membentuk satu organ kgusus guna menjamin terlaksananya seluruh kaidah-kaidah fundamentalis secara benar dan berkeseimbangan. Organ ini disebut varfassungsgericht dan memiliki kekuasaan untuk menegakkan nilai-nilai konstitusi.

1.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Mahkamah Konstitusi Austria anggotanya terdiri dari presiden, wakil

presiden, dan dua belas hakim anggota lainnya. Selain itu, Mahkamah juga memiliki tujuh orang hakim yang berstatus hakim pengganti. Seluruh hakim secara formal diangkat atas rekomendasi dari Presiden Federasi dan Parlemen. 1.3.

KEWENANGAN Dalam Konstitusi Austria, mahkamah mempunyai wewenang untuk;

1. Menentukan kadar konstitusionalitas undang-undang federal, negara bagian, dan legitimasi peraturan perundang-undangan yang letaknya dibawah UU; 2. Menguji perjanjian internasional secara umum; 3. Menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum presiden atau hasil pemilihan parlemen; 4. Memutus sengketa kompetensi yang terjadi antara Peradilan Umum dan Peradilan Administratif, atau Peradilan Administratif terhadap seluruh jenis peradilan lainnya; 5. Memutus perkara impeachment terhadap pejabat tinggi negara yang diduga melakukan pelanggaran hukum dalam menjalankan kewenangannya. 1.3.1. Menentukan Kadar Konstitusionalitas Undang-Undang Federal, Negara Bagian, dan Legitimasi Peraturan Perundang-Undangan yang Letaknya Dibawah Undang-Undang Dibawah ketentuan Article 138 (2) B-VG, melaluipermintaan dari Pemerintah Federal atau Pemerintah Daerah, Mahkamah Konstitusi dapat memutus apakah suatu rencangan undang-undang seperti yang diusulkan oleh masingmasing organ pemerintah itu, berada dalam kompetensinya masing-masing. Jika

Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa rancangan undang-undang tersebut tidak konstitusional, maka rancangan undang-undang tersebut tidak dapat diberlakukan. Artinya, Mahkamah dapat mencegah ditetapkanna rancangan undang-undang

tersebut,

karena

tidak

konstitusional

atau

melampau

kompetensinya. Adapun bentuk dari kewenangan ini dapat kita lihat melalui mekanismemekanisme sebagai berikut; 1.3.1.1

Uji Konstitusionalitas Undang-Undang (Gesetzesprufung);

1.3.1.2

Uji Legalitas Peraturan Pemerintah (Verordnungsprufung);

1.3.1.3

Dikotomi putusan;

1.3.1.4

Uji Formal Konstitusi;

1.3.1.5

Kewenangan Khusus Administratif; 

1.3.1.6

Mekanisme Gugatan Perorangan (constitutional complaint).

Penyerahan Perkara dari Peradilan Umum; 

Mekanisme Penanganan Perkara

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK FEDERAL JERMAN

2.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Mahkamah Konstitusi Federal Jerman Diadopsi bersamaan dengan

ditetapkannya Basic Law pada tahun 1949. Dalam Besic Law 1949 Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan besar yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Menyadari pentingnya tugas Mahkamah Konstitusi, maka melalui kewenangan yang dimiliki oleh organ ini perbuatan politik dapat dievaluasi serta ditentukan kadar konstitusionalitasnya. Ide pembentukan peradilan Negara sebenarnya dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menangani sengketa wewenang antara negara-negara bagian bawah sistem Konfederasi Jerman 1815.Tetapi, dari tahun 1948 hingga tahun 1949, harapan besar untuk mengembangkan tradisi peradilan negara ternyata tidak terealisasikan. Namun akhirnya, pada periode Konstitusi Weimar 11 Agustus 1919, organ Staatsgerichtshoh dapat dikatakan sebagai embrio Mahkamah Konstitusi yang ada saat ini. Momentum tahun 1918 hingga tahun 1933, Pengadilan Konstitusi dan Judicial review dilengkapi oleh aneka kontroversi yang begitu hebat. Dan akhirnya, pada saat Rapat Besar Konstitusi tahun 1948 tercapai kesepakatan untuk menempatkan Constitutional Judicature ke dalam struktur ketatanegaraan. Peradaban baru tersebut penuh dengan rambu-rambu untuk mengamankan warga negara dari potensi kekuasaan negara yang amat menakutkan bagi sebagian kalangan. 2.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Mahkamah Fderal pada hakikatnya mengalami pembelahan ke dalam dua

cabang (Tin-court). Komposisi Mahkamah Konstitusi FederalJerman terdiri dari 16 hakim. Delapan hakim mengisi panel pertama, dan delapan hakim lainnya mengisi

panel kedua secara umum, panel pertama menangani persoalan yang terkait dengan hak-hak bendasar (besi Rights). Sedangkan panel kedua menangani masalahmasalah politik, termasuk sengketa konstitusional dan menguji undang-undang secara abstrak. Putusan yang dibuat oleh kedua senat itu secara institusional adalah putus final dan mengikat.

2.3.

KEWENANGAN Kewenangan Mahkamah Konstitusi Federal Jerman diatur secara rinci dan

jelas dalam Article 93 dari Besic Law tahun 1949. Berdasarkan ketentuan tersebut, organ yang bermarkas di Karlsruhe ini memiliki aneka kompetensi, antara lain adalah: 2.3.1.

Pengujian Konstitusionalitas (Constitutional Review) Kewenangan ini diginakan untuk menyelesaikan perselisihan yang dihadapi

oleh lembaga-lembagatinggi negara. Kategori ini termasuk kewenangan untuk menyelesaikan sengketa kewenangan antar Pemerintah Federasi dengan negara bagian atau perselisihan yang melibatkan organ-organ tinggi dalam pemerintahan federasi saja. 2.3.1.1. Judicial Review Kewenangan ini digunakan ketika Mahkamah melaksanakan pengujian norma hukum secara konkret, atau pada saat organ tersebut melakukan pengujian undang-undang secara umum. Khusus terhadap pengujian norma hukum secara abstrak, permohonan model ini biasanya sudah harus sudah diajukan kepada Mahkamah Konstitusi paling lambat 30 hari setelah rancangan undang-undang diadopsi secara final oleh parlemen, namun belum diundangkan. 2.3.1.2. Permohonan Konstitusional (Constitutional Complaint) Adalah hak mengujikan petisi yang dimili secara perorangan ataupun kelompok, ketika pemohon mendalilkan bahwa konstitusional yang bersangkutan, seperti tercantum dalam Basic Law tahun 1949 telah dilanggar oleh aneka produk hukum atau putusan Peradilan Umum. 2.3.1.3.

Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilihan Umum

BAB III MAHKAMAH KONSTITUSI ITALIA

3.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Sebelum Perang Dunia I Italia pernah memiliki sistem pemerintahan yang

boleh dikatakan demokratis. Namun, disekitar tahun 1922-an demokrasi Italia yang apu dan agak korup secara mudah dicampakkan oleh seseorang bernama Mussolini. Dapat dikatakan, bahwa diseminasi doktrin konstitusionalisme dan demokrasi di negara In terjadi dalam tiga tahap; Tahap pertama terbawa oleh arus gelombang Revolusi Inggris sekitar tahun 1796 dan 1814, yang pada akhirnya ingin menghadirkan konstitusionalisme di dalam pemerintahan Italia; Pada tahap kedua, terjadi saat terjadinya puncak kemenangan razim Mussolini. Mussolini setelah membentuk kabinetnya, mulailah razim kediktatoran menjalankan langkah-langkah sistematis. Salah satunya adalah membrangus instansi-instansi demokratis; dan tahap ketiga adalah ketika tahun 1943 hingga 1948. Dimana pada masa ini adalah masa transisi antara jatuhnya razim kediktatoran Mussolini dan kemudian terbentuknya Konstitusi di Italia. Dengan dibuatnya Konstitusi tahun 1947, bangsa Italia memandang penting untuk membuat instansi imparsial yang bertugas untuk menjami konstitusi mereka. Dan pada akhirnya pada tahun 1948 Mahkamah Konstitusi Italia terbentuk.

3.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Komposisi Mahkamah Konstitusi Italia terdiri dari 15 hakim. Para hakim

konstitusi itu berasal dari aneka latar belakang yang relatif bervariasi. Lima orang hakim Konstitusi ditentukan oleh presiden, lima orang lainnya ditentukan oleh Parlemen, dan lima sisanya ditentukan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Berdasarkan pasal 134 dan 135 Konstitusi Italia setelah mengalami

perubahan, durasi jabatan hakim konstitusi adalah sembilan tahun, dan tidak dapat dipilih kembali.

3.3.

KEWENANGAN Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Bab I Article 134 dari

Konstitusi 1948, Corte Costituzionale memiliki tiga kewenangan:

3.3.1.

Mahkamah Konstitusi dapat memutus, konstitusionalitas suatu undang-undang

maupun

rancangan

undang-undang

yang

dikeluarkan oleh pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah; 3.3.2.

Menyelesaikan sengketa antar lembaga-lembaga negara, yang masing-masing

kewenangannya

telah

dialokasikan

kepada

pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau antar kekuasaan peraturan daerah itu sendiri; 3.3.3.

Melaksanakan dakwaan impeachment terhadap presiden berkenaan dengan pelanggaran Konstitusi

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 135Konstitusi Italia, Corte dapat diminta untuk menguji undang-undang (legislatif acts) mengenai persoalan apakah suatu undang-undang benar-benar dilahirkan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Konstitusi, dan juga mengenai apakah secara substansial suatu undang-undang sesuai dengan prinsip-prinsip Konstitusi. Mekanisme pengujian terhadap konstitusionalitas tersebut dapat dilakukan melalui beberapa metode pungujian, yaitu: 1. “Abstract Review” 2. “Concrete Review” 3. Putusan Interpretatif 4. “Repporteur” Perkara

BAB IV COUNCIL OF GRAND JUSTICES TAIWAN

4.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Pemikiran konstitusional modern Cina Taiwan sebenarnya baru dapat

berkembang secara progresif di akhir abad ke-19. Hal ini dapat terjadi akibat intensitas hubunfan dengan dunia barat dan Jepang. Sepanjang periode itu rezim diasosiasikan dengan kolepsnya dinasti Ching pada tahun 1911. Untuk mengatasi hal ini rancangan draf perubahan konstitusi kemudian diusulkan oleh berbagai elemen masyarakat. Akhirnya pada 1947 Konstitusi Cina Taiwan mulai berlaku, dan terbentuklah lembaga Grand Justice yang bertugas untuk menginterpretasikan konstitusi. Sekilas konstitusi ini menyerupai konstitusi-konstitusi yang terdapat di negara-negara demokrasi liberal lainnya. Namun, tidak lama setelah itu partai berkuasa, yaitu partai Nasional yang kemudian menetapkan Undang-Undang Darurat. Melalui ketentuan ini presiden memiliki kekuasaan luar biasa besarnya dalam hal mengendalikan seluruh aspek kehidupan bernegara. Kekuatan itu mencakup penundaan atas pelaksanaan kebebasan dasar seperti yang termaktub dalam konstitusi 1974. Sepanjang tahun 1949 hingga tahun 1987 Tiwan telah dibenamkan ke bawah hukum darurat militer. Undang-Undang tersebut diberlakukan hingga tahun 1991. Semua itu menunjukkan betapa kedudukan pemerintah terus menguat sehingga semakin leluasa untuk mengintervensi dinamika kehidupan masyarakat. Namun pada akhirnya pada dekade rezim Kuomintang (KMT) telah memulai proses liberalisasi dan sekaligus menjadikan kekuasaan Grand Justices jauh lebih aktif dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. 4.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Konstitusi Taiwan tahun 1947,

And Justices memiliki 17 anggota dan diangkat seluruhnya oleh presiden atas persetujuan lembaga Pengawas Yuan. Dan masih dapat dipilih kembali.

Namun, melalui perubahan Konstitusi tahun 1997, anggota organ ini diciutkan menjadi 15 orang. Masa jabatan hakim adalah delapan tahun, dan tidak dapat dipilih kembali. Mekanisme pemilihan hakim merupakan semata-mata kewenangan Presiden, namun sebelumnya para kandidat hakim harus diusulkan oleh Komisi Pencalonan yang diketuai oleh wakil presiden.

4.3.

KEWENANGAN Melalui Pasal 78 Konstitusi Taiwan, Council of Grand Justices memiliki

dua kewenangan antara lain: (1) Melakukan tafsir makna atas kaidah-kaidah konstitusi; (2) Melaksanakan kesatuan penafsiran (unified interpretation) terhadap peraturan perundang-undangan (laws) dan peraturan pemerintah (ordinance) 4.3.1.

Pengujian Konstitusional oleh “Grand Justices” Dalam pengujian konstitusional, hanya lembaga pemerintah yang dapat

memohon kesatuan penafsiran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah. Namun Penafsiran atas kaidah-kaidah konstitusi juga dapat dimohonkan secara perorangan

setelah

yang

bersangkutan

menganggap

bahwa

hak-hak

konstitusionalnya telah dizalimi. Namun demikian, permohonan baru dapat diajuka kepada Council setelah seluruh upaya hukum biasa sudah ditempuh. 4.3.2. Sengketa Antar Lembaga Negara Karena kewenangan lembaga-lembaga negara secara eksplisit ditentukan dalam konstitusi, akibatnya Council dapat menyelesaikan sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya telah diatur dalam konstitusi. Dengan demikian, kewenangan Council untuk menyelesaikan sengketa antarlembagalembaga negara jatuh ke dalam kategori penafsiran Konstitusi.

BAB V DEWAN KONSTITUSI PERANCIS

5.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Dewan Konstitusi Perancis didirikan pada tahun 1958 yang bertepatan

dengan berlakuknya Konstitusi Republik Kelima. Sebelum berlakunya Konstitusi Kelima, berlaku Konstitusi Republik Pertama (1792-1799), Kedua (1848-1852), Ketiga (1875-1840) dan Keempat (1946-1958). Dalam kronologis sejarah pembentukan organ pengawal konstitusi, pada dasarnya sudah dirancang sejak tahun 1799. Konstitusi tahun 1799 sepakat membentuk satu organ yang disebut Senate Conservatuer, tetapi organ ini tidak berfungsi sebagaimana diharapkan. Kemudian institusi serupa dibentuk paralel dengan diadopsinya Konstitusi Republik Kedua (1852). Namun organ ini juga mengalami kegagalan. Sejak saat itu, dorongan untuk memperkuat peran Parlemen terus berlangsung hingga ditetapkannya Konstitusi Republik Keempat. Namun akhirnya pada Konstitusi Tahun 1946 mulai ada kecerahan dalam pembentukan organ pengawal konstitusi. Hal ini ditandai dengan dibentuknya organ pengawal Konstitusi yang disebut Committe Constitutionnel. Komposisi organ tersebut terdiri dari Presiden Republik, Majelis Nasional, dan Senat. Namun masalah yang dihadapi adalah, Komite Konstitusi hanya bertugas menyelesaikan sengketa kewenangan antar dua kamar Parlemen. Dan pada akhirnya dengan berlakunya Konstitusi Republik Kelima (1958) di sepakatilah pembentukan Dewan Konstitusi Perancis. Tujuan utama dari para pembentuk Konstitusi Republik Kelima adalah untuk mengubah status supremasi Parlemen. 5.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Berdasarkan pasal 56 Konstitusi Republik Kelima Prancis tahun 1958

komposisi anggota Dewan Konstitusi Prancis ditentukan oleh tiga instansi kenegaraan, yaitu:



Tiga orang diangkat oleh Presiden;



Tiga orang diangkat oleh Ketua Majelis Nasional; dan



Tiga orang diangkat oleh Ketua Senat.

Masa jabatan Dewan Anggota Konstitusi adalah sembilan tahun, dan tidak dapat diangkat kembali. Namun pemberhentian Dewan Konstitusi tidak secara seranta. Melainkan sepertiga dari anggota berhenti setiap tiga tahun sekali. Artinya, setiap tiga tahun akan ada tiga orang anggota baru yang menggantikan tiga orang anggota yang berhenti.

5.3.

KEWENANGAN Wewenang yang diberikan Konstitusi Republik Kelima Prancis (1958)

kepada Dewan Konstitusi Prancis di antaranya adalah;

5.3.1.

Dewan mengawasi jangkauan masing-masing undang-undang dan peraturan. Segingga, Dewan Konstitusi memiliki tanggung jawab penuh dalam menguji tingkat keselarasan produk hukum dengan konstitusi. Hal ini meliputi undang-undang organik (secara umum) dan peraturan tata tertib permanen National Assembly dan senat.

5.3.2

Pengujian terhadap perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah. Selain itu, kewenangan untuk meratifikasi atau menyetujui perjanjian Internasional.

BAB VI MAHKAMAH KONSTITUSI HUNGARIA

6.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Hungaria pada masa lalu tergolong negara yang mengakui eksistensi

kekuatan absolut di bawah sistem kerajaan konservatif. Perspektif sejarah menjelaskan bahwa periode ini disebut dark passion yang ,e,bawa Hungaria terperosok

ke

dalam

sistem

pemerintahan

berideologi

fasis.

Berbagai

perkembangan penting yang terjadi setelah berakhirnya rezim fasis sejalan dengan pendekatan demokrasi. Di penghujung bulan Januari tahun1989, Parlemen Hungaria mencapai kesepakatan untuk membentuk Pengadilan yang terlepas sama sekali dari cabang pengadilan umum. Oleh karena itu Mahkamah adalah instansi terpisah, Shui genetis organ konstitusional, dan memiliki kekuasaan secara eksekutif dalam menjalankan uji konstitusionalitas produk hukum. Tujuan utama dibentuknya Mahkamah Konstitusi ini adalah untuk menguji konstitusionalitas undang-undang, melindungi tatanan konstitusional serta hak-hak fundamental yang dijamin secara tegas dan jelas dalam konstitusi.

6.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Mahkamah Konstitusi Hungaria terdiri dari 11 orang anggota. Ketua dan

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama tiga tahun. Putusan Mahkamah Konstitusi adalah mengikat dan tidak dapat di Banding. Putusan berkenaan dengan konstitusionalitas undang-undang ditentukan melalui sedang pleno yang dihadiri oleh seluruh hakim. Sedangkan untuk menentukan konstitusionalitas peraturan pemerintah, dapat dilakukan oleh panel hakim yang terdiri dari tiga orang hakim.

6.3.

KEWENANGAN Melalui Undang-Undang XXXII tahun 1989 yang mengatur otoritas

Mahkamah Konstitusi, organ pengawal konstitusi itu memiliki delapan wenang yaitu; 1. Pengujian secara ext Dante atas rancangan undang-undang, tata tertib parlemen sebelum diberlakukan dan perjanjian Internasional sebelum ditetapkan; 2. Pengujian secara ext Post atas undang-undang, dan juga peraturan perundangan lain yang ditetapkan oleh pemerintahan negara; 3. Menguji perselisihan antara perjanjian internasional dengan undangundang, dan juga peraturan perundangan

yang ditetapkan oleh

pemerintahan negara; 4. Memutus permohonan konstitusional berkenaan dengan pelanggaran hakhak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi; 5. Menyisihkan suatu hal yang tidak konstitusional akibat kelalian; 6. Menghentikan sengketa kewenangan Siantar lembaga-lembaga negara dengan pemerintah daerah, atau lembaga pemerintah lainnya, ataupun sengketa kewenangan antar pemerintahan daerah; 7. Interpretasi Konstitusi; 8. Memeriksa seluruh perkara terkait dengan pelanggaran konstitusi.

BAB VII MAHKAMAH KONSTITUSI FEDERASI RUSIA

7.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Pada dasarnya, sistem kenegaraan Soviet cukup lama menampakkan

keenggananya dalam membangun kekuasaan peradilan yang memiliki kewenangan untuk menguji konstitusi. Hal ini bisa dimaklumi, karena terdapat kebutuhan akan stabilitas sistem pemerintahan pada saat itu. Namun dengan runtuhnya negara adidaya komunis Uni Soviet membuka jalan untuk berdirinya negara baru yang demokratis, yaitu Federasi Rusia. Berbicara mengenai Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia, pada dasarnya sudah ada saat Konstitusi tahun 1978, tepatnya saat jabatan Presiden Gorbachev akan berakhir. Nunung, seraya menunggu kehadiran Mahkamah Konstitusi secara nyata, seluruh kewenangan Mahkamah dijalankan oleh Soviet Committe on Constitutional Supervision. Organ ini adalah instansi transisional hingga terbentuknya Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia. Dan akhirnya pada tahun 1991 Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia bisa terbentuk. Organ ini memainkan peranan yang penting dalam peta perpolitikan Rusia. Mahkamah Konstitusi sendiri dibentuk bertujuan untuk menjamin hak asasi manusia terhadap penyalahgunaan kekuasaan. 7.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Struktur organisasi Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia terdiri dari dua

kamar. Masing-masing kamar diisi oleh sepuluh dan sembilan orang hakim. Sehingga jumlah keseluruhan hakim Mahkamah adalah 19 hakim. Berdasarkan Pasal 128 Konstitusi Federasi Rusia, 19 hakim Mahkamah Konstitusi diangkat oleh Dewan Federasi atas usul dari Presiden Federasi Rusia. Masa jabatan dari kedua belas hakim tersebut adalah 12 tahu, dan tidak dapat dipilih kembali.

7.3.

KEWENANGAN Dalam konsiderans Pasal 3Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi

ditegaskan bahwa untuk melindungi landasan sistem ketatanegaraan Federasi Rusia, dan memotivasi pembelaan atas hak-hak dasar dan memperlakukan hak-hak individu atau masyarakat secara terhormat dipandang perlu ada lembaga yang memegang supremasi dalam menilai pelaksanaan Konstitusi di seluruh wilayah Federas Rusia. Untuk itu, berdasarkan Pasal 3 Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan, meliputi pengujian:

7.3.1.

Undang-Undang Federasi, rancangan undang-undang yang diusulkan oleh Presiden Federasi Rusia, Dewan Federasi, Parlemen Duma, Pemerintahan Federasi Rusia.

7.3.2

Konstitusi Republik Rusia, perjanjian, peraturan perundangan, dan rancangan undang-undang yang diusulkan Liem komponen Federas Rusia sehubungan dengan kewenangan lembaga-lembaga negara pemerintahan Federasi Rusia, dan/atau kewenangan yang dilaksanakan

secara

bersama-sama

oleh

lembaga

negara

pemerintahan Rusia dengan lembaga-lembaga pemerintahan Rusia dengan lembaga-lembaga pemerintahan negara dari komponen Federasi Rusia. Selain kewenangan untuk melakukan pengujian, Mahkamah Konstitusi juga berwenang untuk menyelesaikan sengketa kewenangan, yang timbul: 7.3.3. Diantara lembaga-lembaga negara Federal Pemerintahan Negara; 7.3.4. Diantara lembaga-lembaga Pemerintahan Negara Federasi Rusia dan lembaga Pemerintahan Negara Federasi Rusia dan lembaga Pemerintahan Negara dari komponen Federasi Rusia; 7.3.5.

Diantara lembaga-lembaga tinggi negara yang terdapat dalam komponen Federasi Rusia;

7.3.6.

Menerima keluhanatas pelanggaran hak-hak konstitusional dan kebebasan masyarakat dan/atau atas permintaan pengadilan, guna menyelenggarakan uji konstitusionalitas undang-undang yang telah berlaku atau yang akan diterapkan pada perkara tertentu;

7.3.7.

memberikan

penafsiran

terhadap

kaidah-kaidah

Konstitusi

Federasi Rudia;

7.3.8.

Memberi pertimbangan hukum atas ketaatan menjalankan ketentuan yang berlaku dalam menjatuhkan dakwaan kepada Presiden Federasi Rusia mengenai dugaan kejahatan terhadap negara atau pelanggaran berat lainnya;

7.3.9.

Menjalankan kekuasaan lain yang ditentukan oleh Konstitusi Federasi Rusia atau undang-undang Federasi yang memiliki sifat hukum tata negara dan pemerintahan Federasi; dan juga memiliki kewenangan untuk menguji perjanjian, berkenaan dengan ketentuan Pasal 11 Konstitusi Federasi Rusia, yakni dalam menentukan batas-batas kewenangan dan kekuasaan dan kekuatan di antara lembaga-lembaga negara Federasi Rusia atau lembagalembaga negara dari masing-masing komponen federasi Rusia, sejauh pelaksanaan kewenangan ini tidak menyimpang dari hakikat hukum serta tujuan lembaga peradilan yang melaksanakan uji konstitusionalitas.

BAB VIII MAHKAMAH KONSTITUSI KOREA SELATAN

8.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Secara historis, sistem hukum Korea Selatan cukup lama dipengaruhi oleh

tradisi konfusian. Sekalipun demikian, dalam perjalanannya sistem hukum di Korea Selatan mengalami perubahan besar setelah dipengaruhi oleh tradisi hukum Jepang, Prusia, Auatria, Prancis, dan juga Amerika Serikat. Meskipun Korea Selatan pernah tergelincir ke dalam kekuatan militeristik, namun akibat adanya perubahan secara revolusioner atas sistem hukum mereka, situasi ini juga mengubah sistem hukum tata negara di Korea Selatan. Dan pada akhirnya pada tanggal 29 September tahun 1980 rezim Chun Doo Hwan mengumumkan rancangan draf konstitusi. Hukum dasar tersebut oleh berbagai kalangan diasumsikan sebagai konstitusi paling demokrasi yang pernah berlaku di Korea Selatan. Secara konseptual, rancangan draf konstitusi baru menganut sistem penjaminan atas hak asasi manusia. Pada masa berlakunya Republi Pertama (1948-1960), judicial review diselenggarakan oleh lembaga negara yang asing-masing melaksanakan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung menguji peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah, sebaliknya Komisi Konstituional (Constitutional Committee) berkuasa penyu memeriksa, mengadili dan memutusperkara pelanggaran Konstitusi. Perkembangan

selanjutnya,

pada

Republik

Keempat

(1971-1981)

membentuk kembali organ tersendiri yang disebut Mahkamah Konstitusi seperti terdapat dalam Republik Pertama. Organ tersebut memiliki tugas dan kewajiban untuk menguji konstitusionalitas produk hukum. Hal ini ternyata berlangsung terus meneruh hingga Republik keenam (1988-2005).

8.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Mahkamah Konstitusi Korea Selatan terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim.

Hakim-hakim tersebut dicalonkan oleh Presiden Korea Selatan, Majelis Nasional, dan Ketua Mahkamah agung. Diana masing-masing instansi mencalonkan 3 (tiga) hakim. Masa jabatan seorang hakim konstitusi adalah 9 (sembilan) tahun dan setelah itu tidak dapat dipilih kembali. Selanjutnya, Presiden Mahkamah Konstitusi diangkat oleh Presiden Korea Selatan setelah memperoleh konfirmasi dari Majelis Nasional. 8.3.

KEWENANGAN Berdasarkan ketentuan pasal 111 (I) Konstitusi Korea Selatan tahun 1987,

Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan sebagai berikut ; (1) Mengadili konstitusionalitas suatu undang-undang atas permintaan Pengadilan; (2) Pemakzulan (impeachment); (3) Memutus pembubaran partai politik yang tidak konstitusional ; (4) Menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga-lembaga negara; (5) Memutus permohonan individu. 8.3.1. Mengadili Konstitusionalitas suatu Undang-Undang atas Permintaan Pengadilan Peradilan umum dapat menyerahkan suatu perkara kepada Mahkamah Konstitusi, apabila perkara yang sedang ditangani oleh peradilan umum itu terkait dengan upaya penemuan makna konstitusionalitas undang-undang yang tengah diterapkan oleh peradilan umum. Penyerahan perkara kepada Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan atas inisiatif para pihak yang berperkara atau melalui prakarsa hakim peradilan umum itu sendiri. dalam terminologi yang berlaku di Korea Selatan hal itu disebut sua spnte. 8.3.2. Pemakzulan (Impeachment) Pemakzulan atau lebih populer disebut impeachment adalah sebuah proses dari sebuah badan legislatif yang secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara. Dalam Mahkamah Konstitusi Korea Selatan sendiri

pernah menangani kasus pemakzulan ini. Pada kasus perkara Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo. Perkara tersebut diajukan oleh Chun dan Roh, yang mendalilkan bahwa Undang-Undang yang diberlakukan surut, secara diametral bertentangan dengan ketentuan pasal 13 Konstitusi Korea Selatan. Setelah mengalami pengujian yang cup alot dan menyita banyak waktu, pada tanggal 16 Februari 1996 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa diskresi penuntutan yang dilandasi oleh undang-undang berlaku surut terhadap Chun dan Roh adalah tindakan inkonstitusional.

8.3.3. Menyelesaikan Sengketa Kewenangan antar Lembaga-Lembaga Negara Kewenangan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan untuk menyelesaikan sengketa antar lembaga negara selain termaktub dalam Konstitusi, secara prosedural juga diatur melalui pasal 61 ayat (2) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan ini, permohonan baru dapat diajukan oleh salah satu lembaga negara, jika tindakan dari lembaga negara sebagai pihak tergugat melanggar atau membahayakan kompetensi dari lembaga tersebut, yang masing-masing kewenangannya sudah ditentukan dalam konstitusi atau undangundang. 8.3.4. Memutus Permohonan Individu Hampir semua negara yang memiliki Mahkamah Konstitusi, menganggap permohonan jenis ini memiliki status yang penting dalam mempertahankan hak asasi manusia. Berdasarkan pasal 68 ayat (2) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, jika peradilan umum menolak permohonan dari para pihak untuk mengajukan perkaranya kepada Mahkamah Konstitusi, pemohonsecara langsung dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, hal yang harus dimohonkan berdasarkan dalil-dalil yang berbeda dengan yang pernah diutarakan sebelumnya kepada peradilan Umum.

BAB IX MAHKAMAH KONSTITUSI AFRIKA SELATAN 9.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Sejarah mencatat bahwa diskriminasi ras di Afrika Selatan sudah

berlangsung hampir lebih dari satu abad lamanya. Pada waktu itu peri kehidupan orang-orang kulit hitam dibatasi oleh undang-undang dan peraturan rasial. Dengan kata lain, hukum sebagai instrumen represif untuk membatasi perkembangan potensi mereka dan bila perlu membinasakannya. Namun dengan berjalanannya waktu, telaah empirik telah menunjukkan bawa proses kompromi dan rekonsiliasi guna mengakhiri rezim apartheid diawali dengan disusunnya draf rancangan Konstitusi Sementara (Interim constitution). Konstitusi tersebut disahkan pada tanggal 27 April tahun 1994. Pada tahap pertama, para negosiator menyepakati konstitusi sementara. Penetapan konstitusi itu akan dilaksanakan oleh kelompok minoritas (kulit putih) yang terdapat dalam parlemen. Pada tahap kedua, disepakati Mahkamah Konstitusi memberi sertifikasi atas naskah akademik Konstitusi Final nantinya. Constitution Assembly yang komposisinya terdiri dari anggota Majelis Nasional dan Senat memilik kekuatan untuk mengadopsi konstitusi final tersebut. Ketika itu para ahli dan tokoh-tokoh masyarakat yang berkolaborasi dalam Constitutional Assembly secara maksimal berupaya mengintegrasikan relatif seluruh keinginan masyarakat kedalam proses negosiasi itu. Cara pertisipastorik ini melahirkan konstitusi final sebagai gambaran komprehensif dari isu politik yang ada kala itu. 9.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Komposisi Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan terdiri dari Presiden,

deputi presiden, dan sembilan hakim anggota lainnya. Disamping itu, Presiden juga mengangkat hakim pengganti apabila terjadi kekosongan jabatan hakim Mahkamah Konstitusi. Bagi Afrika selatan Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan tertinggi terhadap seluruh perkara konstitusional. Sebab itu, Mahkamah Konstitusi hanya

memutus perkara konstitusional dan putusannya bersifat final dan mengikat. Untuk pemilihan hakim konstitusi sendiri dipilih oleh presiden Afrika Selatan dengan pertimbangan dari Judicial Service Commission dan pemimpin partai politik yang terdapat dalam Majelis Nasional. Hakim Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan diangkat untuk masa jabatan satu kali 12 tahun. Dan hakim akan memasuki masa purna bakti jika mencapai umur 70 tahun. Model rekrutmen dan durasi jabatan seperti tertera di atas, dapat dikatakan diilhami oleh sistem yang berlaku di Jerman. 9.3.

KEWENANGAN Pada dasarnya, Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan memiliki 5

kewenangan. Hal ini diatur dalam pasal 167 Konstitusi Afrika Selatan. Pada pokoknya, Mahkamah Konstitusi akan memutus final konstitusionalitas dari undang-undang yang akan diproduksi oleh parlemen (Act of Parliament), peraturan perundang-undangan daerah ataupun tindakan dari presiden Afrika Selatan. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang untuk memeri jawaban definitif atas permintaan pembatalan suatu ketentuan hukum yang dimohonkan oleh Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, maupun pengadilan lainnya. 9.3.1.

Abstract Review Pengajuan terhadap suatu rencangan undang-undang dapat dimohonkan

oleh anggota Majelis Nasional kepada Mahkamah Konstitusi. Selain itu, anggota Perwakilan Daerah juga dapat mengajukan permohonan constitutional review terhadap rancangan peraturan perundangan tingkat daerah. Dalam tipe pengujian tersebut Mahkamah Konstitusi memiliki tugas untuk melindungi pelaksanaan otoritas konstitusional yang didistribusikan berdasarkan prinsip pemisanhan kekuasaan ke dalam lembaga-lembaga negara. 9.3.2. Permohonan dari Pengadilan Umum selain Mahkamah Agung Dalam sejumlah perkara, klaim pelanggaran hak-hak fundamentalis bermuara dari hakim peradilan umum yang diduga keliru menafsirkan suatu undang-undang yang menjadi dasar hukum sebuah perkara yang sedang ditanganinya. Akan tetapi bukan tidak mungkin bahwa indang-undang itu sendiri yang bertentangan dengan konstitusi. Apabila persoalan ini benar berlangsung, maka pengadilan umum selain Mahkamah Agung dapat mengajukan review dan

selanjutnya Mahkamah Konstitusi dapat memutus suatu undang-undang tersebut tidak konstitusional dalam artisan abstrak. Dan sebagai konsekuensi yuridisnya, sejak putusan tersebut diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka undangundang yang bermasalah tadi secara keseluruhan tidak lagi memiliki validasi konstitusional. 9.3.3.

Banding atas Putusan “Supreme Court” Dalam konstruksi hukum Dar Afrika Selatan, Mahkamah Konstitusi secara

spesifik ditempatkan pada puncak piramida sistem Peradilan. Konsekuendinya, Supreme Court yang diduga mengandung pelanggaran kaidah-kaidah UndangUndang Dasar, oleh pemohon dapat mengajukan banding kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonannya, secara jelas pemohon harus mencantumkan ketentuan konstitusional apa saja yang telah dilanggar seperti terdapat dalam putusan tersebut. 9.3.3.

Sertifikasi Konstitusi Provinsi Di Afrika Selatan selain produk perubahan konstitusi nasional, hasil

perubahan konstitusi provinsi juga harus memperoleh sertifikasi dari Mahkamah Konstitusi. Perohonan untuk memperoleh sertifikasi tersebut harus diajukan secara formal oleh juru bicara Parlemen, dan juga mencantumkan permintaan supaya Mahkamah menjalankan fungsi tersebut. 9.3.4.

Pengaduan konstitusional (“Constitutional Complaint”) Berdasarkan Konstitusi Afrika Selatan tahun 1997, Mahkamah Konstitusi

diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pelanggaran hak asasi manusia. Seperti lazimnya, perorangan atau kelompok dapat mengajukan dugaan pelanggaran hak-hak dasar mereka kepada Mahkamah konstitusi. Permohonan yang dapat diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi adalah perkara pelanggaran hak-hak konstitusional. Dugaan tersebut harus disertai dengan keterangan para saksi yang disampaikan secara tertulis. Dewasa ini, dalam prosedur yang berlaku di Mahkamah Konstitusi Afrika selatan, terdapat ketentuan yang mengatur, bila ada pihak yang merasa dalil-dalil yang dikemukakan oleh pemohon pertama mengandung suatu kejanggalan, maka pihak tersebut bisa menjadi pemohon kedua untuk meregister permohonan kontra terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon pertama.

BAB X MAHKAMAH KONSTITUSI THAILAND

10.1.

SEJARAH PEMBENTUKAN Pada tahun 1930-an Thailand sering diwarnai terik menarik antara kekuatan

otoritarianisme dan demokrasi. Tetapi di penghujung tahun 1932 sistem kerajaan monarki absolut dapat dibinasakan dan diganti dengan monarki konstitusi. Tetapi dalam perkembangannya, Thailand pernah beberapa kali mengalami coup d’etet (kudeta militer) oleh kelompok militer. Sejak saat itu gagasan rule of law pada kenyataanya tak lebih rule by law, korup dan sewenang-wenang. Bagi sistem kerajaan Thailand, kehadiran Mahkamah Konstitusi adalah hal yang sudah lama dinanti-nantikan. Pada tahun 1946, perancang konstitusi menggagas satu organ bernama Constitutional Tribunal. Dalam Konstitusi 1946 komposisi Constitutional tribunal ditentukan berjumlah 15 orang. Tata cara pengajuan calon anggota tribunal diatur secara inklusif dengan melibatkan Parlemen, Kementrian Kabinet serta Komite Tribunal. Dan akhirnya dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kerajaan Thailand tahun 1997 Mahkamah Konstitusi secara resmi dibentuk untuk menjaga keutuhan konstitusi.

10.2.

ORGANISASI / KOMPOSISI / FORMASI Perdebatan yang mengemuka dalam tahap pembentukan sistem judicial

review biasanya terkait dengan pertanyaan apakah proses pengujian konstitusi itu, dilakukan secara tersentralisasi atau di desentralisasi kepada seluruh tingkat badan hukum. Persoalan ini ternyata pernah muncul pada saat Komisi Konstitusi Thailand mempersiapkan draf rancangan Konstitusi 1997. Dalam draf rancangan Komisi Konstitusi itu tertuang pemikiran, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi didesain tidak berlaku secara retroaktif. Mereka sepakat bahwa ketika Mahkamah sedang melakukan pengujian, maka proses irigasi di peradilan umum yang mengajukan

permohonan review itu, untuk sementara waktu harus menghentikan acara persidangan hingga terbit putusan Mahkamah. Mahkamah Konstitusi sendiri terdiri dari 15 orang anggota, yang tujuh diantaranya berasal dari lima orang hakim Mahkamah Agung dan dua lainnya dari Pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan lima orang hakim lainnya harus memiliki latar belakang hukum, dan tiga sisanya harus memiliki pengetahuan politik.

10.3.

KEWENANGAN Secara umum Mahkamah Konstitusi Thailand memiliki beberapa

kewenangan. Pertama, organ ini berwenang untuk menentukan konstitusionalitas undang-undang dan rencana undang-undang organik. Kedua, berwenang untuk menyetujui atau tidak rekomendasi komisi Anti Korupsi agar seorang calon pejabat publik tidak diangkat untuk menduduki pos jabatan tertentu. Ketiga, Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa antar lembagalembaga negara. 10.3.1. Kewenangan Memutus Konstitusionalitas Undang-Undang dan Rencangan Undang-Undang Organik Secara konseptual dapat dikatakan bahwa irigasi konstitusional pada intinya memiliki dua fungsi strategi, yaitu ; (i) melindungi hak-hak fundamental masyarakat; dan (ii) mengawasi seluruh aktivitas legislasi yang dilakukan oleh organ-organ kekuasaan. Untuk mencapai fungsi tersebut, Mahkamah Konstitusi Thailand memiliki beberapa kewenangan, yang diantaranya adalah : 10.3.1.1. Menentukan

Konstitusionalitas

sebelum

Undang-Undang

Konstitusionalitas

Rancangan

Undang-Undang

Ditetapkan 10.3.1.2. Memutuskan Organik 10.3.1.3. Memutus Konstitusionalitas Peraturan Darurat sebelum Ditetapkan oleh Dewan Kementrian

10.3.1.4. Memutus Konstitusionalitas Undang-Undang atau Rancangan Undang-Undang Organik yang Diusulkan Kembali oleh Dewan Kementerian atau Anggota “House of Representative” 10.3.1.5. Memutus Konstitusionalitas Setelah Rancangan Undang-Undang Diundangkan 10.3.2. Mempertimbangkan dan Memutuskan Kualifikasi Anggota House of Representative, Anggota Senat, Kementerian, Komisi Pemilihan Umum dan Setiap Pejabat yang Memangku Jabatan Politik Terkait dengan Laporan tentang Harta Kekayaan Konstitusi Kerajaan Thailand (1997) menghendaki constitution Court dapat mempertimbangkan dan kemudian memutuskan kualifikasi atau status dari para Pejabat Politik. karena itu Mahkamah Konstitusi dapat menimbang dan kemudian mengadili (adjudicate) sehubungan dengan potensi korupsi yang tercermin dalam laporan kekayaan yang diserahkan oleh pemangku jabatan politis tersebut, persoalan ini diatur dalam Pasal 291. Jika pejabat yang dimaksud mengabaikan untuk memperhatikan daftar kekayaannya, yang harus pula didukung dengan dokumen akal hal tersebut, atau dengan sengaja memberi laporan secara tidak benar, ataupun telah menyembunyikan fakta yang sebenarnya, maka seseorang tersebut tidak dapat memangku jabatan tertentu, seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 295.

10.3.3. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menimbang dan Memutus Perselisihan antar Lembaga-Lembaga Negara Konstitusi Thailand (1997) menentukan bahwa organisasi kenegaraan harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Konstitusi. Dalam menyelenggarakan kewanangannya, organisasi kenegaraan tidak dibenarkan mencampuri atau mempengaruhi tugas dan kekuasaan dari organisasi-organisasi kenegaraan lainnya. Mahkamah Konstitusi tidak dapat mengadili dan memutus suatu permohonan yang jatuh ke dalam kategori persengketaan fiktif. Artinya, pemohon harus dapat membuktikan bahwasanya sengketa antar satu lembaga dengan lembaga lainnya secara riil sedang terjadi. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi

diminta segera menghentikan aktivitas kewenangan negara yang dianggap melampaui batas kewenangannya (overstepping).

Related Documents


More Documents from ""