Pengukuhan Guru Besa2

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengukuhan Guru Besa2 as PDF for free.

More details

  • Words: 1,092
  • Pages: 4
Pengukuhan Guru Besar, Muhammadiyah, Dan NU Bagikan 07 Juni 2009 jam 12:28 Membaca judul pada tulisan ini bisa saja orang akan bertanya, apa kaitan antara ketiga hal itu. Jika berbicara tentang Muhammadiyah dan NU pada saat sekarang ini memang sangat relevan, apalagi menjelang pilpres ini. Tetapi apa kaitan keduanya dengan Pengukuhan guru besar. Pilpres, NU, dan Muhammadiyah sangat penting dibicarakan, karena sementara orang mengatakan, bahwa andaikan NU dan Muhammadiyah di tanah air ini bersatu dan benar-benar bersatu, bisa dipastikan pasangan yang didukung oleh kedua organisasi besar Islam ini akan menang. Tapi pada kenyataannya tidak demikian. Jangankan antara NU dan Muhammadiyah, pada masing-masing internal organisasi keagamaan itu sendiri saja belum kelihatan rukun benar. Oleh karena itu dari pada kecewa, dan dianggap terlalu banyak anganangan menyatukan hal yang sulit disatukan, maka tulisan ini hanya akan berceritera tentang pengukuhan seorang guru besar, yaitu Profesor H.M.Mas’ud Said, Ph.D., di Universitas Muhammadiyah pada hari Sabtu tanggal 6 Juni 2009. Dosen tetap Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tersebut dikukuhkan sebagai Guru Besar di bidang Ilmu Pemerintahan, setelah beberapa tahun yang lalu lulus S3 dari salah satu perguruan tinggi ternama di Australia. Acara akademik seperti itu sesungguhnya merupakan hal biasa bagi kalangan perguruan tinggi. Lebih-lebih pada akhir-alkhir ini, -----tidak sebagaimana sepuluh tahun yang lalu, sehubungan jumlah guru besar semakin banyak, maka beberapa perguruan tinggi dalam satu waktu mengukuhkan guru besar kadang sampai dua atau bahkan tiga orang sekaligus. Hal itu sama dengan wisuda sarjana, jika dulu dilakukan setiap tahun sekali, maka akhir-akhir ini dilakukan dua kali dan bahkan ada perguruan tinggi yang menyelenggarakan wisuda hingga tiga kali setahun. Yang agaknya beda dan menarik dari upacara akademik tersebut, saya melihat semata-mata karena faktor Prof.H.M.Mas’ud Said, Ph.D sendiri. Selama ini, ia dikenal sebagai dosen UMM yang agak aneh. Sekalipun menjadi dosen di perguruan tinggi Muhammadiyah, berani secara terbuka menjabat sebagai pengurus NU. Guru besar ini sejak muda aktif di IPNU, dan kemudian di perguruan tinggi memilih organisasi ekstra kampus, PMII. Malah, ia pernah menjabat sebagai Ketua PMII

Cabang Malang. Dosen tetap Universitas Muhammadiyah Malang tersebut sampai saat ini masih aktif sebagai pengurus NU, baik di tingkat Cabang Malang, tingkat Wilayah Jawa Timur dan bahkan juga tingkat Pengurus Besar. Selain itu, Prof. Mas’ud Said memiliki relasi yang cukup luas, baik di kalangan kampus, pejabat birokrasi pemerintahan, baik tingkat kabupaten dan kota, provinsi, bahkan juga tingkat nasional. Para relasi itu banyak yang hadir dalam pengukluhan Guru Besar itu. Sehingga, tampak dalam pengukuhan itu hadir para dosen, Guru Besar dari beberapa perguruan tinggi, politisi, birokrat seperti walikota dan bupati dari beberapa daerah. Selain itu juga hadir para Kyai, pengurus NU, seperti misalnya Prof.Dr.KH.M.Tholkhah Hasan, mantan Menteri Agama RI dan sekaligus juga anggota PBNU. Relasi Prof. H.M.Mas’ud Said, Ph.D yang sedemikian luas, dan juga kultur serta pilihan tempat pengabdian yang bisa disebut agak aneh ini, menjadikan upacara akademik tersebut memiliki nilai tersendiri yang sangat menarik. Apalagi identitas kontroversial yang disandangnya itu diucapkan secara terbuka oleh di antara yang memberi sambutan. Wakil Majlis Pendidikan Tinggi dan Pengembangan PP Muhammadiyah misalnya, menyebut bahwa Mas’ud Said selama ini dikenal sebagai aktifis NU. Tetapi ia melihat bahwa posisi Prof. Mas’ud seperti itu, justru memiliki nilai lebih. Peran seperti itu sekaligus menjadi bukti bahwa sebenarnya NU dan Muhammadiyah bisa bersatu dan bekerjasama membina umat. Sambutan serupa disampaikan oleh Wakil Badan Pembina Harian UMM. Mirip dengan isi sambutan Wakil Majlis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, Ia mengingatkan tentang seharusnya dibangun sikap fleksibel di tengah masyarakat. Untuk menjelaskan ideanya itu ia menggunakan perumpamaan kehidupan pohon bambu. Pohon bambu, selalu memiliki akar yang kuat, tetapi batangnya selalu lentur. Mungkin melalui perumpamaan itu, pimpinan Muhammadiyah Jawa Timur ini akan mengatakan bahwa dalam hal berorganisasi harus memiliki dasar kecintaan yang kokoh, tetapi dalam beraktualisasi pada kehidupan sehari-hari harus fleksibel, sehingga siapa yang masuk organisasi tertentu masih tetap bisa memiliki area pergaulan yang luas. Saya menangkap dari sambutan itu, posisi Prof. Mas’ud Said selama ini tidak ada yang tampak keliru. Tetapi sikap yang dibangun justru memiliki nilai lebih. Guru Besar Ilmu Pemerintahan FISIP UMM ini konsisten dengan sejarah akar kulturalnya. Sebagai putra warga dan sekaligus dibilang tokoh

NU, dengan tanpa rikuh bisa memberikan sumbangan besar pada organisasi Muhammadiyah. Padahal bagi masyarakat tertentu, hal seperti ini masih dianggap aneh. Setidaknya, posisi Prof. Mas’ud seperti itu, belum dilakukan banyak orang. Umumnya orang Muhammadiyah yang bekerja di lembaga NU akan mematut-matutkan diri sebagai NU atau sebaliknya, orang NU yang bekerja di Muhammadiyah akan berubah menjadi anggota fanatik, dan bahkan lebih fanatik dibanding mereka yang dilahirkan dari keluarga Muhammadiyah sendiri. Sesungguhnya apa yang ditampakkan oleh Prof.H.M.Mas’ud Said, Ph.D ini, yakni sebagai aktifis NU tetapi menjadi Guru Besar di kampus Muhammadiyah, adalah hal biasa dan sebagai ilmuwan seharusnya memang seperti itu. Prof. Mas’ud Said saya kira, sangat faham dengan hadits Nabi yang mengatakan bahwa khoirunnas anfauhum linnas, atau sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain. Jika rumusan hadits Nabi itu ditarik dalam wilayah yang lebih luas, maka akan menjadi berbunyi sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang memberi manfaat bagi organisasi lainnya. Dan, jika masih ingin diperluas lagi, rumusan itu menjadi ; ‘ sebaik-baik bangsa adalah bangsa yang memberi manfaat bagi bangsa lain’. Jika memperluas wilayah pemaknaan hadits nabi tersebut diperkenankan, maka sesungguhnya Guru Besar FISIP UMM, yang namun juga aktifis NU ini sekaligus sudah berhasil memposisikan diri sebagai uswah dari pengamalan hadits nabi tersebut. Artinya Prof. Mas’ud Said yang NU telah memberi sesuatu yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi Muhammadiyah. Dan kiranya selama ini sudah banyak juga orang Muhammadiyah yang memberi manfaat bagi gerakan NU. Sehingga dengan demikian NU dan Muhammadiyah sesunguhnya sudah saling memberi manfaat, dan sama-sama menjadi organisasi sosial keagamaan yang terbaik. Saya sendiri yang ikut hadir dan menyaksikan peristiwa itu merasa sangat bahagia. Sesuatu yang saya perhatikan, dan saya pandang indah adalah suasana kebersamaan dan kerukunan itu. Di kampus Muhammadiyah ketika itu hadir para Kyai NU, cendekiawan NU dan juga para dosen dan Guru Besar yang berafiliasi pada organisasi para ulama ini. Mereka menyatu dengan para tokoh dan warga Muhammadiyah. Pertemuan ini bukan sebatas seremonial biasa, melainkan dalam realitas telah saling memberi dan menerima. Berafiliasi pada NU dan Muhammadiyah ternyata tidak menjadi halangan untuk bersatu, bahkan ternyata bisa saling bekerjasama dan

memperkukuh. Bagi saya, ini adalah merupakan keindahan tersendiri. Ke depan, semestinya hal itu bisa semakin dikembangkan, sehingga umat Islam benar-benar menjadi umat yang satu dan kokoh. Lebih dari itu, saya merasakan bahwa ternyata potongan ayat al Qur’an yang berbunyi : wala tafarroquu, artinya “ janganlah kamu saling bercerai”, ternyata benar-benar bisa diamalkan bersama-sama. Akhirnya, selamat Prof.H.M.Mas’ud Said, Ph.D, anda telah meraih sukses dalam hidup dan berhasil menjadi uswah yang tidak banyak dilakukan orang, ialah menyatukan ummat.Wallahu a’lam.

Related Documents


More Documents from "Velia Aprilianti"