Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Print.docx

  • Uploaded by: Gung Dewi Jayanthii
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Print.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,695
  • Pages: 14
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), dan DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI

1. Motivasi Penelitian: a. ISSU : Karena adanya ketidak konsistenan dari hasil penelitian sebelumnya tentang Pengaruh PAD dan DAU ini maka kita ingin meneliti kembali dimana kita Igin mengetahui bagaimana pengaruh dan peranan pengalokasian Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap belanja modal di provinsi bali Dalam Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupatennya serta dalam pengalokasiannya apakah berjalan dengan sesuai adil dan merata.

b. Fenomena : Fenomena yag terjadi di Kabupaten/Kota provinsi Bali Menunjukan Perkembangan yang masih cukup baik dan signifikan dalam pengalokasian PAD dan DAU nya dalam pemenuhan belanja modalnya di Kota/Provinsi Bali. Untuk provinsi bali DAU ini merupakan sebagai salah satu sumber pendapatan penting bagi daerahnya. Dana alokasi Umum ini ditetapkan sebesar 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. 2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian: a. Rumusan Masalah: -

Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali?

-

Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali ?

b. Tujuan Penelitian : Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengonfirmasi pengaruh positif Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. 2) Untuk mengonfirmasi pengaruh positif Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

3. Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran: a. Kerangka Teori Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) dalam teori keagenan mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih (prinsipal) menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Permasalahan hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu: 1) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana agen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dari prinsipal. 2) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Usulan yang diajukan oleh eksekutif (agen) memiliki muatan mengutamakan kepentingan eksekutif. Sementara pihak prinsipal yang

memiliki sedikit informasi dibandingkan agen menyebabkan prinsipal sulit untuk mengawasi dan mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh agen. Sadar atau tidak, teori keagenan telah dipraktikkan di organisasi publik khususnya di pemerintahan daerah. Dalam Adiwiyana (2011), pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten/kota sering mempraktikkan agency theory dalam penyusunan rancangan APBD. Dalam sektor publik, yang berperan sebagai prinsipal adalah masyarakat yang diproksikan oleh DPRD dan agennya adalah pemerintah daerah. Semestinya pemerintah daerah sebagai pihak agen bertindak sesuai dengan kehendak prinsipalnya (masyarakat). Tetapi pada kenyataannya tidak selalu demikian, terkadang pemerintah daerah (agen) bertinak sewenang-wenang dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan publik. Hal ini sesuai dengan teori keagenan yang menyatakan bahwa antara agen dan prinsipalnya tidak selalu memiliki kepentingan yang sama dan agen cenderung melakukan suatu tindakan

untuk

memaksimalkan

kebutuhannya

(self-interest).Tamtomo

(2012)

menyatakan pemerintah pusat melakukan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur secara mandiri segala urusan pemerintahan di daerahnya, sehingga sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah pusat menurunkan dana perimbangan yang tujuannya adalah membantu pemerintah daerah baik dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Selain itu, teori keagenan tersirat dalam hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah selaku agen dalam hal ini, sudah seharusnya memberikan

timbal balik kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang memadai yang didanai oleh pendapatan daerah itu sendiri. E.1.2 Belanja Modal Belanja modal merupakan salah satu komponen belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan

selanjutnya

akan

menambah

anggaran

rutin

untuk

biaya

operasional

dan

pemeliharaannya (Mardiasmo, 2009:67). Menurut (Syaiful, 2008) Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu : 1. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan

penyelesaian,

balik

nama

dan

sewa

tanah,

pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran / biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,

pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan /penambahan /penggantian /peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.. E.1.3 Pendapatan Asli Daerah Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah dikategorikan dalam pendapatan rutin Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa tujuan pendapatan asli daerah adalah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan, yang terdiri atas :

1. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan pungutan daerah menurut peraturan daerah yang dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah sebagai badan hukum publik. Pajak Daerah terbagi atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi terdiri atas: 

Pajak Kendaraan Bermotor



Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor



Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor



Pajak Air Permukaan dan



Pajak Rokok

Sedangkan pajak kabupaten/kota terdiri dari: 

Pajak Hotel



Pajak Restoran



Pajak Hiburan



Pajak Reklame



Pajak Penerangan Jalan



Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan



Pajak Parkir , Pajak Air Tanah



Pajak Sarang Burung Walet



Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau pekerjaan atau pelayanan pemerintah daerah dan jasa usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atas jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung. Retribusi daerah terbagi atas: a. Retribusi Jasa Umum; b. Jasa Usaha; dan Perizinan Tertentu. 3. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah ialah bagian keuntungan atau laba bersih dari perusahaan daerah atas badan lain yang merupakan badan usaha milik daerah. Sedangkan perusahaan daerah adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Merupakan penerimaan selain yang disebutkan di atas tapi sah. Penerimaan ini mencakup sewa rumah dinas daerah, sewa gedung dan tanah milik daerah, jasa giro, hasil penjualan barang-barang bekas milik daerah dan penerimaan-penerimaan lain yang sah menurut Undang-Undang. Olatunji et al. (2009) mengatakan bahwa pendapatan pemerintah daerah terutama berasal dari pajak. Penerimaan pajak merangsang pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur. Hal ini berarti dari empat sumber pendapatan asli daerah, pajak daerah merupakan komponen yang memberikan sumbangan terbesar bagi pendapatan daerah. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ini diharapkan akan memperlancar jalannya pembangunan dan pemerintahan daerah. Pembangunan dapat berjalan dengan lancar maka peluang untuk mensejahteraankan masyarakat diharapkan akan meningkat. E.1.4 Dana Alokasi Umum

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi.

b. Kerangka pemikiran Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas, maka berikut disajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian. Hubungan beberapa variabel diatas dapat digambarkan sebagai berikut:

Pendapatan Asli Daerah (PAD) (x1) Belanja Modal (Y)

Dana Alokasi Umum (DAU) (x2)

a. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD. Salah satu tujuan utama desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali sumber -sumber keuangan lokal, khususnya melalui PAD (Sidik, 2002). PAD merupakan salah sumber pembelanjaan daerah. Jika PAD meningkat, maka dana yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga Pemerintah Daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi - potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2006). H1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal

b. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiscal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah

Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik. Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan diuji secara empiris (Chang & Ho, 2002, dalam Bambang, 2004). Sebagian studi menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja. Sementara sebagian lainnya menyatakan bahwa belanjalah yang mempengaruhi pendapatan ( Aziz, 2000; dan Doi, 1998,Bambang, 2004). Sementara studi tentang pengaruh grants dari pemerintah pusat terhadap keputusan pengeluaran atau belanja Pemerintah daerah sudah berjalan lebih dari 30 tahun (Gamkhar & Oates, 1996, Bambang, 2004). Secara teoritis respon tersebut akan mempunyai efek distributif alokatif yang tidak berbeda dengan sumber pendanaan lain, misalnya pendapatan pajak daerah ( Bradford & Oates, 1971, Bambang, 2004). Namun dalam studi empiris hal tersebut tidak selalu terjadi. Artinya stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh transfer atau grants tersebut sering lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan (pajak) daerah sendiri (Flypaper Effect). Holtz-Eakin, et al (1985, dalam Bambang, 2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Melihat beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dan DAU ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak DAU yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah Pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belumlah mandiri, dan begitu juga

sebaliknya. Dalam sebuah proses penyusunan anggaran ada sebuah teori yang dikenal dengan istilah incrementalism. Sistem penganggaran Incrementalism adalah sistem penganggaran yang hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan. Landasan teoretis dan temuan-temuan empiris di atas menghasilkan hipotesis sebagai berikut: H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaranBelanja Modal.

4. Metode penelitian: a. Lokasi Penelitian Lokasi atau wilayah penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali yang dilakukan di Biro Keuangan Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. b. Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2009-2013. c. Populasi dan Metode Penentuan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:115). Sementara sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010:116). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Laporan Realisasi APBD kabupaten/kota seProvinsi Bali periode 2006-2013. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010:122). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi yakni Laporan Realisasi APBD kabupaten/kota se-Provinsi Bali yang terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kota madya dengan kurun waktu 5 tahun (2009-2013).

F.4 Identifikasi Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Variabel dependen/terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010:59). Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah Belanja Modal. 2. Variabel independen/bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen/terikat (Sugiyono, 2010:59). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah (X1), dana alokasi umum (X2). 5. Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional variabel yang digunakan yakni sebagai berikut : 1) Belanja Modal (Y) Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (aset tetap). Belanja modal meliputi belanja tanah, belanja mesin dan peralatan, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi, jaringan dan belanja asset lainnya. Belanja modal diukur dari total belanja langsung yang digunakan di Kabupaten/Kota

Provinsi Bali pada tahun 2009-2013 yang dapat dilihat pada Laporan Realisasi APBD yang terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali.

2) Pendapatan Asli Daerah (X1) Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD diukur dari total penerimaan Pajak Daerah , Retribusi Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan Lain-lain Pendapatan yang Sah di Kabupaten/Kota Provinsi Bali pada tahun 2009-2013 yang dapat dilihat pada Laporan Realisasi APBD yang terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali. 3) Dana Alokasi Umum (X2) Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diukur dari jumlah penerimaan transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat di Kabupaten/Kota Provinsi Bali pada tahun 2009-2013 yang dapat dilihat pada Laporan Realisasi APBD

yang

terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali. 6. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh melalui sumber data sekunder dengan metode observasi non perilaku berupa studi dokumentasi. Rahyuda, dkk (2004:18) menyatakan data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, sedangkan data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, gambar. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD dan

tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali Tahun 2009-2013, sedangkan data kualitatif mencakup beberapa penelitian terdahulu yang dapat mendukung hasil analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh oleh peneliti melalui orang lain atau dokumen. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dokumen-dokumen yang terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali seperti Laporan Realisasi APBD Tahun 2009-2013 dan tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009-2013 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 7. Metode Pengumpulan Data Metode observasi non perilaku berupa studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihakpihak lain (Rahyuda, 2004:77), seperti dengan cara mencatat, mengutip serta mengumpulkan data dari dokumen yang terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, situs Dirjen Perimbangan Keuangan serta hasil-hasil penelitian dan buku-buku literatur untuk menghasilkan argumentasi yang mendukung hasil analisis yang didapat.

Related Documents


More Documents from "Arnetha Irene"