Penetapan Kadar Kafein Dalam Minuman Dengan Hplc.docx

  • Uploaded by: eny khairunnisa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penetapan Kadar Kafein Dalam Minuman Dengan Hplc.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 898
  • Pages: 2
Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman dengan HPLC

Abstrak Pada proses pembuatan minuman berenergi, kafein sering ditambahkan sebagai stimulan. Namun, secara jangka panjang konsentrasi kafein yang terakumulasi di dalam tubuh dalam jumlah yang melebihi batas dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar kafein dalam sampel minuman dan membandingkannya dengan batas maksimal yang ditentukan oleh pemerintah. Metode yang digunakan adalah kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Dari data hasil percobaan diperoleh kadar kafein dalam 1 mL sampel kratingdaeng dan teh poci secara berturut-turut adalah 0,55525 mg dan 0,12977 mg kafein. Kandungan kafein dalam sampel ini berada dibawah kadar kafein yang terdapat pada Indonesian Nutrition Work, sehingga minuman ini aman untuk dikonsumsi. 1.PENDAHULUAN Pada proses pembuatan minuman berenergi, sering ditambahkan zat-zat stimulan ke dalamnya, salah satunya adalah kafein. Efek kafein sebagai stimulan tidak diragukan lagi. Selain dapat menghilangkan rasa kantuk, kafein juga dapat memberikan kebugaran dan kesegaran pada tubuh. Kafein juga berfungsi sebagai zat penenang, sehingga kafein dijadikan sebagai pelengkap obat-obat penawar rasa sakit. Namun, kafein juga dapat menimbulkan perangsangan terhadap otak dan sistem syaraf pada dosis yang besar. Kafein dalam tubuh dapat dengan mudah diserap oleh usus dan menyebar dalam beberapa menit melalui darah kesemua organ dan jaringan. Kafein dapat mengelabui tubuh untuk dapat tetap beraktivitas tinggi, meningkatkan tekanan darah, dan peningkatan pengeluaran urin (Sinaga, 2012). Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/gmol dengan rumus kimia C 8 H 10 N 8 O 2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007). Kafein termasuk dalam famili bahan alam yang dikenal sebagai xantin. Kafein adalah jenis xantin yang kuat, dengan kemampuannya untuk meningkatkan kesadaran, tidak tertidur, dan kafein merupakan vasodilator (relaksasi pebuluh darah) dan sebagai diuretik (meningkatkan jumlah urin). Kafein membuat dekafeinasi teh yang penting dalam proses industri. Ditambah lagi, memiliki rasa yang agak pahit. Hasilnya, dekafeinasi biji kopi dan daun teh akan menghilangkan rasa tersebut dengan tidak adanya komponen lain yang hilang. Perlu dicatat bahwa dekafeinasi kopi dan teh adalah bukan kafein bebas. Kafeinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang mengekstrak kafein. Untuk tujuan ini, pelarut yang sesuai adalah kloroform, diklorometana, etil asetat, karbondioksida super kritik, dan lain-lain. Diklorometana digunakan untuk dekafeinasi bagian yang besar dari teh konvensional. Pelarut ini juga relatif tidak toksik dan sering digantikan dengan kloroform. Etil asetat juga menarik kafein dari daun teh secara efektif, juga dapat mengekstrak komponen kimia lain dengan baik. Studi pada teh hijau dengan dekafeinasi menggunakan etil asetat telah menunjukkan potensi di atas 30% dari epigalokatekin galat (dianggap sebagai komponen yang sangat bermanfaat dalam teh hijau) dan lainnya bermanfaat sebagai komponen yang bersifat antioksidan yang diekstrak bersama kafein (Atomssa dan Gholap, 2011).

Praktikum Kimia Instrumen Kimia 6A (2015) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara tegas menetapkan kadar kafein dalam minuman berernergi maksimal 50 mg. Jika lebih dari itu maka dalam jangka panjang pengkonsumsinya bisa terkena penyakit ginjal, jantung, darah tinggi, diabetes, stroke, dan risiko abortus untuk wanita hamil. Secara jangka panjang konsentrasi kafein yang terakumulasi di dalam tubuh dalam jumlah yang melebihi batas dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Oleh karena itu praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar kafein dalam sampel minuman dan membandingkannya dengan batas maksimal yang ditentukan oleh pemerintah. 2.METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah satu set alat High Performance Liquid Chromatpgraphy (HPLC), vial, labu ukur, dan tisu. Bahan yang digunakan adalah larutan standar kafein, sampel teh poci dan kratingdaeng, dan aquades Prosedur Kerja 1.Pembuatan standar kafein Dibuat larutan baku kafein 500 ppm, dengan cara melarutkan 50 mg kafein dalam 100 ml aquades. Kemudian dibuat larutan satandar kafein dari larutan baku dengan konsentrasi 25, 50, 100, dan 200 ppm. Larutan standar masing-masing dianalisa serta dibaca luas daerahnya kemudian dibuat kurva kalibrasinya. 2.Proses Injeksi Sampel Kadar kafein diuji dengan menggunakan instrumen High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sejumlah besar sampel (Teh Poci dan Kratingdeng), dimasukkan kedalam vial untuk selanjutnya di injeksi ke instrumen HPLC. Hasil kromatogram dan kadar kafein yang didapat akan dibandingkan dengan standar kafein yang dibuat terlebih dulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan kali ini mengenai penetapan kadar kafein dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif kafein dalam sampel teh poci dan kratingdaeng. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi komponen dalam sampel dengan waktu retensi standar. Berikut ini adalah tabel data waktu retensi dan luas area standar kafein dan beberapa sampel produk minuman dalam kemasan. Dari tabel waktu retensi dan luas area standar kafein dan sampel diatas, jika dibandingkan dengan hasil kromatogram standar kafein, sampel teh poci memiliki kemiripan yaitu terletak pada waktu retensinya yang berdekatan dengan waktu retensi standar kafein. Waktu retensi yang ditunjukkan oleh kromatogram teh poci adalah 3,401 menit sedangkan waktu retensi pada hasil kromatogram standar kafein adalah 3,454 menit. Selisih ini dapat diabaikan karena jumlahnya yang sangat kecil sehingga masih dapat dikatakan bahwa peak yang timbul pada hasil pemisahan komponen teh poci adalah senyawa kafein. Pada analisis kuantitatif, dilakukan Metoda Normalisasi Internal. Diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak ( Peak ) sebanding dengan kadar atau konsentrasi suatu zat. Dalam metoda yang paling sederhana diukur lebar atau tinggi puncak. Kadar kafein dalam teh poci ini bisa dianalisa dengan rumus :

Related Documents


More Documents from "Aezelly"