Pencegahan Dan Penyebaran Hiv.docx

  • Uploaded by: Dewi Apriliani
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pencegahan Dan Penyebaran Hiv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,301
  • Pages: 11
PENCEGAHAN DAN PENYEBARAN HIV/AIDS DI SEKTOR ( LEMBAGA PEMASYARAKATAN , TRANSGENDER DAN TENAGA MEDIS)

A. PERILAKU

TRANSGENDER

(WARIA)

DALAM

UPAYA

PENCEGAHAN HIV/AIDS DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2016 1. Pencegahan HIV/AIDS Pencegahan yang dilakukan waria masih beragam seperti olah raga dengan teratur dapat meningkatkan kekebalan tubuh hal ini menurut waria dapat menjadi salah satu cara pencegahan untuk terhindarnya dari HIV. Hal ini diungkapkan oleh Anggra “ aku suka berolah raga kak, biar badanku tetap fit imun tubuhku kuat jadi gak gampang terserang penyakit HIV (Anggra)”Menurut dr.Suharto yang dikutip dalam seminar dengan topic Olah raga untuk orang dengan HIV/AIDS(ODHA), orang yang hidup dengan virus HIV, cepat atau lambat akan mengalami penurunan ketahanan tubuh, upaya yang bias dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh melalui berbagai cara yang berkaitan dengan gaya hidup sehat. Seperti latihan fisik yang baik dan benar akan meningkatkan imun seseorang, olah raga yang bisa dilakukan tidak boleh melebihi batas kemampuannya. Mengkonsumsi bawang putih dapat membantu mengatasi infeksi dan menghambat virus merusak organ tubuh yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Hal ini merupakan salah satu cara pencegahan yang dilakukan waria agar terhindar dari penyakit HIV. Seperti yang di ungkapkan oleh DL “aku sering mengkonsumsi bawang putih, sama air daun sirsak , bawang putih itu fungsinya untuk meningkatkan sel darah putih, kalau terjangkit HIV itu kan kak sel darah putih yang diserang jadi harus banyak mengkonsumsi biar kuat sel darah putihnya melawan kuman-kuman yang masuk ke dalam tubuh kita, satu hari aku makan bawang putih 3 butir, pagi 1 x, siang 1 kali , malam 1 kali tapi kalu aku

gak tidur dirumah sering aku double kan bawang putihnya kadang ku blender ku kasih madu dikit.air sirsak juga kan anti oksidan rutin juga aku minumnya, mamak ku malah ikut-ikutan minum daun sirsak kan anti kolesterol juga.” Sirsak memiliki nama latin Annona muricata L dan berasal dari keluarga Annonaceae.Tanaman sirsak berasal dari Karibia, Amerika tengah dan Amerika Selatan.. Kandungan senyawa buah sirsak yang sangat bermanfaat bagi kesehatan . Daun sirak mengandung acetogenis, gigantetronin, annocatalin, annohexocin, annomuricin, annocatacin, gentisic acid, anonol, annonacin, caclourine, muricapentocin, dan linolic acid. Yang berfungsi menjaga kesehatan melalui system kekebalan tubuh atau sistem imun manusia.(Beck, 2014) Hal lain yang dilakukan dalam pencegahan HIV adalah perawatan rutin yang dilakukan waria. Waria sudah memahami bahwa pemeriksaan rutin dapat mencegah terjadinya HIV seperti yang di ungkapkan DL : “ Kalau aku malah sering memeriksan diri semakin kita tahu cepat semaki besar harapan hidup kita, seperti aku sangat beresiko untuk tertular dengan aktifitas sex ku yang sering dengan berganti-ganti pasangan”, “Aku memeriksakan diri 3 bulan sekali , takut juga apalagi aku punya teman yang terjangkit HIV, makanya aku takut kalau kupikir dia bukan waria PSK tapi dia suka gonta ganti pacar, memang sich dulunya dia perna pacaran sama cowok dengan perilakunya pakai narkoba, dia tahu tapi karna cinta ya gitu tetap aja pacaran diasama cowok itu, aku memang gak suka sama cowok yang make narkoba takut aku,”. Pada infeksi atau masuknya HIV kedalam tubuh manusia dikenal adanya periode jendela (window period). Yaitu masa dimana orang tersebut telah terinfeksi HIV, tetapi bila dilakukan pemeriksaan darahnya maka belum menunjukkan hasil apa-apa (masih negatif) yang berarti zat anti bodi terhadap HIV belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium. Sehingga walaupun dalam masa periode jendela, orang tersebut sudah

menjadi sumber penularan. Ia dapat menularkan virusnya kepada orang lain pada setiap kesempatan yang memungkinkan terjadinya penularan.

2. Penyebaran HIV Berbagai jenis barang pribadi seperti sikat gigi, alat cukur dan handuk,dapat menular melalui benda-benda pribadi tersebut, penyakit HIV bias menular dengan berbagai alat cukur, cukuran biasanya pasti akan meyebabkan luka, walaupun sedikit ada darah tersisa, HIV dan hepatitis bisa menular melalui darah yang tinggal di alat pisau cukur tersebut, jika terjadi luka dan iritasi menyebabkan kulit terbuka sehingga memudahkan masuknya virus melalui perlukaan.

B. UNIVERSAL PRECAUTION: PEMAHAMAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PENCEGAHAN HIV/AIDS 1. Penyebaran HIV/AIDS pada sektor tenaga kesehatan a) Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSKaryadi Semarang menunjukkan angka kepatuhan tenaga kesehatan untuk menerapkan penerapan beberapa elemen universal precaution kurang dari 50 persen. Adapun hasil penelitian jaringan epidemiologi nasional tahun 1992 tentang pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku

petugas

kesehatan dalam rangka penerapan universal precaution terutama yang berhubungan dengan potensi penyebaran HIV/AIDS dalam tingkat memprihatinkan. Hal ini merupakan kontribusi dari kelalaian tenaga kesehatan yang kurang, bahkan tidak melaksanakan protokol universal precaution.Di RS Dr. Soetomo dan rumah sakit swasta di Surabaya, terdapat 16 kasus kecelakaan kerja pada petugas kesehatan dalam

duatahun

terakhir

meskipun

setelah

dievaluasi

dan

ditindaklanjuti terbukti tidak terpapar HIV. b) Hasil observasi, alat kesehatan yang telah digunakan langsung dicuci dengan air dan air sabun kemudian dibilas tanpa dilakukan

perendaman dengan larutan klorin. Hal ini dapat meningkatkan penyebaran infeksi bila tidak dilakukan proses penatalaksanaan peralatan secara tepat. Dari hasil penelitian RS di Provinsi Mazandaran, bahwa pemahaman tenaga kesehatan serta mahasiswa kedokteran mengenai penatalaksanaan jarum suntik di sana masih rendah. 2. Pencegahan HIV/AIDS pada sektor tenaga kesehatan Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal salah satu upaya adalah dengan pencegahan penyebaran infeksi terutama

Human

Immunodeficiency

Virus

(HIV)/Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS).Peningkatan prevalensi HIV/AIDS meningkatkan risiko tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas kesehatan akan terpapar oleh infeksi yang secara potensial dapat membahayakan jiwanya. Hal ini dapat terjadi apabila tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan kesehatan tanpa memperhatikan dan melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Dalam upaya menurunkan risiko terinfeksi HIV/AIDS maka diperlukan peran Pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

secara

optimal

sesuai

amanat

Undang-undang

Kesehatan No. 36 tahun 2009. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)No. 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan telah menyebutkan bahwa infeksi dapat muncul setelah pasien pulang. Hal ini terkait dengan proses pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Atlanta juga merekomendasikan bahwa seluruh petugas kesehatan harus melakukan tindakan pencegahan untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh jarum, pisau bedah, dan Intrumen atau peralatan yang tajam. Data dari CDC memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka akibat benda

tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah sakit di Amerika. Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikanpemahaman tenaga kesehatan mengenai pelaksanaan universal precaution untuk pencegahan HIV/AIDS di RS rujukan ODHAdi Banjarmasin. Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk meningkatkan pemahaman paramedis perawatan terhadap standar pelayanan dan kewaspadaan universal sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS. Pemahaman Tentang Universal Precaution Pemahaman Tentang Universal PrecautionPemahaman tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan universal precaution untuk Pencegahan HIV/AIDS. Pendidikan Perawat Pendidikan responden terbanyak adalah mempunyai pendidikan menengah yaitu D3 Keperawatan (72,0%). Pendidikan merupakan pembelajaran seumur hidup yang terjadi disetiap sendi kehidupan. Pendidikan merupakan bimbingan untuk mengeluarkan kemampuan yang tersimpan dalam diri seseorang sehingga dapat mengembangkan diri semakin cerdas, dewasa dan matang. Semakin tinggi pendidikan paramedis perawat, diharapkan

akan

mampu

melaksanakan

tindakan

Universal

Precautiondengan professional. Asrini dkk menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam masyarakat yaitu: 1) sosial ekonomi 2) kultur (budaya dan agama) 3) pendidikan 4) pengalaman.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng.14 Hasil penelitian mahasiswa juga menunjukkan adanya hubungan Pengetahuan dengan sikap dan sikap dengan praktik terdapat hubungan yang signifikan terhadap pencegahan infeksi. Pemahaman Tenaga Kesehatan mengenai Pelaksanaan Universal Precaution untuk Pencegahan HIV/AIDS Hasil kajian menunjukkan bahwa 66,7 persen responden mempunyai pemahaman yang kurang terhadap penatalaksanaan universal precaution dan 33,3 persem responden termasuk dalam kategori pemahaman sedang tentang penatalaksanaan universal precaution.Dalam kategori pemahaman yang dipertanyakan adalah pemahaman responden tentang universal precaution, antara lain tentang definisi, manfaat, tujuan, rantai penularan, protokol/penatalaksanaan, kegiatan yang berisiko. Kurangnya pemahaman tentang universal precaution dikarenakan tidak adanya sosialisasi mengenai SOP untuk protokol universal precaution kepada para petugas kesehatan, bahkan sebagian perawat tidak pernah tahu ada SOP tentang protokol universal precaution. Hasil penelitian serupa di salah satu RS di Malang juga menunjukkan 50 persen universal precaution bagi tenaga kesehatan. Pemahaman mengenai Universal Precaution untuk pencegahan HIV/AIDS Universal precaution merupakan metode yang efektif untuk melindungi petugas kesehatan dan juga pasien. Metode ini tidak hanya untuk mencegah infeksi HIV tetapi juga mencegah infeksi lainnya. Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa 85 persen responden memberlakukan universal precaution hanya untuk pasien yang menderita HIV/AIDS, yang dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan penyebaran penyakit menular apabila tidak diatasi dengan benar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di

RS di Provinsi Mazandaran, bahwa pemahaman tenaga kesehatan serta mahasiswa kedokteran di sana memiliki pemahaman yang rendah terhadap universal precaution, bahkan mereka tidak bisa membedakan antara cairan tubuh yang dianggap menular. Apabila tenaga kesehatan tidak bisa membedakan

cairan

yang

dapat

menularkan

penyakit,

maka

akanmemberikan kontribusi dalam peningkatan infeksi baik pada pasien, keluarga pasien maupun pada tenaga kesehatan itu sendiri. Pemahaman mengenai Universal Precaution untuk Melindungi Petugas Kesehatan Universal precaution adalah suatu metode yang diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Penerapan universal precaution adalah merupakan upaya untuk memberikan perlindungan, pencegahan dan meminimalkan infeksi silang (cross infection) antara petugas yang melakukan kontak langsung terhadap pasien dan cairan tubuh pasien yang terinfeksi penyakit menular. Dari hasil kajian diketahui bahwa 75,7 persen responden berpendapat bahwa universal precaution hanya efektif untuk melindungi petugas kesehatan. Hal ini karena belum ada sosialisasi kepada petugas kesehatan mengenai pentingnya protocol universal precaution bagi petugas kesehatan, sehingga sebagian besar petugas kesehatan mempunyai pemahaman bahwa universal precaution hanya untuk petugas kesehatan saja. Dengan pemahaman tenaga kesehatan yang terbatas mengenai universal precaution ini, maka akan mempengaruhi tindakan dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan pada pasien, maka akan besar kemungkinan tindakan yang diberikan tanpa memperhatikan standar pelayanan yang seharusnya berlaku. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Ethiopia diketahui bahwa ada beberapa praktek/ tindakan pencegahan yang dilakukan dengan tidak konsisten. Sehingga keadaan ini menempatkan pasien dan petugas kesehatan berisiko untuk tertular infeksi.

Pemahaman Tenaga Kesehatan mengenai Penatalaksanaan Mencuci Tangan Penatalaksanaan protokol universal precautionsalah satunya adalah mencuci tangan dengan air bersih dan mengalir. Dalam hal ini pemahaman tenaga kesehatan masih rendah, karena mereka mengetahui kalau mencuci tangan itu hanya dengan air bersih jadi tidak masalah air mengalir atau tidak. Dari hasil kajian diketahui bahwa 65,4 persen responden hanya tahu kalau salah satu penatalaksanaanuniversal precaution adalah mencuci tangan dengan air bersih. Dari hasil observasi ditemukan bahwa beberapa tenaga kesehatan mencuci tangan dengan air dalam waskom bukan dengan air yang mengalir. Tidak hanya itu, dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap 10 orang paramedis perawatan, didapatkan data hanya dua orang yang benar-benar menggunakan sarung tangan dalam setiap melakukan tindakan keperawatan. Hal ini juga terjadi di RS di Provinsi Mazandaran, bahwa pemahaman tenaga kesehatan serta mahasiswa kedokteran di sana memiliki pemahaman yang rendah terhadap universal precaution dalam melakukan cuci tangan. Hasil penelitian di salah satu RS swasta di Malang melaporkan hasil 50 persen yang mempunyai kebiasaan cuci tangan. Pemahaman mengenai PenatalaksanaanAlat Kesehatan dan Bahan Bekas Pakai Pengelolaan alat kesehatan atau cara dekontaminasi dan desinfeksi yang kurang tepat adalah merupakan faktor risiko infeksi disarana kesehatan. Tujuan pengelolaan alat kesehatan ini untuk mencegah penyebaran infeksi dan menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui empat tahap kegiatan yaitu dekontaminasi,

pencucian,

sterilisasi

atau

Dichloro-Diphenyl-

Trichloroethane (DDT) dan penyimpanan. Dari hasil kajian diketahui bahwa responden kurang memahami penatalaksanaan peralatan perlu

didekontaminasi dan disterilisasi sebesar 61,7 persen. Hal ini karena tenaga kesehatan melakukan sterilisasi sendiri alat-alat kesehatan. Dari hasil observasi, alat kesehatan yang telah digunakan langsung dicuci dengan air dan air sabun kemudian dibilas tanpa dilakukan perendaman dengan larutan klorin. Hal ini dapat meningkatkan penyebaran infeksi bila tidak dilakukan proses penatalaksanaan peralatan secara tepat. Dari hasil penelitian RS di Provinsi Mazandaran, bahwa pemahaman tenaga kesehatan serta mahasiswa kedokteran mengenai penatalaksanaan jarum suntik di sana masih rendah. Pemahaman mengenai Membuang Sampah Medis pada Tempat Sampah yang Khusus Sampah medis adalah merupakan sampah dari rumah sakit yang terpapar oleh darah atau cairan tubuh, hal ini disebut sebagai limbah berisiko tinggi. Sampah rumah sakit harus dipilah agar sesuai dengan jenis sampah medis, sehingga dapat ditampung berdasarkan jenisnya. Dalam hal ini, perawat tidak pernah melakukan dekontaminasi sampah medis berupa jarum suntik sebelum dibuang, dan mereka kadang membuang sampah medis pada bak sampah biasa. Dari hasil kajian diketahui 74,8 persen responden belum memahami membuang sampah medis pada tempat sampah yang khusus. Sampah medis dibuang pada tempat sampah yang sama dengan sampah lainnya tanpa dilakukan pemisahan jenis sampah. Hal ini karena petugas kesehatan tidak mengetahui pengelolaan limbah medis dan pernah melakukan pengelolaan limbahmedis sehingga limbah medis (jarum suntik) langsung dibuang pada bak sampah. Rendahnya kesadaran tenaga kesehatan dalam pembuangan sampah pada tempat khusus juga terjadi di rumah sakit di Provinsi Mazandaran, Iran. Pemahaman mengenai Penatalaksanaan Instrumen dan Linen Instrumen dan linen harus diperhatikan cara penanganannya dan pemrosesannya. Untuk instrumen dan linen yang tercemar darah maupun

cairan tubuh diberikan larutan klorin 0,5 persen, dan bila linen yang tercemar maka diberika klorin 0,5 persen pada bagian yang terpapar darah maupun cairan tubuh kemudian masukkan dalam plastik dan diikat serta diberi label bahan menular sebelum dikirim ketempat pencucian. Dari hasil kajian diketahui bahwa 80,4 persen responden tidak memahami penatalaksanaan instrumen dan linen dalam cairan klorin, instrumen dan linen seharusnya direndam selama 10 menit sebelum dicuci biasa. Mereka tidak memahami berapa lama harus merendam alat maupun linen karena mereka tidak melakukan pencucian terutama untuk linen. Pemahaman yang rendah juga terjadi pada penelitian di RS Manzandaran mengenai penatalaksanaan baju atau kain.18Berbagai penelitian telah melaporkan, bahwa kebijakan untuk universal precaution tidak berjalan sesuai harapan. Kepatuhan petugas kesehatan bervariasi. Kekurangan ini mencerminkan keterbatasan pendekatan keselamatan yang bergantung pada kepatuhan aktif oleh individu, dan bukan pada kontrol lingkungan pasif. Rendahnya pemahaman tenaga kesehatan mengenai universal precaution menyebabkan

rendahnya

kepatuhan

petugas

kesehatan

dalam

melaksanakan protokol universal precaution, dan berpotensi meningkatkan penyebaran penyakit menular terutama HIV/AIDS. Hal ini dapat dihindari bila semua faktor dapat diterapkan dengan baik dan memaksimalkan tindakan universal precaution untukpencegahan HIV/AIDS di RS rujukan ODHA Banjarmasin. Perlu dilakukan berbagai upaya kegiatan dalam pelaksanaan universal precaution untuk pencegahan HIV/AIDS dengan memaksimalkan tindakan universal precautionyang dapat memberikan perlindungan yang baik bagi perawat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pasien yang menerima pelayanan kesehatan agar terhindar dari HIV/AIDS.Untuk meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dalam pelaksanaan Universal Precaution perlu dilakukan pelatihan bagi tenaga kesehatan.

Related Documents


More Documents from ""